Anda di halaman 1dari 14

‫ َونَ ُع ْو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُش ر ُْو ِر‬،‫إِ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ؛ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ

ُرهُ َونَتُ ْوبُ إِلَ ْي ِه‬


،ُ‫ي لَ ه‬ َ ‫ُض لِلْ فَاَل هَ ا ِد‬ ْ ‫ َو َم ْن ي‬،ُ‫ض َّل لَه‬ ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَاَل ُم‬،‫ت أَ ْع َمالِنَا‬ ِ ‫أَ ْنفُ ِسنَا َو َسيِّئَا‬
ُ‫ َوأَ ْش هَ ُد أَ َّن ُم َح َّمداً َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬،ُ‫ْك لَ ه‬
َ ‫َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِري‬
‫ات هللاِ َو َساَل ُمهُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه‬ ُ ‫صلَ َو‬ َ َ‫ص َح األُ َّمةَ؛ ف‬ َ َ‫بَلَّ َغ الرِّ َسالَةَ َوأَ َّدى األَ َمانَةَ َون‬
َ‫ اِتَّقُ ْوا هللاَ تَ َعالَى؛ فَ إِ َّن َم ِن اتَّقَى هللا‬:‫اش َر ال ُم ْؤ ِمنِي َْن‬ ِ ‫ أَ َّما بَ ْع ُد َم َع‬. ‫صحْ بِ ِه أَجْ َم ِعي َْن‬ َ ‫َو‬
. ُ‫َوقَاهُ َوأَرْ َش َدهُ إِلَى َخي ٍْر أُ ُم ْو ٍر ِد ْينِ ِه َو ُد ْنيَاه‬
Hadirin kaum Muslimin jamaah salat Jumat yang mulia. Puji syukur pada Allah SWT. Shalawat dan
salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasulallah SAW dan para ahli keluarganya yang suci
dan mulia. Selaku khatib, saya berpesan pada diri sendiri dan jamaah sekalian: mari tingkatkan selalu
ketakwaan kita kepada Allah SWT, agar kita mendapatkan kesuksesan hidup dunia dan akhirat.
Amin. Pada kesempatan khutbah yang singkat ini saya ingin membahas hal yang ringan namun
sering sekali terjadi pada diri kita, yaitu qaswatul qalb atau ketika hati keras dan membatu. Hadirin
kaum Muslimin jamaah salat Jumat yang mulia. Saudaraku, sekali waktu barangkali kita pernah
merasakan sulit sekali bersyukur. Hidup terasa hampa. Banyak keinginan tak kunjung terpenuhi.
Akibatnya, hati terasa keras dan membatu. Kesombongan menyelimuti kehidupan dari hari ke hari.
Dan saat mendapat nasehat dari saudara, teman, atau kiai sekalipun, kita merasa digurui. Ketahuilah
sesungguhnya kita tengah terjangkit penyakit “qaswatul qolb” atau hati yang membatu. Baca Juga 
Buletin Jumat: Radikalisme Musuh Bersama Hati yang Keras dan Membatu Semakin banyak
kemaksiatan kita lakukan sesungguhnya semakin membuat hati kita mengeras dan membatu. Allah
SWT berfirman,

ُ‫ار ِة أَوْ أَ َش ُّد قَ ْس َوةً َوإِ َّن ِمنَ ْال ِح َجا َر ِة لَ َما يَتَفَ َّج ُر ِم ْنه‬
َ ‫ت قُلُوبُ ُكم ِّمن بَ ْع ِد َذلِكَ فَ ِه َي َك ْال ِح َج‬ ْ ‫“ثُ َّم قَ َس‬
‫ق فَيَ ْخ ُر ُج ِم ْنهُ ْال َماء َوإِ َّن ِم ْنهَا لَ َما يَ ْهبِطُ ِم ْن َخ ْشيَ ِة هللاِ َو َما هللاُ بِغَافِ ٍل َع َّما‬ ُ َّ‫األَ ْنهَا ُر َوإِ َّن ِم ْنهَا لَ َما يَ َّشق‬
َ‫تَ ْع َملُون‬
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara
batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya….” (QS. Al-Baqarah:74) Maka,
kata Ibnul Qayyim,

