B. Anatomi Fisologi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10
cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan
embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi
appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit
kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia
tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada
bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan
sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang
sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal
(di depan usus halus) 1%,
Fisiologi Appendiks
Appendiks berfungsi untuk menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karea jumlah jaringan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan jumlah jaringan di saluran cerna dan seluruh tubuh.
C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Appendiksitis terjadi paling banyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
E. Patofisologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (Mansjoer,
2007) .
F. Pathway
PATHWAY APPENDISITIS
Konstipasi
Obstruksi pada lumen
Bendungan Mukus
Appendiktomi
Kurang pengetahuan Risiko Kekurangan
Defisiensi tentang proses Volume Cairan
Pengetahuan pengobatan
Konstipasi
G. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah
leukosit (sel darah putih). terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. Pemerriksaan urinalisa diperlukan untuk
menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien
wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur
kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007).
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat
membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam
lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu
dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di
daerah rongga panggul (Sanyoto, 2007). Namun dari semua pemeriksaan pembantu
ini, yang menentukan diagnosis apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis.
Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan
diagnosis. Pada anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih
sulit dan dokter bedah biasanya lebih agresif dalam bertindak (Sanyoto, 2007)
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang
mengalami inflamasi serta pelebaran sekum
c. Pemeriksaan urine.
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti
infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir
sama dengan appendisitis.
H. Komplikasi
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada
70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
4. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
I. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan kronis
a) Apendisitis Akut
Peradangan pada appendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini
disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini nyeri yang dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Nyeri tekan
dan nyeri lepas disertai rigiditas pada titik McBurney sensitive untuk apendisitis
akut. Komplikasi dari apendisitis akut yang paling sering terjadi adalah perforasi.
Perforasi dari appendiks dapat menimbulkan abses periapendisitis yaitu
terkumpulnya pus yang terinfeksi bakteri. Appendiks menjadi terinflamasi, bias
terinfeksi dengan bakteri, dan bisa dipenuhi pus hingga pecah, jika appendiks tidak
diangkat tepat waktu. Pada apendisitis perforasi isi pus yang di dalam appendiks
dapat ke luar ke rongga peritoneum. Gejala dari apendisitis perforasi mirip dengan
gejala apendisitis akut biasa, namun keluarnya pus dari lubang appendiks
menyebabkan nyeri yang lebih saat mencapai rongga perut (Lee, 2009).
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah
bertumpuk nanah (Docstoc, 2010).
b) Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal yaitu;
pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen
selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternative diagndosis lain. Kedua, setelah
dilakukan appendiktomi gejala yang dialami pasien akan hilang dan yang ketiga,
secara histopatologik gejalanya dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis
yang aktif pada dinding appendiks atau fibrosis pada appendiks, (Santacroce &
Craig, 2006). Gejala yang dialami oleh pasien apendisitis kronis tidak jelas dan
progresifnya lambat. Terkadang pasien mengeluh merasakan nyeri pada kuadran
kanan bawah yang intermiten atau persisten selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua (Docstoc, 2010).
J. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis.
Tata laksana apendisitis sebelum terjadinya perforasi antara lain; rehidrasi,
pemberian antibiotik, dan tindakan bedah appendiktomi (pengangkatan appendiks).
Biasanya antibiotik diberikan sebelum prosedur operasi. Cairan intra vena dan
elektrolit diberikan sebelum operasi. Khususnya pada anak yang mengalami
dehidrasi yang ditandai dengan anorexia yang merupakan karakteristik apendisitis
(Hockenberry & Willson, 2007)
Tindakan bedah biasanya dilkukan pada kuadran kanan bawah perut dengan
dilakukan insisi (appendiktomi terbuka). Operasi laparoscopic biasanya dilakukan
untuk mengatasi apendisitis akut nonperforasi. Tiga buah kanula dimasukkan ke
dalam perut, satu kanula pada umbilicus, satu kanula pada kuadran kiri bawah
perut, dan satu lagi pada area suprapubic. Telescope kecil dimasukkan melalui
kanula pada kuadran kiri bawah dan stapler endoscopic dimasukkan melalui kanula
umbilicus. Appendiks akan diligasi dengan menggunakan stapler dan dikeluarkan
melalui kanula lewat umbilicus.
