Anda di halaman 1dari 27

Tafsir

http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-maidah-ayat-51-53_5.html

Saya percaya anda sudah banyak mendengar dan membaca tentang perlakuan sebagian dari
anak bangsa kepada Ahok. Sebuah perlakuan yang tentu menyakitkan. Hanya karena Ahok
lahir sebagai keluarga Tionghoa dan beragama Kristen, maka dianggap sah dan wajib
menyakiti belaiau dengan perlakuan SARA. Salah satu yang sering di kutip untuk menyakiti
Ahok adalah sebuah ayat di Al Quran surah Al Maidah 51. Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-
pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang zalim. Mari kita telaah ayat ini. Kata dalam kurung yang saya bold adalah sebuah
kata tambahan dari departemen agama yang tidak tercantum dalam Al Quran yang asli.
sedangkan kata ‫اء‬--‫ أولي‬sesungguhnya mempunyai 2 arti. Yaitu pemimpin dan Teman atau
sekutu. Lalu apa arti sebenarnya dari kata ‫ أولياء‬di Al Maidah 51 ini? mari kita lihat asbabub
nuzulnya. Tafsir / Indonesia / Sebab turun / Surah Al Maa-idah 51 ‫صا َرى‬ َ َّ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَتَّ ِخ ُذوا ْاليَهُو َد َوالن‬
)51 ( َ‫م فَإِنَّهُ ِم ْنهُ ْم إِنَّ هَّللا َ اَل يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم الظَّا ِل ِمين‬-ْ ‫ْض َو َم ْن يَت ََولَّهُ ْم ِم ْن ُك‬ ُ ‫ أَوْ ِليَا َء بَ ْع‬Ibnu Ishak, Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim
ٍ ‫م أَوْ ِليَا ُء بَع‬-ْ ُ‫ضه‬
dan Imam Baihaqi mengetengahkan sebuah hadis dari Ubadah bin Shamit yang bercerita,
"Tatkala aku memerangi Bani Qainuqa tiba-tiba Abdullah bin Ubay bin Salul cenderung
memihak mereka dan berdiri pada pihak mereka." Setelah itu Ubadah bin Shamit menuju
kepada Rasulullah saw. untuk menyatakan penyucian dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya
dari fakta yang telah dibuatnya bersama orang-orang Bani Qainuqa. Ia adalah salah satu di
antara orang-orang Bani Auf bin Khazraj. Ia telah mengadakan fakta bersama mereka, sama
dengan apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul terhadap mereka (orang-orang
Bani Qainuqa). Akhirnya Abdullah bin Ubay mengajak mereka untuk mengadakan perjanjian
fakta dengan orang-orang kafir dan tidak memihak mereka. Selanjutnya Ibnu Ishak
mengatakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Ubadah bin Shamit dan
Abdullah bin Ubay, yaitu firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali(mu)..." (Q.S. Al-Maidah 51). kita
lihat asbabun nuzulnya adalah cerita tentang adanya muslim yang mengadakan aliansi atau
perjanjian sekutu dengan orang yang dianggap kafir dan meninggalkan orang orang muslim.
ini yang dilarang. dan tidak ada dalam asbabun nuzul ini cerita mengenai adanya muslim
yang mangambil orang yahudi dan nasrani sebagai pemimpin. Maka dapat disimpulkan
bahwa surah Al Maidah 51 ini bicara tentang sekutu atau teman. Bukan Wali yang artinya
pemimpin. Mau bukti lagi, kita lihat terjemahan Quran dalam bahasa inggris di
www.quran.com. ini kutipannya. Sahih International O you who have believed, do not take
the Jews and the Christians as allies. They are [in fact] allies of one another. And whoever is
an ally to them among you - then indeed, he is [one] of them. Indeed, Allah guides not the
wrongdoing people. Muhsin Khan O you who believe! Take not the Jews and the Christians
as Auliya' (friends, protectors, helpers, etc.), they are but Auliya' to one another. And if any
amongst you takes them as Auliya', then surely he is one of them. Verily, Allah guides not
those people who are the Zalimun (polytheists and wrong-doers and unjust). Pickthall O ye
who believe! Take not the Jews and the Christians for friends. They are friends one to
another. He among you who taketh them for friends is (one) of them. Lo! Allah guideth not
wrongdoing folk. Yusuf Ali O ye who believe! take not the Jews and the Christians for your
friends and protectors: They are but friends and protectors to each other. And he amongst you
that turns to them (for friendship) is of them. Verily Allah guideth not a people unjust. Shakir
O you who believe! do not take the Jews and the Christians for friends; they are friends of
each other; and whoever amongst you takes them for a friend, then surely he is one of them;
surely Allah does not guide the unjust people. Dr. Ghali O you who have believed, do not
take to yourselves the Jews and the Nasara (Christians) as patrons; some of them are patrons
to some (others). And whoever of you patronizes them, then surely he is one of them. Surely
Allah does not guide the unjust people. kita lihat diatas. Hampir semua menerjemahkan
sebagai friends. dan ada 1 yang menerjemahkan sebagai patrons atau pelindung. Bukan
pemimpin. Tetapi kalau melihat terjemahan dari asbabun nuzul, maka yang benar adalah
teman atau sekutu dan bukan patron atau pelindung, apalagi pemimpin. Saya berasumsi kalau
Departemen Agama menerjemahkan sebagai pemimpin adalah karena merasa tidak enak hati
kalau di terjemahkan sebagai teman atau sekutu. Mungkin dianggap akan membahayakan
persatuan. Tetapi kalau artinya adalah menjadi teman Yahudi dan Nasrani yang malah
meninggalkan atau mengkianati sesama muslim, saya kira ayat ini tidak masalah  memakai
terjemahan yang benar. Jadi saya berharap kita hati hati memakai ayat. Kalau salah,
bukannya malah fitnah jadinya? bukan artinya pemimpin tetapi orang orang memakai ayat
yang salah terjemahan ini sebagai senjata menyakiti sesama anak bangsa. Sebagai bahan
pertimbangan saya akan berikan link dari sumber Islam yang menyatakan ada ribuan
kesalahan terjemahan dari Al Quran terjemahan departemen Agama ini.
http://www.hidayatullah.com/read/19584/01/11/2011/majelis-mujahidin-luncurkan-koreksi-
terjemah-al-qur'an-versi-depag.html http://www.voa-
islam.com/news/indonesiana/2011/11/01/16541/ditemukan-3229-kesalahan-tarjamah-
alquran-versi-kemenag-ri/ Apakah kesalahan ini termasuk Almaidah 51? saya yakin iya.
Melihat dari asbabun nuzul dan terjemahan Al Quran dalam bahasa inggris. Saya akan kutip
ayat ayat lain yang dipakai menyerang Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, Thionghoa
Kristen ini, bila sempat.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/reo/ahok-dan-surah-al-maidah-
51_5516fff8813311ab64bc6358
http://www.kompasiana.com/reo/ahok-dan-surah-al-maidah-51_5516fff8813311ab64bc6358
Hari-hari ini publik di Tanah Air dihadirkan dengan polemik tentang makna
yang tersimpan di dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 51. Biasanya
sebagian kelompok menggunakan ayat ini secara “politis” untuk
mengharamkan kepemimpinan non-muslim. Apalagi di saat musim pemilihan
kepala daerah, ayat ini makin populer digemakan di masjid-masjid dan
forum-forum keagamaan lainnya. Apa sebenarnya makna yang terkandung
di dalam ayat tersebut?
Saya melakukan penelusuran terhadap beberapa kitab tafsir yang otoritarif
untuk memahami konteks dan menyerap makna yang terkandung di dalam
ayat tersebut. Di antaranya Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran  karya al-
Thabari (w. 310 H.), Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Quran  karya al-Qurthubi (w.
671 H.), Tafsir Mafatih al-Ghayb  karya al-Razi (w. 606 H.),Tafsir al-Quran al-
Karim  karya Ibnu Katsir (w. 774 H.), Tafsir al-Kasysyaf  karya al-
Zamakhsyari (w. 538 H.), Tafsir al-Quran  karya Ibn ‘Abd al-Salam (w. 660
H.), Tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Quran  karya al-Thabathabai (w. 1401 H),
dan Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwirkarya Ibnu ‘Ashur (w. 1393 H).

Seluruh kitab tafsir menjelaskan secara gamblang peristiwa-peristiwa yang


dapat dikonfirmasi sebagai sebab-sebab turunnya ayat tersebut (asbab al-
nuzul).

Ayat ini ditengarai turun sesudah Perang Badar, yaitu perang akbar yang
dimenangkan oleh Rasulullah SAW dan pasukannya. ‘Ubadah bin al-Shamit
mengisahkan pertemanannya dengan orang-orang Yahudi, namun ia memilih
untuk setia kepada Rasulullah SAW. Sementara Abdullah Ubay bin Salul juga
menceritakan pertemanannya dengan orang-orang Yahudi dan setia kepada
mereka, karena khawatir akan datang musibah jika bersekutu dengan
mereka. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat 51 surat al-Maidah, yang
secara eksplisit melarang pertemanan dengan orang-orang Yahudi dan
Nasrani.

Ibnu ‘Abd al-Salam secara sederhana menjelaskan bahwa ‘Ubadah menolak


berteman dan bersekutu dengan orang-orang Yahudi, karena mereka
memusuhi umat Islam. Sedangkan Abdullah bin Ubay masih setia dengan
orang-orang Yahudi, karena ia menghindari datangnya musibah yang lebih
besar jika berpisah dengan mereka.

Di dalam kisah lain, disebutkan ayat tersebut turun saat Bani Qaynuqa’
memerangi Rasulullah SAW. Ada yang menyatakan ayat tersebut turun
setelah peristiwa Perang Uhud, di mana umat Islam kalah dalam
peperangan. Sebagian dari mereka meminta perlindungan kepada orang
Yahudi dan sebagian lagi meminta perlindungan kepada orang-orang
Nasrani. Ada pula yang menyatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada Abu
Lubabah yang diutus ke Bani Quraydzah.

Hampir tak ada perbedaan para ulama perihal penjelasan tentang peristiwa
yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut. Intinya, ayat ini turun dalam
situasi perang.

Al-Thabari, al-Zamakhsyari, dan al-Qurthubi sebagai ulama tafsir paling awal


cenderung bersikap keras dalam menafsirkan ayat ini dengan menyatakan
larangan untuk berteman dan bersekutu dengan orang-orang Yahudi dan
Nasrani.

Namun Imam al-Razi menafsirkan lain, bahwa yang dimaksud ayat tersebut
yaitu larangan bagi umat Islam untuk meminta tolong kepada orang-orang
Yahudi dan Kristen untuk meraih kemenangan dalam perang.

Ibnu Katsir mempunyai pandangan yang lain pula, bahwa orang-orang


Yahudi dan Nasrani yang dilarang untuk dijadikan teman adalah mereka
yang jelas-jelas sudah teridentifkasi sebagai musuh Islam.

Yang menarik dari sekian pandangan tersebut adalah tafsir al-Thabathabai


yang secara panjang lebar menyelami makna yang tersurat dan tersirat di
dalam surat al-Maidah ayat 51. Maklum, kitab tafsir ini tergolong
kontemporer dan mengurai makna secara mendalam ayat tersebut.

Menurut al-Thabathabai, ayat ini diturunkan di Madinah sebelum Haji


Perpisahan Rasulullah SAW. Yang dimaksud dengan “al-wilayah” dalam ayat
ini yaitu persekutuan yang disertai dengan cinta (al-mahabbah). Ia berbeda
dengan pandangan para ulama tafsir lain yang cenderung memahami
“wilayah” dalam konteks persekutuan yang bersifat temporal (al-nushrah).
Ayat ini sebenarnya lebih khusus turun dalam hal persekutuan dengan
orang-orang Yahudi, bukan orang-orang Kristen.

Sementara Ibnu ‘Ashur menguraikan bahwa larangan berteman dan


bersekutu dengan orang-orang Yahudi, karena mereka ingin
memperdayakan orang-orang Islam. Adapun larangan berteman dengan
orang-orang Kristen dalam ayat tersebut agar tidak ada pandangan yang
memperbolehkan pertemanan dengan orang-orang Kristen jika mereka
melakukan tipu daya terhadap orang-orang Islam.

Meskipun demikian, Ibnu ‘Ashur juga menggarisbawahi, di dalam ayat lain


justru ditegaskan bahwa orang-orang Kristen mempunyai kedekatan orang-
orang Islam. Allah SWT berfirman,Dan sungguh kamu mendapatkan orang-
orang yang lebih dekat dengan orang-orang mukmin, yaitu mereka yang
menyatakan sesungguhnya kami Kristen  (QS. Al-Maidah: 82).

Beberapa penjelasan para mufassir di atas semakin nyata bahwa ayat 51


surat al-Maidahmesti dipahami dalam konteks perang pada zamannya.
Dalam situasi perang berlaku hukum kehati-hatian agar bisa mengidentifikasi
lawan. Karena itu, ayat tersebut berisi perintah larangan keras agar
memutus persekutuan dengan orang-orang Yahudi dan Kristen. Sementara
dalam situasi damai berlaku hukum toleransi dan harmoni, seperti yang kita
lihat di tengah kebhinekaan agama, suku, dan bahasa di negeri ini.

Ayat tersebut juga tidak ada kaitannya dengan kepemimpinan. Yang


dimaksud al-wilayahdalam ayat tersebut adalah pertemanan atau
persekutuan, bukan kepemimpinan. Bahkan, kepemimpinan dalam konteks
demokrasi modern sudah jauh lebih maju. Pemimpin dipilih oleh rakyat
berdasarkan rekam jejak, ketegasan, kemampuan, dan kejujujuran. Rakyat
adalah pemimpin yang sesungguhnya.

Dalam bidang kepemimpinan, saya mengikuti pandangan yang lazim dari


para ulama al-Azhar. Di antaranya Dr. Gamal Farouq, Dekan Fakultas
Dakwah Universitas al-Azhar, bahwa dalam urusan publik, pemimpin yang
lebih mampu memberikan pelayanan publik yang baik dan menyejahterakan
rakyat harus diutamakan, meski dia non-muslim.

Baca:

Ahok dan Kepemimpinan Non-Muslim

Tidak Ada Larangan Kepemimpinan Non-Muslim dalam Al-Qur’an


Terjemahan Surat Al Maidah 51
Menurut Tafsir Jalalain dan
Departemen Agama
Red: Muhammad Subarkah
ROL/Amin Madani

Koleksi di museum Alquran Madinah

Terjemahan Menurut Tafsir Jalalain Alquran Surat Al Maidah ayat 51:

ٍ ‫ض ُه ْم أَ ْولِيَآ ُء بَ ْع‬
﴾ ۞ ‫ض ۚ َو َمن يَت ََولَّ ُهم ِّمن ُك ْم فَإِنَّهۥُ ِم ْن ُه ْم ۗ إِنَّ ٱهَّلل َ اَل‬ ُ ‫ى أَ ْولِيَآ َء ۘ بَ ْع‬
ٓ ٰ ‫ص َر‬ ۟ ‫وا اَل تَتَّ ِخ ُذ‬
ٰ َّ‫وا ٱ ْليَ ُهو َد َوٱلن‬ ۟ ُ‫ٓيأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ٰ
َ‫يَ ْه ِدى ٱ ْلقَ ْو َم ٱلظّلِ ِمين‬

(51). (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin) menjadi ikutanmu dan kamu cintai. (Sebagian mereka menjadi pemimpin
bagi sebagian lainnya) karena kesatuan mereka dalam kekafiran. (Siapa di antara kamu
mengambil mereka sebagai pemimpin, maka dia termasuk di antara mereka) artinya termasuk
golongan mereka. (Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang aniaya) karena
mengambil orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka. (Al Maidah 5:51)

Terjemahan Surat Al Maidah Ayat 51 Menurut Departemen Agama:

Terjemahan Surat Al Maidah mengacu pada terjemahan Departenen Agama (Yayasan


Penyelenggara Penerjemah Tafsir Al Quran yang ditunjuk menteri agama dengan surat
Keputusan no.20 th.1967. Terjemahan ini populer di kalangan masyarakat. Bahkan
terjemahan ini dipakai dalam cetakan 'Al Qur'an dan Terjemahanya' yang diterbitkan oleh
Raja Kerajaan Arab Saudi (Mujammma ' Al Malik Fahd Li Thiba At Al Mush-haf Asy-Syarif
Madinah Al Munawwarah Po.O Box 6262 Kerajaan Arab Saudi). Terjemahan ini juga
dibagikan secara cuma-cuma kepada Muslim Indonesia.

(51). Hai orang-orang beriman, janganalah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin yang bagi
sebagian mereka yang lan. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

'Usaha' terjemahan dilakukan dalam masa selama 8 tahun. Para anggota 'Dewan Penerjemah'
terdiri delapan orang, yakni Prof TM Hasbi Ashshiddiqi, Prof H Bustaman A Gani, Prof H
Muchtar Jahya, Prof H M Toha Jahjya Omar, DR H A Mukti Ali, Drs Kamal Muchtar, H
Gazali Thaib, KH A Musaddad, KH Ali Maksum, Drs Busjairi Madjid.

Terjemahan Al Maidah 51 menurut ’The Noble Qur'an.

"O You who believe! take not the Jews and Christians as Auliya' (friends. protector, helpers),
they are but Auliya', then surely he is one of them. Verily, Allah Guides not those people who
ara theZalimin (polytheist and wrong-doers and njust)."

(The Noble Quran, English Translation of the meaning and comentary) terbitan Kerajaan
Arab Saudi: King Fahd Complex, For The Printing of The Holy Quran PO Box No 262,
Madinah Munawarrah, K.S.A, 1426 H.
Terjemahan Al Maidah 51 menurut ‘The Glorius Koran.

"O ye who belive! Take not the Jews and Crhristians for friends. The are friends one for
another. He among you who taketh them for friends is (one) of them. Lo! Allah guideth not
wrongdoing folk."

The Meaning of The Glorius Koran: Explantory Translation by Mohammed Marmaduke


Pickthal). Terjemahan ini dipublikasikan oleh The New Amercia Library, pada awal abad 20-
an. Terjemahan ini saat itu populer di Hindia Belanda. Para generasi terpelajar saat itu --yang
tidak memahami bahasa Arab-- memakai terjemahan ini sebagai acuan. Salah satunya adalah
Sukarno yang kerap membaca dan mengacu Alquran versi terjemahan ini.

Terjemahan Al Maidah 51 menurut Tafsir Ibnu Katsir.

Dalam ringkasan tasfir Ibnu Katsir, ‘Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir’, jilid 2, Penerbit Darus
Sunnah, Jakarta, tahun 2012, surat Al Maidah ayat 51 diterjemahkan seperti ini:

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kami menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai
teman setia (mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang
menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.
Sungguh Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang zhalim.
Melihat Timur Tengah Lebih Dekat

Inilah Tafsir Surat Al-Maidah Ayat


51 Terkait Pemimpin Non Muslim
October 8, 2016 By Muhammad Zulifan

Akhir-akhir ini perdebatan seputar kepemimpinan dalam Islam menghangat.


Lebih-lebih setelah seorang calon Gubernur DKI menyinggung Surat Al-Maidah
ayat 51.

Sebagian kalangan  berpendapat bahwa di dalam Al-qur’an, Allah SWT melarang


kaum mukmin untuk menjadikan orang kafir sebagai wali, pemimpin ataupun
orang kepercayaan, yang dikarenakan dikhawatirkan mereka akan berkhianat dan
membuat kerusakan dengan berbuat dosa di muka bumi. Dalil-dalil yang
dikemukakan adalah:
ٍ ‫ا ُء بَع‬--َ‫هُ ْم أَوْ لِي‬- ‫ْض‬
َ ‫ َولَّهُ ْم ِم ْن ُك ْم فَإِنَّهُ ِم ْنهُ ْم إِ َّن هَّللا‬- َ‫ْض َو َم ْن يَت‬ ُ ‫صا َرى أَوْ لِيَا َء بَع‬
َ َّ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا اَل تَتَّ ِخ ُذوا ْاليَهُو َد َوالن‬
َ‫اَل يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم الظَّالِ ِمين‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi


dan Nasrani menjadi “pemimpin-pemimpin (mu)”; sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim.” (Q.S. al-Maidah ayat 51)

ِ ْ‫ْض إِاَّل تَ ْف َعلُوهُ تَ ُك ْن فِ ْتنَةٌ فِي اأْل َر‬


‫ض َوفَ َسا ٌد َكبِي ٌر‬ ٍ ‫ضهُ ْم أَوْ لِيَا ُء بَع‬
ُ ‫َوالَّ ِذينَ َكفَرُوا بَ ْع‬

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi “pelindung” bagi


sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang
telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar. (QS. Al-Anfaal:73)

‫وا ِم ْنهُ ْم‬-ُ‫ ْي ٍء إِاَّل أَ ْن تَتَّق‬-‫ْس ِمنَ هَّللا ِ فِي َش‬ ْ ‫ُون ْال ُم‬
َ -ِ‫لْ َذل‬-‫ؤ ِمنِينَ َو َم ْن يَ ْف َع‬-
َ ‫ك فَلَي‬ ِ ‫اَل يَتَّ ِخ ِذ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ ْال َكافِ ِرينَ أَوْ لِيَا َء ِم ْن د‬
ِ ‫تُقَاةً َويُ َح ِّذ ُر ُك ُم هَّللا ُ نَ ْف َسهُ َوإِلَى هَّللا ِ ْال َم‬
‫صي ُر‬

“Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi “wali”


dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Barangsiapa berbuat demikian,
niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri
dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu
terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).(QS Ali Imran :
28)

 Baca juga: Hukum Nikah Beda Agama

Dalam pandangan mereka, apabila kita diberi kewenangan untuk


menentukan/memilih seseorang untuk menduduki jabatan tertentu, yang
berpengaruh bagi kemaslahatan umum, maka pilihlah orang Islam yang taat
sebagai pilihan kita, agar amanah bisa terjaga. Memilih seorang pemimpin di sini
menurutnya entah kepala desa, camat, bupati, gubenur ataupun presiden, maka bila
memungkinkan pilihlah dari kalangan mukmin yang taat, agar amanah bisa terjaga.

Setuju atau tidak setuju, seharusnya ditelusuri dahulu makna kata ‫ َولِ ٌي – أَوْ لِيَاء‬yang
dimaksudkan dalam ayat-ayat tersebut.

Pertama penelusurannya adalah secara etimologi, pengertiannya dalam kamus-


kamus adalah sebagai berikut:

1. Al-Quran Terjemahan Depag RI sebagai termaktub di atas: Pemimpin dalam


QS.al-Maidah 51, pelindung dalam QS. AL Anfaal:73, dan diartikan tetap
“wali” pada QS Ali Imran 28 dengan diberi catatan: “Wali jamaknya auliyaa:
berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong”.
2. Kamus al-Muhith diterangkan dengan makna sama yaitu teman akrab, yang
dicinta, penolong, jika ia menjadi kata benda, apabila menjadi mashdar
artinya kekuasaan dan penguasa:

ْ ‫ أَو هي ال َم‬،ً‫ة‬-َ‫ةً َو َوالي‬-َ‫ه ِوالي‬--‫ و علي‬،‫ي َء‬--‫ و َولِ َي الش‬.ُ‫ير‬--‫ والنَّص‬،ُ‫ ِديق‬-‫والص‬
،ُ‫ َدر‬-‫ص‬ َّ ، ُّ‫ وال ُم ِحب‬،‫ه‬--‫ ُم من‬-‫ َولِ ُّي االس‬-‫ال‬
ِ ،ُ‫وبالكسر ال ُخطَّة‬
. ُ‫ والسُّلطان‬،ُ‫واإلما َرة‬

Kedua penelusuran terhadap maksud ayat dengan membuka kembali wacana tafsir
al-Quran yang ada terhadap ayat pelarangan menjadikan Yahudi dan Nasrani
َ َّ‫اَل تَتَّ ِخ ُذوا ْاليَهُو َد َوالن‬
sebagai auliya’. Dalam QS Al-Maidah : 51 yang berbunyi: ‫صا َرى‬
‫ أَوْ لِيَا َء‬ternyata ada perbedaan penafsiran kalangan mufassirin.

Baca juga: Hukum Hormat Bendera

Perbedaan Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 51


1. Kalangan yang menafsirkan larangan berteman akrab,
meminta tolong dan perlindungan

Di antara kitab-kitab yang menafsirkan seperti ini adalah: a. Tafsir ar-Raziy:

‫ وال تتوددوا إليهم‬، ‫ أي ال تعتمدوا على االستنصار بهم‬: ‫ومعنى ال تتخذوهم أولياء‬

“Jangan bersandar kalian terhadap pertolongan mereka dan jangan kalian saling
berkasih sayang kepada mereka” b. Tafsir al-Baiḍāwiy

‫وا اليهود والنصارى أَوْ لِيَاء } فال تعتمدوا عليهم وال تعاشروهم معاشرة األحباب‬
ْ ‫وا الَ تَتَّ ِخ ُذ‬
ْ ُ‫{ ياأيها الذين َءا َمن‬

“Jangan bersandar kalian terhadap mereka dan jangan kalian mempergauli


mereka seperti mempergauli orang yang dicinta”

c. Tafsir al-Zamakhsyariy

‫ال تتخذوهم أولياء تنصرونهم وتستنصرونهم وتؤاخونهم وتصافونهم وتعاشرونهم معاشرة المؤمنين‬
“Jangan kalian menjadikan mereka auliya’ yaitu kalian menolong mereka,
meminta tolong mereka, bersaudara dengan mereka, tinggal dan mempergauli
mereka seperti pergaulan dengan orang-orang mukmin”.

d. Tafsir al-Alūsiy

‫ال يتخذ أحد منكم أحداً منهم وليا ً بمعنى ال تصافوهم مصافاة األحباب وال تستنصروهم‬

“Jangan kalian tinggal dan mempergauli mereka seperti pergaulan dengan orang-
orang tercinta dan meminta tolong kepada mereka”

2. Kalangan yang menafsirkan larangan menjadikannya


pemimpin, di samping larangan meminta tolong dan
perlindungan.

a. Tafsir al-Khāzin : Larangan menjadikannya pemimpin dan penolong.

‫بر‬--‫وله وأخ‬--‫فنهى هللا المؤمنين جميعا ً أن يتخذوا اليهود والنصارى أنصاراً وأعوانا ً على أهل اإليمان باهلل ورس‬
‫نين‬--‫وله والمؤم‬--‫أنه من اتخذهم أنصاراً وأعوانا ً وخلفاء من دون هللا ورسوله والمؤمنين فإنه منهم وإن هللا ورس‬
‫منه براء‬

“Allah melarang semua orang-orang mukmin menjadikan Yahudi dan Nasrani


sebagai penolong atas ahli iman kepada Allah dan Rasulnya, Allah juga
mengabarkan bahwasannya siapa yang menjadikan mereka sebagai penolong dan
pemimpin selain Allah, Rasulnya dan orang-orang beriman maka ia telah menjadi
bagian dari mereka. Sesungguhnya Allah, Rasulnya dan orang-orang beriman
terbebas darinya ”

b. Tafsir Ibnu Katsīr : Larangan menjadikannya penolong, pegawai.

،‫اتلهم هللا‬--‫ ق‬،‫ه‬--‫الم وأهل‬--‫داء اإلس‬--‫ذين هم أع‬--‫ ال‬،‫ارى‬--‫ود والنص‬--‫واالة اليه‬--‫نين عن م‬--‫اده المؤم‬--‫الى عب‬--‫ينهى تع‬
‫ا‬--‫ذ وم‬-‫ا أخ‬--‫ه م‬-‫ع إلي‬-‫عري أن يرف‬--‫ أن عمر أمر أبا موسى األش‬:‫ عن ِعياض‬..………)‫(إلى أن قال‬.………
‫ذا‬--‫ إن ه‬:‫ال‬--‫ه] ق‬--‫ي هللا عن‬--‫ر [رض‬--‫ فعجب عم‬،‫ك‬--‫ه ذل‬--‫ع إلي‬--‫ فرف‬،‫ وكان له كاتب نصراني‬،‫أعطى في أديم واحد‬
:‫ر‬--‫ إنه ال يستطيع [أن يدخل المسجد] فقال عم‬:‫ هل أنت قارئ لنا كتابًا في المسجد جاء من الشام؟ فقال‬،‫لحفيظ‬
‫وا‬--ُ‫ { يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬:‫ ثم قرأ‬،‫ أخرجوه‬:‫ ثم قال‬،‫ فانتهرني وضرب فخذي‬:‫ قال‬.‫ ال بل نصراني‬:‫أ ُجنُبٌ هو؟ قال‬
‫وْ َم‬--َ‫ ِدي ْالق‬-‫ َولَّهُ ْم ِم ْن ُك ْم فَإِنَّهُ ِم ْنهُ ْم ِإ َّن هَّللا َ ال يَ ْه‬-َ‫ْض َو َم ْن يَت‬
ٍ ‫ا ُء بَع‬--َ‫هُ ْم أَوْ لِي‬-‫ْض‬
ُ ‫ا َء [بَع‬--َ‫ا َرى أَوْ لِي‬-‫ص‬
َ َّ‫ال تَتَّ ِخ ُذوا ْاليَهُو َد َوالن‬
} َ‫الظَّالِ ِمين‬

“Allah melarang hambanya orang-orang beriman menjadikan orang-orang


Yahudi dan Nasrani sebagai penolong, teman dekat, yang mana mereka adalah
musuh Islam………….Dari ‘Iyadh diceritakan bahwa Umar memerintahkan Abu
Musā al-Asy’ariy untuk menghadap melaporkan apa yang ia lakukan dalam satu
waktu, sedangkan ia memiliki seorang sekretaris Nasrani, kemudian ketika ia
melapor kepada beliau, Umar heran seraya berkata: sungguh ini terpelihara,
apakah engkau pembaca Kitab di masjid yang datang dari Syam?. Abu Musa
menjawab: ia tidak bisa masuk masjid, Umar bertanya lagi: apakah ia junub?.
Abu Musa menjawab: tidak, ia seorang Nasrani. Umar lalu menghardikku dan
memukul pundakku, kemudian berkata: keluarkan ia! Lalu ia membaca ayat QS
al-Māidah : 51”.
‫‪Keterangan lebih luas, diterangkan dalam tafsir Mafātihul Ghaib karya al-Raziy‬‬
‫‪bahwa Allah SWT menurunkan ayat-ayat yang banyak semakna dengan ayat di‬‬
‫‪atas yaitu:‬‬

‫وا بِطَانَةً ّمن دُونِ ُك ْم } [ آل عمران ‪ { -2 ] 118 :‬الَّ ت َِج ُد قَوْ ما ً ي ُْؤ ِمنُونَ باهلل واليوم االخر يُ َوا ُّدونَ‬ ‫‪ { –1‬الَ تَتَّ ِخ ُذ ْ‬
‫وا َع‪ -‬د ُِّوى َو َع‪ُ -‬د َّو ُك ْم أَوْ لِيَ‪--‬اء }‬
‫‪-‬وا الَ تَتَّ ِخ‪ُ -‬ذ ْ‬
‫َم ْن َح‪--‬ا َّد هللا َو َر ُس‪-‬ولَهُ } [ المجادل‪--‬ة ‪ { -3 ] 22 :‬ياأيه‪--‬ا ال‪--‬ذين َءا َمنُ‪ْ -‬‬

‫ضهُ ْم أَوْ لِيَاء بَع ٍ‬


‫ْض } [ التوبة ‪. ] 71 :‬‬ ‫[ الممتحنة ‪ { -4 ] 1 :‬والمؤمنون والمؤمنات‪ -‬بَ ْع ُ‬
Dari ayat ini, al-Raziy memberitahukan bahwa orang beriman ketika menjadi wali
bagi orang kafir mengandung 3 macam:

1. Jika si Mukmin ridha dengan kekafirannya dan berhubungan dengan karena


ridha tadi, maka dilarang. Karena membenarkan kekafiran menjadi kafir, rela
adanya kekafiran adalah kafir. Seorang yang beriman tidak dimungkinkan
dengan sifat seperti ini.
2. Jika si Mukmin hanya ingin berhubungan baik saja secara dhahir (tanpa
meridhai adanya kekafiran), maka (boleh) tidak dilarang.
3. Ia di tengah-tengah antara dua sikap di atas, yaitu dengan menjadi wali
kafir dengan cenderung saling tolong menolong atas dasar kekerabatan
maupun saling mencintai, disertai dengan anggapan bahwa agama mereka
salah. Sikap seperti ini tidak akan menjadikan kita kafir namun lebih baik
dihindari, karena menjadi wali mereka akan mendorong kita menganggap
baik cara-cara mereka dan ridha agama mereka, karena Allah SWT
َ ‫“ } َو َمن َي ْف َع ْل ذلك َف َلي‬Barangsiapa
memperingatkan dengan ayat:{ ‫ْس م َِن هللا فِي َشىْ ء‬
berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah”.

Bagaimana Kita Bersikap ?

Jelas di atas, bahwa dari segi etimologi dan penafsiran terdapat perbedaan dalam
memahami larangan menjadikan wali Yahudi dan Nasrani ini, apakah wali ini
sebatas pergaulan akrab atau lebih jauh lagi menjadikan mereka pemimpin. Maka
ada dua pilihan bagi kita dalam bersikap, tanpa harus menganggap sikap salah
satunya salah.

Jikalau ditelusuri lebih lanjut, ternyata setelah larangan menjadikan wali Yahudi
dan Nasrani ini ada pengecualian (istintsna) di QS.Ali Imran 28 yaitu ayat yang
berbunyi: ً‫اة‬--َ‫وا ِم ْنهُ ْم تُق‬--ُ‫( إِاَّل أَ ْن تَتَّق‬kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu
yang ditakuti dari mereka).

Baca juga: Injil Barnabas dab Perbedaannya dengan Al-Quran


Jika ditelusuri dalam tafsir-tafsir, pengecualian bolehnya menjadikan wali (dengan
segala maknanya: teman akrab, pemimpin, pelindung, penolong) jika dalam
kondisi:

1. Jika kaum muslim dalam kekuasaan/pengaruh kuat Nasrani/Yahudi, dikuatirkan


keselamatan jiwa kaum muslimin. Maka boleh berteman dekat dan mengakui
pemerintahannya dengan lisan kita, sedangkan hati tidak!, serta tidak mengikuti
kekafiran mereka. Keterangan ini disebutkan dalam Tafsir al-Ṭabariy sebagai
berikut:

،‫نتكم‬--‫ة بألس‬--‫روا لهم الوالي‬--‫ فتظه‬،‫كم‬--‫افوهم على أنفس‬--‫لطانهم فتخ‬--‫وا في س‬--‫ إال أن تكون‬،”‫“إال أن تتقوا منهم تقاة‬
‫ وال تشايعوهم على ما هم عليه من الكفر‬،‫وتضمروا لهم العداوة‬
“……kecuali kalian dalam kekuasaan mereka, kalian takut mereka karena
keselamatan jiwa kalian, maka kalian menunjukkan bagi mereka kedekatan dan
kekuasaan dengan lisan kalian sambil menyembunyikan dalam hati permusuhan
dan jangan mengikuti kekafiran mereka”.

‫”ال‬:‫ه‬--‫ عن ابن عباس قول‬،‫ عن علي‬،‫ حدثني معاوية بن صالح‬،‫ حدثنا عبد هللا بن صالح قال‬،‫حدثني المثنى قال‬
‫ار أو‬--‫وا الكف‬--‫نين أن يُالطف‬--‫بحانه المؤم‬--‫ نهى هللا س‬:‫ال‬--‫ ق‬،”‫نين‬--‫اء من دون المؤم‬--‫افرين أولي‬--‫ون الك‬--‫يتخذ المؤمن‬
‫الفونهم في‬--‫ ويخ‬،‫ فيظهرون لهم اللُّطف‬،‫ إال أن يكون الكفا ُر عليهم ظاهرين‬،‫يتخذوهم وليجةً من دون المؤمنين‬
.”ً‫”إال أن تتقوا منهم تقاة‬:‫ وذلك قوله‬.‫الدين‬

“……….dari Ibnu Abbas tentang firman Allah……beliau berkata: Allah melarang


orang-orang beriman untuk bersikap lembut terhadap kaum kafir dan menjadikan
mereka sahabat karib selain orang mukminin, kecuali orang-orang kafir berkuasa
atas mereka, lalu menampakkan sikap lembut dan berbeda dalam beragama”.

‫”إال‬:‫اس‬--‫ عن ابن عب‬،‫ه‬--‫ عمن حدث‬،‫ عن ابن جريج‬،‫ حدثنا سفيان‬،‫ حدثنا قبيصة بن عقبة قال‬،‫حدثني المثنى قال‬
.‫ وقلبُه مطمئن باإليمان‬،‫ التقاة التكلم باللسان‬:‫ قال‬،”‫أن تتقوا منهم تقاة‬

“……….dari Ibnu Abbas, ‫إال أن تتقوا منهم تقاة‬: takut / tunduk dengan lisan sedangkan
hatinya tetap damai dalam iman”.

