BAB II
1
www.melayuOnline.com/budayamelayu, 20 Februari 2009
2
Koentjaraningrat, 1985/ TGA Hazni Syafrina, 2001
14
A.2.1. Tugas
§ Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan suatu wilayah, baik
lokal maupun regional.
§ mewadahi kreatifitas seniman dan budayawan serta memfasilitasi
kalangan masyarakat yang berpotensi dan ingin mempelajari lebih jauh
tentang kebudayaan.
A.2.2. Fungsi
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, jenis kegiatan yang diwadahi oleh pusat
budaya meliputi kegiatan apresiasi, pendidikan, dan rekreasi sebagai berikut:
§ Seminar budaya
§ Lokakarya
§ Masyarakat umum
Pelaku kegiatan yang bertindak sebagai peneliti dan pembicara pada seminar
dan diskusi, pengguna workshop seni, tutor pada kursus, serta peserta pada
kegiatan pertunjukan dan pameran.
§ Pengelola
Fasilitas yang ada pada bangunan ini antara lain sebagai berikut:
Gambar II.3 The Concert Hall dengan oak berkulitas tinggi dan
[www.lcsd.gov.hk] dilengkapi dengan kanopi dan
17
§ Exhibition Gallery
Ditempatkan di lantai 4
bangunan administrasi, dengan
ruang seluas 287 m2 dengan
pola partisi fleksibel untuk
kebutuhan lay-out berbeda.
Gambar II.5 Exhibition Gallery Terlepas dari lampu dan panel
[www.lcsd.gov.hk]
pameran, galeri juga dilengkapi
dengan peralatan proyeksi dan
bunyi serta furnitur untuk resepsi, meeting, dan kelas.
§ Practice Room
§ Function Rooms
§ Catering Facilities
§ Arts Shop
Phase I:
§ Hin-Shiu Hung Art Gallery
Merupakan ruang pameran dengan
ukuran 26’ x 44’.
Gambar II.17 Richard Charles Lee pertama kali kepada publik pada 6
Resource Centre/Library Oktober 1998. Resource Centre
[www.cccgt.org]
mempunyai mesin cetak seperti
halnya material elektronik yang mencakup suatu cakupan luas pokok
dalam kebudayaan dan peradaban Cina. Saat ini koleksi buku yang ada
mendekati angka 5000 judul dalam bahasa Cina, baik tradisional
maupun skrip sederhana, dan dalam bahasa Inggris. Kesemuanya
merupakan pencarian on-line melalui internet. Pada koleksi periodik .
22
Fasilitas JCCH dibangun pada awal tahun 1990-an dengan biaya total
konstruksi sebesar $15 juta. Dirancang secara profesional untuk
menimbulkan pengaruh Jepang di dalam Hawai’i modern, JCCH bertindak
sebagai tempat pertemuan, menawarkan program pendidikan, pelayanan
dan even kebudayaan kepada semua komunitas. Dua kompleks bangunan
ini berukuran lebih dari 47.000 m2, terdiri dari 4 lantai bangunan kantor
(Phase I, selesai pada tahun 1992) yang berisi kantor utama pusat
kebudayaan dan ruang kantor yang disewakan, Resource Center dan
Seikōan Teahouse dan taman dimana kelas chadō (the way of tea)
diadakan.
Bangunan kedua yang terdiri atas 5 lantai (Phase II, selesai pada tahun
1994) meliputi Historical Gallery exhibit, community Gallery, Gift Shop,
banquet hall, meeting rooms dan martial arts dōjō dimana pelatihan Kendō,
karate, aikidō dan naginata diadakan. Bangunan Phase II juga meliputi 270
stall parkir. Kedua bangunan dihubungkan oleh halaman serbaguna dan
selasar/ jembatan layang. Pusat kebudayaan berdiri di jantung Kota
Mō‘ili‘ili.
§ Kenshikan Dojo
§ Seikoan Teahouse
Sebuah rumah teh Jepang asli dengan tiga ruang teh untuk pelatihan
upacara teh Jepang, taman dan rumah teh Seikōan (Shining Star)
dibuat melalui kedermawanan Urasenke Grand Tea Master Soshitsu
Sen XV, Ph.D. Seikōan yang asli dulunya merupakan rumah teh mandiri
yang diperkenalkan kepada kelompok pedagang Jepang Honolulu pada
25
§ Resource Center
§ Classes
§ Gift Shop
§ Site terletak pada lokasi yang strategis dalam suatu kota, mudah
dicapai dari arah manapun, seperti di jantung kota.
Sejarah melayu mencakup dimensi yang luas, dengan rentang masa yang
panjang. Jika Kerajaan Kutai dianggap sebagai kerajaan tertua dalam
kebudayaan Melayu, maka awal fase sejarah Melayu adalah sekitar abad ke-4
atau 5 SM. Bukti-bukti arkeologis dan sejarah menunjukan adanya penyebaran
budaya Melayu yang cukup luas di kawasan Asia Tenggara. Kebudayaan ini hidup
dan berkembang pada masa lampau melewati proses akulturasi serta mempunyai
ciri-ciri persamaan maupun perbedaan antara daerah Melayu yang satu dengan
yang lain. Hal ini dapat dijumpai pada kebudayaan Melayu yang berkembang di
Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Srilanka, Philipina, Madagaskar, dan
Indonesia. Di Indonesia sendiri perkembangan kebudayaan Melayu meliputi
wilayah yang cukup luas. Karena itulah dikenal adanya Melayu Pasai (Aceh),
Melayu Deli Serdang, Binjai, dan Langkat (Sumatera Utara), Melayu di
Minangkabau (Sumatera Barat), Melayu Riau (di Riau dan Kepulauan Riau),
Melayu Jambi, Melayu Lampung, Melayu Palembang (Sumatera Selatan), Melayu
Bengkulu, Melayu Betawi (Jakarta), Melayu Sasak (Nusa Tenggara Barat),
Melayu Palu (di Sulawesi Tengah dan Utara), Melayu Kutai (Kalimantan Timur),
Melayu Banjar (Kalimantan Selatan), serta Melayu Sambas dan Pontianak
(Kalimantan Barat).
Keadaan geografis Propinsi Riau yang berada di tengah pulau Sumatera serta
berbatasan dengan bangsa lain memberi peluang besar terjadinya kontak budaya
dengan pihak luar, baik sesama rumpun Melayu ataupun bangsa asing. Hal ini
menyebabkan terjadinya pengaruh budaya secara langsung maupun tidak
28
Sejauh ini belum ada prasasti yang ditemukan di daerah Riau, tetapi
ada beberapa prasasti yang ditemukan di daerah yang dulunya merupakan
bagian dari kesatuan propinsi Riau, yaitu di daerah Kepulauan Riau, yang
berhubungan langsung dengan sejarah Melayu di Riau. Prasasti tersebut
ditemukan di Pasir Panjang, ujung utara Pulau Karimun, Kabupaten
Karimun, Kepulauan Riau, dinamakan dengan Prasasti Pasir Panjang,
sesuai dengan nama tempat prasasti ini ditemukan. Prasasti ini
menggunakan huruf Pranagi dan bahasa Sansekerta, teks tulisannya
berbunyi “Mahayunika Galagantricacri”. Kandungan isi prasasti
menunjukkan bahwa daerah tempat ditemukannya prasasti tersebut telah
memiliki pemerintahan dan tata tertib yang teratur. Dengan kata lain,
prasasti ini menunjukkan bahwa masyarakat setempat telah hidup di bawah
payung hukum.
Gambar II.25 Istana Kerajaan Rokan Gambar II.26 Istana Kerajaan Siak
[dokumen pribadi] [dokumen pribadi]
a. Candi
b. Istana Melayu
Eropa. Istana ini berdiri megah hingga saat ini setelah dilakukan
beberapa kali renovasi. Pada pintu gerbang masuk, terdapat hiasan
berupa sepasang burung elang menyambar dengan sorot mata tajam,
seolah-olah mengawasi semua orang yang akan masuk ke areal istana.
Istana Siak terdiri atas dua lantai, lantai bawah dan lantai atas .
Pada setiap sudut bangunan terdapat pilar berbentuk bulat. Sedangkan
pada bagian ujung puncak terdapat hiasan burung garuda. Semua pintu
dan jendela berbentuk kubah dengan hiasan mozaik kaca. Lantai
bawah terdiri dari 6 ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu dan
ruang sidang. Di dalamnya terdapat ruang besar utama yang terbagi
atas ruang depan istana, ruang sisi kanan, ruang sisi kiri, dan ruang
belakang. Sedangkan lantai atas terdiri dari 9 ruangan yang berfungsi
sebagai tempat istirahat sultan, keluarga, atau kerabat sultan dan para
tamu kerajaan.
c. Masjid Bersejarah
Gambar II.30 Masjid Raya Gambar II.31 Masjid An-Nur Gambar II.32 Masjid
Senapelan di Pekanbaru di Pekanbaru Kerajaan Siak
[www.wisatamelayu.com] [www.wisatamelayu.com] [dokumen pribadi]
d. Makam Bersejarah
Gambar II.33 Makam Putri Gambar II.34 Makam Gambar II.35 Makam Koto
Tujuh di Dumai Sultan Mahmud Syah I di Tinggi di Siak
[dokumen pribadi] Pelalawan [dokumen pribadi]
[dokumen pribadi]
e. Benteng Bersejarah
Satu-satunya benteng
bersejarah di Riau adalah
Benteng Tujuh Lapis yang terletak
di desa Dalu-dalu, Kecamatan
Tambusai, Kabupaten Kampar.
Gambar II.36 Benteng Tujuh Lapis
Benteng ini dibangun pada tahun
[dokumen pribadi]
1835 oleh Tuanku Tambusai, sebagai basis pertahanan dalam melawan
penjajah Belanda. Pada awalnya, benteng ini diberi nama Kubu Aur
Duri. Pada saat itu juga dibangun Kubu Baling-baling, Kubu Gedung,
dan Kubu Talikemain. Semua kubu ini dipersiapkan sebagai benteng
untuk melawan Belanda.
ini, kesenian tidak hanya sebagai ekspresi keindahan, tapi juga sebagai
media penyampai pesan. Ide-ide estetika dan pesan budaya di atas
terwujud dalam seni tari, seni musik, seni tenun, seni ukir, seni lukis, seni
bela diri, seni teater, dan permainan rakyat. Masing-masing bagian
dikategorisasi lagi berdasarkan fase historis dan profanitas. Berdasarkan
fase historis, kesenian Melayu terbagi dua: tradisional dan kontemporer;
berdasarkan profanitas, kesenian ini juga terbagi dua: sakral dan profan.
a. Seni Sastra
1) Melayu Klasik
§ Sastra Lisan
§ Sastra Tulisan
2) Melayu Modern
b. Seni Tari
§ Tari tradisional
§ Tarian Istana
41
§ Tari kreasi
Tari yang telah diramu dari gerak zapin, joget, dan silat yang
menghasilkan jenis tari yang berbeda.
§ Wayang Bangsawan
42
§ Makyong
§ Mamanda
§ Mendu
Mendu adalah kesenian lakon atau drama yang diambil dari kitab
yang bernama Dewa Mendu yang menurut beberapa peneliti
mempunyai kesamaan dengan cerita Ramayana.
§ Randai Kuantan
d. Seni Musik
manusia yang paling tua. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak ada
sejarah peradaban manusia dilalui tanpa musik, termasuk sejarah
peradaban Melayu. Dalam masyarakat Melayu, seni musik ini terbagi
menjadi musik vokal, instrument, dan gabungan keduanya. Dalam
musik gabungan, suara alat musik berfungsi sebagai pengiring suara
vokal atau tarian. Alat-alat musik yang berkembang di kalangan
masyarakat Melayu di antaranya: canang, tetawak, nobat, nafiri,
lengkara, kompang, gambus, marwas, gendang, rebana, serunai, rebab,
beduk, gong, seruling, kecapi, biola, dan akordeon. Alat-alat musik
tersebut menghasilkan irama dan melodi tersendiri yang berbeda
dengan alat musik lainnya.
e. Seni Rupa
1) Seni Tenun
2) Seni Ukir
3) Seni Lukis
f. Upacara Adat
Seni bela diri ditandai dengan adanya pencak silat. Di Riau terdapat
beberapa jenis silat, yang dipelajari secara turun temurun menurut tata
cara tertentu. Silat yang terkenal antara lain adalah: Silat Pangean, Silat
Tumbuk, Silat Kampar, dan Silat Cekak. Beberapa jenis silat yang
dibawa pendatang dan dapat berkembang
di Riau antara lain adalah: Kuntau, Silat
Tuo, Silat Lintau, dan sebagainya.
Berdasarkan penggunaannya, silat ini
dibagi menjadi: Gambar II.42 Silat Permainan
[www.melayuonline.com]
§ Silat permainan, yaitu silat yang
digunakan dalam upacara-upacara. Silat
ini umumnya terlihat indah. Contohnya
adalah silat pedang, silat parisai, dan
silat sembah.
Orang Melayu pada mulanya suka hidup sederhana, sopan santun, dan
menjaga kejujuran yang berasal dari ajaran agama. Adanya sifat selalu
merendah dan tidak suka menonjolkan diri, tidak memaksakan kemauan,
tidak berani dan enggan menghadapi konflik dan pemenjaan alam
menimbulkan keterbatasan kreatifitas. Dalam masyarakat selalu dipupuk
sifat gotong royong dan tolong-menolong. Musyawarah yang selalu
diadakan dalam menghadapi setiap pekerjaan merupakan ciri yang telah
mendarah daging dalam kehidupan mereka.
B.5. Korelasi Budaya Melayu Riau dengan Perancangan Pusat Budaya Melayu Riau
Dengan lay out bangunan yang acak, menyatu dengan alam, banyaknya
ruang bersama, serta suasana kampung yang non formal dengan minimnya batas
fisik, menciptakan keintiman hubungan sosial pada masyarakat Melayu.
Gambar II.44 Pola Perkampungan Cluster Gambar II.45 Pola Perkampungan Linear
[TA Hazni Syafrina, 2001] [TA Hazni Syafrina, 2001]
51
a. Bangunan Rumah
Rumah belah bumbung dan atap limas adalah bentuk yang paling
umum dan paling tua. Rumah belah bumbung memiliki persamaan
dengan rumah-rumah di Kalimantan dan Malaysia. Rumah tebar layar
muncul pada perkembangan selanjutnya. Sedangkan rumah atap lontik
hanya terdapat pada sebagian kecil wilayah Melayu Riau dengan
pengaruh budaya Sumatera Barat. Kesamaan itu menunjukkan adanya
hubungan dan pengaruh kebudayaan yang masuk ke Riau,
penambahan besaran ruang menimbulkan variasi-variasi bentuk.
Gambar II.47 Rumah Atap Lontik Gambar II.48 Balai Adat Melayu Riau
[dokumen pribadi] dengan Atap Tebar Layar
[www.wisatamelayu.com]
b. Bangunan Rumah Ibadah
a. Bangunan Rumah
rumah lontik. Rumah lontik yang dapat juga disebut rumah lancang
karena rumah ini bentuk atapnya melengkung ke atas dan agak runcing
sedangkan dindingnya miring keluar dengan hiasan kaki dinding mirip
perahu atau lancang. Hal ini melambangkan penghormatan kepada
Tuhan dan terhadap sesama. Rumah lontik diperkirakan mendapat
pengaruh dari kebudayaan Minangkabau karena kabanyakan terdapat
di daerah yang berbatasan dengan Sumatera Barat.
digunakan pada siang dan sore hari. Batas pepohonan juga digunakan
sebagai barrier bagi privacy.
a. Bangunan Rumah
Rumah induk
Selasar dalam
Penanggah
Selasar luar
§ Selasar Dalam
§ Rumah Induk
§ Telo
§ Penanggah
Di samping itu,
selalu dibuat
tempat untuk
menyimpan
peralatan rumah
yang dibuat dari
dinding dapur
57
§ Ruangan Induk
§ Mihrab
§ Menara
Pada masjid ada kalanya dibuat menara, tetapi ruangan ini sangat
kecil karena hanya diperuntukkan bagi Bilal untuk menyuarakan
azan. Menara dapat diletakkan dimana saja, namun umumnya di
arah muka dan belakang atau keempat sudut bangunan.
§ Ruangan Loteng
a. Bangunan Rumah
orang tua. Di daerah lain, yakni pada suku Melayu di kepulauan, tiang
yang dianggap penting adalah tiang Seri yang terdapat di keempat
sudut rumah. Baik tiang tuo maupun tiang seri tak boleh bersambung
dan terbuat dari kayu yang besar.
Atap terbuat dari daun nipah dan daun rumbia, namun belakangan
lebih sering digunakan atap seng. Atap daun nipah/ rumbia dibuat
dengan cara menjalinnya pada sebatang kayu yang disebut Bengkawan
yang biasanya terbuat dari nibung/ bambu. Pada bengkawan itulah atap
diletakkan dan dijalin dengan rotan atau kulit kayu/ kulit pelepah rumbia.
Atap yang dibuat satu lapis disebut Kelarai, sedangkan dua lapis
disebut Ketam. Atap ketam lebih rapat, lebih tebal, serta lebih tahan
lama daripada atap kelarai.
pintu dan jendela. Ujung atas dan bawahnya dipahatkan ke dalam balok
kaki dinding dan tutup dinding. Dinding yang terbuat dari papan
dipasang tegak lurus, kalaupun ada yang dipasang miring atau
bersilangan, hanya untuk variasi. Umumnya dinding dipasang dengan
cara merapatkannya dengan lidah pion atau dengan susunan bertindih
yang disebut Tindih kasih. Cara lainnya adalah dengan pasangan
melintang dan saling menindih yang disebut dengan Susun sirih, namun
cara ini jarang digunakan. Untuk variasi, sering pula dipasang miring
searah atau berlawanan, dengan kemiringan rata-rata 45 derajat.
Pintu disebut juga ambang atau lawang. Bentuk pintu persegi empat
panjang dengan ukuran lebar antara 60 - 100 cm dan tinggi 150 – 200
cm. pada mulanya, pintu tidak menggunakan engsel, untuk engsel
digunakan semacam puting. Kuncinya dibuat dari kayu yang disebut
Pengkelang. Daun pintu berbentuk panel dan ram-ram (krepyak), atau
separuh panel separuh ram-ram. Umumnya daun pintu terdiri atas dua
lembar berbahan kayu pilihan seperti surian/ punak/ tembesu. Pada
bagian atas pintu diberi hiasan sebagai ventilasi dengan ukiran.
Dinding terbuat dari papan yang dipasang tegak lurus atau seperti
dinding rumah yang agak miring keluar. Variasi dan cara
pemasangannya sama seperti pada rumah tinggal. Begitu pula halnya
dengan pintu dan jendelanya, ukuran, hiasan, dan cara
pemasangannya sama dengan rumah tinggal, namun ada kalanya pada
masjid pintunya dilebarkan sedikit. Elemen struktur lain seperti
pekayuan dan loteng juga sama dengan rumah tinggal. Ukuran
pekayuan disesuaikan dengan ukuran bangunan itu sendiri.
Motif dasar ornamen Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yaitu
terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa. Benda-benda tersebut
64
§ Bunga
§ Kuntum
Motif kuntum antara lain: kuntum tak jadi, kuntum merekah, kuntum
serangkai, kuntum bersanding, kuntum kembar, kuntum berjurai,
kuntum jeruju, kuntum setanding, kuntum tak sudah, kuntum sejurai,
dan sebagainya.
§ Daun
Motif daun antara lain: daun bersusun, daun sirih, daun keladi, daun
bersanggit bunga, daun sirih pengantin, daun sirih sekawan, daun
berseluk, dan sebagainya.
§ Buah
Motif yang bersumber dari buah juga banyak terdapat dalam ragam
hias Melayu Riau, di antaranya adalah tampuk manggis, buah
hutan, buah delima, buah anggur, buah setangkai, pisang-pisang,
pinang-pinang, buah kasenak, buah mengkudu, delima mereka, dan
sebagainya.
§ Akar-akaran
Motif yang berasal dari akar-akaran antara lain: kaluk pakis atau
kaluk paku, akar bergelut, akar melilit, akar berpilin, akar berjuntai,
akar-akaran, belah rotan, pucuk rebung, dan sebagainya.
2) Kelompok Bunga-bungaan
§ Selembayung
§ Sayap layang-layang
Hiasan ini terdapat pada keempat cucuran atap dan memiliki bentuk
yang hampir sama dengan selembayung. Setiap bangunan yang
berselembayung harus menggunakan sayap layangan sebagai
padanannya.
Bentuk bangunan yang segi empat, lurus dari depan hingga ke belakang
bangunan, memudahkan udara untuk terus mengalir melewati setiap ruangan.
Aliran udara secara menerus ini juga terjadi di kolong rumah, kemudian udara ini
masuk ke dalam rumah melalui celah-celah lantai yang terbuat dari kayu,
menyebarkan udara sejuk ke dalam ruangan. Sementara udara panas yang
ringan, yang dihasilkan ruangan, akan bergerak naik ke atas dan keluar melalui
celah yang terdapat di antara lapisan atap. Begitulah yang terjadi seterusnya
sehingga mewujudkan cross ventilation. Teritisan atap rumah dibuat lebar agar
terhindar dari terik matahari dan mencegah air hujan masuk ke dalam rumah.
Lisplanknya yang berhias ukiran lebah bergantung berfungsi untuk mengurangi
glare (silau) matahari. Gentengnya yang terbuat dari tanah liat dimaksudkan agar
72
terhindar dari panas dikarenakan material tanah liat yang bersifat tidak menyerap
panas.
C.5. Contoh Aplikasi Arsitektur Tradisional Melayu Riau pada Bangunan Modern
Gambar II.71 Anjungan Seni Idrus Tintin Gambar II.72 Purna MTQ XVII
[www.balitbang.riau.go.id] [dokumen pribadi]
Ruang kelas, yang dalam hal ini lebih tepat disebut sebagai ruang praktek/
latihan karena kesenian tidak hanya berupa teori namun harus dipraktekkan,
merupakan tempat peserta didik mempelajari kesenian Melayu Riau. Kelas-kelas
yang diadakan antara lain: kelas tari, kelas teater, kelas musik, kelas seni rupa,
serta kelas bela diri.
Art shop merupakan tempat penjualan souvenir Pusat Budaya Melayu Riau
yang juga merupakan hasil karya peserta didik. Sedangkan restoran merupakan
tempat dimana pengunjung dapat menyantap kuliner tradisional Melayu Riau yang
saat ini semakin jarang ada di pasaran.
Ciri khas kampung Melayu adalah keteduhan yang diberikan oleh pepohonan
yang memungkinkan ruang-ruang terbuka, yang digunakan pada siang dan sore
hari. Batas pepohonan juga digunakan sebagai barrier bagi privacy. Pada
bangunan tradisional Melayu, yang menjadi batas fisik adalah pohon kelapa.