ِ ‫ الَ يَصْ لِ َح‬،‫ي كاَل َش َج َر ِة اليَابِ َس ِة‬


‫ان إِاَل النَار — ابن القيم‬ ٌ ‫ القَ ْلبُ ال َمي‬ :
ِ َ‫ْت الق‬
ُ ‫اس‬
Hati seseorang yang telah kering dan membatu, ia bagaikan pohon yang meranggas dan mati.
Keduanya hanya pantas dilalap api. Naudzubillah. Hadirin kaum Muslimin jamaah salat Jumat yang
mulia. Memang, ada banyak sebab kerasnya hati. Qadhi al-Fudail berkata, “Tiga peristiwa yang
menyebabkan hati membatu; terlalu banyak makan, terlalu banyak tidur dan terlalu banyak
berbicara”. Bahkan, makan yang berlebihan merusak kesehatan badan. Ibnu Sina, pakar kedokteran
Islam generasi awal, berkata, “Perhatikanlah (konsumsi) perutmu sebab sebagian besar penyakit
bermula dari makanan yang berlebih”. Karena itulah, Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Istirahatnya
badan dengan mengurangi makan, istirahatnya lidah dengan mengurangi berbicara, dan istirahatnya
hati dengan mengurangi keinginan.” Untuk mengindari qaswatul qolb, Rasulallah SAW mengajarkan
kepada kita, antara lain, untuk pandai-pandai bersyukur. Suatu hari, seorang sahabat datang kepada
Rasulallah SAW dan berkata, “Akhir-akhir ini aku merasakan hatiku keras, Rasulallah SAW
kemudian berkata, “Maukah engkau kuberi tahu cara untuk melembutkannya dan keinginanmu
terpenuhi? Sayangilah anak-anak yatim, usaplah kepalanya, berikanlah mereka makanan dari
makananmu, niscaya (hal demikian) akan melembutkan hati dan melapangkan rizkimu” (HR
Thabrani). Baca Juga  Khutbah Shalat Jumat: Taat Pada Pimpinan dan Pemerintah Maka, ketika kita
menjamu yatim, menawarkan mereka makanan terbaik yang kita miliki bukan saja ia melembutkan
hati, namun mengantarkan kita pada hadits Rasulallah SAW lainnya, “Aku dan orang-orang yang
mengurus anak yatim kelak akan berdampingan seperti dua jari di surga.” Hadirin kaum Muslimin
jamaah salat Jumat yang mulia. Cara lainnya adalah sering-seringlah berziarah kubur, tentu dengan
niat yang benar. Rasulallah SAW berkata, “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Sekarang
berziarah. Sebab sesungguhnya ia akan melembutkan hati, melelehkan air mata, dan mengingatkan
akherat.” (HR Al-Hakim). Ziarah kubur dengan tujuan mengingat akherat adalah hal yang
dianjurkan. Dengan mengingat kematian, tersadarlah kita bahwa tak ada yang pantas untuk kita
sombongkan. Makanan terbaik kita adalah madu. Ia diproduksi oleh lebah. Pakaian terbaik adalah
sutera. Sutera diproduksi oleh ulat. Hiasan terindah adalah mutiara. Mutiara diproduksi oleh kerang.
Kesombongan macam apa yang pantas kita banggakan di hadapan Allah, Dzat yang menciptakan
lebah, ulat dan kerang itu. Allah SWT berfirman

‫ض ۖ َوهُ َو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم‬


ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ َ ‫ َولَهُ ْال ِكب ِْريَا ُء فِي ال َّس َم‬ ,
ِ ‫اوا‬
“Dan bagi-Nya lah keagungan di langit dan bumi, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
(QS al-Jaatsiyah: 37) Penutup Teks Khutbah Jumat Singkat Selain memperhatikan yatim dan
berziarah kubur, Rasulallah SAW menganjurkan untuk bersegera dalam melakukan setiap kebaikan,
hindari kemalasan. Bahkan, kata beliau SAW, “sebaik-baik salat adalah di awal waktu.” Rasulallah
SAW kemudian mengajarkan kita untuk berdoa, “Ya Allah, aku berlindung padamu dari kelemahan
dan rasa malas.” Pepatah berkata, pemalas selalu menanti hari mujur. Padahal, bagi seorang yang
rajin, tiap hari adalah hari mujur! Lalu, jika kita tetap merasa banyak keinginan hati yang belum
terpenuhi, berbaik sangkalah pada Allah SWT. Barangkali, ada hak-hak orang lain yang belum kita
tunaikan. Boleh jadi, ada makanan tidak halal yang kita konsumsi dalam keseharian. Belajarlah untuk
beristighfar sebab azab terberat di dunia adalah ketika Allah telah mengunci lidahmu untuk berdzikir
dan beristigfar kepada-Nya. Baca Juga  Teks Khutbah Jumat Terbaru: Penyebab Kemunduran Umat
Islam Bahkan, kata Ibnul Qayyim,

ْ َ‫ك فَق‬
!!.. ‫ط‬ ٍ ‫ت ْالبَالَ ِء َم َع اِ ْستٍ ْم َر‬
َ َ‫اركَ بِال ُدعا َ ِء فَا ْعلَ ْم أنَ هللاَ لَ ْن ي ٍُريْد إ َجابَةَ َد ْع َوت‬ ُ ‫ إٍ َذا طَا َل َعلَ ْيكَ َو ْق‬:
ْ ‫ك فَوْ قَهَا َعطَايَا لَ ْم ت‬
.. َ‫َطلً ْبهَا أ ْنت‬ ْ ‫بَلْ ي ٍُر ْي ُد‬
َ ‫أن يُ ْع ِط ْي‬
Apabila musibah yang engkau dapatkan panjang sekali, padahal tak pernah berhenti engkau berdoa,
yakinlah bahwa Allah tidak saja hendak menjawab doa-doamu itu. Tetapi, Allah hendak memberimu
karunia lain yang bahkan engkau tak memintanya”. Semoga kita terhindar dari yang keras dan
membatu.

ٍ ‫أَقُوْ ُل هَ َذا القَوْ َل َوأَ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُم ْسلِ ِم ْينَ ِم ْن ُك ِّل َذ ْن‬
‫ب فَا ْستَ ْغفِرُوْ هُ يَ ْغفِرْ لَ ُك ْم إِنَّهُ هُ َو‬
.‫ال َغفُوْ ُر ال َر ِح ْي ُم‬
‫بِس ِْم هّٰللا ِ الرَّحْ مٰ ِن ال َّر ِحي ِْم‬
Khutbah Jumat: Keistimewaan Hari Jumat yang Kerap Dilupakan

Khutbah I

‫الش هُوْ ِر َواألَي َِّام َوالَليَ الِي‬ ُّ ُ‫ْض فَ َخصَّ بَعْض‬ ٍ ‫ْض هُ َعلَى بَع‬ َ ‫ض َل بَع‬ َّ َ‫ق ال ّز َم انَ َوف‬ َ َ‫الح ْم ُد هّٰلِل ِ الَّ ِذيْ خَ ل‬َ
‫هّٰللا‬
‫ أَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ ُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْيكَ لَ هُ َوأَ ْش هَ ُد أَ َّن‬.‫َات‬ ُ ‫ضائِ ِل يُ َعظَّ ُم فِ ْيهَا األَجْ ُر وال َح َسن‬ َ َ‫بِ َمزَايَا َوف‬
‫ك‬َ ‫ص ِّل َو َس لِّ ْم علَى َع ْب ِد‬ َ ‫ اللّهُ َّم‬.‫َّش ا ِد‬ َ ‫اعى بِقَوْ لِ ِه َوفِ ْعلِ ِه إِلَى الر‬ ِ ‫َس يِّدَنا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر ُس وْ لُهُ ال َّد‬
‫هّٰللا‬
َ ‫ فيَا أَيُّهَ ا النَّاسُ اتَّقُ وا‬،‫ أ َّما ب ْع ُد‬.‫ك ُم َح ّم ٍد َو َعلَى آلِه وأصْ َحابِ ِه هُدَا ِة األَن َِام في أَ ْن َحا ِء البِالَ ِد‬ َ ِ‫َو َرسُوْ ل‬
‫ق تُقَاتِ ِه‬َّ ‫ يَا اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُ وْ ا اتَّقُ وْ ا هّٰللا َ َح‬:‫الى فِي ِكتَابِ ِه ْال َك ِري ِْم‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫ فَقَ ْد قَا َل ُ تَ َع‬،‫ت‬ ِ ‫تَ َعالَى بِفِع ِْل الطَّاعَا‬
َ‫َوالَ تَ ُموْ تُ َّن إِالَّ َواَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُموْ ن‬

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Hari Jumat tergolong unik dalam Islam. Dari segi penamaan, pilihan nama “Jumat” berbeda dari nama-
nama hari lainnya. Kata “Jumat “ Qamus Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Ma'ashir dapat dibaca dalam tiga
bentuk: Jumu'ah, Jum'ah, dan Juma'ah, yang berarti berkumpul. Sementara hari-hari lain memiliki
makna yang mirip dengan urutan angka hari dalam sepekan: Ahad (hari pertama), Isnain (hari kedua),
tsulatsa (hari ketiga), arbi’a (hari keempat) dan khamis (hari kelima), serta sabt yang berakar kata dari
sab’ah (hari ketujuh).Pada masa Arab Jahiliyah nama-nama hari terdiri dari Syiyar (Sabtu), Awwal (Ahad),
Ahwan (Senin), Jubar (Selasa), Dubar (Rabu), Mu’nis (Kamis), dan ‘Arubah (Jumat). Nama-nama tersebut
kemudian diubah dengan datangnya Islam. Rasulullah tidak hanya melakukan revolusi moral tapi juga
revolusi bahasa. Kata-kata dianggap kurang tepat dimaknai ulang sehingga sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah, ‘Arubah merupakan momentum untuk menampilkan
kepongahan, kebanggaan, berhias, dan semacamnya.

Dalam Islam ‘Arubah berubah menjadi Jumu‘ah yang mengandung arti berkumpul. Tentu saja lebih dari
sekadar berkumpul, karena dalam syari’at, Jumat mendapatkan julukan sayyidul ayyâm atau rajanya
hari. Dengan kata lain, Jumat menduduki posisi paling utama di antara hari-hari lainnya dalam sepekan.

Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits:

َ َ‫صا ٍل فِ ْي ِه خَ ل‬
‫ق‬ َ ‫ط ِر َوفِ ْي ِه خَ ْمسُ ِخ‬ ْ ِ‫َسيِّ ُد اأْل َي َِّام ِع ْن َد هّٰلِلا ِ يَوْ ُم ْال ُج ُم َع ِة َوهُ َو أَ ْعظَ ُم ِم ْن يَوْ ِم النَّ َح ِر َويَوْ ُم ْالف‬
‫ض َوفِ ْي ِه تُ ُوفِّ َي َوفِ ْي ِه َسا َعةٌ اَل يَسْأ َ ُل ْال َع ْب ُد فِ ْيهَا هّٰللا َ َش ْيئًا إِاَّل‬ ُ
ِ ْ‫ُ آ َد َم َوفِ ْي ِه أ ْهبِطَ ِمنَ ْال َجنَّ ِة إِلَى اأْل َر‬
‫هّٰللا‬
‫ب َواَل َس َما ٍء َواَل‬ ٍ ‫ك ُمقّ َّر‬ ٍ َ‫أَ ْعطَاهُ إِيَّاهُ َما لَ ْم يَسْأَلْ إِ ْث ًما أَوْ قَ ِط ْي َعةَ َر ِح ٍم َوفِ ْي ِه تَقُوْ ُم السَّا َعةُ َو َما ِم ْن َمل‬
‫ق ِم ْن يَوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة‬
ٌ ِ‫ْح َواَل َجبَ ٍل َواَل َح َج ٍر إِاَّل َوهُ َو ُم ْشف‬ ٍ ‫ض َواَل ِري‬ ٍ ْ‫أَر‬
“Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya
Fithri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan
mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat
terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan
permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di
hari Jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia
khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat.”

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Di antara kita kadang lupa, tak merasakan, keutamaan hari Jumat karena tertimbun oleh rutinitas sehari-
hari. Kesibukan yang melingkupi kita tiap hari sering membuat kita lengah sehingga menyamakan hari
Jumat tak ubahnya hari-hari biasa lainnya. Padahal, di tiap tahun ada bulan-bulan utama, di tiap bulan
ada hari-hari utama, dan di tiap hari ada waktu-waktu utama. Masing-masing keutamaan memiliki
kekhususan sehingga menjadi momentum yang sangat baik untuk merenungi diri, berdoa, bermunajat,
berdzikir, dan meningkatkan ibadah kepada Allah ‫ﷻ‬.

Keistimewaan hari Jumat bisa dilihat dari disunnahkannya mandi Jumat. Dalam Al-Hawi Kabir karya al-
Mawardi, Imam Syafi’i menjelaskan bahwa kendati shalat Jumat dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur,
mandi Jumat boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar. Mandi adalah simbol kebersihan
dan kesucian diri. Setelah mandi, seseorang dianjurkan untuk memakai pakaian terbaik, terutama warna
putih, sebelum berangkat menuju shalat Jumat.

Dalam hal ini, umat Islam diperingatkan untuk menyambut hari istimewa itu dengan kesiapan dan
penampilan yang juga istimewa.

Dalam Bidâyatul Hidâyah, Imam Abu Hamid al-Ghazali menyebut hari Jumat sebagai hari raya kaum
mukmin (‘îdul mu’minîn). Imam al-Ghazali bahkan menyarankan agar umat Islam mempersiapkan diri
menyambut hari Jumat sejak hari Kamis, dimulai dengan mencuci baju, lalu memperbanyak membaca
tasbih dan istighfar pada Kamis petang karena saat-saat tersebut sudah memasuki waktu keutamaan
hari Jumat. Selanjutnya, kata Imam al-Ghazali, berniatlah puasa hari Jumat sebagai rangkaian dari puasa
tiga hari berturut-turut Kamis-Jumat-Sabtu, sebab ada larangan puasa khusus hari Jumat saja.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Hari Jumat juga menjadi semacam konferensi mingguan bagi umat Islam, karena di hari Jumatlah ada
shalat berjamaah dan khutbah Jumat. Setiap umat Islam laki-laki yang tak memiliki uzur syar’I wajib ‘ain
melaksanakannya. Artinya, lebih dari sebatas berkumpul, Jumat adalah momen konsolidasi persatuan
umat sekaligus memupuk ketakwaan melalui nasihat-nasihat positif dari sang khatib. Tentu keutamaan
ini bersamaan dengan asumsi bahwa jamaah melaksanakan shalat Jumat dengan kesungguhan penuh,
menyimak khutbah secara baik, bukan cuma rutinitas sekali sepekan untuk sekadar menggugurkan
kewajiban.

Amalan-amalan utama hari Jumat juga bertebaran. Di antaranya adalah memperbanyak baca shalawat,
memperbanyak doa, bersedekah; membaca Surat al-Kahfi, Surat al-Ikhlas, Surat al-Falaq, dan Surat an-
Nas, serta ibadah-ibadah lainnya. Masing-masing amalan memiliki fadhilah yang luar biasa.

Imam as-Suyuthi dalam kitabnya, ‘Amal Yaum wa Lailah, mengatakan:


‫ ويك ثر من الص الة على‬.)‫ اإلخالص والمع وذتين (س بعا س بعا‬:‫ويقرأ بعد الجمع ة قب ل أن يتكلم‬
‫ويصلى راتبة الجمعة التي بعدها في بيته ال‬.‫النبي صلى هّٰللا عليه وسلم سوم الجمعة وليلة الجمعة‬
‫ وما ذا يفعل بعدها؟ ويمشى بعدها لزيارة أخ أو عيادة مريض أو حض ور جن ازة أو‬.‫في المسجد‬
‫عقد نكاح‬
“Nabi ‫ ﷺ‬membaca Surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas usai shalat Jumat sebanyak tujuh
kali dan beliau juga memperbanyak shalawat pada hari Jumat dan malamnya. Ia juga mengerjakan
shalat sunah setelah shalat Jumat di rumahnya, tidak di masjid. Setalah itu apa yang dilakukan Nabi
SAW? Beliau mengunjungi saudaranya, menjenguk orang sakit, menghadiri jenazah (bertakziah), atau
menghadiri akad nikah.”

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Dengan demikian, umat Islam seolah diajak untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari khusus untuk
memperbanyak ibadah. Tidak jarang, Jumat dijadikan oleh para ulama untuk mengistirahatkan diri
sejenak dari hiruk-pikuk kesibukan duniawi, untuk mengkhususkan diri beramal saleh di hari Jumat.
Sebagaimana dilakukan Rasulullah, hari Jumat bukan semata untuk meningkatkan ritual ibadah kepada
Allah tapi juga berbuat baik kepada sesama, seperti bersilaturahim, berempati kepada orang yang kena
musibah, dan lain-lain.

Karena itu pula dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Qadla’i dan ibnu Asakir dari Ibnu Abbas
disebutkan:

‫الجمعة حج الفقراء‬
“Jumat adalah hajinya orang-orang fakir.”

Hadits tersebut adalah penegasan tentang betapa istimewanya hari Jumat dibanding hari-hari biasa
lainnya. Karena itu patut bagi kita untuk meluangkan waktu sejenak untuk berkontemplasi (muhasabah),
menaikkan kualitas ibadah kepada Allah, memperbaiki hubungan sosial, serta memperbanyak amal-amal
sunnah lainnya. Cukuplah enam hari kita sibuk dan larut dalam kesibukan duniawi. Apa salahnya
menyisihkan satu hari untuk menyegarkan kondisi rohani kita agar tidak layu, kering, atau bahkan mati.
Semoga khatib al-faqir dan jamaah sekalian dapat melaksanakan anjuran ini dengan sungguh-sungguh
dan penuh kesadaran diri.

‫ َونَفَ َعنِي َوإِيَّا ُك ْم بِ َمافِ ْي ِه ِم ْن آيَ ِة َو ِذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم َوتَقَبَّ َل هّٰللا ُ ِمنَّا‬،‫آن ْال َع ِظي ِْم‬ ‫هّٰللا‬
ِ ْ‫بَا َركَ لِي َولَ ُك ْم فِى ْالقُر‬
‫ َوأَقُوْ ُل قَوْ لِي هَ َذا فَأ ْستَ ْغفِ ُر هّٰللا َ ال َع ِظ ْي َم إِنَّهُ هُ َو ال َغفُوْ ُر ال َّر ِحيْم‬،‫َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَهُ َوإِنَّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ال َعلِ ْي ُم‬

Khutbah II
‫اَ ْل َح ْم ُد هّٰلِل ِ عَل َى إِحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ عَل َى تَوْ فِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‪َ .‬وأَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ اِلَهَ إِالَّ هّٰللا ُ َوهّٰللا ُ َوحْ َدهُ الَ‬
‫ٰ‬ ‫ك لَهُ َوأَ ْشهَ ُد َّ‬
‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا‬ ‫إلى ِرضْ َوانِ ِه‪ .‬اللّهُ َّم َ‬ ‫اعى َ‬ ‫أن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ال َّد ِ‬ ‫َش ِر ْي َ‬
‫ُم َح َّم ٍد ِو َعلَى اَلِ ِه َوأَصْ َحابِ ِه َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما ِكث ْيرًا‬

‫أَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا هّٰللا َ فِ ْي َما أَ َم َر َوا ْنتَهُوْ ا َع َّما نَهَى َوا ْعلَ ُموْ ا أَ َّن هّٰللا َ أَ َم َر ُك ْم بِأ َ ْم ٍر بَدَأَ فِ ْي ِه‬
‫صلُّوْ نَ عَل َى النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا‬ ‫هّٰللا‬
‫ال تَعاَلَى إِ َّن َ َو َمآلئِ َكتَهُ يُ َ‬ ‫بِنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى بِ َمآل ئِ َكتِ ِه بِقُ ْد ِس ِه َوقَ َ‬
‫صلَّى هّٰللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ْم َو َعلَى آ ِل َسيِّ ِدنا َ‬ ‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬
‫ٰ‬
‫صلُّوْ ا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما‪ .‬اللّهُ َّم َ‬
‫َ‬
‫َّاش ِد ْينَ أَبِى بَ ْك ٍر‬ ‫ض اللّهُ َّم َع ِن ْال ُخلَفَا ِء الر ِ‬ ‫ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآئِكَ َو ُر ُسلِكَ َو َمآلئِ َك ِة ْال ُمقَ َّربِ ْينَ َوارْ َ‬
‫ان اِلَىيَوْ ِم ال ِّدي ِْن‬ ‫ص َحابَ ِة َوالتَّابِ ِع ْينَ َوتَابِ ِعي التَّابِ ِع ْينَ لَهُ ْم بِاِحْ َس ٍ‬ ‫َو ُع َمر َو ُع ْث َمان َو َعلِى َوع َْن بَقِيَّ ِة ال َّ‬
‫ض َعنَّا َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمتِكَ يَا أَرْ َح َم الرَّا ِح ِم ْينَ‬ ‫َوارْ َ‬

‫اللّهُ َّم أَ ِع َّز ْا ِإل ْسالَ َم‬ ‫أَ ٰللّهُم ا ْغفرْ ل ْلم ْؤمن ْينَ و ْالم ْؤمنَات و ْالم ْسلم ْينَ و ْالم ْسلمات اَالَحْ يآ ُء م ْنهُم و ْاالَموات ٰ‬
‫ِ ْ َ ْ َ ِ‬ ‫َّ ِ ِ ُ ِ ِ َ ُ ِ ِ َ ُ ِ ِ َ ُ ِ َ ِ‬
‫اخ ُذلْ َم ْن‬ ‫ص َر ال ِّد ْينَ َو ْ‬ ‫ك َو ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َوا ْنصُرْ ِعبَادَكَ ْال ُم َوحِّ ِديَّةَ َوا ْنصُرْ َم ْن نَ َ‬ ‫َو ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َوأَ ِذ َّل ال ِّشرْ َ‬
‫اللّهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْال َوبَا َء‬‫ك إلَى يوْ م ال ِّد ْين‪ٰ .‬‬
‫ِ‬ ‫خَ َذ َل ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو َد ِّمرْ أَ ْعدَا َء ال ِّدي ِْن َوا ْع ِل َكلِ َماتِ َ ِ َ َ‬
‫صةً َو َسائِ ِر‬ ‫َوال َّزالَ ِز َل َو ْال ِم َحنَ َوسُوْ َء ْالفِ ْتنَ ِة َو ْال ِم َحنَ َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ع َْن بَلَ ِدنَا اِ ْن ُدونِ ْي ِسيَّا خآ َّ‬
‫َان ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عآ َّمةً يَا َربَّ ْال َعالَ ِم ْينَ ‪َ .‬ربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِى ْاآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫اب‬ ‫ْالب ُْلد ِ‬
‫اس ِر ْينَ ‪ِ .‬عبَا َدهّٰلِلا ِ ! إِ َّن هّٰللا َ يَأْ ُم ُرنَا‬‫اإن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ ْال َخ ِ‬ ‫ار‪َ .‬ربَّنَا ظَلَ ْمنَا اَ ْنفُ َسنَا َو ْ‬ ‫النَّ ِ‬
‫ان َوإِيْتآ ِء ِذي ْالقُرْ ب َى َويَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ شآ ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ‬ ‫بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِإلحْ َس ِ‬
‫َو ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكرُوْ هُ عَل َى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هّٰلِلا ِ أَ ْكبَرْ‬

‫إِ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ؛ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُرهُ َونَتُ ْوبُ إِلَ ْي ِه‪َ ،‬ونَع ُْو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشر ُْو ِر‬
‫ي لَهُ‪،‬‬ ‫ض َّل لَهُ‪َ ،‬و َم ْن يُضْ لِلْ فَاَل هَا ِد َ‬ ‫ت أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَاَل ُم ِ‬ ‫أَ ْنفُ ِسنَا َو َسيِّئَا ِ‬
‫ْك لَهُ‪َ ،‬وأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّمداً َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ‬
‫َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِري َ‬
‫ات هللاِ َو َساَل ُمهُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه‬ ‫صلَ َو ُ‬ ‫ص َح األُ َّمةَ؛ فَ َ‬ ‫بَلَّ َغ الرِّ َسالَةَ َوأَ َّدى األَ َمانَةَ َونَ َ‬
‫اش َر ال ُم ْؤ ِمنِي َْن‪ :‬اِتَّقُ ْوا هللاَ تَ َعالَى؛ فَإ ِ َّن َم ِن اتَّقَى هللاَ‬ ‫صحْ بِ ِه أَجْ َم ِعي َْن ‪ .‬أَ َّما بَ ْع ُد َم َع ِ‬ ‫َو َ‬
‫َوقَاهُ َوأَرْ َش َدهُ إِلَى َخي ٍْر أُ ُم ْو ٍر ِد ْينِ ِه َو ُد ْنيَاهُ‬
Dengan berganti tahun semakin jauh kita meninggalkan masa kenabian dan semakin dekat kita kepada
masa berakhirnya kehidupan semesta. Suka ataupun tidak itulah sunnatullah yang pasti berlaku.
Sebagaimana siang dan malam dipergilirkan, zaman datang dan pergi silih berganti, seperti itu pula umat
manusia. Generasi demi generasi  menusia datang silih berganti untuk berkompetisi memperlihatkan
karyanya yang terbaik di muka bumi. Dalam perjuangannya mewujudkan tugas kewajiban sebagai hamba-
hamba Allah dan khalifah-khalifahnya di muka bumi ini.Allah telah mengingatkan kepada kita dan semua
umat manusia pada umumnya,

‫ق بَ ْس طَةً فَ ْاذ ُكرُوا آاَل َء هَّللا ِ لَ َعلَّ ُك ْم‬


ِ ‫وح َوزَا َد ُك ْم فِي ْالخ َْل‬
ٍ ُ‫َو ْاذ ُك رُوا إِ ْذ َج َعلَ ُك ْم ُخلَفَ ا َء ِم ْن بَ ْع ِد قَ وْ ِم ن‬
    َ‫ون‬ ‫تُ ْفلِ ُح‬

Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai “
pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan
Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum
Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat
”.keberuntungan

‫ض َما لَ ْم نُ َم ِّك ْن لَ ُك ْم َوأَرْ َس ْلنَا ال َّس َما َء َعلَ ْي ِه ْم‬


ِ ْ‫أَلَ ْم يَ َروْ ا َك ْم أَ ْهلَ ْكنَا ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم ِم ْن قَرْ ٍن َم َّكنَّاهُ ْم فِي اأْل َر‬
ْ
ِ ‫ِم ْد َرارًا َو َج َع ْلنَا اأْل َ ْنهَا َر تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِ ِه ْم فَأ َ ْهلَ ْكنَاهُ ْم بِ ُذنُوبِ ِه ْم َوأَ ْن َشأنَا ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْم قَرْ نًا آخ‬
َ‫َرين‬
)6 : ‫(االنعام‬

“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah


Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami
berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan
Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami
binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah
mereka generasi yang lain”
Pada ayat di atas Allah informasikan bahwa generasi Kaum ‘Ad adalah
generasi baru yang datang menggantikan generasi kaum Nuh yang sebagian
besarnya binasa dengan bencana banjir dunia. Allah beri keistimewaan
kepada mereka memiliki postur tubuh lebih kuat dari generasi sebelumnya.
Dan pada ayat yang kedua Allah peringatkan suatu hukum sejarah sebagai
ketetapan sunnatullah tentang timbul tenggelamnya, bangkit  dan runtuhnya
peradaban suatu generasi umat dan bangsa manusia.

Peralihan generasi itu terus berlangsung sampai hari kiamat dan sampai hari
ini telah sampai pada masa kita dan generasi yang sedang bersiap
mengambil alih dan melanjutkan estafeta perjuangan generai sebelumnya
yang sedang berlangsung, mereka inilah yang populer disebut generasi Y
atau generai Millenial.

Berdasarkan klasifikasi dan kategorisasi yang dikemukakan sebagian pakar


teori perbedaan generasi, di mana generasi Y atau generasi Milenial adalah
generasi yang lahir pada rentang waktu antara 1981 sampai dengan tahun
2000, maka generasi Y adalah generasi yang paling potensial dari segala
aspek. Mereka yang berada antara usia 19 tahun hingga 40 tahun mereka
yang sedang menapaki jenjang pendidikan tinggi hingga yang sedang
memasuki kemapanan dalam karir. Mereka adalah generasi yang paling
menentukan kehidupan agama, umat, dan bangsa di masa yang akan datang.

Jika mengacu kepada hasil riset Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan


Perlindungan Anak yang bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik yang
diterbitkan pada tahun 2018,tentang Profile Generasi Milenial Indonesia
jumlahnya mencapai 33,75 persen dari total penduduk Indonesia yang tahun
2019 ini diperkirakan mencapai angka 265 juta jiwa. Maka nasib bangsa ke
depannnya akan sangat ditentukan oleh peran dan kiprah mereka itu yang
jumahnya lebih dari sepertiga penduduk.

Sebagai sebuah keniscayaan dan ketetapan sunnatullah, peralihan generasi


dan pergantian kepemimpinan di muka bumi termasuk tema yang sering
diungkapkan oleh Al-Quran dengan menggunakan terma istikhlaf, pergantian
generasi kepemimpinan, sedang generasi para penggantinya disebut dengan
khalifah, khulafa, dan khalaif . Sebagai contoh adalah pernyataan Al Qur’an,

ِ ْ‫ت لَيَ ْست َْخلِفَنَّهُ ْم فِي اأْل َر‬


‫ض َك َما ا ْست َْخلَفَ الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم‬ ِ ‫َو َع َد هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬
‫ضى لَهُ ْم َولَيُبَ ِّدلَنَّهُ ْم ِم ْن بَ ْع ِد َخوْ فِ ِه ْم أَ ْمنًا يَ ْعبُ ُدونَنِي اَل يُ ْش ِر ُكونَ بِي َش ْيئًا‬ َ َ‫َولَيُ َم ِّكن ََّن لَهُ ْم ِدينَهُ ُم الَّ ِذي ارْ ت‬
]55 :‫ [النور‬  َ‫اسقُون‬ ِ َ‫َو َم ْن َكفَ َر بَ ْع َد َذلِكَ فَأُولَئِكَ هُ ُم ْالف‬

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.” (An Nur : 55)

Tetapi yang terpenting diperingatkan oleh Al-Qur’an adalah tentang


karakteristik dan kualitas para generasi tersebut. Dimana peralihan generasi
dan kepemimpinan tidak selamanya berlangsung linear tetapi seringkali
terjadi secara sepiral bahkan regresif.
Pada Surat Al A’rof ayat ke 168-169 Al Quran menggambarkan kemunduran
yang terjadi pasca peralihan generasi :

‫ت لَ َعلَّهُ ْم‬
ِ ‫ت َوال َّسيِّئَا‬ َ ِ‫ض أُ َم ًما ِم ْنهُ ُم الصَّالِحُونَ َو ِم ْنهُ ْم ُدونَ َذل‬
ِ ‫ك َوبَلَوْ نَاهُ ْم بِ ْال َح َسنَا‬ ِ ْ‫َوقَطَّ ْعنَاهُ ْم فِي اأْل َر‬
‫ض هَ َذا اأْل َ ْدنَى َويَقُولُونَ َسيُ ْغفَ ُر لَنَا‬ َ ‫َاب يَأْ ُخ ُذونَ َع َر‬ َ ‫ف َو ِرثُوا ْال ِكت‬ ٌ ‫خَل‬ْ ‫فَخَ لَفَ ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْم‬. َ‫يَرْ ِجعُون‬
َّ ‫ب أَ ْن اَل يَقُولُوا َعلَى هَّللا ِ إِاَّل ْال َح‬
‫ق‬ ِ ‫ق ْال ِكتَا‬ُ ‫َوإِ ْن يَأْتِ ِه ْم َع َرضٌ ِم ْثلُهُ يَأْ ُخ ُذوهُ أَلَ ْم ي ُْؤخَ ْذ َعلَ ْي ِه ْم ِميثَا‬
َ‫َود ََرسُوا َما فِي ِه َوال َّدا ُر اآْل ِخ َرةُ خَ ْي ٌر لِلَّ ِذينَ يَتَّقُونَ أَفَاَل تَ ْعقِلُون‬

“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di


antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak
demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan
(bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)” (168)

“Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi


Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata:
"Kami akan diberi ampun." Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda
dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga).
Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka
tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka
telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu
lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak
mengerti?” (169)

Secara lebih spesifik disebutkaan oleh Al-Quran pada Surat Maryam ayat 59
bahwa datangnya generasi yang rusak itu adalah generasi yang memilih jalan
hawa nafsu dan hedonisme daripada jalan ketaatan:

‫ت فَ َسوْ فَ يَ ْلقَوْ نَ َغيًّا‬


ِ ‫صاَل ةَ َواتَّبَعُوا ال َّشهَ َوا‬ َ َ‫ف أ‬
َّ ‫ضا ُعوا ال‬ ْ ‫فَخَ لَفَ ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْم‬
ٌ ‫خَل‬

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-


nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui kesesatan,” (19 :59)
Ayat-ayat di atas berbicara tentang peralihan generasi yang meyedihkan. Di
mana generasi pendatang tidak mampu menjaga warisan kekayaan
kemuliaan yang ditinggalkan nenek moyang mereka yang telah dibangun
dengan fondasi dan nilai-nilai wahyu yang dibawa para Nabi mereka
sebelumnya.

Apa yang diungkapkan Al-Quran tentang pergantian generasi dan perubahan


karakter serta budaya hidup pada umat-umat terdahulu mengandung
pelajaran dan peringatan berharga bagi umat Nabi Muhammad yang
dipersiapkan sebagai umat terakhir dari perjalanan umat manusia, dimana
karakteristik utamanya adalah tidak ada lagi kepemimpinan para Nabi dan
Rasul karena sudah diakhiri dengan wafatya terakhir Nabi Muhammad,
mereka terlahir untuk mewarisi nilai-nilai agung itu berupa sumber ajarannya
yang ditinggalkan kepada mereka, yaitu kitab Allah dan Sunnah Nabinya.
“Aku tinggalkan kepada kalian dua pusaka, yang jika kaian pedomani dengan
seuat tenaga, niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitab
Alah dan Sunnah Nabinya”.

Di sisi lain Al-Quran juga mengingatkan bahwa generasi demi generasi yang
lahir dari rahim Umat Islam ini, senantiasa bercampur di tengah mereka tiga
kelompok generasi umat yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda
kualitasnya.

‫ك‬Lَ Lِ‫إِ ْذ ِن هَّللا ِ َذل‬LL‫ت ِب‬ ْ L‫ِين اصْ َط َف ْي َنا مِنْ عِ َبا ِد َنا َف ِم ْن ُه ْم َظالِ ٌم لِ َن ْفسِ ِه َو ِم ْن ُه ْم ُم ْق َتصِ ٌد َو ِم ْن ُه ْم َس ِاب ٌق ِب‬
ِ ‫ال َخي َْرا‬L َ ‫ُث َّم أَ ْو َر ْث َنا ْال ِك َت‬
َ ‫اب الَّذ‬
‫ي ُر‬LLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLL‫ ُل ْال َك ِب‬LLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLL‫ض‬ ْ ‫و ْال َف‬LLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLL
َ ‫ُه‬

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara
mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.
Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (Fathir: 32)
Mengacu kepada uraian para mufassir, bahwa kelompok generasi umat Nabi
Muhammad yang zhalimun linafsih atau yang “menganiaya diri sendiri” adalah
mereka yang meninggalkan kewajiban dan tanggungjawabnya kepada agama
dan umat dan sebaliknya senantiasa melanggar apa yang dilarang kepada
mereka.

Kelompok generasi pewaris yang muqtashid “pertengahan” atau “biasa-biasa


saja” adalah mereka generasi yang merasa cukup puas dengan telah mampu
menunaikan apa yang menjadi kewajiban pokok pribadi mereka dan
meninggalkan apa yang diharamkan agama kepada mereka, tetapi tidak
mempunyai kesadaran dan kepekaan terhadap tanggung jawab kolektif
mereka sebagai pemimpin umat. Kesalehan mereka baru sebatas
mengamalkan pada yang wajib dan meninggalkan yang haram, tanpa
dibarengi kegairahan atas tanggungjawab sosial dan kolektif mereka.
Sebagaimana belum peduli menghidupkan kebaikan-kebaikan dan
pengorbanan yang bersifat sukarela dan pengabdian.

Sedang kelompok generasi ketiga diistilahkan oleh Al-Qur’an dengan sebutan


“sabiqun bil kaerat”, yaitu generasi pejuang dan pelopor yang semangatnya
adalah berlomba dan berkompetisi dalam kebaikan.

Kita tentu semua berharap bahwa peralihan generasi itu berpindah dan
berlanjut kepada generasi-generasi yang berkelas “sabiqun bil khaerat”,
generasi pelopor bukan pengekor, generasi pejuang bukan pemalas, generai
pemenang bukan pecundang, generasi yang mampu berkarya bukan yang
hanya bercerita, merekalah yang mendapat jaminan Al-Quran bahwa di
tangan generasi seperti itulah kajayaan dan karunia Allah yang besar akan
dilimpahkan kepada mereka.   

Namun keberhasilan dan tidaknya membangun generasi milenial yang


berkarakter sabiqun bil khaerat kepada kepada kesungguhan
mempersiapkannya, mendidik dan membinanya. Kebangkitan generasi para
pejuang dan pemenang tentu adalah dipersiapkan bukan kebetulan.  

Kita menyadari bahwa generasi Y atau generasi milenial tumbuh dan


berkembang dengan tanggung jawab, peluang dan tantangan yang berbeda
dan bisa lebih berat dari yang dihadapi kita dan yang sebelumnya. Maka tidak
mungkin generasi yang hidup dengan zaman dan tantangan yang berbeda
dididik dan dipersiapkan dengan cara dan metode tradisisonal yang sudah
ketinggalan zaman.

Ciri yang menonjol dari generasi milaenial adalah penguasaanya terhadap


teknologi informasi dan media sosial. Dengan kemudahan belajar dan
mendapatkan akses informasi dan pengetahuan dengan caranya sendiri
melalui teknologi, Sehingga mereka tidak bisa lagi diajari atau didik dengan
cara otoriter dan konvensional. Kemudahan akses informasi sangat
membantu mempercepat dan mempermudah transfer berita dan
pengetahuan, tetapi pada waktu bersamaan peluang untuk mendapat
informasi dan pemahaman keagamaan yang sudah terkontaminasi
pemahaman yang destruktif bagi nilai-nilai agama, norma dan moral sosial
semakin terbuka lebar. Tidak mengherankan jika kemudian generasi milenial
menjadi market yang potensial bagi penyebaran berbagai virus perusak
pemikiran, akidah, ideologi, hingga perilaku menyimpang. Dari paham
intoleran dan terorisme hingga paham sekuler, liberal, bahkan ateis.
 
Maka tugas utama generasi tua adalah bagaimana memberi ruang dan
kesempatan pendidikan yang layak, patut, dan sesuai dengan kamajuan ,
tantangan dan peluang zaman yang mereka hadapi.

Rasulullah bersabda, “Ajaklah manusia berbicara dengan kadar akal mereka”.


Ali bin Abu Thalib berkata, “Sampaikanlah kepada manusia apa yang bisa
mereka pahami, sudikah kalian Allah dan Rasul-Nya didustakan manusia
karena kesalahan penyampaian kalian”. Umar mengatakan, “Didiklah anak-
anak kalian, karena sesungguhnya mereka akan menghadapi suatau zaman
yang berbeda dengan zaman kalian ini”.

Maka dengan demikian, yang dibutuhkan sekarang dan seterusnya adalah


dakwah dan pendidikan Islam yang senafas dengan perubahan zaman yang
media utamanya adalah teknologi informasi dengan konten-konten yang
dibutuh semua kalangan manusia dan terutama dapat menjadi bekal bagi
generasi Milenial dalam menunaikan tanggungjawab mereka sebagai
generasi pengganti yang siap memberi solusi terhadap berbagai problema
kehidupan umat manusia, khususnya dalam membangun kejayaan umat dan
bangsa Indonesia yang menjadi cerminan Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Kegagalan dakwah dan pendidikan akan berdampak kegagalan mencetak
generasi yang siap dan mampu mengemban amanah sejarah sebagai para
pewaris risalah nubuwah akhir zaman yang berakibat kehencuran peradaban
umat di masa yang akan datang. Kita tentu berlindung dari kemungkinan
buruk seperti itu.

Barakallahu lii wa lakum bil qur’anil karim wa naf’ani wa iyyakum bima fihi
minal ayati wa zikril hakim.

Anda mungkin juga menyukai