Dalam Tafsir Ibnu Katsīr juga diterangkan:

‫ه أن يتقيهم‬--‫ فل‬،‫رهم‬--‫ من ش‬-‫ات‬--‫دان أواألوق‬--‫اف في بعض البل‬--‫ إال من خ‬:‫اةً } أي‬--َ‫وا ِم ْنهُ ْم تُق‬--ُ‫ { إِال أَ ْن تَتَّق‬:‫ه‬--‫وقول‬
.‫بظاهره ال بباطنه ونيته‬

“……….kecuali bagi siapa yang kuatir (akan keselamatannya) dari sifat buruk
mereka di sebagian negara dan waktu tertentu, ia boleh takut dengan dhahirnya
sedangkan bathin dan niatnya tidak”
Donald Trump, calon pemimpin AS yang keras terhadap Muslim.

2. Jika kaum muslim dan Nasrani/Yahudi hidup damai; tidak menumpahkan darah
kaum muslim dan tidak menjajah hartanya.

Diterangkan dalam Tafsir al-Ṭabariy:

‫ة في‬-‫ عن عكرم‬،‫ان‬-‫دثنا الحكم بن أب‬-‫ ح‬،‫ال‬-‫ر ق‬-‫دثنا حفص بن عم‬-‫ ح‬،‫ال‬-‫حاق ق‬-‫دثنا إس‬-‫ ح‬،‫ال‬-‫نى ق‬-‫دثني المث‬-‫ح‬
.‫ وما لم يستح ّل ماله‬،‫ُهرق دم مسلم‬
ِ ‫ ما لم ي‬:‫ قال‬،”‫”إال أن تتقوا منهم تقاة‬:‫قوله‬

“……….dari Ikrimah, dalam ayat…………:beliau menafsirkan: selama tidak


menumpahkan darah muslim dan tidak menjajah hartanya.”

Demikian terjadi perbedaan pendapat yang ada sehingga dalam konteks Indonesia,
maka kita serahkan kepada diri kita masing-masing, apakah Indonesia ini masuk
dalam kondisi yang pertama atau kondisi yang kedua?
Sebagaimana kita tahu bahwa kondisi kita di Indonesia ini bukan negara islam,
bukan negara kafir, bukan negara sekuler, namun menjadi wadah pemersatu antar
agama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi kalau kita
merefleksikan bahwa negara-negara Arab Islam sampai detik ini masih dalam
kondisi perang sesama aliran agama Islam dengan dukungan kaum kafir. Belum
ada negara ideal Islam sampai saat ini yang bisa kita contoh 100% dalam
kehidupan damai dan beribadah dengan tenang, hanya kita sendiri yang bisa
menciptakannya.

Semoga Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika bisa menjadi alternatif kedamaian
antar agama.

————————————————-

*Disadur dari artikel sebelumnya: Benarkah Kepemimpinan Tidak Bicara


Masalah Agama?, Oleh AH. Ahmad Zamroni, SS, M.Pd, MA – Kandidat
Doktor, Universitas Islam Negeri  Malang.

——————————————–

Rujukan:

1. al-Alūsiy, Shihabuddīn Mahmūd, Rūh al-Ma’āniy fī Tafsīr al-Qur’an al-Adzim


wa al-Sab’i al-Matsāniy, Maktabah Shamela. Maktabah Shamela.
2. Al-Baidhawi, ânwârut Tanzîl wa asrârut Ta’wîl, Maktabah Shamela.
3. Al-Fairuzabadiy, al-Qamus al-Muhith, Maktabah Shamela.
4. Al-Khazin, Ali ibn Muhammad Ibn Ibrahim. Lubâbut-ta’wîl fî ma’ânit-tanzîl.
Maktabah Shamela.
5. al-Zamakhsyariy, Abu al-Qāsim Mahmūd, al-Kasyāf, Maktabah Shamela.
6. ar-Râzi, Fakhruddin. Mafatihul Ghaib. Maktabah Shamela. At-Tobary, abu
Ja’far Muhammad ibn Jarir, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, Ar-Risalah,
310H.
7. Departemen Agama RI, Terjemah Al-Quran.
8. Ibnu Katsir, Ismail ibnu Umar. Tafsîrul Qurânil Adzîm, Madinah: Dar
Thaybah.1420 h.
9. Keputusan Munas Alim Ulama NU 1997 dalam H.Imam Ghazali dan
A.Ma’ruf Asrori, Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam,
Surabaya: LTN NU Jatim dan Diantama, 2004, 617.

(5920)
Tafsir ibnu katsir
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang dhalim. (QS. 5:51) Maka kamu akan melihat
orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati
mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: ‘Kami takut akan mendapat bencana.’ Mudah-
mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau suatu keputusan
dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka
rahasiakan dalam diri mereka. (QS. 5:52) Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan:
‘Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya
mereka benar-benar beserta kamu?’ Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka
menjadi orang-orang yang merugi. (QS. 5:53)” (al-Maa-idah: 51-53)
Allah Tabaraka wa Ta ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman mengangkat orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin mereka, karena mereka itu adalah musuh-musuh Islam
dan musuh para pemeluknya, semoga Allah membinasakan mereka. Selanjutnya’Allah Ta’ala
memberitahu-kan bahwa sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian lainnya. Dan setelah
itu Allah mengancam, dan menjanjikan siksaan bagi orang yang mengerjakan hal tersebut.

Allah berfirman: wa may yatawallaHum minkum fa innaHuu minHum (“Barang-siapa di antara


kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka.”) Ibnu Abi Hatim mengatakan dari ‘Iyadh, “Bahwa ‘Umar pernah menyuruh Abu Musa
al-Asy’ari untuk melaporkan kepadanya pemasukan dan pengeluaran (yang dicatat) pada
selembar kulit yang telah disamak.

Pada waktu itu, Abu Musa al-Asy’ari mempunyai seorang sekretaris beragama Nasrani.
Kemudian sekretarisnya itu menghadap `Umar untuk memberikan laporan, maka `Umar sangat
kagum seraya berujar, `Ia benar-benar orang yang sangat teliti. Apakah engkau bisa
membacakan untuk kami di masjid, satu surat yang baru kami terima dari Syam.’ Maka Abu
Musaal-Asy’ari mengatakan, bahwa ia tidak bisa. Maka `Umar bertanya: `Apakah ia junub?’ Ia
menjawab: `Tidak, tetapi ia seorang Nasrani.’

Maka `Umar pun menghardikku dan memukul pahaku, lalu berkata: `Keluarkanlah orang itu.’
Selanjutnya ‘Umar membaca: yaa ayyuHal ladziina aamanuu laa tattakhidzuu yaHuuda wan
nashaaraa auliyaa’ (“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin pemimpin[mu]/sahabat karib.”)

Firman Allah: fa taral ladziina fii quluubiHim maradlun (“Maka kamu akan melihat orang-orang
yang ada penyakit di dalam hatinya.”) Yaitu berupa keraguan dan kemunafikan. Mereka dengan
cepat mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin (kerabat), dan mencintai
mereka, baik secara lahir maupun batin.
Yaquuluuna nakhsyaa an tushiibanaa daa-iratun (“Seraya berkata: ‘Kami takut akan mendapat
bencana.’”) Mereka melakukan hal itu, yaitu dalam kecintaan dan loyalitas mereka adalah karena
mereka takut akan terjadinya kemenangan kaum kafir atas kaum muslimin, jika hal ini terjadi,
maka mereka mendapatkan perlindungan dari Yahudi dan Nashrani, maka hal itu bermanfaat
bagi mereka. Mengenai hal tersebut Allah berfirman: fa ‘asallaaHu ay ya’tiya bil fat-hi (“Mudah-
mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan [kepada Rasul-Nya].”)

As-Suddi mengatakan: “Yaitu Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah).” Sedangkan ulama
lainnya menafsirkan: “Yaitu ketetapan dan keputusan.”

Au amrim min ‘indiHii (“Atau suatu keputusan dari sisi-Nya.”) As-Suddi berkata: “Yaitu berupa
pemberlakuan jizyah terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani.” Fa yushbihuu (“Maka karena
itu, mereka.”) Yakni orang-orang munafik yang mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani
sebagai pemimpin. ‘alaa maa asarruu fii anfusiHim (“Terhadap apa yang mereka rahasiakan
dalam diri mereka.”) Yaitu atas pengangkatan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai
pemimpin. Naadimiin (“Menyesal.”) Yaitu atas tindakan mereka, di mana mereka tidak
mendapatkan sesuatu pun dari mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani), bahkan mereka pun
tidak memperoleh perlindungan, justru mereka malah mendapatkan keburukan dari mereka.

Maka rahasia mereka pun terungkap dan Allah pun memperlihatkan urusan mereka di dunia
kepada orang-orang mukminin setelah sebelumnya urusan itu mereka rahasiakan, di mana tidak
ada seorang pun yang mengetahui keadaan mereka sebenarnya. Tatkala rahasia mereka
terbongkar, orang-orang mukmin pun melihat secara jelas jati diri mereka yang sesungguhnya.
Maka mereka pun merasa heran, bagaimana mereka memperlihatkan bahwa mereka orang-
orang yang beriman, bahkan bersumpah untuk itu. Maka tampaklah dengan jelas kebohongan
dan kemunafikan mereka itu.

Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: wa yaquulul ladziina aamanuu a Haa-ulaa-il
ladziinaqsamuu billaaHi jaHda aimaaniHim innaHum lama’akum habithat a’maaluHum fa ash-
bahuu khaasiriin (“Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: `Inikah orang-orang yang
bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta
kamu?’ Hapuslah semua amal perbuatan mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang
merugi.”)

Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai sebab turunnya ketiga ayat tersebut di atas. As-Suddi
menyebutkan, “Bahwa ayat-ayat itu turun berkenaan dengan dua orang yang salah satunya
berkata kepada yang lainnya, yaitu setelah terjadinya perang Uhud: `Adapun aku, sesungguhnya
aku akan pergi kepada orang Yahudi dan berlindung kepadanya, serta memeluk agama Yahudi
bersamanya, mudah-mudahan dia akan bermanfaat bagiku jika terjadi sesuatu.’ Sedangkan yang
lainnya berkata: `Adapun aku, aku akan pergi kepada si Fulan yang beragama Nasrani di Syam,
lalu aku berlindung kepadanya dan memeluk agama Nasrani bersamanya.’ Lalu Allah Ta’ala
menurunkan ayat: yaa ayyuHal ladziina aamanuu laa tattakhidzuu yaHuuda wan nashaaraa
auliyaa’ (“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin[mu]/sahabat karib.”)
Muhammad bin Ishaq mengatakan dari ‘Ubadah bin al-Walid bin Ubadah bin Shamit, ia berkata:
“Ketika bani Qainuqa’ memerangi Rasulullah saw, ‘Abdullah bin Ubay berpihak pada mereka dan
mendukung mereka. Kemudian Ubadah bin Shamit pergi menuju Rasulullah, ‘Ubadah bin
Shamit adalah salah seorang dari Bani ‘Auf bin al-Khazraj yang terikat perjanjian dengan orang-
orang Yahudi, seperti misalnya Bani Qainuga’ yang menjadi mitra ‘Abdullahbin ‘Ubay. Lalu
‘Ubadah menyuruh Bani ‘Auf supaya menghadap Rasulullah dan melepaskan diri dari sumpah
orang-orang Yahudi dan Nasrani, untuk selanjutnya menuju kepada Allah dan Rasul-Nya.
`Ubadah berkata: “Ya Rasulullah, aku melepaskan dini dari sumpah mereka dan bertolak
menuju Allah dan Rasul-Nya. Dan aku hanya menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
mukmin sebagai penolong, dan aku melepaskan diri dari sumpah orang-orang kafir dan
perwalian kepada mereka.”

Maka berkaitan dengan’Ubadah bin Shamit dan juga Abdullah bin ‘Ubay turunlah ayat-ayat di
dalam surat al-Maa-idah: yaa ayyuHal ladziina aamanuu laa tattakhidzuu yaHuuda wan
nashaaraa auliyaa-a ba’dluHum auliyaa-u ba’dlin…. wa may yatawallallaaHa wa rasuulaHuu wal
ladziina aamanuu fa inna hizballaaHi Humul ghaalibuun (“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin
pemimpin[mu]/sahabat karib. Sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
-sampai dengan firman-Nya- Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut [agama] Allah itulah yang
pasti menang.”)
Banyak tafsir

http://www.fikihkontemporer.com/2013/03/download-kitab-tafsir-qurtubi.html?
showComment=1379340644551

as sa’bi

http://kangpati.blogspot.co.id/2015/05/download-tafsir-as-sadi-taisirul.html

Anda mungkin juga menyukai