Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN DISKUSI

B. Mekanisme Senyawa Antivirus nCoV-2019

COVID-19 (Corona Virus Disease-19) merupakan virus corona yang memil


envelope dengan genom RNA rantai tunggal plus (+ssRNA) dan nukleokapsid berbentuk heli
simetris. Jumlah genom virus tersebut berkisar antara ± 27–34 kb, terbesar di antara
RNA yang diketahui.

COVID-19 mengkodekan banyak protein, beberapa di antaranya penting untuk en


dan replikasi virus. Di antara protein-protein ini, yang paling banyak dipelajari adalah
like protease (PLpro), protease like-3C (3CLpro) dan protein spike. Protein spike
menggunakan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) sebagai reseptor untuk membantu vir
memasuki sel. Protein 3CL-Pro berfungsi untuk memediasi pembelahan proteolitik saat replika
polipeptida sehingga virus bisa bereplikasi. Sedangkan fungsi protein PLpro tidak han
memproses polipeptida virus menjadi protein fungsional tetapi juga merupakan enzim yang dap
meredam respons virus-host dengan membajak sistem ubiquitin (Ub) sehingga virus mud
untuk bereplikasi. Dari paparan di atas, maka ketiga protein ini cocok untuk dijadikan
menarik untuk pengembangan obat antiviral.
Di sisi lain, senyawa alami yang ada di tanaman obat tetap menjadi sumber yang ka
untuk identifikasi agen terapi pengobatan. Dalam dekade terakhir, para ilmuwan telah membu

Karena homologi SARS-CoV dan SARS-CoV-2, studi-studi sebelumnya dapat menjelaskan


secara alami senyawa yang terjadi dengan kapasitas untuk menghambat SARS-CoV-2.
C. Pemanfaatan Sistem Penghantaran Obat (Drug Delivery System)

Sejak dahulu banyak ekstrak dari bahan alam yang secara empiris dimanfaatkan untuk
mengobati suatu penyakit tertentu. Ekstrak-ekstrak tersebut digunakan karena mengandung
suatu senyawa bioaktif yang dapat memberikan efek farmakologis. Seiring dengan
perkembangan teknologi ditemukanlah suatu teknik pemisahan senyawa kimia seperti
kromatografi sehingga senyawa akif dari ekstrak bahan alam dapat diisolasi menjadi senyawa
murni. Kemudian isolat tersebut diuji baik secara in vitro maupun in vivo untuk mengetahui
efek farmakologi dan bioavailabilitas dalam tubuh(6).

Namun demikian diperkirakan 40% atau lebih dari senyawa bahan alam memiliki
kelarutan yang rendah di dalam air(7) atau bahkan memberikan toksisitas yang tinggi(8).
Kelarutan yang rendah di dalam air serta kurangnya kemampuan permeabilitas menembus
barrier absorpsi dapat mempengaruhi bioavailabilitas suatu senyawa bahan alam di dalam
tubuh. Tidak hanya itu, bioavailabilitas suatu senyawa juga sangat dipengaruhi oleh stabilitas
senyawa terhadap pH lambung dan kolon, metabolisme oleh mikroflora normal dalam saluran
pencernaan, absorpsi melalui dinding usus, mekanisme aktif pompa efflux dan metabolisme
lintas pertama(9).

Contoh senyawa bahan alam yang memiliki permasalahan bioavailabilitas di dalam


tubuh misalnya kurkumin dengan kelarutan yang sangat rendah dan metabolisme lintas
pertama yang tinggi(10), kuersetin yang mudah terdegradasi oleh asam lambung ataupun enzim
pencernaan(11), emodin yang kemampuan permeabilitas perkutannya rendah(12), silimarin yang
memiliki kelarutan rendah dan 80% dieksresikan melalui sistem empedu setelah mengalami
(13)
glukoronidasi dan sulfatasi serta naringenin yang sangat mudah terdegradasi oleh cahaya,
panas, oksigen dan asam lambung(14). Oleh sebab itu sangat penting untuk melakukan
pengembangan formula sehingga bioavailabilitas senyawa bahan alam dapat meningkat(15).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, beberapa tahun terakhir mulai dilakukan


pengembangan sistem penghantaran obat baru atau yang dikenal dengan Novel Drug Delivery
System (NDDS). NDDS merupakan suatu sistem penghantaran obat yang lebih modern
dengan cara mengontrol pelepasan obat sehingga aktivitas farmakologis menjadi lebih baik (16).
Sistem pembawa NDDS yang digunakan untuk bahan alam sebaiknya dapat menghantarkan
obat pada laju yang sesuai dengan kebutuhan tubuh selama periode pengobatan serta mampu
menyalurkan senyawa aktif dari sediaan hingga ke tempat aksi obat. Sediaan farmasi
konvensional masih belum dapat memberikan kemampuan tersebut.

Aplikasi NDDS pada produk herbal memiliki beberapa keuntungan untuk senyawa
bahan alam, misalnya meningkatkan kelarutan, bioavailabilitas, mengurangi toksisitas,
meningkatkan aktivitas farmakologi, penghantaran diperlambat, melindungi dari pH ekstrem
dalam lambung, meningkatkan stabilitas, memperbaiki biodistribusi dan mencegah terjadinya
degradasi fisik ataupun kimia(15). Tidak hanya digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui
adanya peningkatan bioavailabilitas dari bioaktif tetapi NDDS juga dapat digunakan untuk
mengetahui biodistribusi pada jaringan tertentu sehingga diketahui profil toksikokinetiknya.
Pembuatan sediaan berbasis teknologi NDDS dapat menjadi alternatif dalam pembuatan
produk herbal. Dari formulasi tersebut diharapkan bioavailabilitas produk herbal dalam tubuh
menjadi lebih baik sehingga dapat memberikan efek terapi yang lebih baik.

1. Sistem Penghantaran Obat Baru untuk Obat Bahan Obat Alam.

Dalam membuat produk berbasis bahan alam sangat penting untuk memperhatikan
permasalahan yang sering terjadi, seperti kelarutan dan bioavailabilitas dari senyawa bioaktif
yang terkandung di dalamnya. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
dengan memanfaatkan perkembangan teknologi farmasi yaitu Novel Drug Delivery System
(NDDS). Beberapa sistem pembawa yang termasuk ke dalam NDDS misalnya nanovesikel
(liposom, fitosom, etosom dan transfersom), nanopartikel, mikrosfer, mikro/nanoemulsi, misel
atau dengan cara memodifikasi kelarutan dari senyawa flavonoid itu sendiri misalnya dengan
dibuat kokristal dengan suatu koformer(15). Pembawa-pembawa tersebut di atas dapat
dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu(17):

a. Sistem pembawa berbahan dasar fosfolipid, seperti liposom, etosom, transfersom dan
fitosom.
b. Sistem pembawa berbahan dasar lemak, seperti mikro/nanoemulsi dan solid lipid
nanoparticle (SLN).
c. Sistem pembawa berbasis surfaktan, seperti misel.
d. Sistem pembawa berbasis polimer, seperti nanopartikel kitosan atau dendrimer.

2.1.2 Teknologi Nanopartikel dalam Sistem Penghantaran Obat

Penghantaran nanopartikel dideskripsikan sebagai formulasi suatu partikel yang


terdispersi pada ukuran nanometer atau skala per seribu mikron. Batasan ukuran
partikel yang pasti untuk sistem ini masih terdapat perbedaan karena nanopartikel pada
sistem penghantaran obat berbeda dengan teknologi nanopartikel secara umum. Pada
beberapa sumber disebutkan bahwa nanopartikel baru menunjukkan sifat khasnya pada
ukuran diameter di bawah 100 nm, namun batasan ini sulit dicapai untuk sistem
nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat. Nanopartikel obat secara umum harus
terkandung obat dengan jumlah yang cukup di dalam matriks pada tiap butir partikel,
sehingga memerlukan ukuran yang relatif lebih besar dibanding nanopartikel non-
farmasetik. Meskipun demikian secara umum tetap disepakati bahwa nanopartikel
merupakan partikel yang memiliki ukuran di bawah 1 mikron (18,19).

Ukuran ini dapat dikarakterisasi secara sederhana dan secara visual menghasilkan
dispersi yang relatif transparan, serta perpanjangan lama pengendapan disebabkan
karena resultan gaya ke bawah akibat gravitasi sudah jauh berkurang. Hal tersebut
sebagai akibat dari berkurangnya massa tiap partikel dan peningkatan luas permukaan
total yang singnifikan menghasilkan interaksi tolak menolak antar partikel yang besar
dan muncul fenomena gerak Brown sebagai salah satu karakter spesifik partikel pada
ukuran koloidal (20).

Pada dasarnya, nanopartikel dapat dibagi menjadi dua yaitu nanokristal dan
nanocarrier. Nanokristal adalah penggabungan dari ratusan atau ribuan molekul yang
membentuk kristal, terdiri dari senyawa obat murni dengan penyaluran tipis dengan
menggunakan surfaktan. Pembuatan nanokristal disebut nanonisasi. Tidak seperti
nanocarrier, nanokristal hanya memerlukan sedikit surfaktan untuk stabilisasi
permukaan karena elektrostatik sehingga mengurangi kemungkinan toksik karena bahan
tambahan pembawa. Nanocarrier memiliki berbagai macam jenis seperti nanotube,
liposom, nanopartikel lipid padat (solid lipid nanopartikel/SLM), misel, dendrimer,
nanopartikel polimerik dan lain-lain.

Beberapa kelebihan nanopartikel adalah kemampuan untuk menembus ruang-


(18)
ruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh ukuran partikel koloidal ,
kemampuan untuk menembus dinding sel yang lebih tinggi, baik melalui difusi maupun
opsonifikasi, dan fleksibilitasnya untuk dikombinasi dengan berbagai teknologi lain
sehingga membuka potensi yang luas untuk dikembangkan pada berbagai keperluan dan
target. Kelebihan lain dari nanopartikel adalah adanya peningkatan afinitas dari sistem
(21)
karena peningkatan luas permukaan kontak pada jumlah yang sama . Pembentukan
nanopartikel dapat dicapai dengan berbagai teknik yang sederhana. Nanopartikel pada
sediaan farmasi dapat berupa sistem obat dalam matriks seperti nanosfer dan
nanokapsul, nanoliposom, nanoemulsi, dan sebagai sistem yang dikombinasikan dalam
perancah (scaffold) dan penghantaran transdermal.

Kemampuan nanopartikel untuk meningkatkan ketersediaan hayati obat dengan


(22,23)
kelarutan yang rendah dalam sirkulasi sistemik telah banyak dibuktikan .
(19)
Kemampuan ini berlaku umum pada berbagai aplikasi penghantaran : oral, intravena,
pulmonar, dan transdermal. Peningkatan jumlah obat dalam darah pada penghantaran
sistemik juga akan meningkatkan resiko munculnya efek samping maupun efek balik,
(24).
hingga pada resiko tercapainya batas kadar toksik Pada banyak kasus, peningkatan
kadar obat dalam darah ini sangat diperlukan bagi obat untuk dapat menimbulkan efek
farmakologis. Oleh karena itu, nanopartikel memberikan solusi yang baik karena dapat
memberikan efek farmakologis pada dosis yang lebih kecil (efisien). Kesesuaian bentuk
sediaan nanopartikel dengan jaringan target dan penyakit diperlukan untuk memperoleh
sistem yang dapat memberikan hasil terapi yang optimal. Jaminan akan tercapainya
tujuan terapi merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk dapat memperkenalkan
produk sistem penghantaran obat baru yang dapat diandalkan.

Beberapa permasalahan yang sering timbul pada preparasi nanopartikel adalah


terjadinya agregasi yang cepat dan ukuran partikel yang tidak merata, sehingga
stabilitas sistem dispersi menjadi sulit dikontrol. Permasalahan dapat dipahami dengan
melakukan karakterisasi secara menyeluruh pada nanopartikel, selain dari ukuran
partikel, perlu diketahui karakter morfologi partikel dan nilai potensial zeta. Morfologi
nanopartikel dapat dikarakterisasi menggunakan piranti scanning electron microscopy
(SEM) maupun transmission electron microscopy (TEM), sedangkan potensial zeta
(25,26,27)
dapat diukur menggunakan zetasizer . Morfologi partikel penting karena bentuk
partikel yang kurang sferis akan mempermudah kontak antar partikel menjadi berujung
pada agregasi. Potensial zeta partikel akan memberikan gambaran gaya tolakan antar
partikel dan menyebabkan semakin besar potensial zeta maka sistem dispersi akan
(28)
semakin stabil . Besarnya potensial zeta ini perlu disesuaikan dengan
kompatibiliitasnya dengan sel sebagai target biologis. Berbagai permasalahan yang
timbul pada formulasi nanopartikel dapat dicarikan solusinya yaitu menggunakan
modifikasi permukaan partikel (30).

Daftar Pustaka

1. Hoelz L, Horta B, Araújo J, Albuquerque M, de Alencastro R, da Silva J. Quantitative structure-


activity relationships of antioxidant phenolic compounds. J Chem Pharm Res [Internet].
2010;2(5):291–306. Available from: http://jocpr.com/vol2-iss4-2010/JCPR-2-4-671-679.pdf
%5Cnhttp://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:Quantitative+structure-
activity+relationships+of+antioxidant+phenolic+compounds#7
2. Bendary E, Francis RR, Ali HMG, Sarwat MI, El Hady S. Antioxidant and structure–activity
relationships (SARs) of some phenolic and anilines compounds. Ann Agric Sci [Internet].
2013;58(2):173–81. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.aoas.2013.07.002
3. Lin C, Tsai F, Tsai C, Lai C, Wan L, Ho T, et al. Anti-SARS coronavirus 3C-like protease effects
of Isatis indigotica root and plant-derived phenolic compounds. 2005;68:36–42.
4. Hansen. Qiaohui. Potential natural compounds for preventing 2019-nCoV infection. 2020;
(January). Available from: https://www.preprints.org/manuscript/202001.0358/v1
5. Xu X, Dang Z. Promising Inhibitor for 2019-nCoV in Drug Development. 2020; Available from:
https://lens.org/086-343-372-326-031
6. Aqil F, Munagala R, Jeyabalan J, Vadhanam M V. Bioavailability of phytochemicals and its
enhancement by drug delivery systems. Cancer Lett. 2013.334(1):133–41.
7. Jing X, Deng L, Gao B, Xiao L, Zhang Y, Ke X, et al. A novel polyethylene glycol mediated lipid
nanoemulsion as drug delivery carrier for paclitaxel. Nanomed. 2014.10(2):371–80.
8. Xue M, Zhao Y, Li X-J, Jiang Z-Z, Zhang L, Liu S-H, et al. Comparison of toxicokinetic and tissue
distribution of triptolide-loaded solid lipid nanoparticles vs free triptolide in rats. Eur J Pharm Sci.
2012.47(4):713–7.
9. Kesarwani K, Gupta R, Mukerjee A. Bioavailability enhancers of herbal origin: An overview.
Asian Pac J Trop Biomed. 2013.3(4):253–66.
10. Zhang J, Tang Q, Xu X, Li N. Development and evaluation of a novel phytosome-loaded chitosan
microsphere system for curcumin delivery. Int J Pharm. 2013.448(1):168–74.
11. Bose S, Michniak-Kohn B. Preparation and characterization of lipid based nanosystems for topical
delivery of quercetin. Eur J Pharm Sci. 2012.48(3):442–52.
12. Lu K, Xie S, Han S, Zhang J, Chang X, Chao J, et al. Preparation of a nano emodin transfersome
and study on its anti-obesity mechanism in adipose tissue of diet-induced obese rats. J Transl Med.
2014.12(1):1–14.
13. Wu W, Wang Y, Que L. Enhanced bioavailability of silymarin by self-microemulsifying drug
delivery system. Eur J Pharm Biopharm. 2006.63(3):288–94.
14. Sansone F, Picerno P, Mencherini T, Villecco F, D’Ursi M, Aquino RP, et al. Flavonoid
microparticles by spray-drying: Influence of enhancers of the dissolution rate on properties and
stability. J Food Eng. 2011.103(2):188–96.
15. Ajazuddin, Saraf S. Applications of novel drug delivery system for herbal formulations. Fitoterapia.
2010.81(7):680–9.
16. Farooq SA, Saini V, Singh R, Kaur K. Application of novel drug delivery system in the
pharmacotherapy of hyperlipidemia. J Chem Pharm Sci. 2013.6(3):138–46.
17. Ting Y, Jiang Y, Ho C-T, Huang Q. Common delivery systems for enhancing in vivo
bioavailability and biological efficacy of nutraceuticals. J Funct Foods. 2014.7:112–28.
18. Buzea, C., Blandino, I.I.P., dan Robbie, K., 2007, Nanomaterial and nanoparticles: sources and
toxicity, Biointerphases, 2: MR170–MR172
19. Tiyaboonchai W., 2003, Chitosan nanoparticles: A promising system for drug delivery, Naresuan
Univ. J., 11(3): 51-66
20. Gupta, R. B. and Kompella, U.B., 2006, Nanoparticle technology of drug delivery, Taylor &
Francis Grup, New York, pp. 4-6, 13-16
21. Kawashima, Y., Yamamoto, H., Takeuchi, H., and Kuno, Y., 2000, Mucoadhesive DL-
lactide/glycolide copolymer nanospheres coated with chitosan to improve oral delivery of elcatonin,
Pharmaceutical Development and Technology, 5(1): 77-85
22. Bhatia, A., Shard, P., Chopra, D., and Mishra, T., 2011, Chitosan nanoparticles as carrier of
immunorestoratory plant extract: synthesis, characterization and immunorestoratory efficacy,
International Journal of Drug Delivery, 3: 381-385
23. Wu Y., Yang W., Wang C., Hu J., and Fu S., 2005, Chitosan nanoparticle as a novel delivery
system for ammonium glycyrrhizinate, International Journal of Pharmaceutics, 295: 235-245
24. Gelperina, S., Kisich, K., Iseman, M.D., and Heifets, L., 2005, The potential advantages of
nanoparticle drug delivery systems in chemotherapy of tuberculosis, American Journal Respiratory
and Critical Care Medicine, 172: 1487-1490
25. Poelstra K., Greupink R., dan Beljaars L., 2010, Review: Targeting fibrosis with selective drug
carriers, Arab J. Gastroenterol., 10: S27-S29
26. Bowman K., Leong K. W., 2006, Chitosan nanoparticles for oral drug and gene delivery, a Review,
Int. J. Nanomedicine, 1(2): 117-128
27. Bisht S., Feldmann, G., Soni, S., Ravi, R., Karikar, C., Maitra, A., dan Maitra, A., 2007, Polymeric
Nanoparticle-Encapsulated Curcumin ("nanocurcumin"): a Novel Strategy for Human Cancer
Therapy, J. Biomater. Sci. Polymer Edn, 18(2): 205–221
28. Martien R., Loretz B., Bernkop-Schnűrch A., 2006, Oral Gene Delivery: Design of polymeric
carrier systems shielding toward intestinal enzymatic attack, Biopolymers, 83: 327-336
29. Couvreur, P., Barrat, G., Fattal, E., Legrand, P., Vauthier, C., 2002, Nanocapsule Technology: a
Review, Crit. Rev. Ther. Drug Carrier Syst, 19: 99-134
30. Kamiya H., dan Iijima M., 2010, Topical Review: Surface modification and characterization for
dispersion stability of inorganic nanometer-scaled particles in liquid media, Sci. Technol. Adv.
Mater., 11: 044304

Anda mungkin juga menyukai