Anda di halaman 1dari 8

ALIRAN SPIRITUALISME DALAM

KRIMINOLOGI

Oleh

Oleh
Muhammad Fuadi Sisma E0015269
Pradnya Paramitha D. R. E0015314
Putra Dwira W. E0015324

Kriminologi kelas D

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Kata Pengantar
Dalam kehidupan sosial masyarakat, manusia akan terus berinteraksi dengan orang-
orang disekitarnya. Inilah yang disebut dengan masyarakat. Dalam masyarakat,
kejahatan merupakan permasalahan yang cukup kompleks untuk diselesaikan. Karena
banyaknya hal-hal terkait dengan kejahatan yang perlu ditelusuri. Kriminologi
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. BONGER
memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan
menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.1 Salah satu aliran yang terdapat dalam
ilmu kriminologi adalah spiritualisme, yang berhubungan dengan Tuhan dan setan.
Maka dari itu, perlu dikaji bagaimana aliran spiritualisme menjelaskan bagaimana
kejahatan dapat timbul.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Aliran Spiritualisme dalam Kriminologi dapat menjelaskan
kejahatan?
2. Apakah Aliran Spiritualisme masih relevan dalam perkembangan zaman dan
manusia?

1
Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, 2008, Kriminologi, Jakarta : RajaGrafindo Persada, halaman 19
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penjelasan dan Pengertian Aliran Spiritualisme
Dalam penjelasan tentang kejahatan, spiritualisme memiliki perbedaan mendasar
dengan metode penjelasan kriminologi yang ada saat ini. Berbeda dengan teori-teori
saat ini, penjelaan spiritualisme memfokuskan perhatiannya pada perbedaan antara
kebaikan yang datang dari Tuhan atau Dewa dan keburukan yang datanng dari setan.
Seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan dipandang sebagai orang yang telah
terkena abujukan setan (evil/demon.)2

Tokoh terkemuka mazhab ini adalah De Baets (1863-1931) dan F.A.K Krauss (1843-
1917). Menurut mazhab ini kejahatan timbul karena orang-orang jauh dari kehidupan
agama. Aliran-aliran dalam kriminologi yang mempunyai kedudukan sendiri, ialah
aliran yang dulu mencari sebab terpenting dari kejahatan adalah tidak berimannya
seseorang. Tetapi kemudian aliran ini mengalami bermacam-macam perobahan
dan kehalusan, yang oleh karenanya – demikian itu jika mungkin- pada waktu
sekarang lebih tepat jika dinamakan aliran neo-spiritualis yang lebih dari pada aliran-
aliran yang sudah dibicarakan mempunyai kecenderungan, mementingkan unsur
kerohanian dalam terjadinya kejahatan.3

Penjelasan tentang kepercayaan manusia pada yang gaib tersebut dapat kita peroleh
dari berbagai literatur sosiologi, arkeologi dan sejarah selama berabad-abad yang lalu.
Sebgaimana kita ketahui, bagi orang-orang dengan kepercayaan primitif, bencana
alam selalu dianggap sebagai hukuman dri pelanggan norma yang dilakukan.

Ada suatu aliran yang di kutip oleh Lombroso yang mengatakan bahwa kejahatan
berasal dari manusia jahat yang dilahirkan dan di takdirkan untuk jadi penjahat dan di
takdirkan untuk melakukan kejahatan. Karena ada aliran spritualis tersebut lahirlah
aliran yang mengatakan bahwa kejahatan berasal dari lingkungan yang di bawah
pimpinan para pengikut Lombroso yaitu J. Lamark, E. Geoffroy, St Hilaire dan L.
Pasteur ( 1822 - 1855 ). Lalu karena adanya 2 aliran tersebut lahirlah aliran baru yaitu
bio sosiologi ( E. Ferri 1856 - 1929 ) yang menyatakan bahwa kejahatan itu bukan
2
Ibid
3
http://fikiwarobay.blogspot.co.id/2012/04/kriminologi.html
hanya bakat tetapi hasil dari unsur dalam individu, masyarakat dan keadaan fisik.
Karena adanya ketiga aliran tersebut lahirlah aliran Spritualis yang menyatakan
bahwa kejahatan berasal dari tidak bergamanya seseorang / tidak masuk seseorang
dalam suatu gereja.

Goerge B Vold menyebutkan teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul
manakala seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti. Upaya
mencari penjelasan mengenai sebab kejahatn, sejarah peradaban manusia mencatat
adanya dua bentuk pendekatan yang menjadi landasan bagi lahirnya teori- teori dalam
kriminologi yaitu spiritualisme dan naturalisme. 4 Dalam perkembangan selanjutnya
aliran spiritualisme ini masuk dalam lingkup pergaulan politik dan sosial kaum feodal.

Landasan pemikiran yang paling rasional dari perkembangan ini dalah bahwa pada
periode sebelumnya kejahatan dianggap sebagai permasaahan antara korban dan
keluarga korban dengan pelaku dan keluarganya. Akibatnya adalah konflik
berkepanjangan antar keluarga yang dapat mengakibatkan musnahnya keluarga
tersebut. Juga menjadi suatu masalah adalah bahwa pelaku kejahatan yang berasal
dari keluarga yang memiliki posisi kuat dalam masyarakat tidak akan dapat dihukum.
Sebagai upaya pemecahan terhadap permasalahan tersebut maka masyarakat
membentuk lembaga-lembaga yang dapat menjadi dasar pembenar terhadap upaya
pemblasan terhadap seseorang yang telah melakukan kejahatan. Konsep Carok
misalnya dikenal dalam masyarakat Madura. Konsep perang tanding antara keluarga
yang menjadi korban dengan keluarga pelaku merupakan wadah pembalasan dendam
dan kerugian dari pihak korban. Dalam hal ini ada suatu kepercayaan dari masyarakat
bahwa kebenaran akan selalu menang dan kejahatan pasti akan mengalami
kebinasaan. Namun akibat lain dari kepercayaan adalah bila keluarga pelaku
memenangkan pertarungan tersebut maka mereka akan dianggap benar dan keluarga
korban mengalami celaan ganda.

Metode untuk membuktikan kesalahan seseorang dalam masyarakat primitif memiliki


banyak model. Menceburkan seseorang ke dalam sungai dengan cara mengikatnya
pada sebuah batu besar, diyakini bahwa orang tersebut tidak bersalah, maka Tuhan
akan menolongnya dari rasa sakit atau bahkan kematian. Namun jika orang tersebut
4
Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, Op.cit.
bersalah, maka Tuhan akan memberikan kepadanya rasa sakit dan kematian yang
amat menyiksa.
2.2 Aliran Spiritualis di era Modern
Dalam era Modern dan era 2000an aliran spiritualis masih sering menjadi pokok
permasalahan dan akar dari kejahatan. Pergeseran makna Spiritualis yang berawal dari
Bersifat Demonologi berubah kearah hal yang bersifat keagamaan.
Pada awal perkembangan demonologi yang menjelaskan bahwasanya kejahatan
merupakan manifestasi sifat jahat manusia yang pada dasarnya jahat dan
mencerminkan kepatuhan pada “pangeran kegelapan” atau ungkapan murka ilahi.
Seperti di New England diadakan pengadilan penyihir Salem puritan dan di inquisisi
dispanyol adalah contoh penyiksaan, penggantungan, pembakaran hidup hidup dan
eksekusi mengerikan lain yang menanti penjahat, Penyihir, dan penjahat.5
Sejak di Eropa pada awal reinacencce perkembangan ilmu pengetahuan
berkembang sangat pesat. Pada masa itu banyak fakta-fakta mengenai ilmu
pengetahuan yang terungkap. Seperti Copernicus dan Galileo yang menemukan
bahwa bumi Heliosentris tetapi dianggap sebagai bentuk penyimpangan dalam
beragama sehingga terjadi konflik antara galileo dengan gereja katolik pada saat itu.6
Perkembangan Ilmu pengetahuan pada saat itu yang dianggap berbeda dari
pemikiran paus atau gereja pada saat itu dianggap sebagai bentuk penyimpangan
beragama sehingga dianggap sebagai kesesatan. Perbedaan hasil pengamatan ilmu
pengetahuan dengan ajaran agama dianggap sebagai bentuk kesesatan yang
dipengaruhi Iblis ataupun Setan.
Penerapan pendekatan teologis bagi kontrol kejahatan tidak terbatas pada masa
lalu saja melainkan bisa digambarkan dalam era modern oleh eklesiarki di Iran
dibawah ayatollah khoemeni, dimana para penjahat dan musuh negara serta-merta
bisa menjadi sasaran penyiksaan, kematian, atau “murka Allah”.
Dalam budaya arab dan perkembangan islam di jazirah arab spiritualis juga dijadikan
alasan pembenaran untuk melakukan kejahatan. Pada masa itu perbedaan agama
menjadi akar dari konflik.7 Peperangan karena adanya konflik kepentingan menjadi
lumrah terjadi pada saat itu. Seperti Perang Badar, Perang Uhud dan beberapa perang
lain yang terjadi saat itu.

5
Hegan, Frank. 2013, Pengantar Kriminologi, Jakarta. Kencana
6
Soehino, 2006. Ilmu Negara. Yogyakarta : Liberty
7
Daud, ali . 2009. Hukum Islam. Jakarta : Raja Grafindo
Di era 2000an hal-hal bersifat spiritual untuk melakukan kejahatan. Contoh nyata
adalah kejahatan Sumanto yang memakan bangkai manusia untuk mendapatkan
“ilmu”.
Meski dalam kenyataan di masyarakat, dapat dilihat secara nyata bahwa penjelasan
spiritual ini ada dan berlaku dalam berbagai bentuk dan tingkat kebudayaan, namun
sliran ini memiliki kelemahan, yaitu bahwa penjelasan ini belum dapat dibuktikan
secara ilmiah. Karena tidak sedikit ditemukan kejadian yang mengatas namakan
agama sebagai landasan untuk melakukan sesuatu yang tidak benar. Meski begitu,
tidak sedikit orang yang terpengaruh karena pelaku kejahatan tersebut mengatas
namakan Tuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan Umum
Aliran spiritualisme menjelaskan bahwa suatu kejahatan, merupakan dampak dari manusia
yang menyimpanh dari ajaran Tuhan. Oleh sebab itu, aliran spiritualisme menyebutkn bahwa
kejahatan timbul atas tipu muslihat dari setan.
3.2 Simpulan Khusus
1. Aliran spiritualisme menjelaskan bahwa suatu kejahatan, merupakan dampak dari manusia
yang menyimpanh dari ajaran Tuhan.
2. Aliran Spiritual masih relevan namun dalam perkembbangan teori ini di era modern tidak
dapat berdiri sendiri dikarenakan teori ini yang lemah tanpa ada bukti faktual
3.3 Saran
Dalam perkembangan manusia Spiritual tidaklah lepas dari perkembangan masyarakat.
Spiritualisme jangan dijadikan sebagai kejahatan secara terus menerus. Karena pada dasarnya
ajaran agama diciptakan untuk membawa perdamaian.
Daftar Pustaka

Ali, Daud. 2009. Hukum Islam. Jakarta : RajaGrafindo Persada.


Hegan, Frank. 2013, Pengantar Kriminologi, Jakarta. Kencana
Santoso, Topo; Zulfa, Eva Achjani. 2002. Kriminologi. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Soehino. 2006. Ilmu Negara, Yogyakarta : Liberty

http://fikiwarobay.blogspot.co.id/2012/04/kriminologi.html

Anda mungkin juga menyukai