Manfaat laparascopi appendiktomi mengurangi waktu operasi dan dibawah
pengaruh anestesi dan juga mengurangi risiko terjadinya infeksi pada luka
postoperasi (Hockenberry & Willson, 2007).
Pada apendisitis perforasi atau yang telah mengalami rupture appendiks
memiliki tata laksana antara lain; rehidrasi intra vena, antibiotic sistemik, dan
dekompresi saluran gastro intestinal dengan menggunakan selang naso gastric
sebelum operasi, serta tindakan bedah laparatomi appendiktomi. Anak yang
mengalami peritonitis diberikan antibiotik seperti ampicilin, gentamicin, dan
clindamycin selama 7- 10 hari (Hockenberry & Willson, 2007).
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Tata laksana keperawatan yang dapat diberikan pada kien dengan appendicitis
adalah mengobservasi secara umum keadaan pasien. Pada kasus appendicitis
penatalaksanaan yang dilakukan merupakan terapi simptomatik yang diberikan
sesuai dengan gejala yang muncul. Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan,
tanda dan gejala appendisitis sering kali masih belum jelas. Dalam keadaan ini
observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring. Pada
kejadian lain, pasien sering mengalami demam sehingga dapat diberikan tepid
sponge. Tepid sponge merupakan terapi yang diberikan untuk mengatasi demam
pada anak secara non medis dengan menggunakan kompres hangat (Sharber,
1997). Teknik ini dilakukan dengan memberikan kompres hangat pada anak,
dengan suhu air 30-35°C. Sebuah penelitian di India menunjukkan bahwa
pemberian antipiretik yang disertai tindakan tepid sponge menurunkan suhu tubuh
lebih cepat dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja (Thomas,
Vijaykumar,Naik, Moses, & Antonisamy, 2009). Penelitian Tia Setiawati 2009
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kelompok intervendi dan
kelompok kontrol yang diberikan terapi tepid sponge dan disertai pemberian
antipiretik. Pada persiapan pasien untuk apendiktomi diantaranya perawat
memastikan kepada dokter bahwa tes darah, cek urine, rontgen, dan puasa sudah
dilaksanakan. Sedangkan tata laksana perawatan post operasi antara lain;
management nyeri, berikan kompres hangat (pada pasien dengan hipertermia post
opp), perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan, baringkan
pasien dalam posisi Fowler, lakukan perawatan luka jahitan dan mobilisasi pasien
secara teratur untuk mencegah dekubitus
II. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
A. Pengkajian
a) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa,
pekerjaan, penghasilan dan alamat.
b) Keluhan utama
Keluhan utama nyeri pada perut bagian kanan bawah. Pada pasien post opp
appendiktomi keluhan utama yang dirasakan nyeri pada luka insisi pasca
pembedahan.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pre-operasi, pasien dengan appendicitis biasanya mengeluh nyeri pada abdomen
kanan bawah yang dapat disertai dengan demam. Timbul keluhan nyeri perut,
nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk, nyeri dirasakan pada luka bekas operasi
dengan skala (0-10) dan nyeri timbul memberat ketika bergerak.
d) Riwayat penyakit dahulu
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi
sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang menimbulkan timbulnya
sumbatan fungsi appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman folar kolon
sehingga menjadi appendisitis akut.
e) Pola – pola fungsi kesehatan
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka.
2. Nutrisi dan metabolik
Pre Operasi :
Umumnya pasien mengkunsumsi makanan yang rendah serat dan juga
makanan yang banyak mengandung biji-bijian, dan pola minum pasien tidak
mengalami gangguan. (Barbara C. Long, 2006).
Post Operasi :
Biasanya pasien tidak ada nafsu makan karena dipengaruhi oleh adanya nyeri
di daerah abdomen yang disertai pengaruh anastesi. Dan pola minum pasien
tidak mengalami gangguan
3. Aktivitas dan latihan
Pre Operasi :
Sebelum dioperasi pasien bisa melakukan aktivitas sehari-hari
Post Operasi :
Umumnya pada pasien operasi apendiktomy pola aktivitas mengalami
gangguan karena disebabkan nyeri pada daerah bekas insisi.
4. Tidur istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
5. Eliminasi
Pre Operasi :
Umumnya BAB dan BAK tidak mengalami gangguan.
Post Operasi :
Biasanya pada pasien post apendiktomy pola BAB dan BAK mengalami
gangguan karena pengaruh anastesi.
6. Pola persepsi kesehatan (konsep diri)
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan
dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
7. Peran dan hubungan sosial
Pre Operasi :
Umumnya pasien dengan apendiktomy psikologisnya tidak mengalami
gangguan.
Post Operasi :
Biasanya pada pasien apendiktomy psikologisnya mengalami gangguan karena
merasa cemas.
8. Seksual dan reproduksi
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama
beberapa waktu.
9. Manajemen koping
Pre Operasi :
Klien kalau setres mengalihkan pada hal lain.
Post Operasi :
Klien kalau stress murung sendiri, menutup diri
10. Kognitif perceptual
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu
dan tempat.
11. Nilai dan kepercayaan
Pre Operasi :
Biasanya pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnnya tidak mengalami
gangguan.
Post Operasi :Umumnya pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnya
mengalami gangguan karena terjadinya proses pembedahan abdomen kanan
bawah.
f) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran : umumnya tidak mengelami penurunan kesadaran
Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
b. Suhu
c. Pernafasan
d. Denyut nadi
Pre operasi
a. Abdomen :
Inspeksi: Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
perut.
Auskultrasi: Pada umumnya suara bising usus masih normal ( 6-
12x/menit)
Perkusi : Pada umumnya Perkusi normal (timpani) pada seluruh kuadran
Palpasi: Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa
nyeri. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di
perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).Nyeri tekan perut
kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis.
Post operasi
a. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
b. Sistem gastrointestinal: Distensi abdomen dan adanya penurunan bising usus
dapat terjadi pada pasien post appendiktomi karena pasien dalam efek anastesi
sehingga aliran vena dan gerakan peristaltik usus menjadi menurun.
c. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena post operasi
d. Sistem Persyarafan: Terdapat nyeri pada luka insisi pembedahan.
e. Sistem Integumen : adanya luka bekas operasi pada kulit bagian abdomen
kanan bawah.
f. Abdomen :
Inspeksi : Akan tampak adanya luka bekas operasi pada abdomen kanan
bawah.
Auskultrasi: Umumnya terjadi penurunan paristaltik usus akibat dari
pengaruh sisa obat anastesi
Perkusi: Perkusi pada seluruh kuadran kecuali pada kuadran ke-4 normal
(timpani)
Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) dan Dengan
tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat /tungkai di angkat tinggi-
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign), bila tekanan
dilepaskan juga akan terasa nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa Pre-Operasi
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma.
2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder akibat
infeksi gastrointestinal.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Diagnosa Post-Operasi
1. Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat
operasi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat
pembedahan
4. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas
5. Defisiensi pengetahuan (perawatan luka post operasi) berhubungan dengan
kurangnya paparan informasi mengenai perawatan luka post operasi.
C. INTERVENSI
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzane. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Volume 2. Jakarta:EGC.
Sylvia, A Price. 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Jilid ll. Jakarta:EGC
Purnama Junaidi, Atiek S. Soemasto, Husna Amels,Kapita selecta kedokteran edisi II Media
Aeskulis, FKUI ; 1982
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Pasien klien mengatakan perut bagian kanan bawah terasa sakit dan panas. Klien
mengeluh sakit sekitar jahitan terutama jika digunakan untuk beraktifitas, terasa panas
seperti ditusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri hilang timbul.
Genogram
Ket :
: laki laki
: perempuan
: garis hubungan
: tinggal serumah
: menunjukkan pasien
Riwayat Sosiokultural
Pasien mengatakan kesehariannya sewbagai seorang dosen membuat pasien harus bisa
bersosialisasi dengan banyak orang. Karena pasien anak laki laki dirumahnya pasien
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergatung
total
2) Latihan
Sebelum Sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit, aktivitas dapat dilakukan secara mandiri, tanpa
Saat Sakit
Pasien dalam keadaan sadar, kesadaran composmentis. Pasien dapat berbicara dengan
baik, bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu bahasa daerah, keterampilan interaksi
tepat. Pasien mengeluh nyeri, pada bagian luka operasinya di bagian pusarnya, nyeri
yang dirasakan menetap dan nyeri meningkat jika bergerak, berpindah posisi,
beraktivitas dan batuk atau bersin. Pasien tampak meringis, berhati-hati saat bergerak
dan memegang area perutnya yang sakit. Saat dilakukan penilaian nyeri, skala nyeri
rentang 5 (nyeri sedang) diukur dengan visual analogue scale. Jika nyeri biasanya
hanya dibawa tidur atau istirahat bahkan jika nyeri yang dirasakan hebat pasien
prosedur dalam operasinya, pasien juga tidak mengetahui prosedur operasi yang akan
dijalaninya nanti. Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat pulang sehingga
Pasien mengatakan selama dirawat tidur kurang lebih 5 jam. Pasien mengatakan
selesai operasi dan di antar ke ruangan jam 1 siang, pasien tidur kembali sampai jam
03.00 dan tidak bisa tidur lagi karena perutnya mulai nyeri kembali. Sebelum sakit
pasien tidur kurang lebih 8 jam pada malam hari dan 2 jam tidur pada siang hari.
Sebelum Sakit
Pasien mengatakan sebagai kepala keluarga dan tulang punggung keluarga. Pasien
Saat Sakit
Pasien mengatakan semenjak sakit peran sebagai seorang suami dan ayah menjadi
Sebelum Sakit
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan seksual dan organ reproduksi nya.
Saat Sakit
Pasien mengatakan saat sakit pasien mengalami ketidak nyaman karena tidak dapat ke
dengan istrinya. Pasien tidak menggunakan obat untuk menghilangkan stress. Pasien
mengatakan biaya rumah sakit ditanggung oleh BPJS dan dalam perawatan selama
Pasien beragama Hindu. Pasien mengatakan selama dirawat tidak beribadah karena
kondisinya yang sulit untuk melakukan ibadah. Pasien mengatakan penyakit yang
dideritanya sekarang merupakan cobaan dari Tuhan dan untuk menghapus dosa-
dosanya. Saat ini pasien berharap dapat sembuh secepatnya dan dapat berkumpul
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : komposmentis
Tingkat Kesadaran : komposmentis
GCS: Verbal: 5 Psikomotor: 6 Mata:4
b. Tanda-tanda Vital
Nadi : 80 x / menit Suhu: 360 C TD: 100/60 mmHg
RR: 20 x/ menit
c. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normochepal, rambut tampak hitam, rambut tidak mudah
Palpasi : tidak ada teraba pembengkakan pada kepala dan wajah, tidak ada nyeri tekan
d. Mata
Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks pupil baik
e. Hidung
Simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak ada polip dan tidak ada pernafasan
cuping hidung.
f. Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran baik
g. Mulut
Mulut tampak simetris, mukosa bibir lembab, tampak pucat, tidak ada stomatitis,
tidak ada candidiasis, gigi lengkap dan tidak berlubang.
h. Leher
a. Kelenjar Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
b. Tiroid Tidak ada pembesaran tiroid
c. Trakea Posisi trakea di tengah
d. Karotid Bruit Vascular
e. Vena JVP 5-2 cmH2O
i. Dada
Paru-Paru
I : Pergerakan dinding dada tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada jejas, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan.
Pa : Fremitus kiri dan kanan simetris
Pe : Sonor
A : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
Jantung
I : ictus cordis tak terlihat
Pa : PMI ICS V mid klavikula sinistra
Pe : kanan : ICS III pada linea parasternal kanan, kiri : ICS III linea parasternal kiri,
atas : ICS III linea parasternal kanan, bawah : ICS V linea parasternal kanan
A : Irama teratur
j. Abdomen
Inspeksi : bentuk simentris, terdapat luka post operasi appendiktomy dengan jahitan
rapi, luka bersih, tidak ada pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak,
panjang luka ± 5 cm, terdapat 5 jahitan luka.
Auskultasi : Peristaltik usus 17 x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, tidak ada pembesaran ginjal maupun limfa, suhu
sekitar luka hangat
k. Ekstremitas
Atas
Tampak terpasang IVFD RL 12jam/kolf di tangan kiri, akral teraba dingin, tidak ada
edema, CRT 2 detik.
Bawah
Tidak ada edema, CRT 2 detik, teraba dingin, tidak ada varises, tidak ada
l. Genetalia
Pasien terpasang foley kateter, warna urin kuning jernih, tidak ada perdarahan, tidak
m. Anus
Tidak dikaji
n. Neurologis
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan system neuronya.
Status Mental dan Emosi
Pasien mengatakan tidak mudah marah maupun tersinggung ketika menemukan
masalah
o. Pengkajian saraf kranial
a) Nerfus Olfaktorius/N I:
Kemampuan menghidu klien cukup baik Kemampuan
b) Optikus/N II:
Klien mampu membaca dengan jarak lebih kurang 6 m
c) Nervus Okulomotorius/N III, Trochlearis/N IV, Abdusen/N VI:
Klien mampu menggerakkan bola mata, reflek pupil normal
d) Nervus Trigeminus/N Vl:
Klien mampu membedakan panas dan dingin, tajam dan tumpul, getaran dan
rabaan
e) Nervus Fasialis/N VII:
Klien mampu membedakan rasa dan mampu menggerakkan otot wajah
f) Nervus Akustik/N VIII:
Keseimbangan klien saat berjalan dan berdiri terjaga
g) Nervus Glosopharingeus/N IX, Nervus Vagus/N X:
Klien mampu menelan, mengunyah, membuka mulut, dan positif
h) Nervus Aksesorius/N XI:
Klien mengangkat bahu dan menahan tekanan pada bahunya
i) Nervus Hipoglasus/N XII:
Klien tidak mampu melakukan pronasi dan supinasi dengan baik pada telapak
tangannya
p. Pemeriksaan refleks
Normal tidak ada kelainan
4. Data Penunjang
Hematologi
26/10/2021 RDW-SD 43.8 fl 35.0-56.0
MPV 8.8 fl 7.0-11.0
hematokrit 44.5 % 37.0-54.-
PCT 0.259 % 0.108-0.282
RBC 4.67 3.50-5.50
Gula 110 Mg/dL 80-120
sewaktu
SARS-covid negatif Negative
5. Data Tambahan
Tidak ada data tambahan
6. Therapy
Tanggal Awal
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
diberikan
1. 26/10/2021 Ketorolac 2×30 iv Analgesik
mg/ml
2. Omeprazole 2×40 mg iv Mengurangi
sekresi asam
lambung
3. Ceftriaxone 2×1 gr iv Antibiotik
4. Paracetamol 4x500 mg oral Antipiretik dan
analgesik
5. Ranitidine 2×25 iv Penghambat H2
mg/ml dan mengurangi
sekresi asam
lambung
6. RL 20 tpm iv Cairan Kristaloid
5. ANALISA DATA
A. TABEL ANALISA DATA
MASALAH
DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : Tindakan Pembedahan Nyeri akut
Pasien mengatakan nyeri
pada bekas luka operasi Terputusnya Kontinuitas
Pasien mengatakan nyeri Jaringan
yang dirasakan seperti ditusuk-
tusuk dan perih Pengeluaran zat–zat kimia
Pasien mengatakan nyeri
yang dirasa menetap dan nyeri
bertambah apabila bergerak/ Merangsang hipotalamus
beraktivitas dan batuk
Pasien mengatakan nyeri Stimulus Korteks Serebri
DO:
Pasien tampak meringis
P : luka post operasi, luka
insisi 10mm di bawah
umbilikus, 5mm di abdomen
bawah, luka tertutup verban.
Q : Seperti ditusuk-tusuk dan
perih
R :Pada pusar
S:5
T : menetap
Pasien tampak berhati-hati
saat bergerak
Pasien tampak selalu
memegang perut yang nyeri
Pasien tidur 5 jam
Pasien tampak lelah dan letih
Tanda-tanda Vital :
TD : 100/60 mmHg,
N : 90x / menit ,
P : 20 x / menit
DS : Mual/Muntah Resiko Nutrisi Kurang dari
Pasien mengatakan tidak ↓ kebutuhan tubuh
nafsu makan karena merasa Akibat reaksi obat
mual dan nyeri pada perutnya. analgesik
DO : ↓
Pasien tampak lemah dan Penurunan selera makan
letih ↓
Pasien tampak mual dan Asupan nutrisi tidak
muntah adekuat
Tampak pasien
menghabiskan lauk, buah dan
1 /2 porsi nasi, sayur tidak
dimakan
Penurunan BB 3 kg dalam 6
bulan terakhir
IMT = 16,65 (normal : 18,5-
22,9)
Hb = 11,6 gr/dl (normal : 12-
16)
Ht = 34,9 % (normal : 37-43)
Ds: Badannya terasa lemah Intoleransi aktivitas
Klien mengatakan badannya ↓
terasa lemas Klien tidak Akibat Post Op
mampu memenuhi Apprndisitis
kebutuhannya secara mandiri ↓
Do: Kelemahan fisik
Keadaan Umum : Lemah. ↓
Klien hanya berbaring saja Pembatasan aktivitas
ditempat tidur
TTV
TD : 120/70 mmHg
T : 36,5 °c
N : 80 x/menit
RR: 24 x/m
B. TABEL DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
TANGGAL /
TANGGAL
JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
TERATASI
DITEMUKAN
27 / 10/ 2021 Nyeri Akut b/d post of appendiktomi d/d ttd
08.00 klien tampak gelisah dan meringis
kesakitan.
C. PERENCANAAN
Hari/ No Tujuan dan
Intervensi Rasional TTD
Tanggal Dx Kriteria Hasil
27/10/202 1 Setelah dilakukan a. Lakukan a. Mengetahui
1 tindakan pengkajian nyeri perkembangan klien
keperawatan dalam secara dan membantu
3x24 diharapkan komprehensif dalam evaluasi
nyeri klien termasuk lokasi, gejala nyeri
berkurang atau karakteristik, gastritis.
hilang durasi, frekuensi, Penggunaan skala
Kriteria hasil: kualitas dan faktor rentang membantu
Mengontrol nyeri presipitasi, klien dalam
(tahu penyebab observasi TTV mengkaji tingkat
nyeri mampu b. Ajarkan metode nyeri dan
menggunakan distraksi selama memberikan alat
tekhnik nyeri akut untuk evaluasi
nonfarmakologi (bernafas dengan keefektifan
(memperlihatkan teratur) analgesik,
tekhnik relaksasi c. Ajarkan tindakan meningkatkan
secara individual nyeri yang kontrol nyeri,
yang efektif untuk noninvasive. Mengetahui
mencapai d. Relaksasi (nafas perkembangan nyeri
kenyamanan) dalam/mandi air klien
Melaporkan hangat dan aroma b. Mengurangi rasa
bahwa nyeri terapi lavender), nyeri
berkurang dengan Bantu pasien saat c. Mengurangi rasa
menggunakan minum obat pereda nyeri dan
manajemen nyeri rasa sakit yang penghematan
Mengajarkan tekhnik
nonfarmakologi Hasil:
Menggunakan tekhnik
1 O : pasien tamapak menahan nyeri
relaksasi nafas dalam
09.30 Pasien tampak melakukan relaksasi
nafas dalam
Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan atau
tindakan tidak berhasil
1
10.00
Menentukan status gizi
2 pasien dan kemampuan untuk S: pasien mengatakan nafsu makan
memenuhi kebutuhan gizi menurun karena mual
O : pasien tampak lemas
10.30
Membantu pasien dalam
menentukan diet makanan S : pasien mengatakan hanya makan
2 yang paling cocok dalam 1/3 porsi dengan konsistensi lunak
memenuhi kebutuhan nutrisi
11.00
O : makanan habis 1/3 porsi
11.30 3 Mengobservasi sejauh mana S : pasien mengatakan lemah, aktivitas gede
klien bisa melakukan dibantu oleh keluarga
aktivitas
O : KU lemah
12.00 Menjelaskan pentingnya
beraktivitas bagi klien
(melatih gerak)
12.30
Membantu klien dalam
beraktivitas (duduk semi
13.00 1 Fowler)
TD: 120/60 mmHg
Mengukur TTV
RR: 27x/menit
HR: 85x/menit
T : 36,5 °c
28/10/202
S: Pasien mengatakan nyeri pada bekas
1 1 gede
13.00 Mengkaji nyeri pasien luka
Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
perih. Pasien mengatakan skala nyeri
nya 5
Pasien mengatakan nyeri yang dirasa
menetap dan nyeri bertambah apabila
bergerak/ beraktivitas dan batuk
O : pasien Nampak menahan nyeri
Pasien tampak memegang perutnya
14.00 1 Mengukur TTV S : pasien mengatakan lemah gede
O : TD : 100/80 mmHg
N : 79 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36 C
15.00 mengajarkan metode distraksi
S : pasien mengatakn nyeri pada luka Gede
selama nyeri akut (bernafas
masih terasa
dengan teratur) O : pasien tampak mengatur nafas