Anda di halaman 1dari 87

KEDUDUKAN HUKUM LEMBAGA PENJAMIN KREDIT DAERAH

SEBAGAI PENJAMIN DALAM PEMBERIAN KREDIT


TERHADAP USAHA KECIL MENENGAH (UKM)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh

PRIADI
090200074

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


2

LEMBAR PENGESAHAN

KEDUDUKAN HUKUM LEMBAGA PENJAMIN KREDIT DAERAH


SEBAGAI PENJAMIN DALAM PEMBERIAN KREDIT
TERHADAP USAHA KECIL MENENGAH (UKM)

Oleh

PRIADI
090200074

Disetujui Oleh
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

WINDHA, SH. M.Hum


NIP. 19750112 200501 2 002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Windha, SH., M.Hum Ramli Siregar, SH., M.Hum


NIP. 19750112200505012002 NIP. 195303121983031002

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


3

ABSTRAK

KEDUDUKAN HUKUM LEMBAGA PENJAMIN KREDIT DAERAH


SEBAGAI PENJAMIN DALAM PEMBERIAN KREDIT
TERHADAP USAHA KECIL MENENGAH (UKM)

* Priadi
** Windha
*** Ramli Siregar

Usaha kecil menengah mempunyai peran penting dalam pembangunan


ekonomi. Karena tingkat penyerapan tenaga kerjanya yang relatif tinggi dan
kebutuhan modal investasinya yang kecil, Usaha kecil menengah bisa dengan
fleksibel menyesuaikan dan menjawab kondisi pasar yang terus berubah. Hal ini
membuat usaha kecil menengah tidak rentan terhadap berbagai perubahan
eksternal.Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaiamakah pemberian suatu
kredit pada usaha kecil menengah? Bagaimanakah penjaminan kredit dalam kredit
usaha kecil menengah?Bagaimnakah kedudukan lembaga penjaminan kredit
daerah dalam pemberian kredit kepada usaha kecil menengah ?Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah juridis normatif. Dengan pendekatan
terhadap permasalahan yang dirumuskan dengan mempelajari ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan.
Pemberian suatu kredit pada usaha kecil menengah adalah adanya kredit
usaha kecil menengah akan meningkatkan laju perekonomian, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hal itu
dikarenakan dengan kredit usaha kecil menengah maka akan memberikan
tambahan modal dan investasi sehingga mendorong tumbuhnya usaha manufaktur
dan sektor riil, dengan meningkatnya sektor riil maka pendapatan nasional akan
meningkat, dengan pendapatan per kapita yang meningkat maka secara otomatis
akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat karena pendapatan per
kapita merupakan salah satu indikator tingkat kemakmuran suatu negara.
Hubungan hukum antara penjamin adalah adanya hubungan dengan hak dan
kwewajiban yang erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran debitur
kepada kreditur. untuk itu, pihak penjamin menuntut kepada debitur supaya
membayar apa yang telah dilakukan oleh penjamin kepada kreditur. Kedudukan
lembaga penjaminan kredit daerah dalam pemberian kredit kepada usaha kecil
menengah adalah Lembaga Penjaminan Kredit merupakan Badan Usaha
berbentuk Perseroan Terbatas Milik Daerah.

Kata Kunci : (Kedudukan Hukum Lembaga Penjamin Kredit Daerah)

*Mahasiswa
** Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum USU
***Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

Universitas Sumatera Utara


4

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan

judul Kedudukan Hukum Lembaga Penjamin Kredit Daerah Sebagai

Penjamin Dalam Pemberian Kredit Terhadap Usaha Kecil Menengah

(UKM). Guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di

Program Studi S-I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan Skripsi ini

masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan

saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi perbaikan di

masa akan datang.

Dalam penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak baik secara moril dan materil, untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III, Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


5

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen

pembimbing I pada penulisan skripsi ini.

6. Bapak Ramli Siregar, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

bersedia meluangkan waktunya sehingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada kedua orang tua ayahanda b. Hutapea dan ibunda N. Situmorang yang

telah banyak memberikan dukungan doa dan kasih sayang yang tak pernah

putus sampai sekarang.

9. Kepada rekan-rekan mahasiswa/i, Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

10. Rekan-rekan diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Juni 2014

Penulis

PRIADI
090200074

Universitas Sumatera Utara


6

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8

D. Keaslian Penulisan .................................................................... 8

E. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 10

F. Metode Penelitian ...................................................................... 15

G. Sistematika Penulisan................................................................. 17

BAB II PEMBERIAN SUATU KREDIT PADA USAHA KECIL


MENENGAH .................................................................................. 19

A. Dasar Hukum Pemberian Kredit UKM ..................................... 19

B. Bentuk Kredit pada Usaha Kredit Menengah ........................... 23

C. Para Pihak dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil ..................... 25

D. Perjanjian Kredit Usaha Kecil Menengah ................................. 40

BAB III PENJAMINAN KREDIT DALAM UKM ...................................... 50

A. Hubungan Hukum antara Debitur, Kreditur dan Penjamin


Dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil Menengah ..................... 50

B. Bentuk Penjaminan Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah ..... 53

C. Lembaga Penjamin Kredit di Indonesia .................................... 58

Universitas Sumatera Utara


7

BAB IV KEDUDUKAN LEMBAGA PENJAMINAN KREDIT DAERAH


DALAM PEMBERIAN KREDIT KEPADA UKM ....................... 61

A. Tujuan dan Fungsi Lembaga Penjamin Kredit Daerah ............. 61

B. Kedudukan Lembaga Penjamin Kredit Daerah dalam


Pemberian Kredit Kepada UKM ............................................... 62

C. Tanggung jawab Lembaga Penjamin Kredit Daerah dalam


Kredit Terhadap Usaha Kecil Menengah .................................. 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 75

A. Kesimpulan ................................................................................ 75

B. Saran ........................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


3

ABSTRAK

KEDUDUKAN HUKUM LEMBAGA PENJAMIN KREDIT DAERAH


SEBAGAI PENJAMIN DALAM PEMBERIAN KREDIT
TERHADAP USAHA KECIL MENENGAH (UKM)

* Priadi
** Windha
*** Ramli Siregar

Usaha kecil menengah mempunyai peran penting dalam pembangunan


ekonomi. Karena tingkat penyerapan tenaga kerjanya yang relatif tinggi dan
kebutuhan modal investasinya yang kecil, Usaha kecil menengah bisa dengan
fleksibel menyesuaikan dan menjawab kondisi pasar yang terus berubah. Hal ini
membuat usaha kecil menengah tidak rentan terhadap berbagai perubahan
eksternal.Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaiamakah pemberian suatu
kredit pada usaha kecil menengah? Bagaimanakah penjaminan kredit dalam kredit
usaha kecil menengah?Bagaimnakah kedudukan lembaga penjaminan kredit
daerah dalam pemberian kredit kepada usaha kecil menengah ?Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah juridis normatif. Dengan pendekatan
terhadap permasalahan yang dirumuskan dengan mempelajari ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan.
Pemberian suatu kredit pada usaha kecil menengah adalah adanya kredit
usaha kecil menengah akan meningkatkan laju perekonomian, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hal itu
dikarenakan dengan kredit usaha kecil menengah maka akan memberikan
tambahan modal dan investasi sehingga mendorong tumbuhnya usaha manufaktur
dan sektor riil, dengan meningkatnya sektor riil maka pendapatan nasional akan
meningkat, dengan pendapatan per kapita yang meningkat maka secara otomatis
akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat karena pendapatan per
kapita merupakan salah satu indikator tingkat kemakmuran suatu negara.
Hubungan hukum antara penjamin adalah adanya hubungan dengan hak dan
kwewajiban yang erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran debitur
kepada kreditur. untuk itu, pihak penjamin menuntut kepada debitur supaya
membayar apa yang telah dilakukan oleh penjamin kepada kreditur. Kedudukan
lembaga penjaminan kredit daerah dalam pemberian kredit kepada usaha kecil
menengah adalah Lembaga Penjaminan Kredit merupakan Badan Usaha
berbentuk Perseroan Terbatas Milik Daerah.

Kata Kunci : (Kedudukan Hukum Lembaga Penjamin Kredit Daerah)

*Mahasiswa
** Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum USU
***Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

Universitas Sumatera Utara


8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha Kecil Menengah selanjutnya disingkat dengan (UKM) merupakan

salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak

terkecuali di Indonesia. Akan tetapi jika dilihat kondisi UKM di Indonesia, dapat

dikatakan bahwa UKM kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Kesadaran

akan arti penting UKM baru terlihat belakangan ini saja. Beberapa alasan yang

menyebabkan pentingnya pengembangan UKM antara lain fleksibilitas dan

adaptabilitas UKM dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan, relevansi

UKM dengan proses-proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang

terciptanya integritas kegiatan pada sektor ekonomi yang lain, potensi UKM

dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta peranan UKM dalam

jangka panjang sebagai basis untuk mencapai kemandirian pembangunan

ekonomi, karena UKM umumnya diusahakan pengusaha dalam negeri dengan

menggunakan kandungan impor yang rendah.

UKM mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi. Karena

tingkat penyerapan tenaga kerjanya yang relatif tinggi dan kebutuhan modal

investasinya yang kecil, UKM bisa dengan fleksibel menyesuaikan dan menjawab

kondisi pasar yang terus berubah. Hal ini membuat UKM tidak rentan terhadap

berbagai perubahan eksternal. UKM justru mampu dengan cepat menangkap

berbagai peluang, misalnya untuk melakukan produksi yang bersifat substitusi

impor dan meningkatkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Karena itu,

Universitas Sumatera Utara


9

pengembangan UKM dapat menunjang diversifikasi ekonomi dan percepatan

perubahan struktural, yang merupakan prasyarat bagi pembangunan ekonomi

jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Upaya penumbuhan

kemampuan dan ketangguhan UKM yang memiliki jumlah besar dan tersebar di

seluruh tanah air, merupakan kegiatan yang tak dapat dipisahkan dari upaya

menumbuhkan kemampuan, ketangguhan dan ketahanan nasional secara

keseluruhan

Namun pada kenyataannya, UKM masih belum dapat mewujudkan

kemampuan dan perannya secara optimal dalam perekonomian nasional. Hal ini

disebabkan UKM masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang

bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengolahan,

pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi, serta iklim usaha

yang belum mendukung bagi perkembangannya.

Kaitannya dengan upaya penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan

UKM mempunyai peranan yang penting mengingat UKM lebih bersifat padat

karya. Pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh sektor padat karya memberikan

pengaruh yang lebih besar terhadap pengurangan kemiskinan melalui penciptaan

lapangan kerja. Pengembangan UKM akan menciptakan lapangan kerja baru

dimana hanya membutuhkan modal yang relatif lebih kecil. Namun demikian

keterbatasan yang dimiliki UKM baik secara internal maupun eksternal

menyebabkan UKM memiliki kesempatan yang lebih sempit untuk melakukan

pengembangan.

Universitas Sumatera Utara


10

Dari sisi internal, secara umum UKM masih menghadapi rendahnya

kualitas Sumber Daya Manusia selanjutnya disebut (SDM) seperti kurang

terampilnya SDM, rendahnya penguasaan teknologi serta manajemen dan

informasi pasar. Sedangkan dari sisi eksternal UKM masih menghadapi

permasalahan terkait masih terbatasnya penyediaan produk jasa lembaga

keuangan, khususnya kredit investasi; dan keterbatasan akses pendanaan ke

lembaga keuangan. Keterbatasan akses pendanaan ke lembaga keuangan ini salah

satunya disebabkan oleh keterbatasan aset yang dimiliki oleh UKM untuk

dijadikan jaminan kredit bank. Dari hasil survei kegiatan dunia usaha selanjutnya

disingkat (SKDU) diperoleh informasi bahwa kendala dalam memperoleh akses

kredit dari lembaga perbankan sebagian besar disebabkan oleh masalah jaminan

dan prosedur pengajuan.

Bagi UKM, kredit dirasa cukup penting mengingat kebutuhan untuk

pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan guna menjalankan usaha dan

meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka. Permasalahan timbul ketika

pengusaha mikro kecil tersebut diperhadapkan kepada kelengkapan persyaratan

bank guna memperoleh pinjaman. Meskipun usaha mereka feasible namun

sebagian besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan asset dalam

jumlah yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang

Usaha Kecil dan Menengah menjelaskan mengenai kriterianya, antara lain sebagai

berikut : Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008

Tentang Usaha Kecil dan Menengah yang dimaksud dengan: (1) Usaha Mikro

Universitas Sumatera Utara


11

adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan

yang memenuhi criteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

ini; (2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha

Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang ini; (3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang

berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang

bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan

Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil

penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini

Sistem pemberian kredit juga didasarkan atas keyakinan bank pada

kemampuan dan kesanggupan nasabah untuk membayar hutangnya. Untuk

memperoleh keyakinan tersebut, maka sebelum memberikan kredit, bank harus

melakukan penilaian dengan seksama terhadap watak, kemampuan, modal,

agunan/jaminan, dan prospek dari debitur.

Dunia perbankan, kelima factor yang dinilai tersebut dikenal dengan

sebutan “The Five Of Credit Analysis” atau prinsip 5C’ (Character, Capacitiy,

Capital, Collateral Dan Condition Of Economic ) dan 4P ( Personality, Purpose,

Prospect, Dan Payment ). Cara penilaian yang demikian menjadi pedoman bagi

pihak bank untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari dan

Universitas Sumatera Utara


12

penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan

kredit. 1

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang

Usaha Kecil dan Menengah menjelaskan mengenai kriterianya, antara lain sebagai

berikut : Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008

Tentang Usaha Kecil dan Menengah yang dimaksud dengan: (1) Usaha Mikro

adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan

yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang

ini; (2) usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha

besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang ini; (3) usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau

menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau

Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan

sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berazaskan demokrasi

ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian, yang sesuai dengan Pasal 2

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Prinsip ini harus diterapkan oleh setiap

1
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2005), hlm .63.

Universitas Sumatera Utara


13

bank agar tidak mengalami resiko kredit macet, karena tidak satupun bank yang

menginginkan kredit yang disalurkannya tumbuh menjadi kredit macet. Sudah

menjadi rahasia umum, bahwa berapapun telitinya pihak bank dalam pemberian

kredit walaupun pihak bank tersebut memberikan kredit dengan prinsip

kepercayaan dan kehati-hatian kepada nasabah, namun dalam kenyataannyan

kredit yang disalurkan oleh bank tersebut sebagian mengalami kredit macet. 2.

Dalam pemberian kredit ini, proses hukum merupakan hal yang sangat

penting dan perlu diperhatikan. Agar adanya kepastian dan perlindungan yang

didapatkan oleh masing-masing pihak baik pihak bank maupun nasabah UKM

dalam proses pengkreditan. Hal ini terbukti dengan banyaknya terjadi kredit macet

yang menyebabkan kerugian pada bank dan mengganggu kesehatan stabilitas

bank karena nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya.

Kesulitan UKM untuk mendapatkan sumber pembiayaan dari bank bukan

semata-mata terbatasnya jaminan yang bisa disediakan oleh UKM. Tetapi bisa

juga bersumber dari pemahaman dan anggapan yang sering berlebihan dari

sebagian besar lembaga perbankan bahwa melayani usaha kecil mengandung

resiko tinggi serta melayani usaha kecil yang jumlahnya banyak sangat

merepotkan dan meningkatkan biaya transaksi.

Dalam hal ini kalangan perbankan mendesak pemerintah untuk

membentuk lembaga penjamin kredit perbankan bagi para pengusaha berskala

mikro. Alasannya selama ini perbankan kesulitan untuk mengucurkan kredit

karena proposal usaha kecil seringkali dinilai tidak cukup layak sehingga sulit

2
Dhlmniswara K.hlmrjono, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Pusat Pengembangan
Hukum Dan Bisnis Indonesia, 2009), hlm. 73.

Universitas Sumatera Utara


14

disetujui. Bankir mengaku sangat kesulitan dalam melakukan analisa kemampuan

para pengusaha berskala mikro karena sebagian besar dari mereka tidak

menerapkan manajemen usaha yang tertib. Kondisi para pengusaha mikro

semacam itu sangat menyulitkan perbankan dalam melakukan analisa keuangan

terutama ketika hendak memberikan persetujuan atas pengajuan kredit usaha.

Oleh karena itu, diharapkan pemerintah mendirikan infrastruktur pendukung

berupa lembaga penjamin kredit guna memayungi keberadaan para pengusaha

berskala mikro yang jumlahnya sangat besar.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, modal masih menjadi masalah pokok

dalam pengembangan UKM. Dalam hal ini juga berkaitan dengan kelayakan

perbankan untuk mengucurkan kredit kepada usaha kecil dan mikro, dimana

nantinya terdapat kekhawatiran terjadinya wanprestasi oleh debitur yang

menyebabkan kerugian pada lembaga perbankan. Agar tidak terjadi hal demikian,

maka diperlukan lembaga penjamin kredit dalam penjaminan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas penulis memilih berjudul :Kedudukan Hukum

Lembaga Penjamin Kredit Daerah Sebagai Penjamin Dalam Pemberian Kredit

Terhadap Usaha Kecil Menengah (UKM)

B. Perumusan Masalah

1. Bagaiamakah Pemberian Suatu Kredit Pada UKM?

2. Bagaimanakah penjaminan kredit dalam kredit UKM?

3. Bagaimnakah kedudukan lembaga penjaminan kredit daerah dalam

pemberian kredit kepada UKM ?

Universitas Sumatera Utara


15

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

a. Untuk mengetahui Pemberian Suatu Kredit Pada UKM

b. Untuk mengetahui penjaminan kredit dalam kredit UKM

c. Untuk mengetahui kedudukan lembaga penjaminan kredit daerah

dalam pemberian kredit kepada UKM

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :

a. Secara teoritis

Diharapkan memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya

hukum ekonomi di Indonesia dan dapat memberikan masukan bagi

pemerintah dalam pemberdayaan usaha kecil menengah.

b. Secara praktis

Diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi para pembuat

kebijakan atau keputusan di daerah, agar dapat tercipta dalam sistem

hukum yang lebih berpihak kepada bidang usaha kecil menengah

sehingga usaha kecil menengah dapat menjadi salah satu upaya

peningkatan ekonomi rakyat khususnya kota Medan

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran dan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh

peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian

Universitas Sumatera Utara


16

tentang Kedudukan Hukum Lembaga Penjamin Kredit Daerah Sebagai Penjamin

Dalam Pemberian Kredit Terhadap Usaha Kecil Menengah (UKM)

Adapun judul-judul yang telah ada di perpustakaan universitas cabang

Fakultas Hukum yang mirip yang penulis temukan adalah :

1. Nama : Siska Alisabet B

NIM : 010020016

Judul : Tinjauan terhadap ketentuan kredit macet dalam perbankan di

Indonesia

2. Nama : Sri Yanti S.L. Panjaitan

NIM : 030200139

Judul : Penerapan Prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan

(Studi Kasus di PT. Bank Mandiri Cabang Zainul Arifin Medan)

3. Nama : Diegi Dona Sari

NIM : 030200065

Judul : Penyaluran Dana UKM melalui Pemberian Kredit pada PT. Bank

Mandiri Cabang Solok Sumatera Barat

4. Nama : Melisa M. Sihotang

NIM : 030200143

Judul : Penyelesaian kredit macet bermasalah atas pinjaman nasabah Bank

pada PT. Bank Mandiri Cabang Balige

Jadi penelitian ini adalah benar-benar asli karena telah sesuai dengan asas-

sas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini

dapat ipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas segala

Universitas Sumatera Utara


17

kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil

penelitian.

E. TinjauanPustaka

1. Perkembangan Usaha Kecil Menengah

Usaha Kecil dan Menengah adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis

usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri.

Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil

adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang

secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk

mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.” 3

Kriteria usaha kecil menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995

tentang Pembinaan Usaha Kecil, dan Peraturan Pemerintah Nomor 44

Tahun 1997 tentang Kemitraan adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus

Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu

Miliar Rupiah)

3. Milik Warga Negara Indonesia

3
http://pariwisataindonesiablog.blogspot.com/2012/04/perkembangan-usahlm-kecil-
menengah-di.html, (diakses tanggal 18 Maret 2014)

Universitas Sumatera Utara


18

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak

langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar

5. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Di Indonesia, UKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Jumlah

UKM hingga 2011 mencapai sekitar 52 juta. UKM di Indonesia sangat penting

bagi ekonomi karena menyumbang 60% dari PDB dan menampung 97% tenaga

kerja. Tetapi akses ke lembaga keuangan sangat terbatas baru 25% atau 13 juta

pelaku UKM yang mendapat akses ke lembaga keuangan. Pemerintah Indonesia,

membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing Provinsi

atau Kabupaten/Kota.

Menteri Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan mengatakan Pemerintah

akan menarik pajak bagi sektor UKM beromzet Rp300 juta hingga Rp4 miliar per

tahun. Hal tersebut akan dilaksanakan karena pemerintah mengakui membutuhkan

uang untuk proyek infrastruktur.

Program pengembangan industri rumah tangga, industri kecil dan

menengah diarahkan pelaksanaannya untuk menumbuh kembangkan kegiatan

usaha ekonomi skala kecil yang produktif, serta untuk mendukung perluasan

kesempatan kerja dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

Pengembangan industri kecil telah dilaksanakan melalui pola

pengembangan sentra industri yang tersebar di 33 propinsi, khususnya industri

kecil kerajinan dan rumah tangga yang berlokasi di perdesaan. Pendekatan ini

Universitas Sumatera Utara


19

diharapkan membuat berkembangnya industri kecil menjadi lebih efektif, karena

selain para perajin tidak perlu disediakan lokasi khusus, juga pengadaan bahan

baku, penyediaan informasi, bantuan teknologi, serta pembinaan kelembagaan

usaha, dapat berlangsung lebih efisien, terarah dan terpadu. Jumlah sentra industri

yang telah dibina terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sampai

tahun 1997/98, sentra industri yang telah dibina secara kumulatif berjumlah

sekitar 10.500 sentra.

Pengembangan industri kecil yang dilaksanakan melalui sentra

industri memberikan dampak positif terhadap penumbuhan unit usaha baru dan

wirausaha baru, terutama di perdesaan. Dengan dukungan iklim usaha yang makin

membaik, jumlah unit usaha industri kecil memperlihatkan peningkatan dari tahun

ke tahun. Ditinjau dari persebarannya, sebagian besar unit usaha industri kecil

masih terkonsentrasi di wilayah kawasan barat Indonesia (KBI) yaitu sekitar

84,7 persen. Sebaliknya, ditinjau dari laju pertumbuhannya, kenaikan rata-rata

per tahun jumlah unit industri kecil di KTI sejak tahun 1993 sampai tahun

1996 adalah sebesar 4,7 persen, yang berarti lebih tinggi dibanding kenaikan

rata-rata per tahun industri di KBI yang sebesar 2,0 persen per tahun. 4

2. Pengertian Usaha Kecil Menengah

Usaha kecil sebagai wadah usaha bagi sebagian besar masyarakat

merupakan usaha yang mampu tumbuh dan berkembang secara mandiri dan

memberikan andil besar serta menduduki peran yang strategi dalam pembangunan

perekonomian di Indonesia.

4
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


20

Kedudukan usaha kecil sangat penting dalam mewujudkan pembangunan

perekonomian nasional suatu Negara. Hal ini telah disadari dimana-mana, tidak

saja dinegara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga

Negara-negara maju semacam Amerika Serikat. Di Amerika Serikat dari 5,5

usaha uang telah berjalan lancer, ternyata 95% merupakan usaha kecil. Di

Indonesia sendiri data semacam itu belum ada, tetapi menurut perkiraan banyak

pengamat, tidak kurang dari 90% usaha Indonesia adalah usaha kecil, dan menurut

catatan Kementerian Negara Koperasi dan UKM di Indonesia terdapat 60 juta

usaha kecil 5

Besarnya perhatian pemerintah terhadap usaha kecil menengah dapat kita

lihat seperti di Amerika Serikat sebuah Negara maju, telah membentuk suatu

lembaga yang tugasnya khusus membantu lancarnya pengembangan usaha kecil

menengah yaitu Lembaga Administrasi Usaha Kecil (Small Business

Adminitration).

Di Indonesia untuk mengembangkan usaha kecil ini pemerintah telah

membuat kebijakan-kebijakn, diantaranya menciptakan berbagai fasilitas mulai

dari perkreditan sampai dengan upaya memecahkan masalah pemasaran dan

berbagai keringan serta kemudahan disediakan pemerintah untuk merangsang dan

membina UKM. Keberadaan dan kedudukan UKM ditengah-tengah kehidupan

usaha telah mendapat tempat dan perhatian di dalam masyarakat. Karena usaha

kecil mampu menyerap tenaga kerja, ikut melancarkan peredaran perekonomian

Negara dan juga mampu berdampingan dengan perusahaan-perusahaan besar

5
Kementerian Negara Koperasi dan UKM, di Indonesia, terdapat 60 juta usahlm kecil,
http://pikiran-rakyat.com/cetak 2013 (diakses tanggal 11 Maret 2014)

Universitas Sumatera Utara


21

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. UKM juga berfungsi dalam mendorong

pertumbuhan perekonomian nasional dan mewujudkan stabilitas nasional pada

umumnya dan stabilitas ekonomi khususnya

Begitu besarnya kedudukan dan peran UKM di dalam pertumbuhan

perekonomian rakyat, maka keberadaan UKM perlu diberdayakan dan dilindungi

dengan suatu kekuatan hukum yang dibutuhkan untuk mengatur tentang UKM

yaitu dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 yang telah diubah menjadi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil

dan Menengah menjelaskan mengenai kriterianya, antara lain sebagai berikut :

Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang

Usaha Kecil dan Menengah yang dimaksud dengan: (1) Usaha Mikro adalah

usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang

memenuhi criteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;

(2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha

Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang ini; (3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang

berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang

bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan

Universitas Sumatera Utara


22

Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil

penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah juridis

normatif. 6 Dengan pendekatan terhadap permasalahan yang dirumuskan dengan

mempelajari ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan

permasalahan, membandingkan dengan penerapan hukum dan peraturan di dalam

masyarakat, yang berkaitan dengan Kedudukan Hukum Lembaga Penjamin Kredit

Daerah Sebagai Penjamin Dalam Pemberian Kredit Terhadap Usaha Kecil

Menengah (UKM)

2. Spesifikasi Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah

disebutkan di muka, maka dapat dilihat bahwa sifat penelitian ini adalah deskriptif

analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian

yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu realitas

social masyarakat dan mengkajinya dengan peraturan hukum baik dalam bentuk

teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan. 7

Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu

analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan

berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk


6
Ronny Hamitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetrii, (Jakarta:
Ghlmlia Indonesia, 1990), hlm. 14.
7
Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, (Jakarta: UI Press, 2010), hlm. 85.

Universitas Sumatera Utara


23

menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau

hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain. 8

3. Sumber Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder

yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

tertier. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui studi dokumen

terhadap bahan kepustakaan dan data yang dikumpulkan melalui dokumen dan

wawancara. Dalam penelitian ini bahan dasar penelitian hukum normatif dari

sudut kekuatan mengikatnya dibedakan atas 3 (tiga) bagian, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar,

peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar 1945

2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang

Usaha Kecil

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer yang berupa hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah

dari kalangan hukum yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tertier adalah bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Metode

penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif, yaitu metode yang

8
Bambang Sunggono, “Metodologi Penelitian Hukum”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013), hlm. 49.

Universitas Sumatera Utara


24

lebih menekankan pada pencarian makna sesuai dengan realitas. Metode ini akan

menghasilkan data berupa pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan

berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti. 9

Analisis data terhadap data dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu

pengumpulan untuk kemudian diseleksi, dipilah-pilah berdasarkan kualitas dan

relevansinya. Selanjutnya diadakan pengelompokan terhadap data sejenis untuk

kepentingan analisis dan penulisan evaluasi dilakukan terhadap data dengan

kualitatif, secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode berfikir

deduktif, suatu logika yang berangkat dari kaidah-kaidah umum ke kaidah yang

bersifat khusus, sehingga akan menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif, yaitu

uraian yang menggambarkan permasalahan dan hasil analisis tersebut diharapkan

dapat menjawab permasalahan yang diajukan. 10

G. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menguraikan bab demi bab sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan membahas Latar Belakang, Perumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan,

Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

9
Miles and Hubberman, “Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber tentang Metode-metode
Baru”, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992), hlm. 15.
10
Lexi J. Moloeng, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001), hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara


25

BAB II PEMBERIAN SUATU KREDIT PADA UKM

Pada bagian ini akan membahas Dasar Hukum Pemberian Kredit

UKM, Bentuk Kredit pada UKM, Para Pihak dalam Pemberian

Kredit UKM dan Perjanjian Kredit UKM

BAB III PENJAMINAN KREDIT DALAM KREDIT UKM

Pada bagian ini akan membahas Hubungan Hukum antara Debitur,

Kreditur, dan Penjamin dalam Pemberian Kredit UKM, Bentuk

Penjaminan Kredit dan Lembaga Penjamin Kredit di Indonesia

BAB IV KEDUDUKAN LEMBAGA PENJAMINAN KREDIT DAERAH

DALAM PEMBERIAN KREDIT KEPADA UKM

Pada bagian ini akan membahas Tujuan dan Fungsi Lembaga

Penjamin Kredit Daerah, Kedudukan Lembaga Penjamin Kredit

Daerah dalam Pemberian Kredit Kepada UKM dan Tanggung

Jawab Lembaga Penjamin Kredit Daerah dalam Pemberian Kredit

Terhadap Usaha Kecil Menengah (UKM)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan membahas kesimpulan merupakan intisari dari

pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi

ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah

pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-

pihak yang terlibat dalam

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PEMBERIAN SUATU KREDIT PADA USAHA KECIL MENENGAH

A. Dasar Hukum Pemberian Kredit UKM

Jika hukum perbankan diartikan dengan Undang-Undang Perbankan, maka

diperoleh batasan bahwa hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan hukum

yang mengatur segala hal yang menyangkut tentang bank, baik kelembagaan,

kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan usaha bank. Namun

jika dilihat dalam perspektif sistem sebagai entitas, maka hukum perbankan

diartikan sebagai kumpulan peraturan hukum yang merupakan satu kesatuan yang

masing-masing unsurnya berkaitan satu sama lain dan bekerja sama secara aktif

untuk mencapai tujuan keseluruhan dari hukum perbankan. Unsur sistem hukum

perbankan yang dimaksudkan adalah peraturan hukum (norma), asas-asas hukum,

dan pengertian-pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Unsur hukum

tersebut dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan di dalam

atau diluarnya, dan dapat dihindarkan adanya tumpang tindih mengenai persoalan

perbankan, maka solusinya adalah melalui asas hukum yang terdapat dalam sistem

hukum perbankan itu sendiri.

Bicara mengenai dasar hukum pemberian kredit usaha kecil maka ada

beberapa bidang hukum yang saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan.

Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum pemberian kredit usaha

kecil adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini

dikarenakan pemberian kredit usaha kecil tidak dapat melepaskan diri dari aspek

19

Universitas Sumatera Utara


20

hukum perikatan/perjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling mengikatnya

dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit. Di samping itu, dalam

pemberian kredit usaha kecil ini para juga dikuasai oleh lapangan hukum

perbankan yaitu UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 7 Tahun 1992 dan perubahannya

yaitu UU No. 10 Tahun 1998 menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap

terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992

disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit.

Dasar hukum selanjutnya adalah SE BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit

Usaha Kecil dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan

adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak jumpai dalam Undang-Undang

yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata.

Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata

persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang

sama. 11 Mariam Darus B . Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan

persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian. 12

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata ayat (1) menentukan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya.

Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal

1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat (2) dikatakan persetujuan-


11
R. Subekti, Hukum Perjanjian,(Jakarta: Internusa, 1999), hlm. 1.
12
Mariam Darus,B. Zaman, KUHPerdata Buku II Hukum Perikatan dengan
Penjelasannya, (Bandung: Alumni, 1999) hlm .89.

Universitas Sumatera Utara


21

persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak

atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu,

persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik.

Beberapa ketentuan yang penting dalam hukum perjanjian dan hal inilah

yang merupakan akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu:

1. Berlaku sebagai undang-undang

Berlaku sebagai undang-undang berarti ketentuan-ketentuan itulah yang

mengatur hubungan mereka. Isi perjanjian ini dapat ditentukan sendiri dan atau

oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur. Dengan demikian perjanjian itu

mempunyai kekuatan mengikat yaitu para pihak yang membuatnya.

Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, persetujuan tidak hanya mengikat untuk

hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala

hal/sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasan

atau undang-undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak

terlepas dari tanggungjawab atau akibat yang timbul dari suatu prestasi yang

dipenuhi, juga para pihak juga harus memperhatikan undang-undang. Apabila

terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai kehadapan hakim maka dalam

mengadilinya hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan ketentuan

perundang-undangan, kebiasan dan kepatutan.

2. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak

Sesuai dengan asas komensualitas, bahwa perjanjian dibuat atas

persetujuan kedua belah pihak, sebaliknya bahwa untuk merubah kembali

persetujuan harus ada izin pihak lainnya. Namun demikian dapat dibatalkan oleh

Universitas Sumatera Utara


22

salah satu pihak apabila ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh undang-undang

yaitu pada Pasal 1814 KUHPerdata.

3. Pelaksanaan dengan Itikad baik

Pelaksanaan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang mengadakan

perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur subjektif dan

sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan. Yang dimaksud baik dalam

Pasal 1338 KUHPerdata, bukanlah dalam arti subjektif, melainkan pelaksanaan

perjanjian itu harus mengandalkan norma-norma kepatutan dan norma kesusilaan.

Jadi yang dimaksud dengan itikad baik disini adalah ukuran objektif, perjanjian

itu harus berjalan di atas jalur benar.

Dalam penjelasan Pasal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

disebutkan bahwa jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya

sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus

diperhatikan oleh bank.

Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa sifat perjanjian, salah satunya

adalah perjanjian konsensuil perjanjian riil. Suatu perjanjian dikatakan bersifat

komersial apabila perjanjian itu sudah tercipta dengan kata sepakat saja,

sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang menghendaki di samping kata

sepakat masih diperlukan suatu perbuatan nyata yaitu penyerahan barang yang

menjadi objeknya.

Sifat hukum dari perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti

adalah konsensuil dan riil. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumusan pada awal

Universitas Sumatera Utara


23

kalimat “persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak

yang lain”. Pada prinsipnya yang terjadi baru kesepakatan untuk memberikan

sesuatu kepada pihak lain, sedangkan penyerahannya belum terjadi. Secara

teoritis, antara terciptanya kesepakatan.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata tersebut, maka seluruh pasal-pasal yang ada dalam suatu perjanjian

kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni kreditur dan pihak

debitur. Namun harus pula diingat, bahwa meskipun undang-undang menyebutkan

bahwa perjanjian yang dibuat para pihak itu berlaku sebagai undang-undang bagi

para pihak, akan tetapi didalam perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi

para pihak, akan tetapi di dalam perjanjian itu sendiri harus dihindari ketentuan-

ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang, maka perjanjian itu berlaku

bagi para pihak. Sebaliknya jika di dalam perjanjian itu terdapat klausal yang

justru bertentangan dengan undang-undang, maka dengan sendirinya perjanjian itu

dapat batal karenanya.

B. Bentuk Kredit pada Usaha Kecil Menengah

Bentuk perjanjian kredit perbankan dalam praktiknya telah disediakan oleh

pihak bank sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik.

Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standart

Universitas Sumatera Utara


24

contract), dimana debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada

kemungkinan untuk tawar menawar 13

1) Kredit Modal Kerja (KMK) : (R/C) Maksimum CO menurun.

2) Kredit Investasi (KI) : Pseudo R/C

3) Angsuran pokok dan atau bunga untuk KI dan KMK tersebut disesuaikan

dengan cash flow dan siklus usaha debitur, misalnya bulanan, 3 bulanan

atau 6 bulanan. Khusus untuk usaha non musiman misalnya perdagangan

dengan jangka waktu kredit 1 tahun, selain angsuran bulanan, lain yang

dapat dilakukan hanya periode angsuran 2 bulanan atau 3 bulanan dengan

tetap mengacu pada cash flow usaha.

4) Khusus untuk usaha musiman (misal: pertanian, perkebunan,dll) dengan

jangka waktu kredit maksimal 1 tahun, bentuk kredit dapat sekaligus lunas

(pokok ditambahkan dengan bunga pinjaman).

Surat permohonan kredit atau daftar isian merupakan dokumen/data

pertama bagi bank untuk melangkah leih jauh lagi, maka pihak bank meminta

kepada pemohon kredit agar melengkapi lampiran-lampiran yang diperlukan,

seperti akta otentik, surat jaminan, referensi, neraca laba rugi perusahaan yang

bersangkkutan, feasibility study dan sebagainya. Sehingga lampiran-lampiran

tersebut merupakan bagian mutlak dan tidak dapat dipisahkan dari perumusan

permohonan kredit. Apabila semua keterangan/datanya telah lengkap, maka

langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dan melakukan penilaian

secara umum yang kemudian dilanjutkan dengan acara, memeriksa langsung

13
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2008), hlm .72.

Universitas Sumatera Utara


25

(insection on the spot) ke perusahaan debitur, sesudah semua acara dapat

diselesaikan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan pemberian kredit

serta pengatusan administrasi. Hal tersebut diperlukan karena di dalam setiap

pemberian kredit harus dibuat suatu perjanjian tertulis antara pihak bank dengan si

pemohon kredit, perjanjian kredit itu biasanya disebut dengan “perjanjian

kredit/akad kredit”

C. Para Pihak dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil Menengah

Salim mengartikan perjanjian kredit sebagai perjanjian bank sebagai

kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan

yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tetentu dengan jumlah bunga, imbalan

atau pembagian hasil keuntungan 14

1. Pihak Kreditur

Sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) UU Perbankan, bank terbagi dalam dua

jenis yaitu :

a. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum dapat

mengkhususkan diri untuk melaksanakan atau memberikan perhatian yang

lebih besar pada kegiatan tertentu.

14
Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2008), hlm l78.

Universitas Sumatera Utara


26

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu bank yang melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Menurut pembagiannya, Bank dapat dibeda-bedakan menjadi :

a. Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya

1) Bank Sentral

Menurut UU No. 23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 jo UU No. 6

Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, Bank Sentral adalah lembaga negara

yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang

sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter,

mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan

mengawasi perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last

resort. Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia.

2) Bank Umum

Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No.

9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang

diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan

seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank

komersial (commercial bank). Bank umum mempunyai banyak kegiatan.

Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang utama antara lain:

Universitas Sumatera Utara


27

a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito,

sertifikat deposito, dan tabungan;

b) Memberikan kredit;

c) Menerbitkan surat pengakuan utang;

d) Memindahkan uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk

kepentingan bank itu sendiri;

e) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan

melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga;

f) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

dan

g) Melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam

bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

3) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional

atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih

sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. BPR dalam

melakukan kegiatannya tidak sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh

bank konvensional (bank umum). Ada kegiatan-kegiatan yang tidak boleh

dilakukan oleh BPR, yaitu:

a) Menerima simpanan berupa giro,

b) Mengikuti kliring,

Universitas Sumatera Utara


28

c) Melakukan kegiatan valuta asing,

d) Melakukan kegiatan perasuransian

Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-

hal berikut ini.

a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan

deposito.

b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat.

c) Menyedikan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip

syariah.

b. Jenis Bank berdasarkan kepemilikannya Apabila ditinjau dari segi

kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik

swasta nasional, dan bank milik swasta asing.

1) Bank Milik Pemerintah

Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun

modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank

dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI),

Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang

terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi, contoh,

Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya. 2) Bank Milik Swasta Nasional

Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar

modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun

didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga

Universitas Sumatera Utara


29

dipertunjukkan untuk swasta pula, contohnya, Bank Muamalat, Bank

Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.

2) Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik

milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh

pihak luar negeri, contohnya, ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.

c. Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya

1) Bank Konvensional

Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia

adalah “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Sementara itu,

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan

kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman. Berdasarkan

pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya

menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih

dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan

dengan metode bagi hasil. Bank konvensional pada umumnya beroperasi

dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat

antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan

dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain

kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka

pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman

uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat

berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.

Universitas Sumatera Utara


30

Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari

nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana

transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank

yang paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk

cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan investasi.

Bank konvensional, contohnya, bank umum dan BPR. Kedua jenis bank

tersebut telah kalian pelajari pada sub bab sebelumnya.

2) Bank Syariah

Sekarang ini banyak berkembang bank syariah. Bank syariah muncul di

Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di

Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal

18-20 Agustus 1990. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai

dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam

operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang

menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Falsafah dasar

beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya

adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada

prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan

sebesar mungkin. Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi,

ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan

keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan

bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas. Kegiatan

bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan

Universitas Sumatera Utara


31

bank konvensional. Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada

kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan

jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar

kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini

prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah. Dalam rangka

menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran

dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya

dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba. Dalam

perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan

oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat non muslim. Saat ini

bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan non

muslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak

perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip

syariah, contoh bank syariah di Indonesia, yaitu, Bank Muamalat

Indonesia, Bank Syariah Mandiri. Dilihat dari segi kemampuannya

melayani masyarakat, bank umum dapat dibagi ke dalam:

a. Bank Devisa, merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi

keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara

menyeluruh.

b. Bank Non Devisa, merupakan bank yang mempunyai izin untuk

melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat

melaksankan transaksi seperti halnya bank devisa.

Universitas Sumatera Utara


32

Jenis-jenis bank tersebut, dapat dilihat dari fungsinya serta kinerjanya,

dapatlah diberikan pembagian dari masing-masing bank tersebut. Pembagian

jenis bank ini sangat penting karena terdapatnya perbedaan jenis kegiatan yang

boleh dilakukan oleh bank-bank yang berbeda tersebut. Dalam hal ini kegiatan ini

dapatlah disebutkan pembagiannya berdasarkan jenis karena telah diatur oleh

Bank Indonesia tentang kegiatan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh

bank-bank tersebut. Jenis kegiatan yang dilakukan bank senantiasa di bawah

pengawasan Bank Indonesia.

2. Pihak Nasabah

Dalam peraturan bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008

tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan

nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak

memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi

keuangan (walk-in customer). Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis dan

pengerian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah

yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2 (dua), yakni

: 15

a. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank

dalam bentuk simapanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah

yang bersangkutan.

15
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hlm .32-
33.

Universitas Sumatera Utara


33

b. Nasabah Debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan

itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah :

a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu

bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain.

b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit

usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.

c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.

Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri

untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit

(L/C) pada suaru bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran.

Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum , nasabah dapat berwujud

dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu : 16

a. Orang

Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai

subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi

menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa

hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah

simpanan dan atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya

nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya.

16
Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Bandung:
Ghlmlia Indonesia, 2006), hlm .24-27.

Universitas Sumatera Utara


34

Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa

tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi

hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu

dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum

perdata perjajian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak

memenuhi syarat subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian

yang dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang

mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan

melalui gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak

melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat.

b. Badan Hukum

Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan

tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank.

Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis

badan hukum adalah sebagai berikut :

1) Badan hukum publik, seperti Negara atau Pemda.

2) Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 TAhun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka yang diatur dalam

UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No. 32 Tahun

2004 tentang Pemda.

Universitas Sumatera Utara


35

4) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No. 19 Tahun

2003 tetang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini terdiri dari perusahaan

persero, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan.

5) Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

dan PP No.. 4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan Tata Cara Pengesahan

Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi

6) Yayasan, diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001, yang diubah dengan UU

No. 28 tahun 2004.

7) Badan Hukum Milik Negara, diatur dalam PP No. 153 tahun 2000 tentang

BUMN Universitas Indonesia.

8) Dana pensiun, diatur dalam UU No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

Dalam peraturan bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008

tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan

nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak

memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi

keuangan (walk-in customer). Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis dan

pengerian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah

yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni : 17

a. Nasabah penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank

dalam bentuk simapanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah

yang bersangkutan.

17
Ibid., hlm 32-33

Universitas Sumatera Utara


36

b. Nasabah debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan

itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah

a. Nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu

bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain.

b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit

usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.

c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.

Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri

untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit

(L/C) pada suaru bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran.

Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum, nasabah dapat berwujud

dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu : 18

a. Orang

Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai

subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi

menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa

hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah

simpanan dan atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya

nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya.

18
Ibid

Universitas Sumatera Utara


37

Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa

tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi

hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu

dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum

perdata perjajian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak

memenuhi syarat subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian

yang dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang

mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan

melalui gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak

melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat.

b. Badan Hukum

Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan

tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank.

Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis

badan hukum adalah sebagai berikut :

1) Badan hukum publik, seperti Negara atau Pemda

2) Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 TAhun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka yang diatur dalam

UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No.32 Tahun 2004

tentang Pemda.

Universitas Sumatera Utara


38

4) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No. 19 Tahun

2003 tetang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini terdiri dari perusahaan

persero, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan

5) Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan Tata Cara Pengesahan

Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi

6) Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001, yang diubah dengan UU

No. 28 tahun 2004.

7) Badan Hukum Milik Negara, diatur dalam PP No. 153 tahun 2000 tentang

BUMN Universitas Indonesia.

8) Dana pensiun, diatur dalam UUNo. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

Dengan lahirnya Undang-Undang Perbankan Tahun 1976 sebagaimana

telah diganti dengan Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 jo Undang-

Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka di samping perjanjian

pinjam uang yang dikenal di dalam KUHPerdata, Hukum Adat, terdapat

ketentuan-ketentuan perjanjian. Kredit yang khusus berlaku bagi bank-bank dan

mereka yang memperoleh kredit dari bank-bank tersebut. Pasal-Pasal 1759, 1760,

1761 dan 1762 KUHPerdata mengatur kewajiban-kewajiban orang yang

meminjamkan. Pasal 1759 KUHPerdata menyatakan bahwa: “orang yang

meminjamkan tidak dapat meminta kembali apa yang telah dipinjamkan sebelum

lewat waktu yang ditentukan dalam persetujuan”. Pasal 1760 KUHPerdata

menyatakan jika tidak telah ditetapkan sesuatu waktu, hakim berkuasa, apabila

orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya menurut

Universitas Sumatera Utara


39

keadaan, memberikan sekedar kelonggaran kepada si peminjam. Dalam hal ini

Asser Van Oven berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan di atas sebenarnya tidak

mengatur kewajiban pemberi pinjaman, akan tetapi kewajiban penerima pinjaman.

Satu-satunya ketentuan yang mengatur kewajiban pemberi pinjaman adalah Pasal

1753 KUHPerdata akan tetapi ketentuan itu tidak bertalian dengan perjanjian

pinjam uang, karena hanya mengatur perjanjian pinjam mengganti barang. Dari

ketentuan-ketentuan di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa di dalam

perjanjian kredit, bank memiliki kewajiban pokok yaitu menyediakan kredit

sesuai dengan tujuan kredit dan jangka waktu perjanjian. Kewajiban ini tidak

bersifat mutlak Bank berhak menyimpanginya dalam hal penerima kredit tidak

memenuhi syarat-syarat perjanjian itu. Untuk ini bank berhak secara sepihak dan

sewaktu-waktu tanpa terlebih dahulu memberitahukan atau menegor penerima

kredit, untuk tidak mengizinkan atau menolak penarikan atau penggunaan kredit

lebih lanjut oleh penerima kredit dan mengakhiri jangka waktu kredit yaitu dalam

hal:

a. Penerima kredit tidak atau belum mempergunakan kredit ini setelah lewat

3 (tiga) bulan sejak berlakunya perjanjian.

b. Penerima kredit memberikan data-data yang tidak benar sehubungan

dengan perjanjian.

Apabila kita simak dari defenisi penerima kredit sebenarnya sudah

terangkum apa yang menjadi hak dan kewajiban dari penerima kredit yaitu

mendapat kredit sebagai hak dan mengembalikannya kembali kepada bank.

Universitas Sumatera Utara


40

D. Perjanjian Kredit Usaha Kecil Menengah

Perjanjian kredit mengacu kepada KUHPerdata yang merupakan salah satu

bentuk perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam buku III KUHPerdata.

Pada hakikatnya pemberian kredit merupakan salah satu perjanjian pinjam-

meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata, yang berbunyi :

”Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan


kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis
karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Perjanjian pinjam-meminjam ini mengandung makna yang luas yaitu

obyeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk didalamnya

uang. Perjanjian pinjam uang bersifat riil, tersimpul dari kalimat ”pihak kesatu

menyerahkan uang itu kepada pihak lain”dan bukan mengikatkan diri untuk

menyerahkan uang. Dari uraian diatas dapat dibedakan 2 kelompok perjanjian

kredit : 19

a. Perjanjian kredit uang;

b. Perjanjian kredit barang, misalnya perjanjian sewa beli dan perjanjian

sewa guna usaha;

Menurut Marhainis Abdul Hay, 20ketentuan Pasal 1754 KUH Perdata

tentang perjanjian pinjam mengganti, mempunyai pengertian yang identik dengan

perjanjian kredit bank. Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa perjanjian

kredit adalah merupakan ”Perjanjian Pendahuluan” (voorovereenkomst) dari

19
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Alumni, 1994), hlm
.111.
20
Hay, Marhainis Abdul, Hukum Perbankan Di Indonesia,(Jakarta: Pradnya Paramita,
1999), hlm .147.

Universitas Sumatera Utara


41

penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan

antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubunganhubungan hukum

antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensuil (pacta de contrahendo)

oligatoir, yang dikuasai oleh Undang-Undang Perbankan dan Bagian Umum KUH

Perdata. 21

Pengertian perjanjian kredit juga tidak dinyatakan dengan tegas dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, namun mengenai keharusan adanya

suatu perjanjian kredit ini tersirat dalam Pasal 1 ayat (11) bahwa kredit diberikan

hanya berdasar persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan debitur.

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha

Besar. Kriterianya adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,-

s/d Rp. 500.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau

memilikihasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- s/d Rp.

2.500.000.000,-

Usaha Menengah adalah Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Besar. Kriterianya

adalah: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,-s/d Rp.

21
Mariam Darus Badrilzaman, Op. Cit, hlm .28.

Universitas Sumatera Utara


42

10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau

memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,- s/d Rp.

50.000.000.000,- 22

Bertindak sebagai lembaga penjaminan dalam program ini adalah PT.

(Persero) Asuransi Kredit Indonesia (PT. Askrindo) dan Perusahaan Umum

Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo).Sedangkan pihak ketiga yaitu Bank

Penyalur terdiri dari enam (6) Bank Umum dan tigabelas (13) Bank Pembangunan

Daerah (BPD). Keenam Bank Umum penyalur KUR sampai saat ini adalah Bank

BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri dan Bank

Bukopin.

Pihak-pihak yang terkait dengan penyaluran KUR di tingkat daerah

disesuaikan dengan keberadaan masing-masing bank di daerahnya.Enam bank

umum selaku penyalur secara umum berlaku di seluruh wilayah Indonesia.Untuk

bank pembangunan daerah selaku bank penyalur tergantung daerah masing-

masing sesuai dengan tugas penyaluran KUR sebagaimana disebutkan

sebelumnya. Koordinasi program KUR secara umum dilakukan oleh TKPK

Daerah melalui kelompok program Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi

Mikro dan Kecil.

Dalam rangka perkembangan era globalisasi dewasa ini yang diikuti

dengan percepatan arus teknologi dan informasi terutama di bidang ekonomi

seperti dewasa ini masyarakat tidak akan maju bilamana tidak berhubungan

dengan kredit. Kredit merupakan kesanggupan akan meminjam uang atau

22
http://syifasepriani.blogspot.com/2013/05/tugas-3-menyalurkan-kredit-bagi-ukm.html,
(diakses tanggal 19 Maret 2014)

Universitas Sumatera Utara


43

kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan

barang atau jasa, dengan perjanjian akan membayarnya kelak. 23

Elemen dari kredit adalah adanya dua pihak kesepakatan pinjam-

meminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan dan jangka waktu tertentu. Kredit

dalam pengertian lain dapat berarti percaya atau kepercayaan. 24 Tetapi dalam

hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa percaya, sehingga kepadanya

dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon debitur harus dicurigai

setengah mati. Hal ini sangat beralasan, sebab kata kredit itu sendiri berasal dari

bahasa latin “creditus” yang merupakan bentuk past participle dari kata credere,

yang berarti to trust. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan. 25

Menurut HMA Savelberg kredit mempunyai arti antara lain: 26

1. Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak

menuntut sesuatu dari orang lain.

2. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain

dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu

(commodatus, depositus regulare, pignus).

JA Levy merumuskan arti kredit yaitu menyerahkan secara sukarela

sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima

kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan

23
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Komtemporer, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996),
hlm. 5.
24
Asuransi Kredit, http://www.sinarmas.co.id/FAQ/asuransi_kredit.asp (diakses tanggal
10 Februari 2014)
25
Rivai Hadiwidjadja dan Wirasasmita, Analis Kredit, (Bandung : Pionir Jaya,1997), hlm.
12.
26
HMA Savelberg, Dasar Perkreditan Perbankan, (Jakarta : Penerbit Gramedia Pustaka
Utama,1991), hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara


44

kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari. 27 Dalam

pemberian kredit ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan

yaitu UU Perbankan, menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait

dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU Perbankan disebutkan bahwa

salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit. Selanjutnya

menurut Surat Edaran BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha Kecil, dalam

persetujuan membuka kredit, kedua belah pihak dikuasai oleh lapangan hukum

perikatan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. Sebagaimana diketahui bahwa

salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan

perjanjian tidak dijumpai dalam Undang-undang yang ada hanyalah kata

persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata.

Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata

persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang

sama. 28 Prof. Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa

rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian.29

Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian

perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan

istilah persetujuan yang berbunyi : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang

atau lebih.”

27
JA Levy, Masalah Perkreditan, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1999), hlm .20.
28
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1999), hlm .9.
29
Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasannya, (Bandung: Alumni, 1997), hlm .89.

Universitas Sumatera Utara


45

Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat

dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai

alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan

hukum melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan

ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa perjanjian adalah

perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional. 30 Selama ini

memahami arti perjanjian (communis opinio doctorum) adalah satu perbuatan

hukum yang bersisi dua (een tweezijdige rechtshandeling) yaitu perbuatan

penawaran (aanbod, offer), dan penerimaan (aanvaarding, acceptance).

Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi

satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan penerimaan yang

didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling

berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg). Konsep ini

melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum (legal

reasoning) yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan

adalah sebagai hubungan hukum antara nasabah dengan debitur.

Persyaratan yang demikian juga dikenal dalam setiap sistem hukum,

misalnya Inggris, Perancis, dan Jerman. Syarat kedua adalah kecakapan para

pihak yang membuat perjanjian. Kecakapan para pihak merupakan syarat umum

untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang sah.

Setiap perbuatan hukum selalu merupakan akibat hukum. Demikian juga

halnya dengan perbuatan suatu perjanjian sebagai suatu perbuatan akan

30
Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil, http://www.google.com, (diakses
tanggal 16 Maret 2014).

Universitas Sumatera Utara


46

menimbulkan akibat. Akibat mana diatur oleh Hukum Perjanjian. Menurut pasal

1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Secara sah

maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di

dalam Pasal 1338 ayat (2) dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik

kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang

oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan

dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, sesungguhnya kata kredit

sudah berkembang kemana-mana terutama dalam kehidupan sehari-hari

masyarakat secara luas, akan tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah

perkembangannya, dalam setiap kata kredit tetap mengandung unsur

“kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan.

Dari pengertian kredit sebagaimana yang telah disebutkan diatas dapat

dilihat bahwa dalam suatu perjanjian kredit terdapat beberapa unsur, antara lain: 31

1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang

disebut sebagai perjanjian kredit.

2. Adanya para pihak yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan

pinjaman seprti bank dan pihak debitur yang merupakan pihak yang

membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.

3. Adanya unsur kepercayaan dan kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu

membayar/cicilan kreditnya.

4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur.

31
D. Ganda Prawira, Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Internasional,
(Jakarta: BPHN, 1992), hlm .90.

Universitas Sumatera Utara


47

5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada

pihak debitur.

6. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak

debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau

pembagian keuntungan.

7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan

pengembalian kredit oleh debitur.

8. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi.

Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak

terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.

Demikian kiranya pengertian kredit khususnya dalam kaitannya dengan

dunia perbankan. Melihat sifatnya yang demikian, maka pemberian suatu kredit

oleh bank kepada debitur dilakukan dalam suatu perjanjian, yang lazim perjanjian

demikian disebut sebagai perjanjian kredit perbankan.

Sebagai lembaga pemberian kredit, maka kebijaksanaan yang ditempuh

bank sangat erat kaitannya dengan line of business bank tersebut, bentuk dan sifat

kredit yang dapat diberikan, pengaturan rencana kredit, pengorganisasian kredit,

pengaturan tata cara dan prosedur pemberian kredit, pengaturan wewenang

kredit. 32Fasilitas kredit kepada usaha kecil atau mikro, diatur dan dimiliki

ketentuan serta prosedur yang berbeda, yang secara mudah dapat dilihat dari nama

skim fasilitas kredit yang akan diberikan. Oleh karena itu, sekalipun fasilitas kredit

32
Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi kedua, (Jakarta: Bumi Aksara,
1993), hlm. 210.

Universitas Sumatera Utara


48

diperuntukkan kepada usaha kecil dan atau mikro, tetapi prosedur dan tata cara

pemberiannya berbeda antara kebijakan yang satu dengan yang lain.

Kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada

dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau

kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup

yang berupa barang maupun jasa. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama

bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan

kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi,

sebagian besar dana bank berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit

perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank

Indonesia. Sebagaimana telah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan

usaha terutama dengan menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada

bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko

yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga

dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada asas-asas perkreditan yang

sehat guna melindungi dan memelihara kepentingan dan kepercayaan masyarakat.

Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan

berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan

perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah

menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan

melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan

kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31

Maret 1995.

Universitas Sumatera Utara


49

Pada prosedur pemberian kredit diatur melalui dijabarkan oleh Bank

Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tersebut, BMPK

adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap

modal bank. Dari berbagai kajian kredit usaha kecil di Indonesia permasalahan

pertimbangan pemberian kredit usaha kecil yang dihadapi antara lain meliputi:

akses pasar, pembiayaan usaha, rendahnya kemampuan teknik produksi dan

kontrol kualitas, manajemen secara umum, dan lain-lain. Berbagai permasalahan

di atas, pada kenyataannya saling terkait dan berinteraksi satu sama lain.

Pemahaman secara mikro / kondisi internal kredit yang lebih mendalam

diperlukan pihak pembina agar pembinaan tidak hanya terfokus pada satu sisi saja

misalnya upaya penyaluran modal kerja atau modal investasi namun juga harus

diperhitungkan aspek yang lain misalnya: luas dan daya serap pasar untuk produk

kredit, kemampuan manajerial pengusaha, kemudahan memperoleh bahan baku

dan bahan penolong serta substitusinya, desain produk serta kualitasnya dan lain-

lain. Tanpa memperhatikan serta melakukan pembinaan terhadap berbagai faktor

yang saling terkait di atas pengalaman telah membuktikan hanya kegagalan yang

akan terjadi. Pembinaan yang hanya menekankan penyediaan pembiayaan usaha

saja akan menemui kegagalan, termasuk pengalaman kegagalan yang dialami

sektor perbankan kita dalam membina kredit pada masa lalu.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PENJAMINAN KREDIT DALAM KREDIT UKM

A. Hubungan Hukum antara Debitur, Kreditur, dan Penjamin dalam

Pemberian Kredit Usaha Kecil Menengah

Setelah semua persyaratan administrasi terpenuhi dan dari hasil analisis

kredit, kreditur menyetujui permohonan kredit tersebut, maka akan dituangkan

dalam suatu perjanjian kredit bank yang ditandatangani oleh kedua belah pihak,

yaitu pihak debitur.

Penandatanganan perjanjian kredit menimbulkan hak dan kewajiban bagi

kedua belah pihak. Hak dan Kewajiban tersebut antara lain terhadap, yaitu:

a. Hak kredit :

1. Menerima dana / uang dari pengembalian kredit baik berupa angsuran

pokok maupun bunga,

2. Berhak menagih jumlah kredit dengan sekaligus dan seketika apabila :

a) Peminjam tidak memenuhi pembayaran jumlah kredit yang telah

diambil sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian kredit serta

tidak memenuhi perjanjian dan peraturan dalam surat perjanjian

kredit dengan baik,

b) Harta benda peminjam atau sebagian daripadanya ditaruh

exekutorial atau conservatoir beslag, setelah beslag ini disahkan

atau ditaruh beslag lain.

50

Universitas Sumatera Utara


51

b. Kewajiban debitur :

1. Mengadakan hubungan dan koordinasi dengan debitur dalam melakukan

pemantauan apakah kredit tersebut digunakan sesuai dengan tujuan.

2. Mengadakan pengawasan terhadap usaha yang dibiayai melalui perjanjian

kredit.

c. Hak debitur :

1. Berhak memperoleh sejumlah uang (kredit) sesuai dengan permohonan

yang diajukan dan disepakati bersama.

2. Berhak menggunakan uang tersebut sesuai dengan keperluannya.

d. Kewajiban debitur :

1. Mengembalikan pinjaman dalam jumlah yang sama pada waktu yang

telah ditentukan dalam perjanjian kredit

2. Membayar bunga dan denda apabila terlambat mengembalikan kredit.

3. Menyerahkan surat bukti kepemilikan barang agunan kepada bank.

Hubungan hukum antara penjamin dengan Kreditur berkaitan dengan hak

dan kewajiaban antara penjamin dengan Kreditur dan Debitur. Adapun hak-hak

dari penjamin yaitu :

1. Hak menuntut lebih dahulu apabila harta debitur habis dengan adanya hak ini,

si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selainnya

jika si berhutang lalai, sedangkan harta benda si berhutang ini harus lebih

dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya (Pasal 1831 KUH Perdata).

dari ketentuan Pasal 1831 KUH Perdata maka dapat disimpulkan bahwa

tanggung jawab penanggung merupakan "cadangan" dalam halnya harta benda

Universitas Sumatera Utara


52

si debitur tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya, atau dalam hal debitur

itu sama sekali tidak mempunyai harta benda yang dapat disita. Apabila

pendapatan lelang sita atas harta benda si debitur itu tidak mencukupi untuk

melunasi hutangnya, barulah tiba gilirannya untuk menyita harta benda si

penanggung. Jadi, apabila seorang penanggung dituntut untuk membayar

hutangnya debitur (yang ditanggung olehnya), ia berhak untuk menuntut

supaya dilakukan lelang sita lebih dahulu terhadap kekayaan debitur.

Kemudian penanggung tidak dapat menuntut agar harta benda si berhutang

lebih dahulu disita dan dilelang untuk melunasi hutangnya, dalam hal:

2. Apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukannya

lelang sita lebih dahulu atas harta benda si berhutang tersebut;

3. Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berhutang

utama secara tanggung-menanggung dalam hal ini akibat perikatannva diatur

menurut asas-asas yang ditetapkan untuk hutanghutang tanggung-

menanggung;

4. Jika si berhutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai

dirinya sendiri secara pribadi;

5. Jika si berhutang berada dalam keadaan pailit;

6. Dalam halnya penanggungan yang diperintahkan oleh hakim. 33 lalu dikaitkan

dengan perjanjian utang-piutang

Hubungan hukum antara penjamin adalah adanya hubungan dengan hak

dan kewajiban yang erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran debitur

33
R. Tjiptoadinogroho, Perbankan Masalah Perkreditan (Penghayatan Analisis dan
Penuntut), (Jakarta: Pradnya Paramita, 1990) hlm .34.

Universitas Sumatera Utara


53

kepada kreditur. untuk itu, pihak penjamin menuntut kepada debitur supaya

membayar apa yang telah dilakukan oleh penjamin kepada kreditur. Disamping itu

penjamin berhak menuntut :

a. Pokok dan Bunga.

b. Penggantian biaya, kerugian, dan bunga.

B. Bentuk Penjaminan Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah adanya

Penaggung dan Tertanggung

Asuransi merupakan suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian

kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti atau subtitusi kerugian-kerugian

yang besar yang belum pasti. 34

Asuransi secara umum merupakan perjanjian antara penanggung

(perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi), dengan menerima

premi dari tertanggung (peserta), penanggung (perusahaan) berjanji akan

membayar sejumlah pertanggungan ketika tertanggung mengalami kerugian,

kerusakan dan kehilangan akan barang dan lainnya, dengan tertanggung

membayar premi sebanyak yang ditentukan penanggung setiap bulannya.

Keberadaan asuransi di tengah-tengah masyarakat sangatlah dibutuhkan, melihat

perkembangan hidup pada masyarakat yang sangat kompleks, khususnya dalam

perekonomian yang sangat urgen dalam mengarungi kehidupan dalam rangka

pensejahteraan umat. 35

34
Freddy Harris, Nasabah dalam Asuransi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hlm
.21.
35
Adrian Hasymi. Pengantar Asuransi, (Jakarta: Rajawali, 1993), hlm. 21.

Universitas Sumatera Utara


54

Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa, pada satu sisi menjual jasa

kepada pelanggan, sedangkan pada sisi lain, perusahaan asuransi adalah sebagai

investor dari tabungan masyarakat kepada investasi yang produktif. Secara umum

memang dapat disebutkan bahwa asuransi dan lembaga asuransi itu merupakan

lembaga ekonomi yaitu suatu lembaga peralihan risiko. Risiko diartikan pula

sebagai kerugian yang tidak pasti (uncertainty of financial loss) didalamnya

terdapat dua unsur yaitu : ketidakpastian dan kerugian. Karena besarnya risiko ini

dapat diukur dengan nilai barang yang mengalami peristiwa diluar kesalahan

pemiliknya, maka risiko dapat dialihkan kepada perusahaan asuransi kerugian

dalam bentuk pembayaran klaim asuransi. Pengalihan risiko ini diimbangi dalam

bentuk pembayaran premi kepada perusahaan asuransi kerugian (penanggung)

setiap bulan atau tahun, tergantung pada perjanjian yang tertuang dalam polis.

Manfaat peralihan risiko inilah yang diperoleh konsumen (tertanggung).

Perusahaan asuransi memiliki spesialisasi dalam hal penjaminan kredit (spesial

guarantee) sehingga kalau sampai jatuh ke tangan swasta baik lokal maupun asing

diperkirakan akan berdampak terhadap perekonomian terutama Usaha kecil.

Dalam membicarakan dasar hukum pemberian asuransi kredit maka tidak

terlepas dari dasar hukum mengenai asuransi itu sendiri. Bidang hukum yang

pokok yang menjadi dasar hukum asuransi adalah KUHPerdata khususnya buku

III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian asuransi tidak dapat

melepaskan diri dari aspek hukum perikatan/perjanjian, yaitu adanya dua pihak

yang saling mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit.

Pengaturan hukum terhadap asuransi dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal

Universitas Sumatera Utara


55

1774 mengenai perjanjian untung-untungan, yang salah satunya adalah perjanjian

pertanggungan. Pasal ini mengatur bahwa mengenai perjanjian pertanggungan

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 36

Dalam KUHD asuransi diatur dalam pasal 246 hingga pasal 308. Pasal 246-

286 berisi tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya. Menurut pasal

246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung

mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan

kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat

keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu

peristiwa yang tidak pasti. Pasal 287-308 berisi tentang asuransi atau

pertanggungan terhadap bahaya-bahaya kebakaran, terhadap bahaya-bahaya yang

mengancam hasil pertanian yang belum dipanen, dan tentang pertanggungan

jiwa. 37 Adapun pasal-pasal mengenai asuransi atau pertanggungan pada umumnya

berlaku pula pada asuransi kredit.

Selain itu, pengaturan mengenai asuransi terdapat pula diluar KUHPerdata

dan KUHD, antara lain UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan

peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan


31
Usaha Perasuransian. Pasal (1) angka 1 UU No. 2 Tahun 1992 menyatakan

bahwa Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,

dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan

menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung

36
R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004),
hlm .455.
37
KUHD Buku I, http://www.djpp.depkumham.go.id/inc/buka.php? (diakses pada tanggal
30 Maret 2014)

Universitas Sumatera Utara


56

karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau

tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita

tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti. 38 Sementara pasal

1 angka 1 PP No. 73 Tahun 1992 menyatakan bahwa Perusahaan Asuransi adalah

Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa, 39Adapun

pengaturan mengenai asuransi kredit secara lebih eksplisit terdapat dalam

Peraturan Menteri Keuangan RI No. 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship. Pasal 1 angka (2)

PMK tersebut menyatakan bahwa asuransi kredit adalah lini usaha asuransi umum

yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit

apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan

perjanjian kredit. 40

Asuransi kredit (credit insurance) pada mulanya lebih dikenal dalam

lingkungan asuransi jiwa dalam bentuk perlindungan kepada kreditur terhadap

risiko macetnya pelunasan sisa pinjaman akibat meninggalnya debitur. Asuransi

ini dikenal pula dengan istilah credit life insurance (asuransi jiwa kredit) dan

berdasarkan UU No. 2 tahun 1992, jenis bisnis asuransi yang terkait dengan hidup

meninggalnya seseorang harus ditangani oleh perusahaan asuransi jiwa dan bukan

oleh asuransi kerugian (general insurer). Asuransi kredit berkaitan erat dengan

penjaminan kredit (credit guarantee).

38
Dasar Asuransi, http://www.bataviapakuan.com/page/30529/dasar-asuransi.html,
(diakses pada tanggal 30 Maret 2014)
39
UU 02/1992, http://www.kejati-jakarta.go.id/useruploads/uu/1300758510.pdf, (diakses
pada tanggal 18 Maret 2014)
40
PP 73/1992, http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1992/73tahun1992PP.htm, (diakses
pada tanggal 21 Maret 2014)

Universitas Sumatera Utara


57

Istilah penjaminan (guarantee) harus dibedakan dengan asuransi (insurance)

karena karakteristik bisnis diantara keduanya berbeda. Pada asuransi hanya ada 2

(dua) pihak yang terlibat yaitu penanggung dan tertanggung, sedangkan dalam

penjaminan terdapat 3 (tiga) pihak yaitu obligee, principal, dan bank atau surety

company. Perbedaan yang lain antara asuransi dan penjaminan adalah bahwa

dalam asuransi, risiko yang dihadapi adalah berupa accidental risk dan lebih

bersifat pada risiko-risiko natural seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-

lain, sedangkan dalam penjaminan, risiko yang dihadapi lebih banyak bersifat

moral risk misalnya ketidakmampuan membayar cicilan pinjaman dari debitur

kepada kreditur (kredit macet). Dengan demikian, tujuan utama dari asuransi

adalah memberikan ganti rugi kepada tertanggung apabila terjadi musibah dari

luar, sedangkan tujuan dari penjaminan adalah untuk memenuhi kebutuhan

bonafiditas penerima pinjaman.

Penjaminan kredit sebagai salah satu produk financial guarantee, adalah

jenis jaminan yang dikeluarkan oleh lembaga penjamin, baik bank atau asuransi,

untuk kepentingan obligee apabila principal melakukan wanprestasi. Biasanya

jika memakai jasa bank, pihak principal harus menyediakan collateral atau

jaminan, baik berupa barang bergerak atau tidak bergerak. Sementara jika ingin

menggunakan jasa asuransi, pihak principal biasanya tidak perlu menyediakan

collateral namun cukup menandatangani perjanjian ganti rugi kepada surety

company (general agreement of indemnity to surety). Bentuk inilah yang lebih

dikenal sebagai suretyship.

Universitas Sumatera Utara


58

Jadi antara bank guarantee dan surety bond hampir sama. Keduanya

bertujuan untuk memberikan jaminan terhadap pekerjaan principal kepada

obligee. Biasanya dalam bank guarantee, pencairan jaminan dapat dilakukan atas

permintaan obligee tanpa harus menunggu pembuktian kegagalan pada pihak

principal. Sementara dalam surety bond, klaim hanya dapat dicairkan apabila

terbukti bahwa principal telah melakukan kegagalan atau wanprestasi.

Asuransi Penjaminan Kredit (Credit Guarantee Insurance) pada dasarnya

adalah bentuk gabungan dari asuransi kredit dan penjaminan kredit dimana jenis

asuransi ini mengcover ketidak mampuan debitur dalam melunasi sisa pinjaman

kepada kreditur sebagai akibat dari risiko-risiko : (1) meninggal dunia; (2)

wanprestasi. Mekanisme asuransi berjalan pada saat terjadi meninggalnya debitur,

sedangkan penjaminan akan berperan pada saat terjadi klaim non meninggal

dunia. 41

C. Lembaga Penjamin Kredit di Indonesia

Dalam rangka menanggulangi krisis, pemerintah pernah mengeluarkan

ketentuan yang mengatur pemberian jaminan dalam rangka mendorong sektor riil.

Ketentuan tersebut berupa Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur

Bank Indonesia tentang Program Penjaminan Eskpor Dalam Rangka Penggerakan

sektor riil. Program ini ditujukan untuk menggerakkan sektor ekspor,

memberdayakan eksportir dalam melancarkan kegiatan usahanya dalam rangka

41
Antara Asuransi Kredit dan Penjamin, http://metablog-dj.blogspot.com/2010/02/ (diakses
tanggal 21 Maret 2014)

Universitas Sumatera Utara


59

mempercepat pemulihan kegiatan sektor riil dan meningkatkan tingkat

kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional. 42

Sedangkan objek yang dijamin adalah kredit modal kerja dalam rangka

ekspor, L/C impor barang yang penggunaannya untuk keperluan ekspor. Program

penjamin pemerintah ini tetap mewajibkan bank melakukan analisa keyakinan

bank terhadap nasabah yang akan ikut fasilitas penjaminan yang antara lain

meliputi analisa persyaratan proyek dan analisa persyaratan eksportir. Dengan

kewajiban ini maka bank-bank tetap mempraktekkan prudential banking meski

sudah dijamin oleh pemerintah.

Program ini dihentikan oleh pemerintah pada 20 Mei 2002 dengan

pertimbangan sudah semakin membaiknya perekonomian nasional. Secara lebih

permanen, fungsi penjaminan ini dilakukan oleh PT Asuransi Kredit Indonesia

(Askrindo). yang menawarkan skim asuransi dan penjaminan. Lembaga ini dapat

dijadikan sebagai alternatif pilihan dalam meningkatkan usaha kecil. Hanya saja

saat ini Askrindo sedang menyelesaikan problem kepemilikan saham Bank

Indonesia dan pemerintah di Askrindo. Problem ini harus segera diselesaikan,

sebab dikhawatirkan mempengaruhi kinerja perseroan. Masalah kepemilikan

saham Askrindo itu sendiri mucul akibat Letter of Intent (LoI) yang memaksa BI

harus melepaskan 55% kepemilikan saham mereka. Namun ternyata pemerintah

tidak memiliki uang untuk membeli saham tersebut sehingga Askrindo

dikhawatirkan jatuh ke tangan swasta. Apabila Askrindo dijual kepada pihak

swasta nasional maupun asing pemerintah harus hati-hati sebab Askrindo bukan

42
Pasal 1 Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia, No.
Kep.-046/KM.17/1999.

Universitas Sumatera Utara


60

perusahaan asuransi umum biasa. Perusahaan ini memiliki spesialisasi dalam hal

penjaminan kredit (spesial guarantee) sehingga kalau sampai jatuh ke tangan

swasta baik lokal maupun asing diperkirakan akan berdampak terhadap

perekonomian terutama UKM. 43

Asuransi kredit tetap akan lebih baik kalau dikelola oleh sebuah Badan

Usaha Milik Negara (BUMN). Karena kalau sampai swasta yang menangani

dikuatirkan mereka akan lebih mengedepankan aspek komersial semata. Apalagi

hingga saat ini hampir semua bisnis penjaminan kredit bagi UKM masih dipegang

oleh Askrindo. 44 Kepemilikan oleh pemerintah juga akan meningkatkan

kepercayaan bank sehingga proses penyaluran kredit kepada usaha kecil berjalan

lancar.

43
Investor Indonesia, Jum’at 7 Februari 2003, hlm l4
44
Ibid

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

KEDUDUKAN LEMBAGA PENJAMINAN KREDIT DAERAH DALAM

PEMBERIAN KREDIT KEPADA UKM

A. Tujuan dan Fungsi Lembaga Penjamin Kredit Daerah

Memfasilitasi akses kredit UKM yang dinilai “Feasible” (memiliki

prospek usaha yang baik sesuai penilaian bank) tetapi tidak “Bankable”

(menghadapi masalah agunan yang tidak memenuhi persyaratan) Prinsip

Penjaminan Kredit 45

1. Pelengkap dari suatu sistem perbankan

2. Penjaminan hanya dilakukan apabila usaha dinilai layak

3. Penjaminan kredit merupakan pelengkap atau pengganti agunan

Manfaat Penjaminan Kredit

1. Bagi UKM dan Pemerintah;

Memberikan kemudahan akses kredit kepada UKM Meningkatkan

produktifitas UKM, sehingga lebih banyak menyerap tenaga kerja dan pada

akhirnya berdampak positif pada stabilitas ekonomi, peningkatan pendapatan dan

tabungan pemerintah melalui pajak. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

optimalisasi pemanfaatan dana APBD.

2. Bagi Bank;

Peluang meningkatkan keuntungan sekaligus menurunkan resiko (bobot

resiko kredit yang dijamin LPKD) Meningkatkan kapasitas pemberian kredit serta

45
I Ketut Indra Satya Dhlmrma Putra, (Direktur PT. Jamkrida Bali Mandara), (diakses
tanggal 19 Maret 2014)

61

Universitas Sumatera Utara


62

keuntungan yang diperoleh tanpa harus menambah modal. Menjamin bank

mendapatkan pelunasan lebih cepat dibandingkan jika harus melikuidasi agunan.

3. Bagi Lembaga Penjamin;

Peran agent of development dapat dilaksanakan dengan baik. Resiko

kerugian ditanggung bersama dengan Pemerintah Daerah. Mendukung

pelaksanaan pengembangan UKM di daerah

B. Kedudukan Lembaga Penjamin Kredit Daerah dalam Pemberian Kredit

Kepada UKM

Masalah penjaminan pinjaman sesungguhnya merupakan bentuk kegiatan

yang termasuk dalam lingkup hukum privat atau perdata. Artinya kegiatan

penjaminan ini akan mengikuti prinsip-prinsip yang diatur menurut hukum privat

atau perdata yang berlaku. Idealnya mengikuti lingkup hukumnya, maka kegiatan

penjaminan pinjaman tersebut dilakukan oleh subjek hukum privat dengan subjek

hukum privat lainnya. 46

Namun demikian dengan perkembangan ruang lingkup kerja dari Badan

Hukum Publik, diantaranya Pemerintah Daerah, maka kerap kali Pemerintah

Daerah juga bertindak atau melakukan perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam

lingkup kegiatan hukum privat atau perdata. Terhadap hal yang demikian ini,

sebagian ahli hukum berpandangan bahwa posisi Pemerintah Daerah pada

kegiatan tersebut tidak bertindak sebagai penguasa, tetapi bertindak seperti halnya

subjek hukum privat lainnya. Namun demikian, apakah dengan posisi yang

46
Kuncoro, Mudrajat dan Abimanyu, Anggito (1995) “Struktur dan Kinerja Industri
Indonesia dalam Era Deregulasi dan Globalisasi”, Kelola, No. 10/IV.

Universitas Sumatera Utara


63

demikian tersebut, serta merta mengakibatkan hukum privat atau perdata akan

mengatur secara penuh tindakan atau perbuatan keperdataan yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah tersebut?

Terhadap pertanyaan tersebut di atas, jawabnya tentu tidak sepenuhnya

tindakan atau perbuatan Pemerintah Daerah tersebut dapat diatur atau tunduk pada

hukum privat atau perdata, karakteristik dari Badan Hukum Publik tersebut

mensyaratkan bahwa apabila tindakan atau perbuatan keperdataan yang dilakukan

oleh Badan Hukum Publik tersebut belum diatur oleh hukum publik, Pemerintah

Daerah dapat tunduk pada hukum privat atau perdata, tetapi apabila telah ada

hukum publik yang mengaturnya terutama berkaitan dengan syarat dan prosedur,

maka dalam tindakan atau perbuatan keperdataan tersebut, Pemerintah Daerah

wajib tunduk pada aturan hukum publik tersebut.

Mengikuti bentuknya sebagai bentuk tindakan atau perbuatan keperdataan,

maka kegiatan penjaminan sesungguhnya lahir berdasarkan adanya perjanjian

terlebih dahulu. Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa syarat sahnya

perjanjian yaitu “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk

membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal”. Apabila

syarat-syarat tersebut diatas terpenuhi dalam suatu perjanjian maka perjanjian

tersebut akan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya

(Pasal 1338 KUHPerdata). Pengaturan tentang syarat sahnya perjanjian maka

perjanjian yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah tersebut tentu juga harus

mengikuti ketentuan yang disyaratkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata tersebut.

Kalaupun ada penambahan syarat dan prosedur tertentu (didasarkan atas

Universitas Sumatera Utara


64

karakteristik dari Pemerintah Daerah sebagai bahan hukum publik) hal tersebut

tetap dimungkinkan untuk dilakukan. 47

Namun demikian, bagaimana halnya dengan perjanjian penjaminan

pinjaman pihak ketiga (dalam hal ini UKM) yang dilakukan oleh Pemerintah

Daerah? Apakah secara hukum dimungkinkan dilakukan? Apakah apabila

Pemerintah Daerah, pemberi pinjaman (kredit) dan UKM sepakat untuk

mengadakan perjanjian tersebut, maka perjanjian tersebut dimungkinkan untuk

berlaku secara sah sebagai undang-undang bagi para pihak tersebut? Secara

keperdataan jawabnya dimungkinkan untuk dilakukan. Namun demikian

dikarenakan adanya pengaturan (hukum publik) yang memberikan larangan

terhadap perbuatan atau tindakan penjaminan pinjaman pada Pemerintah Daerah

tersebut, yaitu ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun

2005 tentang Pinjaman Daerah, yang menyatakan bahwa “Pemerintah Daerah

dilarang memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain”, maka konsekuensi

hukumnya Pemerintah Daerah tidak dimungkinkan untuk melakukan perjanjian

penjaminan pinjaman pihak ketiga. Termasuk dalam hal ini apabila Pemerintah

Daerah mendirikan suatu Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang

secara struktural dan permodalan berada di bawah Pemerintah Daerah, maka

pendirian dan aktivitas lembaga tersebut secara hukum telah bertentangan dengan

ketentuan yang secara tegas diatur menurut Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 54 Tahun 2005.

47
Kuncoro, Mudrajat “Otonomi Daerah dalam Transisi”, pada Seminar Nasional
Manajemen Keuangan Daerah dalam Era Global, (12 April, Yogyakarta. 1997)

Universitas Sumatera Utara


65

Mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tersebut diketahui

bahwa tindakan yang dilakukan yaitu meliputi:

a. Menata kembali sistem penjaminan kredit bagi UKM;

b. Memperkuat modal dan perluasan jangkauan pelayanan Perum Sarana

Pengembangan Usaha (SPU) dan PT. Asuransi Kredit Indonesia

(Askrindo).

Kedua tindakan di atas, berdasarkan instruksi tersebut dibebankan menjadi

tanggung jawab dari Menteri Keuangan untuk tindakan pertama, dan Menteri

Keuangan, Menteri Negara BUMN, dan berkoordinasi dengan Gubernur Bank

Indonesia untuk tindak kedua. Atas dasar tersebut, maka secara tegas dapat

dinyatakan bahwa kehendak untuk peningkatan peran Lembaga Penjaminan

Kredit bagi UKM tersebut disadari oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono

merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat untuk melakukannya. Dalam

posisi yang demikian ini penulis menilai bahwa Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono menyadari bahwa Pemerintah Daerah tidak dimungkinkan untuk

melakukan penjaminan kredit bagi UKM, karena memang secara hukum

berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun

2005, Pemerintah Daerah dilarang memberikan jaminan tersebut. Oleh karenanya

beban tanggung jawab untuk melakukan peningkatan peran Lembaga Penjaminan

Kredit bagi UKM tersebut tidak dibebankan kepada Pemerintah Daerah

(Gubernur, Bupati, atau Walikota) tetapi dibebankan pada Menteri Keuangan,

Menteri Negara BUMN, dan berkoordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia.

Atas dasar tersebut di atas, maka secara hukum diketahui bahwa Instruksi

Universitas Sumatera Utara


66

Presiden Nomor 6 Tahun 2007 menurut pandangan penulis tidak bertentangan

dengan apa yang telah diatur secara tegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54

Tahun 2005. Pendirian beberapa Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD)

oleh beberapa Pemerintah Daerah yang disertai dengan penyertaan modal pada

lembaga tersebut, menurut pandangan penulis telah jelas-jelas bertentangan

dengan apa yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005.

Oleh karenanya upaya hukum pembatalan terhadap lembaga tersebut

dimungkinkan untuk dilakukan sebagai upaya penegakan hukum terhadap

tindakan atau perbuatan Pemerintah Daerah yang keliru.

Lebih jauh apabila mengacu pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, diketahui bahwa

keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,

efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan

memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Oleh

karenanya tindakan penjaminan pinjaman yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah

(yang dalam hal ini termasuk dalam lingkup kegiatan pengelolaan keuangan

daerah) harus berlandaskan pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 2005 tersebut. Sehingga sepanjang larangan bagi Pemerintah

Daerah untuk memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain tersebut belum

dicabut, maka upaya pelanggaran terhadap ketentuan larangan tersebut merupakan

bentuk tidak taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Oleh karenanya tepat kirannya apabila Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007

Universitas Sumatera Utara


67

tersebut tidak membebankan adanya peningkatan peran Lembaga Penjaminan

Kredit bagi UKM tersebut kepada Pemerintah Daerah.

Apabila Pemerintah Daerah secara hukum tidak dimungkinkan untuk

mendirikan atau terlibat dalam penyertaan modal dalam pendirian Lembaga

Penjaminan Kredit Daerah (LPKD), pertanyaan yang muncul adalah bagaimana

peluang pembentukan lembaga tersebut.

Pemerintah Daerah dalam hal ini, tidak dalam posisi untuk ikut serta

sebagai Lembaga Penjaminan Kredit Daerah, tetapi sebagai tindakan yang dapat

dilakukan lainnya yaitu misalnya dengan membantu mempermudah dan

mempercepat upaya peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat penjaminan

kredit bagi UKM. Hal yang demikian ini dimungkinkan untuk dilakukan oleh

Pemerintah Daerah sebagai upaya membantu tanggung jawab yang dibebankan

oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Dalam Negeri, dan Kepala

Badan Pertanahan Nasional.

Dalam KUHPerdata pada BAB XVII bagian kedua, dimana tanggung

jawab (borg) pada dasarnya bersifat Isubsidair, yang pokok adalah kewajiban

debitur utama terhadap kreditur. Hal ini sesuai Pasal 1931 KUHPerdata yang

menyatakan si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang,

selain jika si berutang lalai. Sedangkan benda-benda si berutang ini harus dahulu

disita dan dijual untuk melunasi hutangnya.

Pada prinsipnya dalam Pasal 1931 KUHPerdata, si pembuat Undang-

Undang ada memberikan hak utama kepada Borg, yaitu pada saat ia digugat di

Pengadilan dapat memenuhi kewajiban debitur utama yang telah wanprestasi. Bila

Universitas Sumatera Utara


68

hal ini terjadi maka dapat ditangkis dengan mengemukakan bantahan agar harta

kekayaan debitur utama diekesekusi dahulu untuk diambil pelunasan, tangkisan

ini disebut juga tangkisan dilatoir.

Masalah penjaminan pinjaman sesungguhnya merupakan bentuk kegiatan

yang termasuk dalam lingkup hukum privat atau perdata. Artinya kegiatan

penjaminan ini akan mengikuti prinsip-prinsip yang diatur menurut hukum privat

atau perdata yang berlaku. Idealnya mengikuti lingkup hukumnya, maka kegiatan

penjaminan pinjaman tersebut dilakukan oleh subjek hukum privat dengan subjek

hukum privat lainnya. Namun demikian dengan perkembangan ruang lingkup

kerja dari Badan Hukum Publik, diantaranya Pemerintah Daerah, maka kerap kali

Pemerintah Daerah juga bertindak atau melakukan perbuatan-perbuatan yang

termasuk dalam lingkup kegiatan hukum privat atau perdata. Terhadap hal yang

demikian ini, sebagian ahli hukum berpandangan bahwa posisi Pemerintah Daerah

pada kegiatan tersebut tidak bertindak sebagai Penguasa, tetapi bertindak seperti

halnya subjek hukum privat lainnya.

Bentuknya sebagai bentuk tindakan atau perbuatan keperdataan, maka

kegiatan penjaminan sesungguhnya lahir berdasarkan adanya perjanjian terlebih

dahulu. Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa syarat sahnya perjanjian

yaitu “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat

suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal”. Apabila syarat-

syarat tersebut diatas terpenuhi dalam suatu perjanjian maka perjanjian tersebut

akan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338

KUHPerdata).

Universitas Sumatera Utara


69

Namun demikian dikarenakan adanya pengaturan (hukum publik) yang

memberikan larangan terhadap perbuatan atau tindakan penjaminan pinjaman

pada Pemerintah Daerah tersebut, yaitu ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, yang menyatakan

bahwa “Pemerintah Daerah dilarang memberikan jaminan atas pinjaman pihak

lain”, maka konsekuensi hukumnya Pemerintah Daerah tidak dimungkinkan untuk

melakukan perjanjian penjaminan pinjaman pihak ketiga. Termasuk dalam hal ini

apabila Pemerintah Daerah mendirikan suatu Lembaga Penjaminan Kredit Daerah

(LPKD) yang secara struktural dan permodalan berada di bawah Pemerintah

Daerah, maka pendirian dan aktivitas lembaga tersebut secara hukum telah

bertentangan dengan ketentuan yang secara tegas diatur menurut Pasal 4 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005..

Pemerintah Daerah dalam hal ini, tidak dalam posisi untuk ikut serta

sebagai Lembaga Penjaminan Kredit Daerah, tetapi sebagai tindakan yang dapat

dilakukan lainnya yaitu misalnya dengan membantu mempermudah dan

mempercepat upaya peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat penjaminan

kredit bagi UKM. Hal yang demikian ini dimungkinkan untuk dilakukan oleh

Pemerintah Daerah sebagai upaya membantu tanggung jawab yang dibebankan

oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Dalam Negeri, dan Kepala

Badan Pertanahan Nasional.

Universitas Sumatera Utara


70

C. Tanggung Jawab Lembaga Penjamin Kredit Daerah dalam Pemberian

Kredit Terhadap Usaha Kecil Menengah (UKM)

Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tidak

disebutkan secara tegas mengenai kewajiban atau keharusan tersedianya jaminan

atas kredit yang dimohonkan oleh calon debitur, seperti yang diatur oleh Undang-

Undang Perbankan sebalumnya yaitu Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan. Dalam Pasal Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 disebutkan dalam

memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan

dan beranggapan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang

diperjanjikan.

Jaminan penanggung utang adalah jaminan yang bersifat perorangan yang

menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu. Jaminan yang bersifat

perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu terhadap harta

kekayaan debitur seumumnya.

Jaminan yang bersifat perorangan ini mempunyai asas kesamaan Pasal

1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata artinya tidak membedakan piutang mana yang

lebih dahulu terjadi dan piutang yang terjadi kemudian, keduanya mempunyai

kedudukan yang sama terhadap harta kekayaan penjamin dan tidak mengindahkan

urutan terjadinya.

Jaminan perorangan adalah jaminan berupa persyaratan kesanggupan yang

diberikan oleh seorang pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-

kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur yang bersangkutan

cidera janji (wanprestasi). Jaminan semacam ini pada dasarnya adalah

Universitas Sumatera Utara


71

penanggung utang yang diatur dalam KUHPerdata Buku III Bab XVII Pasal 1820

sampai 1850.

Perjanjian penanggungan bentuknya bebas, karena itu penanggungan dapat

dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta dibawah tangan dan juga dapat

diadakan dalam bentuk sehelai surat atau surat pernyataan lisan. 48

Subjek jaminan perorangan adalah pihak-pihak yang terlibat dalam

perbuatan perjanjian penjamin yaitu kreditur dan penjamin. Kreditur adalah pihak

yang berpiutang atau pihak yang memberikan pinjaman kepada debitur. Penjamin

adalah pihak ketiga yang berarti bukan debitur, bisa orang perorangan atau

korporasi yang berbadan hukum yang mengadakan perjanjian dengan kreditur

untuk menjamin pelunasan hutang debitur kepada kreditur jika debitur

wanprestasi.

Selain beberapa orang menjadi penjamin untuk satu debitur yang sama dan

untuk hutang yang sama, ada kemungkinan juga seorang penjamin mengikatkan

diri bersama-sama debiturnya dalam suatu perjanjian, sehingga terjadi jamin

menjamin. Ini dikarenakan penjamin Solider (Solidaire Borg atau Hoofdelijke

Borg). Dalam kondisi seperti ini akan memperkuat kedudukan kreditur karena

kreditur dapat menuntut kepada penjamin dan debitur masih bertanggung jawab

untuk seluruh hutang.

Ada beberapa penjamin yang telah mengikatkan diri sebagai penjamin

untuk satu orang debitur dan untuk utang yang sama. Adanya beberapa penjamin

yang menjamin satu orang debitur dan untuk hutang yang sama memang telah

48
H.F.A. Volmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, (Jakarta: Rajawali,2002), hlm .445.

Universitas Sumatera Utara


72

diantisipasi pembuat undang-undang yang diatur dalam Pasal 1836 KUHPerdata.

Dari pasal ini ditegaskan bahwa masing-masing penjamin bertanggung jawab

untuk menjamin seluruh hutang artinya tidak dibolehkan seorang penjamin hanya

menjamin sebagian dari jumlah hutangnya, kecuali para penjamin telah

menggunakan hak istimewanya yaitu meminta pemecahan hutangnya.

Penjamin yang mengikatkan diri kepada debitur dapat dilakukan dengan

sepengetahuan debitur atau diluar pengetahuan debitur. Seorang penjamin yang

telah mengikatkan diri sebagai penjamin membawa akibat hukum yang bagi

penjamin untuk melunasi hutang debitur (si berutang utama) manakala debitur

cidera janji. Namun kewajiban penjamin untuk melunasi hutang debitur tersebut

baru dilakukan setelah kreditur mengeksekusi harta kekayaan milik debitur yang

hasilnya tidak mencukupi untuk dilunasi hutangnya. Selama kreditur belum

melakukan esksekusi atau penjualan harta kekayaan debitur, penjamin tidak

memiliki kewajiban membayar hutang debitur yang dijaminnya.

Bisa dikatakan bahwa tanggung jawab penjamin hanyalah sebagai

cadangan atau subside dalam hal penjualan harta kekayaan debitur dapat dijual.

Hal ini sesuai Pasal 1831 KUHPerdata yang menegaskan bahwa si penjamin

tidaklah diwajibkan membayar kepada kreditur, selainnya jika si debitur lalai,

sedangkan harta benda si debitur ini harus lebih dahulu di sita dan dijual untuk

melunasi hutangnya.

Namun Pasal 1832 KUHPerdata memberikan pengecualian terhadap

ketentuan Pasal 1831 KUHPerdata sehingga memberikan peluang kepada kreditur

untuk dapat menuntut langsung kepada seorang penjamin untuk melunasi hutang

Universitas Sumatera Utara


73

seluruhnya tanpa harus menjual harta benda debitur terlebih dahulu, dalam hal

penjamin terlalu melepaskan hak keistimewaan untuk menuntut dilakukan lelang

sita dahulu atas harta benda debitur.

Penjamin membayar hutang debitur, penjamin dapat meminta kepada

kreditur untuk menyita dan melelang harta kekayaan debitur terlebih dahulu, baru

kemudian harta kekayaan penjamin jika hasil lelang harat sabitur tidak cukup

untuk melunasi hutangnya. Permintaan penjamin harus disampaikan pertama kali

saat jawaban atas gugatan kreditur dipengadilan.

Hak istimewa penjamin untuk meminta supaya harta kekayaan debitur

disita/dilelang terlebih dahulu, menjadi hapus manakala penjamin dengan tegas

melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan dalam perjanjian/akta borgtocht.

Penjamin yang meminta kepada kreditur agar menyita dan melelang harta

kekayaan debitur terlebih dahulu mempunyai kewajiban menunjukkan harta

kekayaan debitur dan wajib menyediakan biaya sita dan lelang.

Penjamin juga menjamin dan bertanggung jawab bahwa barang-barang

tersebut adalah benar-benar hak miliknya, bebas dari sitaan oleh pihak manapun

dan dalam bentuk apapun serta tidak dijaminkannya secara bagaimanapun kepada

pihak lain dan penerima kredit menjamin bahwa bank tidak akan mendapat

tuntutan atau gugatan apapun dari pihak lain yang menyatakan mempunyai atas

bang-barang tersebut baik sebagai pemilik atau sebagai pemegang jaminan.

Universitas Sumatera Utara


74

Penjamin juga menjamin tidak akan melakukan perbuatan hukum apapun

juga tanpa seizin debitur yang dapat mengakibatkan beralihnya pemiliknya atas

seluruh atau sebagian harta kekayaan penjamin selama penjamin masih terkait

sebagai penannggung hutang (borg).

Universitas Sumatera Utara


75

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan antara lain

sebagai berikut

1. Pemberian suatu kredit pada UKM adalah adanya kredit UKM akan

meningkatkan laju perekonomian, sehingga pada akhirnya akan

meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hal itu dikarenakan

dengan kredit UKM maka akan memberikan tambahan modal dan

investasi sehingga mendorong tumbuhnya usaha manufaktur dan sektor

riil, dengan meningkatnya sektor riil maka pendapatan nasional akan

meningkat, dengan pendapatan per kapita yang meningkat maka secara

otomatis akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat karena

pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator tingkat kemakmuran

suatu negara.

2. Hubungan hukum antara penjamin adalah adanya hubungan dengan hak

dan kewajiban yang erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran

debitur kepada kreditur. untuk itu, pihak penjamin menuntut kepada

debitur supaya membayar apa yang telah dilakukan oleh penjamin kepada

kreditur.

Universitas Sumatera Utara


76

3. Kedudukan lembaga penjaminan kredit daerah dalam pemberian kredit

kepada UKM adalah Lembaga Penjaminan Kredit merupakan Badan

Usaha berbentuk Perseroan Terbatas Milik Daerah.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan antara

lain:

1. Disarankan dalam hal pelaksanaan pemberian kredit kepada UKM hendaknya

pihak penjamin memberikan rekomensi kepada pihak kreditur dengan

kemudahan persyaratan dalam memperoleh kredit UKM

2. Kredit usaha kecil diperuntukkan bagi pengusaha kecil atau pengusaha lemah

yang umumnya jarak berhubungan pada pihak bank karena tidak mampu

memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh pihak bank.

3. Diharapkan dengan adanya Penjaminan Kredit oleh Pemerintah pemerintah

daerah bisa mengembangkan potensi UKM dimasa yang akan datang

Universitas Sumatera Utara


77

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adrian Hasymi. Pengantar Asuransi, Jakarta: Rajawali, 1993.

Bambang Sunggono, “Metodologi Penelitian Hukum”, Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2013.

Dhlmniswara K.hlmrjono, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta: Pusat


Pengembangan Hukum Dan Bisnis Indonesia, 2009.

D. Ganda Prawira, Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan


Internasional, Jakarta: BPHN, 1992

Freddy Harris, Nasabah dalam Asuransi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada


Media Group, 2005.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Revisi, Jakarta:


Kencana Prenada Media Group, 2008.

Hay, Marhainis Abdul, Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta: Pradnya


Paramita, 1999.

H.F.A. Volmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid III, Jakarta: Rajawali, 2002

HMA Savelberg, Dasar Perkreditan Perbankan, Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama,1991.

JA Levy, Masalah Perkreditan, Jakarta : Pradnya Paramita, 1999.

Kuncoro, Mudrajat dan Abimanyu, Anggito (1995) “Struktur dan Kinerja Industri
Indonesia dalam Era Deregulasi dan Globalisasi”, KELOLA, No. 10/IV.

Kuncoro, Mudrajat “Otonomi Daerah dalam Transisi”, pada Seminar Nasional


Manajemen Keuangan Daerah dalam Era Global, 12 April, Yogyakarta.
1997

Lexi J. Moloeng, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2001.

Miles and Hubberman, “Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber tentang Metode-
metode Baru”, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992.

Universitas Sumatera Utara


78

Mariam Darus,B. Zaman, KUHPerdata Buku II Hukum Perikatan dengan


Penjelasannya, Bandung: Alumni, 1999.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung : Alumni, 1994.

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Komtemporer, Bandung: Citra Aditya Bakti,


1996.

Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan


Penjelasannya, Bandung: Alumni, 1997

Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi kedua, Jakarta: Bumi


Aksara, 1993.

R. Tjiptoadinogroho, Perbankan Masalah Perkreditan (Penghayatan Analisis dan


Penuntut), Jakarta: Pradnya Paramita, 1990.

R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita,


2004.

Ronny Hammitijo Soemitro, “Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetrii,


Jakarta: Ghlmlia Indonesia, 1990.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Internusa, 1999.

Rivai Hadiwidjadja dan Wirasasmita, Analis Kredit, Bandung: Pionir Jaya,1997

Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, Jakarta: UI Press, 2010.

Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, Jakarta: Raja


Grafindo Persada,2008.

Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Bandung:


Ghlmlia Indonesia, 2006.

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil


dan Menengah

Universitas Sumatera Utara


79

Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia, No.


Kep.-046/KM.17/1999.

Investor Indonesia, Jum’at 7 Februari 2003

Internet

http://pariwisataindonesiablog.blogspot.com/2012/04/perkembangan-usahlm-kecil-menengah-
di.html, diakses tanggal 18 Maret 2014

Kementerian Negara Koperasi dan UKM, di Indonesia, terdapat 60 juta usahlm


kecil, http://pikiran-rakyat.com/cetak 2013/diakses tanggal 11 Maret 2014

http://syifasepriani.blogspot.com/2013/05/tugas-3-menyalurkan-kredit-bagi-ukm.html, diakses
tanggal 19 Maret 2014

Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil, http://www.google.com,


diakses tanggal 16 Maret 2014.

Asuransi Kredit, http://www.sinarmas.co.id/FAQ/asuransi_kredit.asp diakses


tanggal 10 Februari 2011.

KUHD Buku I, http://www.djpp.depkumham.go.id/inc/buka.php? diakses pada


tanggal 30 Maret 2014
Dasar Asuransi, http://www.bataviapakuan.com/page/30529/dasar-asuransi.html,
diakses pada tanggal 30 Maret 2014

I Ketut Indra Satya Dhlmrma Putra, (Direktur PT. Jamkrida Bali Mandara),
diakses tanggal 19 Maret 2014

UU 02/1992, http://www.kejati-jakarta.go.id/useruploads/uu/1300758510.pdf,,
diakses pada tanggal 18 Maret 2014

PP 73/1992, http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1992/73tahun1992PP.htm,
diakses pada tanggal 21 Maret 2014

Antara Asuransi Kredit dan Penjamin, http://metablog-dj.blogspot.com/2010/02/


diakses tanggal 21 Maret 2014

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai