Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

REALISME HUKUM

Di Susun Oleh :
ZHOHRIN BUSURA
Nim : 039-21-01-74101

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GORONTALO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pengertian realisme, secara etimologi berasal dari bahasa latin, res yang artinya benada
atau sesuatu. Secara umum realisme ini dapat diartikan sebagai upaya melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya tanpa idealisasi, sepakulasi, atau idolisasi. Ia berupaya untuk menerima
fakta-fakta apa adanya betapapun tidak menyenangkan.
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan konsteks hukum, realisme itu bermakna
sebagai pandagan yang mencoba melihat hukum sebagaimana adanya tanpa idealiasi dan
spekulasi atas hukum yang bekerja dan yang berlaku. Pandangan yang mengusahakan
menerima fakta-fakta apa adanya mengenai hukum.
Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell Holmes,
Jerome Frank dan Karl Llewellyn. Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada
suatu konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut mereka hukmitu lebih layak
disebut sebagai pembuat hukum daripada menemukanya. Hakim harus selalu melakukan
pilihan, asas mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan dimenangkan. Aliran
realis selalu menekankan pada hakikat manussiawi dari tindakan tersebut
Holmes mengatakan bahwa kewajiban hukum hanyalah merupakan suatu dugaan bahwa
apabila seseorang berbuat atau tidak berbuat, maka dia akan menderita sesuai dengan
keputusan suatu pendailan. Lebih jauh Karl Llewellyn menekankan pada fungsi lembaga-
lembaga hukum.
Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain: hukum adalah alat untuk mencapai tujuan-
tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah-ubah
dan hukum yang diciptakan oleh pengadilan.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana mahzab Realisme hukum?
2. Bagaimana Konsep pemikiran
realisme hukum?
BAB II
Pembahas
an

1. Realisme Hukum
Aliran Pragmatic Legal Realism dipelopori oleh Roscoe Pound konsep hukumnya ( Law
as a tool of social engineering ) sub aliran positivisme hukum Wiliam James dan Dewey
mempengaruhi lahirnya aliran ini. Titik tolaknya pada pentingnya rasio atau akal sebagai
sumberhukum. Menurut Liewellyn, aliran realism adalah merupakan bukan aliran dalam
filsafat hukum,tetapi merupakan suatu gerakan ‘movement’ dalam cara berfikir tentang
hukum.
Awal mula Realisme dari gerakan critical legal studies, yang semula merupakan keluh
kesah dari beberapa pemikir hukum di Amerika Serikat yang kritis, tanpa disangka ternyata
begitu cepat gerakan ini nenemukan jati dirinya dan telah menjadi suatu aliran tersendiri
dalam teori dan filsafat hukum. Dan ternyata pula bahwa gerakan ini berkembang begitu
cepat ke berbagai negara dengan kritikan dan buah pikirnya yang cukup segar dan elegan.
Sebagaimana biasanya suatu aliran dalarn filsafat hukurn, maka aliran realisme hukum juga
lahir dengan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor hukum dan nonhukum, yaitu faktor-faktor
sebagai berikut:
Faktor perkembangan dalam filsafat dan ilmu
pengetahuan Faktor perkembangan sosial dan politik.
Walaupun begitu, sebenarnya aliran pragmatism dari William James dan John Dewey itu
sendiri sangat berpengaruh terhadap ajaran dari Roscoe Pound dan berpengaruh juga terhadap
ajaran dari Oliver Wendell Holmes meskipun tidak sekuat pengaruhnya terhadap ajaran dari
Roscoe Pound.
Pengaruh dari aliran fragmatisme dalam filsafat sangat terasa dalam aliran realisme
hukum. Sebagaimana diketahui bahwa kala itu (awal abad ke-20), dalam dunia filsafat sangat
berkembang ajaran pragmatisme ini, antara lain yang dikembangkan dan dianut oleh William
James dan John Dewey. Bahkan, dapat dikatakan bahwa pragmatisme sebenarnya merupakan
landasan filsafat terhadap aliran realisme hukum. Dalam tulisan–tulisan dari para penganut
dan
inspirator aliran realisme hukum, seperti tulisan d.ari Benjamin Cardozo atau Oliver Wendell
Holmes, sangat jelas kelihatan pengaruh dari ajaran pragmatisme hukum ini.
Hubungan antara aliran realisme hukurn dan aliran sosiologi hukum ini sangat unik. Di satu
pihak, beberapa fondasi dari aliran sosiologi hukum mempunyai kemiripan atau overlapping,
tetapi di lain pihak dalam beberapa hal, kedua aliran tersebut justru saling berseberangan.
Roscoe Pound, yang merupakan penganut aliran sociological jurisprudence, merupakan, salah
satu pengritik terhadap aiiran realisme hukum. Akan tetapi, yang jelas, sesuai dengan
namanya, aliran realisme hukum lebih aktual dan memiliki program-program yang lebih
nyata dibandingkan dengan aliran sociological jurisprudence (hukum yang baik haruslah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini secara tegas
memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the
living law).
Bagaimanapun juga, hukum mengatur kepentingan masyarakat. Karena itu, tentu saja,
peranan hukum dalam’masyarakat yang teratur seharusnya cukup penting. Tidak bisa
dibayangkan betapa kaeaunya masyarakat jika hukurn tidak berperan. Masyarakat tanpa
hukum akan merupakan segerombolan serigala, di mana yang kuat akan memangsa yang
lemah, sebagaimana pernah disetir oleh ahli pikir terkemuka, yaitu Thomas Hobbes beberapa
ratus tahun yang silam. Homo Homini Lupus. Dan, yang kalah bersaing dan fidak bisa
beradaptasi dengan perkembangan alam akan tersisih dan dibiarkan tersisih, sebagaimana
disebut oleh Charles Darwin dalam teori seleksi alamnya (natural selection), di mana yang
kuat yang akan survive (the fittest of survival). Karena itu, intervensi hukurn untuk mengatur
kekuasaan dan masyarakat merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak), Dalam hal ini,
hukum akan bertugas untuk mengatur dan membatasi bagaimana kekuasaan manusia tersebut
dijalankan sehingga tidak menggilas orang’lain yang tidak punya kekuasaan.
Dunia akan kacau seandainya hukum tidak ada, tidak berfungsi atau kurang berfungsi. Ini
adalah suatu kebenaran yang telah terbukti dan diakui bahkan sebelum manusia mengenal
peradaban sekalipun. Mengapa masyarakat Amerika Serikat sampai membenarkan
pengiriman putra-putra bangsanya untuk bergerilya dan mempertaruhkan nyawanya di hutan
tropis dan rawa – rawa dalarn Perang Vietnam pada awal dekade 1960-an, Mengapa
kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana, Dan yang lebih penting lagi, mengapa semua
masalah tersebut dan luluh lantak seperti itu terjadi pada abad ke-20 ini, di mana ilmu
pengetahuan dan teknologi sedang
mengkiaim dirinya berada di puncak kemajuannya di atas menara gading itu, Semua ini
memperlihatkan.dengan jelas betapa ilmu hukum dan ilmu sosial serta ilmu budaya sudah
gagal dan lumpuh sehingga sudah tidak dapat menjalankan fungsinya lagi sebagai pelindung
dan pemanfaat terhadap peradaban dan eksistensi manusia di bumi ini.
Karena itu, dalam bidang ilmu nonsains, bahkan juga kemudian dalam ilmu sains itu sendiri,
terdapat gejolak – gejolak dalam bentuk pembangkangan, yang semakin lama tensinya
semakin tinggi. Gejolak tersebut yang kemudian mengkristal menjadi protes yand akhirnya
melahirkan aliran baru dengan cara pandang baru terhadap dunia, manusia, dan masyarakat
dengan berbagai atributnya itu.
Karena sains juga mempunyai watak “anarkis”, maka pada awal mulanya setiap
pembangkangan dianggap sebagai konsekuensi dari perkembangan sains sehingga
pembangkangan tersebut dianggap wajar-wajar saja.
Dalam pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial dan
control social. Beberapa cirri realisme yang terpenting diantaranya:
Tidak ada mazhab realis; realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja tangan hukum.
Realisme adalah konsepsi hukumyang terus berubah dan alat untuk tujuan-tujuan social,
sehingga tiap bagian harus diuji tujuan dan akibatnya.
Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang ada dan harusnya
ada, untuk tujuan-tujuan studi.
Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi hukum,
sepanjang ketentuan-ketentuan dan konsepsi hukum menggambarkan apa yang sebebarnya
dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orang.Realisme menekankan evolusi tiap
bagian hukum dengan mengingatkan akibatnya.
2. Konsep Pemikiran Realisme Hukum
Paham realisme hukum memandang hukum sebagaimana seorang advokat memandang
hukum. Bagi seorang advokat, yang terpenting dalam memandang hukum adalah bagaimana.
memprediksikan hasil dari suatu proses hukum dan bagaimana masa depan dari kaidah
hukum tersebut. Karena itu, agar dapat memprediksikan secara akurat atas hasil dari suatu
putusan
hukum, seorang advokat haruslah juga mempertimbangkan putusan-putusan hukum pada
masa lalu untuk kemudian memprediksi putusan pada masa yang akan datang.
Para penganut aliran critical legal studies telah pula bergerak lebih jauh dari aliran
realisme hukurn dengan mencoba menganalisisnya dari segi teoretikal-sosial terhadap politik
hukum. Dalarn hal ini yang dilakukannya adalah dengan menganalisis peranan dari mitos
“hukurn yang netral” yang melegitimasi setiap konsep hukum, dan dengan menganalisis
bagaimana sistern hukurn mentransformasi fenomena sosial yang sarat dengan unsur politik
ke dalam simbol- simbol operasional yang sudah dipolitisasi tersebut. Yang jelas, aliran
critical legal studies dengan tegas menolak upaya-upaya dari ajaran realisme hukum dalam
hal upaya aliran realisme hukum untuk memformulasi kembali unsur “netralitas” dari sistern
hukum.
Seperti telah dijelaskan bahwa aliran realisme hukum ini oleh para pelopornya sendiri
lebih suka dianggap sebagai hanya. sebuah gerakan sehingga mereka. menyebutnya sebagai
“gerakan” realisme hukum (legal realism movement). Nama populer untuk aliran tersebut
memang “realisme hukum” (legal realism) meskipun terhadap aliran ini pernah juga diajukan
nama lain seperti: Functional Jurisprudence. Experimental Jurisprudence. Legal Pragmatism.
Legal Observationism. Legal Actualism. Legal Modesty Legal Discriptionism. Scientific
Jurisprudence. Constructive Scepticism.
Sebenarnya realime sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu
Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia. Menurut Friedmann, persamaan Realisme
Skandinavia dengan Realisme Amerika adalah semata-mata verbal.

BAB III
PENUTUP
Realisme hukum muncul karena adanya keputusan yang dirasakan oleh masyarakat atas
ketidakmampuan hukum yang ada untuk menjawab segala rasa keadilan yang diperlukan oleh
masyarakat. Banyaknya disparitas putusan serta tumpulnya hukum yang tidak mampu
menjangkau orang yang memiliki harta melimpah menyebabkan masyarakat menolak adanya
hukum secara formil yang menggeneralisirkan setiap kasus yang ada. Realisme hukum
menolak adanya preseden dan hal ini adalah pemikiran yang wajar karena disertai dengan
alasan-alasan yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo,Teguh dan Abdul Halim Barkatullah,2012,Filsafat, Teori dan Ilmu Huku (Pemikiran
Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta, Rajawali Pers.
Huijaber, Theo,1995, filsafat Hukum Dalam lintasan Sejarah, Yogyakarta, Penerbit Kansius

Anda mungkin juga menyukai