Kecamatan Cileungsi 1. Doni Ismunandar 2. Ratna Sari 3. Andiani
Bahaya Cyberbullying di Sekolah
Pesatnya perkembangan media sosial di sekolah sebagai alat komunikasi yang
mudah digunakan menyebabkan ketergantungan terhadap media sosial. Studi yang didanai oleh UNICEF dan dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menemukan bahwa 98 persen dari anak-anak dan remaja tahu tentang internet dan 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewabroto menyatakan, temuan ini hasil dari kesimpulan utama yang menelusuri aktivitas online dari sample anak dan remaja usia 10-19 tahun dengan 400 responden yang tersebar di seluruh wilayah perkotaan dan pedesaan. Kondisi pandemi yang mengharuskan anak intens menggunakan media sosial sebagai alat bantu pembalajaran secara daring, tanpa ada kontak fisik dan kerumunan orang di sekolah, kegiatan belajar mengajar bisa tetap berlangsung. Tapi di sisi lain, belajar jarak jauh menggunakan internet, gadget dan media sosial bisa menimbulkan kebosanan. ”Rasa bosan ini tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak negatif, salah satunya sikap cyberbullying,” ujar Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd, Direktur Sekolah Dasar (SD) Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Sabtu, 12 September 2020. Tidak menutup kemungkinan bahwa fenomena cyberbullying dapat terjadi dilingkungan rumah atau sekolah. Cyberbullying ini berdampak negatif terhadap psikologis anak. Seperti, depresi, susah tidur, harga diri rendah dan keinginan bunuh diri, masalah keluarga, gangguan pola makan, kesulitan belajar, perilaku menyimpang dan penyalahgunaan obat. Oleh karena itu, diperlukan tindakan pencegahan terjadinya cyberbullying khususnya pada anak melalui kegiatan edukasi tentang cyberbullying kepada anak maupun orang tua. Kegiatan edukasi tersebut diharapkan dapat memberikan informasi bagaimana cara mencegah terjadinya cyberbullying dan dampak tindakan cyberbullying pada anak. Patchin dan Hinduja (2015) menyatakan bahwa cyberbullying adalah perlakuan yang disengaja dan dilakukan secara berulang yang ditimbulkan melalui media teks elektronik atau internet. Kowalski, dkk (2014) juga menambahkan penjelasan dari cyberbullying bahwa konteks elektronik yang dimaksud seperti; email, blogs, pesan instan, pesan teks. Menurut Disa (2011) cyberbullying merupakan penyalagunaan teknologi yang dilakukan seseorang dengan cara memberi pesan ataupun mengunggah gambar dan video untuk seseorang yang bertujuan agar seseorang tersebut dapat dipermalukan, disiksa, diolok-olok, ataupun memberikan ancaman ke mereka. Berdasarkan penjelasan para ahli melalui teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku cyberbullying adalah perilaku penyalahgunaan teknologi yang bertujuan untuk menjatuhkan seseorang dengan memiliki maksud tertentu di media elektronik. Berdasarkan data yang di kutip dari laman Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Studi yang didanai oleh UNICEF dan dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menemukan bahwa 98 persen dari anak- anak dan remaja tahu tentang internet dan 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewabroto menyatakan, temuan ini hasil dari kesimpulan utama yang menelusuri aktivitas online dari sample anak dan remaja usia 10-19 tahun dengan 400 responden yang tersebar di seluruh wilayah perkotaan dan pedesaan. Studi dibangun berdasarkan pada penelitian sebelumnya sehingga didapatkan gambaran yang paling komprehensif dan terkini tentang penggunaan media digital di kalangan anak-anak dan remaja Indonesia, termasuk motivasi mereka, serta informasi tentang anak remaja berusia 10-19 yang tidak menggunakan media digital. Novita menyampaikan sebanyak 30% korban cyberbullying mengalami masalah dalam proses belajar. Selain itu sebanyak 28% orangtua menyatakan anaknya mengalami depresi, dan 25% orang tua menyamapikan akibat dari cyberbullying ini mengganggu pola tidur anak serta menyebabkan mimpi buruk (Kaspersky Lab; iconKids & Youth, 205). “Dampak dari cyberbullyng adalah korban akan mengalami frustasi, kemarahan, kesedihan, 28% mengalami depresi, susah tidur, harga diri rendah dan keinginan bunuh diri, masalah keluarga, gangguan makan, serta 30% mengalami kesulitan belajar, perilaku menyimpang dan penyalahgunaan obat,” papar Novita. Menurut data dari Kominfo, sampai dengan 31 Desember 2019 dan Data Patroli Siber, sepanjang tahun 2019 terdapat 1.204.595 kasus yang diterima dari konten negatif internet. Rizki Ameliah, Kepala Subdit (Koordinator) Program Literasi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika menyampaikan ada banyak cara untuk pencegahan terjadinya cyberbullying. Menurut Rizki Ameliah, Kepala Subdit (Koordinator) Program Literasi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika menyampaikan ada banyak cara untuk pencegahan terjadinya cyberbullying. “Tanamkan sikap menghormati orang lain, menyaring informasi, memberi pemahaman terhadap pengguna sosial media dan gadget, tidak merespon orang-orang yang pernah melakukan cyberbullying. Selalu memposting hal-hal yang positif di sosial media, melaporkan ke pihak berwenang jika mendapatkan cyberbullying, dan memantau anak-anak pada saat menggunakan sosial media dan gadget,” ujar Rizki dalam paparannya. Sebagai guru dan orang tua kita dapat mengedukasi anak agar tidak melakukan tindakan atau bahkan menjadi korban dari cyberbullying. Karena, guru dan orang tua memiliki peran yang besar untuk melindungi anak dari cyberbullying. Beberapa hal yang bisa kita lakukan adalah : a. Internet Sehat Orang tua harus mengedukasi dan mengenalkan tata cara penggunaan Internet yang sehat dan tidak mengandung konten-konten negatif. Orang tua juga harus mengedukasi anak tentang modus dan jenis-jenis cyber bullying sehingga anak sudah paham. Orang tua pun harus membatasi laman-laman yang boleh anaknya kunjungi secara halus dan gunakan bahasa yang sederhana. b. Perhatikan Perilaku Anak Dr. Catharine Mayung Sambo, Sp.A (Perwakilan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia) mengatakan orangtua turut berperan aktif untuk memperhatikan perilaku anak ,terutama, jika anak terlihat seperti depresi dan mengalami perubahan perilaku. “Ada beberapa tipe sikap anak ketika menghadapi cyber bullying, langsung terbuka, menutupinya, atau justru hanya diam saja ketika ditanya orangtua,” katanya. Karena itu, orang tua harus meluangkan waktu lebih banyak bersama anak sehingga terjalin komunikasi yang baik. c. Komunikatif Orang tua juga harus komunikatif dan terbuka kepada anak-anak dan meminta mereka untuk melaporkan jika ada kasus cyber bullying yang menimpanya. Hal itu membuat orang tua bisa melakukan beberapa langkah untuk melawan dan mengatasi kasus tersebut. d. Terus Terlibat Anda harus mengikuti dan sering memeriksa apa yang anak Anda lakukan ketika sedang online. Usahakan, Anak Anda berada dalam jangkauan pengawasan Anda ketika membuka Internet. Anda pun bisa menjadi teman di media sosial anak Anda. e. Durasi Waktu Online Orangtua juga harus membuat peraturan penggunaan durasi di media sosial. Misal, sembilan puluh menit sampai dua jam adalah batas waktu yang ideal untuk anak ber-medsos ria dalam satu hari. Orang juga membuat kesepakan dengan anak terkait seberapa sering anak boleh menggunakan laptop, handphone, atau gadget lainnya selama beraktivitas. Misalnya, anak hanya boleh menggunakan handphone di waktu istirahat sekolah, anak tidak boleh memainkan HP saat makan atau sampai tugas-tugas selesai dikerjakan, dan sebagainya. f. Jangan Bagikan Data Pribadi Orang tua juga harus mengajarkan apa saja yang boleh dan tidak boleh dibagikan secara online di media sosialnya. Hal ini termasuk foto, video, maupun data pribadi seperti nama lengkap, deskripsi fisik, nomor telepon, sekolah, hingga alamat rumah. g. Calon Teman Orang tua juga harus meminta anak menolak permintaan pertemanan dengan orang asing atau akun-akun yang tidak jelas. Sebaiknya menerima pertemanan dari teman, keluarga, dan kerabat yang dikenalnya saja. Hal ini bertujuan untuk mencegah segala bentuk teror maupun intaian orang-orang jahat.
Cyberbullying merupakan tindakan yang berbahaya dan berdampak laten
terhadap perkembangan psikologis anak. Oleh karena itu, pencegahan melalui edukasi tentang cyberbullying sangat di perlukan