Anda di halaman 1dari 4

Resume Materi

Dasar-Dasar Ilmu Politik


BAB IX
TRIAS POLITICA : PEMBAGIAN KEKUASAAN
MENURUT FUNGSI

Nama : Mensen Gerk


NIM : E1112211016
Progam Studi : Hubungan Internasional
Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Politik

Perkembangan Konsep Trias Politica :

Pemisahan Kekuasaan menjadi Pembagian Kekuasaan

Trias politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan:
pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang (dalam peristilahan
baru sering disebut rulemaking function); kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan
melaksanakan undang-undang (dalam peristilahan baru sering disebut rule application
function); ketiga, kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-
undang (dalam peristilahan baru sering disebut rule adjudication function). Trias politica
adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan (atau functions) ini sebaiknya
tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh
flhak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak azasi warga negara lebih
terjamin. Doktrin ini untuk pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan
Montesquieu (1689-1755) dan pada taraf itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan
(separation of powers). Beberapa puluh tahun kemudian, pada tahun 1748, filsuf Perancis
Montesquieu memperkembangkan lebih lanjut pemikiran Locke ini dalam bukunya L'Esprit
des Lois (The Spirit of the Laws). Dalam uraiannya ia membagi kekuasaan pemerintahan
dalam tiga cabang, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.
Jadi, berbeda dengan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasaan
eksekutif, Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan (yudikatif) itu sebagai kekuasaan
yang berdiri sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena dalam pekerjaannya sehari-hari sebagai
seorang hakim, Montesquieu mengetahui bahwa kekuasaan eksekutif itu berlainan dengan
kekuasaan pengadilan. Oleh Montesquieu dikemukakan bahwa keinerdekaan hanya dapat
dijamin, jika ketiga fungsi tersebut tidak dipegang oleh satu orang atau badan, tetapi oleh tiga
orang atau badan yang terpisah. Doktrin Montesquieu banyak mempengaruhi orang Amerika
pada masa undang-undang dasarnya dirumuskan, sehingga dokumen itu dianggap yang
paling banyak mencerminkan trias politica dalam konsep aslinya. Seperti contoh presiden
Amerika tidak dapat dijatuhkan oleh Congress selama masa jabatan empat tahun. Di lain
fihak Congress tidak dapat dibubarkan oleh presiden. Presiden maupun menteri tidak boleh
merangkap menjadi anggota Congress, dan presiden tidak dapat mem)imbing Congress
seperti perdana menteri Inggris. Begitu pula badan yudikatif, terutama Mahkamah Agung,
mempunyai kedudukan yang bebas, oleh karena para hakim Mahkamah Agung, sekali
diangkat oleh presiden, serta selama berkelakuan baik, memegang jabatannya seumur hidup
atau sampai saatnya mengundurkan diri secara sukarela. Akan tetapi, sekalipun kekuasaan
sudah dipisah satu sama lain sesempurna mungkin, namun para Penyusun Undang-Undang
Dasar Amerika Serikat masih juga menganggap perlu untuk menjamin bahwa masing-masing
kekuasaan tidak akan melampaui batas kekuasaannya. Maka dari itu dicoba untuk
membendung kecenderungan ini dengan mengadakan suatu sistim "checks and balances"
Dalam rangka "checks and balances" ini presiden diberi wewenang untuk memveto
rancangan undang-undang yang telah diterima oleh Congress,
akan tetapi di fihak lain veto ini dapat dibatal kan oleh Congress dengan dukungan 2/3 suara
dari kedua Majelis. Mahkamah Agung mengadakan check terhadap badan eksekutif dan
badan legislatif melalui judicial review (hak uji). tetapi baru dianggap sah jika Senat juga
mendukungnya. Begitu pula untuk pengangkatan jabatan-jabatan yang termasuk wewenang
Presiden, seperti hakim agung dan duta besar, diperlukan persetujuan dari Senat.
di negara-negara benua Eropa doktrin trias politica memainkan peranan yang penting
dan terutama telah mempengaruhi perumusan-perumusan mengenai Negara Hukum Klasik
dari sarjana-sarjana hukum seperti Kant, Fichte dan sebagainya. Akan tetapi justru di Inggris,
yang menurut Montesquieu merupakan suri-teladan dari sistim pemerintahan berdasarkan
trias politica, sama sekali tidak ada pemisahan kekuasaan, malahan terlihat adanya suatu
penjalinan yang erat antara badan eksekutif dan badan legislatif pelaksanaan konsep trias
politica dalam konsep aslinya, baik di dalam negara yang dianggap paling banyak
mempertahankan azas trias politica seperti Amerika Serikat, maupun dalam negara yang
menyelenggarakannya secara terbatas seperti di Inggris, sukar sekali diselenggarakan dalam
praktek. dalam negara abad ke-20, apalagi dalam negara yang sedang berkembang di mana
kehidupan ekonomi dan sosial telah menjadi demikian kompleksnya serta badan eksekutif
mengatur hampir semua aspek kehidupan masyarakat, trias politica dalam arti "pemisahan
kekuasaan" tidak dapat dipertahankan Iagi. Oleh karena keadaan yang tersebut di atas, maka
ada kecenderungan untuk menafsirkan trias politica tidak Iagi sebagai pemisahan kekuasaan
(separation of powers), tetapi sebagai pembagian kekuasaan (division of powers) yang
diartikan bahwa hanya fungsi pokoklah yang dibedakan menurut sifatnya serta diserahkan
kepada badan yang berbeda (distinct hands), tetapi untuk selebihnya kerjasama di antara
fungsi-fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancaran organisasi.
Jika dalam negara demokrasi konsep trias politica sebagai sistim pembagian kekuasaan dalam
garis besarnya di terima sebagai suatu usaha untuk membendung kecenderungan Lembaga
lembaga kenegaraan untuk melampaui batas-batas kekuasaannya dan bertindak sewenang-
wenang, maka konsep trias politica dalam negara-negara komunis ditolak.

TRIAS POLITICA DI INDONESIA


Ketiga Undang-Undang Dasar Indonesia tidak secara eksplisit mengatakan bahwa doktrin
trias politica dianut, tetapi oleh karena ketiga undang-undang dasar menyelami jiwa dari
demokrasi konstitusionil, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut trias politica
dalam arti pembagian kekuasaan. Hal ini jelas dari pembagian Bab dalam Undang-Undang
1945. Oleh karena sistim pemerintahannya adalah presidensiil, maka kabinet tidak
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan oleh karena itu tidak dapat
dijatuhkan oleh Dewan.
Akan tetapi dalam masa Demokrasi Terpimpin ada usaha untuk meninggalkan gagasan trias
politica. Pemikiran ini jelas dari ucapan-ucapan presiden Indonesia masa itu, Ir. Soekamo,
antara lain pada upacara pelantikan menteri Kehakiman pada 12 Desember 1963 yang
menyatakan bahwa "setelah kita kembali ke UndangUndang Dasar 1945, trias politica kita
tinggalkan sebab asalnya datang dari sumber-sumber liberalisme". Dalam masa Orde Baru
kepincangan-kepincangan ini telah diluruskan kembali; Undang-undang No. 19 tahun 1964
telah dicabut dan diganti dengan Undang-undang No. 14 tahun 1970. Dalam undang-undang
ini istilah trias politica tidak disebut secara eksplisit, tetapi prinsip kebebasan hakim telah
dihidupkan kembali. Dari Undang-Undang No. 14 tahun 1970 dapat ditarik kesimpulan
bahwa kita pada garis besarnya telah kembali ke azas trias politica dalam pengertian sebagai
pembagian kekuasaan.
Peristilahan Baru: Rule-making Rule-application dan Rule adjudication Karena kaburnya
gagasan trias politica dewasa ini, maka ada usaha untuk mencari peristilahan yang lebih
mendekati kenyataan. Salah satu usaha ke arah ini dapat kita saksikan dalam analisa Gabriel
A. Almond, seorang sarjana yang terkenal sebagai penga nut "pendekatan tingkah-laku".

PERTANYAAN:

1. Apa yang di maksud dengan trias politica ?


2. Mengapa konsep trias politica dalam negara-negara komunis ditolak ?
3. Jelaskan Inggris, yang menurut Montesquieu merupakan suri-teladan dari sistim
pemerintahan berdasarkan trias politica ?
4. Bagaimana Trias Politica di Indonesia berlangsung ?
5. apa yang di maksud dengan Rule Making, Rule Application dan rule Adjudication ?

Anda mungkin juga menyukai