B. Anatomi Fisologi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10
cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan
embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks
yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah
ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut.
Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal.
Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan
berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh
letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic
(panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus)
1%,
Fisiologi Appendiks
Appendiks berfungsi untuk menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-
A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol
proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen
intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karea jumlah jaringan lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah jaringan di
saluran cerna dan seluruh tubuh.
C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Appendiksitis terjadi paling banyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
E. Patofisologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (Mansjoer, 2007)
.
F. Pathway
PATHWAY APPENDISITIS
Konstipasi
Obstruksi pada lumen
Bendungan Mukus
Appendiktomi
Kurang pengetahuan Risiko Kekurangan
Defisiensi tentang proses Volume Cairan
Pengetahuan pengobatan
Konstipasi
G. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah
leukosit (sel darah putih). terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. Pemerriksaan urinalisa diperlukan untuk
menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien
wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan
atau KET (kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007).
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat
membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam
lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu
dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di
daerah rongga panggul (Sanyoto, 2007). Namun dari semua pemeriksaan pembantu
ini, yang menentukan diagnosis apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis.
Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan
diagnosis. Pada anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit
dan dokter bedah biasanya lebih agresif dalam bertindak (Sanyoto, 2007) Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta pelebaran sekum
c. Pemeriksaan urine.
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan
ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran
kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendisitis.
H. Komplikasi
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
4. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
I. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan kronis
a) Apendisitis Akut
Peradangan pada appendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini
disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini nyeri yang dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Nyeri tekan
dan nyeri lepas disertai rigiditas pada titik McBurney sensitive untuk apendisitis
akut. Komplikasi dari apendisitis akut yang paling sering terjadi adalah perforasi.
Perforasi dari appendiks dapat menimbulkan abses periapendisitis yaitu
terkumpulnya pus yang terinfeksi bakteri. Appendiks menjadi terinflamasi, bias
terinfeksi dengan bakteri, dan bisa dipenuhi pus hingga pecah, jika appendiks tidak
diangkat tepat waktu. Pada apendisitis perforasi isi pus yang di dalam appendiks
dapat ke luar ke rongga peritoneum. Gejala dari apendisitis perforasi mirip dengan
gejala apendisitis akut biasa, namun keluarnya pus dari lubang appendiks
menyebabkan nyeri yang lebih saat mencapai rongga perut (Lee, 2009).
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah
bertumpuk nanah (Docstoc, 2010).
b) Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal yaitu;
pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama
paling sedikit 3 minggu tanpa alternative diagndosis lain. Kedua, setelah dilakukan
appendiktomi gejala yang dialami pasien akan hilang dan yang ketiga, secara
histopatologik gejalanya dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif
pada dinding appendiks atau fibrosis pada appendiks, (Santacroce & Craig, 2006).
Gejala yang dialami oleh pasien apendisitis kronis tidak jelas dan progresifnya
lambat. Terkadang pasien mengeluh merasakan nyeri pada kuadran kanan bawah
yang intermiten atau persisten selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua (Docstoc, 2010).
J. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis.
Tata laksana apendisitis sebelum terjadinya perforasi antara lain; rehidrasi,
pemberian antibiotik, dan tindakan bedah appendiktomi (pengangkatan appendiks).
Biasanya antibiotik diberikan sebelum prosedur operasi. Cairan intra vena dan
elektrolit diberikan sebelum operasi. Khususnya pada anak yang mengalami
dehidrasi yang ditandai dengan anorexia yang merupakan karakteristik apendisitis
(Hockenberry & Willson, 2007)
Tindakan bedah biasanya dilkukan pada kuadran kanan bawah perut dengan
dilakukan insisi (appendiktomi terbuka). Operasi laparoscopic biasanya dilakukan
untuk mengatasi apendisitis akut nonperforasi. Tiga buah kanula dimasukkan ke
dalam perut, satu kanula pada umbilicus, satu kanula pada kuadran kiri bawah perut,
dan satu lagi pada area suprapubic. Telescope kecil dimasukkan melalui kanula pada
kuadran kiri bawah dan stapler endoscopic dimasukkan melalui kanula umbilicus.
Appendiks akan diligasi dengan menggunakan stapler dan dikeluarkan melalui
kanula lewat umbilicus.
Manfaat laparascopi appendiktomi mengurangi waktu operasi dan dibawah
pengaruh anestesi dan juga mengurangi risiko terjadinya infeksi pada luka
postoperasi (Hockenberry & Willson, 2007).
Pada apendisitis perforasi atau yang telah mengalami rupture appendiks
memiliki tata laksana antara lain; rehidrasi intra vena, antibiotic sistemik, dan
dekompresi saluran gastro intestinal dengan menggunakan selang naso gastric
sebelum operasi, serta tindakan bedah laparatomi appendiktomi. Anak yang
mengalami peritonitis diberikan antibiotik seperti ampicilin, gentamicin, dan
clindamycin selama 7- 10 hari (Hockenberry & Willson, 2007).
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Tata laksana keperawatan yang dapat diberikan pada kien dengan appendicitis
adalah mengobservasi secara umum keadaan pasien. Pada kasus appendicitis
penatalaksanaan yang dilakukan merupakan terapi simptomatik yang diberikan
sesuai dengan gejala yang muncul. Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda
dan gejala appendisitis sering kali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring. Pada kejadian lain,
pasien sering mengalami demam sehingga dapat diberikan tepid sponge. Tepid
sponge merupakan terapi yang diberikan untuk mengatasi demam pada anak secara
non medis dengan menggunakan kompres hangat (Sharber, 1997). Teknik ini
dilakukan dengan memberikan kompres hangat pada anak, dengan suhu air 30-35°C.
Sebuah penelitian di India menunjukkan bahwa pemberian antipiretik yang disertai
tindakan tepid sponge menurunkan suhu tubuh lebih cepat dibandingkan dengan
pemberian antipiretik saja (Thomas, Vijaykumar,Naik, Moses, & Antonisamy,
2009). Penelitian Tia Setiawati 2009 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna pada kelompok intervendi dan kelompok kontrol yang diberikan terapi
tepid sponge dan disertai pemberian antipiretik. Pada persiapan pasien untuk
apendiktomi diantaranya perawat memastikan kepada dokter bahwa tes darah, cek
urine, rontgen, dan puasa sudah dilaksanakan. Sedangkan tata laksana perawatan
post operasi antara lain; management nyeri, berikan kompres hangat (pada pasien
dengan hipertermia post opp), perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan, baringkan pasien dalam posisi Fowler, lakukan perawatan luka jahitan
dan mobilisasi pasien secara teratur untuk mencegah dekubitus
II. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
A. Pengkajian
a) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa, pekerjaan,
penghasilan dan alamat.
b) Keluhan utama
Keluhan utama nyeri pada perut bagian kanan bawah. Pada pasien post opp
appendiktomi keluhan utama yang dirasakan nyeri pada luka insisi pasca
pembedahan.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pre-operasi, pasien dengan appendicitis biasanya mengeluh nyeri pada abdomen
kanan bawah yang dapat disertai dengan demam. Timbul keluhan nyeri perut, nyeri
dirasakan seperti tertusuk tusuk, nyeri dirasakan pada luka bekas operasi dengan
skala (0-10) dan nyeri timbul memberat ketika bergerak.
d) Riwayat penyakit dahulu
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi
sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang menimbulkan timbulnya sumbatan
fungsi appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman folar kolon sehingga
menjadi appendisitis akut.
e) Pola – pola fungsi kesehatan
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka.
2. Nutrisi dan metabolik
Pre Operasi :
Umumnya pasien mengkunsumsi makanan yang rendah serat dan juga makanan
yang banyak mengandung biji-bijian, dan pola minum pasien tidak mengalami
gangguan. (Barbara C. Long, 2006).
Post Operasi :
Biasanya pasien tidak ada nafsu makan karena dipengaruhi oleh adanya nyeri di
daerah abdomen yang disertai pengaruh anastesi. Dan pola minum pasien tidak
mengalami gangguan
3. Aktivitas dan latihan
Pre Operasi :
Sebelum dioperasi pasien bisa melakukan aktivitas sehari-hari
Post Operasi :
Umumnya pada pasien operasi apendiktomy pola aktivitas mengalami
gangguan karena disebabkan nyeri pada daerah bekas insisi.
4. Tidur istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
5. Eliminasi
Pre Operasi :
Umumnya BAB dan BAK tidak mengalami gangguan.
Post Operasi :
Biasanya pada pasien post apendiktomy pola BAB dan BAK mengalami
gangguan karena pengaruh anastesi.
6. Pola persepsi kesehatan (konsep diri)
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya
sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
7. Peran dan hubungan sosial
Pre Operasi :
Umumnya pasien dengan apendiktomy psikologisnya tidak mengalami
gangguan.
Post Operasi :
Biasanya pada pasien apendiktomy psikologisnya mengalami gangguan karena
merasa cemas.
8. Seksual dan reproduksi
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama
beberapa waktu.
9. Manajemen koping
Pre Operasi :
Klien kalau setres mengalihkan pada hal lain.
Post Operasi :
Klien kalau stress murung sendiri, menutup diri
10. Kognitif perceptual
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu
dan tempat.
11. Nilai dan kepercayaan
Pre Operasi :
Biasanya pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnnya tidak mengalami
gangguan.
Post Operasi :Umumnya pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnya
mengalami gangguan karena terjadinya proses pembedahan abdomen kanan
bawah.
f) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran : umumnya tidak mengelami penurunan kesadaran
Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
b. Suhu
c. Pernafasan
d. Denyut nadi
Pre operasi
a. Abdomen :
Inspeksi: Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
perut.
Auskultrasi: Pada umumnya suara bising usus masih normal ( 6-
12x/menit)
Perkusi : Pada umumnya Perkusi normal (timpani) pada seluruh kuadran
Palpasi: Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut
kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini
disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis.
Post operasi
a. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya
infeksi dan pendarahan.
b. Sistem gastrointestinal: Distensi abdomen dan adanya penurunan bising usus
dapat terjadi pada pasien post appendiktomi karena pasien dalam efek anastesi
sehingga aliran vena dan gerakan peristaltik usus menjadi menurun.
c. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena post operasi
d. Sistem Persyarafan: Terdapat nyeri pada luka insisi pembedahan.
e. Sistem Integumen : adanya luka bekas operasi pada kulit bagian abdomen kanan
bawah.
f. Abdomen :
Inspeksi : Akan tampak adanya luka bekas operasi pada abdomen kanan
bawah.
Auskultrasi: Umumnya terjadi penurunan paristaltik usus akibat dari
pengaruh sisa obat anastesi
Perkusi: Perkusi pada seluruh kuadran kecuali pada kuadran ke-4 normal
(timpani)
Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) dan Dengan
tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat /tungkai di angkat tinggi-
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign), bila tekanan
dilepaskan juga akan terasa nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa Pre-Operasi
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma.
2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder akibat
infeksi gastrointestinal.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Diagnosa Post-Operasi
1. Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat
operasi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat
pembedahan
4. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas
5. Defisiensi pengetahuan (perawatan luka post operasi) berhubungan dengan
kurangnya paparan informasi mengenai perawatan luka post operasi.
C. INTERVENSI
D. EVALUASI
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzane. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Volume 2. Jakarta:EGC.
Sylvia, A Price. 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Jilid ll. Jakarta:EGC
Purnama Junaidi, Atiek S. Soemasto, Husna Amels,Kapita selecta kedokteran edisi II Media
Aeskulis, FKUI ; 1982
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Pasien klien mengatakan perut bagian kanan bawah terasa sakit dan panas. Klien mengeluh
sakit sekitar jahitan terutama jika digunakan untuk beraktifitas, terasa panas seperti ditusuk-
tusuk, klien mengatakan nyeri hilang timbul.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga mengatakan pasien diantar ke IGD RSUD Sanjiwani pada tanggal 25 oktober
2021 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 minggu yang lalu dan dirasakan
bertambah keras sejak 6 hari disertai mual muntah dan nafsu makan berkurang. Sudah
berobat ke dokter 2x dikatakan diberikan antibiotic namun belum ada reaksi. Setelah
dilakukan pemerikasaan di IGD Sanjiwani pasien disarankan untuk dirawat di ruangan
Astina RSUD Sanjiwani.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah menglami keluhan seperti saat ini. Pasien juga
mengatakan ini pertama kali pasien di rawat di rumah sakit.
Riwayat Kesehatan
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti hipertensi, Dm,
Asma dan yang lainnya.
Genogram
Ket :
: laki laki
: perempuan
: garis hubungan
: tinggal serumah
: menunjukkan pasien
Riwayat Sosiokultural
Pasien mengatakan kesehariannya sewbagai seorang dosen membuat pasien harus bisa
bersosialisasi dengan banyak orang. Karena pasien anak laki laki dirumahnya pasien
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergatung
total
2) Latihan
Sebelum Sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit, aktivitas dapat dilakukan secara mandiri, tanpa
Saat Sakit
Pasien dalam keadaan sadar, kesadaran composmentis. Pasien dapat berbicara dengan
baik, bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu bahasa daerah, keterampilan interaksi
tepat. Pasien mengeluh nyeri, pada bagian luka operasinya di bagian pusarnya, nyeri
yang dirasakan menetap dan nyeri meningkat jika bergerak, berpindah posisi,
beraktivitas dan batuk atau bersin. Pasien tampak meringis, berhati-hati saat bergerak
dan memegang area perutnya yang sakit. Saat dilakukan penilaian nyeri, skala nyeri
rentang 5 (nyeri sedang) diukur dengan visual analogue scale. Jika nyeri biasanya hanya
dibawa tidur atau istirahat bahkan jika nyeri yang dirasakan hebat pasien mengatakan
akan muntah.
Pasien mengatakan cemas dengan operasinya, pasien takut akan mengalami kesalahan
prosedur dalam operasinya, pasien juga tidak mengetahui prosedur operasi yang akan
dijalaninya nanti. Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat pulang sehingga
Pasien mengatakan selama dirawat tidur kurang lebih 5 jam. Pasien mengatakan selesai
operasi dan di antar ke ruangan jam 1 siang, pasien tidur kembali sampai jam 03.00 dan
tidak bisa tidur lagi karena perutnya mulai nyeri kembali. Sebelum sakit pasien tidur
kurang lebih 8 jam pada malam hari dan 2 jam tidur pada siang hari.
Sebelum Sakit
Pasien mengatakan sebagai kepala keluarga dan tulang punggung keluarga. Pasien
Saat Sakit
Pasien mengatakan semenjak sakit peran sebagai seorang suami dan ayah menjadi
Sebelum Sakit
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan seksual dan organ reproduksi nya.
Saat Sakit
Pasien mengatakan saat sakit pasien mengalami ketidak nyaman karena tidak dapat ke
Pasien mengatakan jika ada masalah pasien selalu berdiskusi dan bermusyawarah
dengan istrinya. Pasien tidak menggunakan obat untuk menghilangkan stress. Pasien
mengatakan biaya rumah sakit ditanggung oleh BPJS dan dalam perawatan selama sakit
Pasien beragama Hindu. Pasien mengatakan selama dirawat tidak beribadah karena
kondisinya yang sulit untuk melakukan ibadah. Pasien mengatakan penyakit yang
dideritanya sekarang merupakan cobaan dari Tuhan dan untuk menghapus dosa-
dosanya. Saat ini pasien berharap dapat sembuh secepatnya dan dapat berkumpul
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : komposmentis
Tingkat Kesadaran : komposmentis
GCS: Verbal: 5 Psikomotor: 6 Mata:4
b. Tanda-tanda Vital
Nadi : 80 x / menit Suhu: 360 C TD: 100/60 mmHg
RR: 20 x/ menit
c. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normochepal, rambut tampak hitam, rambut tidak mudah
Palpasi : tidak ada teraba pembengkakan pada kepala dan wajah, tidak ada nyeri tekan
d. Mata
Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks pupil baik
e. Hidung
Simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak ada polip dan tidak ada pernafasan
cuping hidung.
f. Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran baik
g. Mulut
Mulut tampak simetris, mukosa bibir lembab, tampak pucat, tidak ada stomatitis, tidak
ada candidiasis, gigi lengkap dan tidak berlubang.
h. Leher
a. Kelenjar Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
b. Tiroid Tidak ada pembesaran tiroid
c. Trakea Posisi trakea di tengah
d. Karotid Bruit Vascular
e. Vena JVP 5-2 cmH2O
i. Dada
Paru-Paru
I : Pergerakan dinding dada tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada jejas, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan.
Pa : Fremitus kiri dan kanan simetris
Pe : Sonor
A : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
Jantung
I : ictus cordis tak terlihat
Pa : PMI ICS V mid klavikula sinistra
Pe : kanan : ICS III pada linea parasternal kanan, kiri : ICS III linea parasternal kiri,
atas : ICS III linea parasternal kanan, bawah : ICS V linea parasternal kanan
A : Irama teratur
j. Abdomen
Inspeksi : bentuk simentris, terdapat luka post operasi appendiktomy dengan jahitan
rapi, luka bersih, tidak ada pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak,
panjang luka ± 5 cm, terdapat 5 jahitan luka.
Auskultasi : Peristaltik usus 17 x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, tidak ada pembesaran ginjal maupun limfa, suhu
sekitar luka hangat
k. Ekstremitas
Atas
Tampak terpasang IVFD RL 12jam/kolf di tangan kiri, akral teraba dingin, tidak ada
edema, CRT 2 detik.
Bawah
Tidak ada edema, CRT 2 detik, teraba dingin, tidak ada varises, tidak ada
l. Genetalia
Pasien terpasang foley kateter, warna urin kuning jernih, tidak ada perdarahan, tidak
m. Anus
Tidak dikaji
n. Neurologis
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan system neuronya.
Status Mental dan Emosi
Pasien mengatakan tidak mudah marah maupun tersinggung ketika menemukan
masalah
o. Pengkajian saraf kranial
a) Nerfus Olfaktorius/N I:
Kemampuan menghidu klien cukup baik Kemampuan
b) Optikus/N II:
Klien mampu membaca dengan jarak lebih kurang 6 m
c) Nervus Okulomotorius/N III, Trochlearis/N IV, Abdusen/N VI:
Klien mampu menggerakkan bola mata, reflek pupil normal
d) Nervus Trigeminus/N Vl:
Klien mampu membedakan panas dan dingin, tajam dan tumpul, getaran dan
rabaan
e) Nervus Fasialis/N VII:
Klien mampu membedakan rasa dan mampu menggerakkan otot wajah
f) Nervus Akustik/N VIII:
Keseimbangan klien saat berjalan dan berdiri terjaga
g) Nervus Glosopharingeus/N IX, Nervus Vagus/N X:
Klien mampu menelan, mengunyah, membuka mulut, dan positif
h) Nervus Aksesorius/N XI:
Klien mengangkat bahu dan menahan tekanan pada bahunya
i) Nervus Hipoglasus/N XII:
Klien tidak mampu melakukan pronasi dan supinasi dengan baik pada telapak
tangannya
p. Pemeriksaan refleks
Normal tidak ada kelainan
4. Data Penunjang
Hematologi
26/10/2021 RDW-SD 43.8 fl 35.0-56.0
MPV 8.8 fl 7.0-11.0
hematokrit 44.5 % 37.0-54.-
PCT 0.259 % 0.108-0.282
RBC 4.67 3.50-5.50
Gula 110 Mg/dL 80-120
sewaktu
SARS-covid negatif Negative
5. Data Tambahan
Tidak ada data tambahan
6. Therapy
Tanggal Awal
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
diberikan
1. 26/10/2021 Ketorolac 2×30 iv Analgesik
mg/ml
2. Omeprazole 2×40 mg iv Mengurangi
sekresi asam
lambung
3. Ceftriaxone 2×1 gr iv Antibiotik
4. Paracetamol 4x500 mg oral Antipiretik dan
analgesik
5. Ranitidine 2×25 iv Penghambat H2
mg/ml dan mengurangi
sekresi asam
lambung
6. RL 20 tpm iv Cairan Kristaloid
5. ANALISA DATA
A. TABEL ANALISA DATA
MASALAH
DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : Tindakan Pembedahan Nyeri akut
Pasien mengatakan nyeri
pada bekas luka operasi Terputusnya Kontinuitas
Pasien mengatakan nyeri Jaringan
yang dirasakan seperti ditusuk-
tusuk dan perih Pengeluaran zat–zat kimia
muntah adekuat
Tampak pasien
menghabiskan lauk, buah dan
1 /2 porsi nasi, sayur tidak
dimakan
Penurunan BB 3 kg dalam 6
bulan terakhir
IMT = 16,65 (normal : 18,5-
22,9)
Hb = 11,6 gr/dl (normal : 12-
16)
Ht = 34,9 % (normal : 37-43)
Ds: Badannya terasa lemah Intoleransi aktivitas
Klien mengatakan badannya ↓
terasa lemas Klien tidak Akibat Post Op
mampu memenuhi Apprndisitis
kebutuhannya secara mandiri ↓
Do: Kelemahan fisik
Keadaan Umum : Lemah. ↓
Klien hanya berbaring saja Pembatasan aktivitas
ditempat tidur
TTV
TD : 120/70 mmHg
T : 36,5 °c
N : 80 x/menit
RR: 24 x/m
B. TABEL DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
TANGGAL /
TANGGAL
JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
TERATASI
DITEMUKAN
27 / 10/ 2021 Nyeri Akut b/d post of appendiktomi d/d ttd
08.00 klien tampak gelisah dan meringis kesakitan.
Mengajarkan tekhnik
nonfarmakologi Hasil:
Menggunakan tekhnik
09.30 1 O : pasien tamapak menahan nyeri
relaksasi nafas dalam
Pasien tampak melakukan relaksasi
nafas dalam
Kolaborasi dengan dokter jika
ada keluhan atau tindakan
tidak berhasil
10.00 1
28/10/2021
Mengkaji nyeri pasien S: Pasien mengatakan nyeri pada bekas
13.00 1 gede
luka
Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
perih. Pasien mengatakan skala nyeri
nya 5
Pasien mengatakan nyeri yang dirasa
menetap dan nyeri bertambah apabila
bergerak/ beraktivitas dan batuk
O : pasien Nampak menahan nyeri
Pasien tampak memegang perutnya
14.00 1 Mengukur TTV S : pasien mengatakan lemah gede
O : TD : 100/80 mmHg
N : 79 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36 C
15.00 mengajarkan metode distraksi
S : pasien mengatakn nyeri pada luka Gede
selama nyeri akut (bernafas
masih terasa
dengan teratur) O : pasien tampak mengatur nafas
E. EVALUASI
Hari/ Tgl/ No
No Evaluasi TTD
Jam Dx
1 Jumat/ 1 S: Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang gede
29/10/2021
/ 08.00 O: Klien terlihat gelisah dan meringis kesakitan
KU lemah
TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
RR: 28x/menit
T : : 36 °c
A: Masalah teratasi, nyeri dalam skala 3
P: Intervensi dilanjutkan, observasi skala nyeri dan pemberian
analgesik:
Infuse RL 0,5%/20 tpm
Injeksi keterolac: 30 mg/8 jam
Injeksi ranitidin 50 mg/12 jam
2 Jumat/ 2 S: Klien mengatakan nafsu makan membaik gede
O:Mukosa bibir lembab
29/10/2021
Klien menghabiskan 1 porsi
/ 11.30 A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien