Proses Inkulturasi
Proses Inkulturasi
DI INDONESIA
E.P.D. Martasudjita
Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Abstract:
The problem of the process of liturgical inculturation has a special urgency
today in Indonesia, since many practices of liturgical inculturation in some
catholic parishes tend to be spontaneous, experimental, and so relying on the
good will to contextualize celebration of liturgy in their local culture. In this
article the author tries to show how the process of liturgical inculturation
should be done. The process of liturgical inculturation is always dialectical,
given that it demands a reciprocal dialogue between faith and culture. There
are some factors to be noticed for achieving a good process of the liturgical
inculturation, that are historical factor of the liturgical inculturation in the
Church, some criterias of a right and good liturgical inculturation, and the
methods of liturgical inculturation. At the end the author shows some chal-
lenges of the process of liturgical inculturation in the Catholic Church in In-
donesia.
penerjemahan teks liturgi ke bahasa pribumi tentu saja sudah termasuk bagian dari
inkulturasi. Dengan keputusan luar biasa dari Konsili Vatikan II yang memperkenankan
usaha penyesuaian liturgi ke budaya setempat, usaha inkulturasi di Indonesia semakin
digalakkan hingga masa ini. Lih. Dr. H.J.W.M. Boelaars, OFM Cap., Indonesianisasi. Dari
Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, 2005, 405-
411.
3 Ecclesia in Asia no. 21.
4 Sacramentum Caritatis, terjemahan oleh Komisi Liturgi KWI, Jakarta, 2007, no. 54.
5 Buku-buku doa dan nyanyian yang populer di Indonesia telah mengupayakan usaha ini,
khususnya buku Madah Bakti. Buku Madah Bakti ini mengupayakan dengan bagus usaha
inkulturasi di bidang musik melalui penyusunan nyanyian-nyanyian liturgi yang bercorak
kedaerahan dari berbagai budaya di Indonesia.
6 Pantas disebut adalah karya arsitektur gedung gereja Rm. JB. Mangunwijaya Pr, seperti
masih dapat disaksikan di beberapa gereja di paroki Klaten, Jetis-Yogyakarta, dll.
7 Lih. tulisan saya: “Inkulturasi Gereja Katolik di Indonesia – Problematik, Pengertian dan
Teologi Inkulturasi”, dalam Studia philosophica et theologica, vol. 5 No.2 Oktober 2005, 127-
145.
8 Hal ini tampak antara lain dari berbagai dokumen resmi yang membahas dan memberi
pedoman inkulturasi ataupun berbagai karya publikasi mengenai inkulturasi liturgi seperti
misalnya dapat dilihat daftar pustaka P. Tovey, Inculturation of Christian Worship. Explor-
ing the Eucharist, Aldershot-Burlington: Ashgate, 2004, 163-172.
9 Sacrosanctum Concilium 10.
Liturgi Gereja berakar pada tradisi religius Yahudi12. Yesus dan para
murid menghidupi tradisi agama Yahudi dengan segala simbolisasinya.
Unsur-unsur simbolik-liturgis yang digunakan oleh Yesus selama karya-
Nya merupakan unsur simbolik-liturgis dari tradisi Yahudi. Begitu pula
Gereja Perdana merayakan ibadatnya menurut simbol-simbol religius
10 Mgr. Michael Coomans MSF, “Inkulturasi”, dalam SAWI, 2 Juli 1989. Tulisan tersebut
disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Karya Kepausan Indonesia dan Komisi Karya
Misioner KWI pada bulan Maret 1989 di Jakarta.
11 Bdk. tulisan A. Chupungco, “Liturgy and Inculturation”, dalam A. J. Chupungco (ed.),
Handbook for Liturgical Studies. Fundamental Theology, vol. II, Collegeville-Minnesota: The
Liturgical Press, 1998, 352-361.
12 Sebuah studi yang melibatkan banyak ahli liturgi secara ekumenis tentang korelasi antara
ibadat Yahudi dan ibadat Kristiani dapat dilihat misalnya pada buku P.F. Branshaw dan L.
A. Hoffman (ed.), The Making of Jewish and Christian Worship, Notre Dame-London: Univer-
sity of Notre Dame Press, 1991.
13 Mengenai asal-usul bentuk Liturgi Ekaristi yang berakar pada tradisi perjamuan paskah
Yahudi, silahkan membaca tulisan saya: Ekaristi. Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, 144-
152.
28 E. Martasudjita Pr, Pengantar Liturgi. Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, Yogyakarta: Kanisius,
1999, 79.
29 Redemptoris Missio no. 54.
30 Dei Verbum art. 21.
3. Metode berinkulturasi
dimungkinkan sebelum kedua mempelai mengucapkan janji nikah mereka (sebagai pilihan).
Menurut hemat saya, penempatan sungkeman sesudah kedua mempelai mengucapkan
janji nikah lebih tepat!
44 K. F. Pecklers, Worship. New Century Theology, London-New York: Continuum, 2003, 137.
*) E.P.D. Martasudjita
Doktor Teologi lulusan Universitas Innsbruck, Austria; dosen Teologi dogmatik dan liturgi di
Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. E-mail: martasudjita@yahoo.com.
BIBLIOGRAFI