Anda di halaman 1dari 50

I.

Laporan Pendahuluan (Tinjauan Teori)


A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001
dalam Docstoc, 2010).
Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks dan menjadi penyebab
umum terjadinya tindakan emergency bedah abdomen pada anak (Hockenberry &
Wilson, 2011).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan. (Mansjoer, Arief,dkk, 2011).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks
atau pembuluh darahya (Corwin, 2011).
Apendisitis adalah infeksi atau peradangan pada appendiks karena
tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing
usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama dari Apendisitis. appendiks
merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi

B. Anatomi Fisologi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10
cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan
embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi
appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit
kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia
tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada
bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan
sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang
sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal
(di depan usus halus) 1%,
Fisiologi Appendiks
Appendiks berfungsi untuk menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karea jumlah jaringan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan jumlah jaringan di saluran cerna dan seluruh tubuh.

C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Appendiksitis terjadi paling banyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

D. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala


a. Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan
apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena
nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup
jelas. Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut
abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri
merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium
atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah
menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada
di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina iliaka
anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam,
dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa
neyri perut yang berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan
salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis.
Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks
berada retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks
retrosekal menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena
terlindungi sekum sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada
apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi
musculus psoas mayor secara dorsal.
b. Mual dan Muntah
Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan
berkurang atau anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis.
c. Gejala Gastrointestinal
Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam
bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan
adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral.
Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada
apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks
retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan
terdapat penyakit penyerta lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien
apendisitis, terutama dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik.
d. Demam
Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan
radang atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan.
Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 – 38,5°C. Demam yang terus
memberat dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi

E. Patofisologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (Mansjoer,
2007) .
F. Pathway
PATHWAY APPENDISITIS

Fekolit Feses yang keras), Konsumsi


hiperplasia limfoid & Tumor rendah serat

Konstipasi
Obstruksi pada lumen

Bendungan Mukus

Peningkatan tekanan intra-lumen


(penekanan pada dinding appendiks)

Aliran darah terganggu

Edema, Invasif bakteri akibat ulserasi pada dinding appendiks

Respon Nyeri abdomen


Hipertermia Appendiks Meradang Nyeri
Inflamasi kuadran kanan
(Appendisitis) bawah
Peritonitis Peritonium
Mual, Muntah

Appendiktomi
Kurang pengetahuan Risiko Kekurangan
Defisiensi tentang proses Volume Cairan
Pengetahuan pengobatan

Jaringan Efek Anastesi


Risiko Infeksi Luka Insisi
(Portal) Terbuka
Peristaltik usus
menurun

Konstipasi
G. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah
leukosit (sel darah putih). terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. Pemerriksaan urinalisa diperlukan untuk
menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien
wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur
kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007).
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat
membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam
lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu
dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di
daerah rongga panggul (Sanyoto, 2007). Namun dari semua pemeriksaan pembantu
ini, yang menentukan diagnosis apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis.
Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan
diagnosis. Pada anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih
sulit dan dokter bedah biasanya lebih agresif dalam bertindak (Sanyoto, 2007)
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang
mengalami inflamasi serta pelebaran sekum
c. Pemeriksaan urine.
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti
infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir
sama dengan appendisitis.
H. Komplikasi
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada
70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
4. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

I. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan kronis
a) Apendisitis Akut
Peradangan pada appendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini
disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini nyeri yang dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Nyeri tekan
dan nyeri lepas disertai rigiditas pada titik McBurney sensitive untuk apendisitis
akut. Komplikasi dari apendisitis akut yang paling sering terjadi adalah perforasi.
Perforasi dari appendiks dapat menimbulkan abses periapendisitis yaitu
terkumpulnya pus yang terinfeksi bakteri. Appendiks menjadi terinflamasi, bias
terinfeksi dengan bakteri, dan bisa dipenuhi pus hingga pecah, jika appendiks tidak
diangkat tepat waktu. Pada apendisitis perforasi isi pus yang di dalam appendiks
dapat ke luar ke rongga peritoneum. Gejala dari apendisitis perforasi mirip dengan
gejala apendisitis akut biasa, namun keluarnya pus dari lubang appendiks
menyebabkan nyeri yang lebih saat mencapai rongga perut (Lee, 2009).
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah
bertumpuk nanah (Docstoc, 2010).
b) Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal yaitu;
pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen
selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternative diagndosis lain. Kedua, setelah
dilakukan appendiktomi gejala yang dialami pasien akan hilang dan yang ketiga,
secara histopatologik gejalanya dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis
yang aktif pada dinding appendiks atau fibrosis pada appendiks, (Santacroce &
Craig, 2006). Gejala yang dialami oleh pasien apendisitis kronis tidak jelas dan
progresifnya lambat. Terkadang pasien mengeluh merasakan nyeri pada kuadran
kanan bawah yang intermiten atau persisten selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua (Docstoc, 2010).

J. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis.
Tata laksana apendisitis sebelum terjadinya perforasi antara lain; rehidrasi,
pemberian antibiotik, dan tindakan bedah appendiktomi (pengangkatan appendiks).
Biasanya antibiotik diberikan sebelum prosedur operasi. Cairan intra vena dan
elektrolit diberikan sebelum operasi. Khususnya pada anak yang mengalami
dehidrasi yang ditandai dengan anorexia yang merupakan karakteristik apendisitis
(Hockenberry & Willson, 2007)
Tindakan bedah biasanya dilkukan pada kuadran kanan bawah perut dengan
dilakukan insisi (appendiktomi terbuka). Operasi laparoscopic biasanya dilakukan
untuk mengatasi apendisitis akut nonperforasi. Tiga buah kanula dimasukkan ke
dalam perut, satu kanula pada umbilicus, satu kanula pada kuadran kiri bawah
perut, dan satu lagi pada area suprapubic. Telescope kecil dimasukkan melalui
kanula pada kuadran kiri bawah dan stapler endoscopic dimasukkan melalui kanula
umbilicus. Appendiks akan diligasi dengan menggunakan stapler dan dikeluarkan
melalui kanula lewat umbilicus.
Manfaat laparascopi appendiktomi mengurangi waktu operasi dan dibawah
pengaruh anestesi dan juga mengurangi risiko terjadinya infeksi pada luka
postoperasi (Hockenberry & Willson, 2007).
Pada apendisitis perforasi atau yang telah mengalami rupture appendiks
memiliki tata laksana antara lain; rehidrasi intra vena, antibiotic sistemik, dan
dekompresi saluran gastro intestinal dengan menggunakan selang naso gastric
sebelum operasi, serta tindakan bedah laparatomi appendiktomi. Anak yang
mengalami peritonitis diberikan antibiotik seperti ampicilin, gentamicin, dan
clindamycin selama 7- 10 hari (Hockenberry & Willson, 2007).
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Tata laksana keperawatan yang dapat diberikan pada kien dengan appendicitis
adalah mengobservasi secara umum keadaan pasien. Pada kasus appendicitis
penatalaksanaan yang dilakukan merupakan terapi simptomatik yang diberikan
sesuai dengan gejala yang muncul. Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan,
tanda dan gejala appendisitis sering kali masih belum jelas. Dalam keadaan ini
observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring. Pada
kejadian lain, pasien sering mengalami demam sehingga dapat diberikan tepid
sponge. Tepid sponge merupakan terapi yang diberikan untuk mengatasi demam
pada anak secara non medis dengan menggunakan kompres hangat (Sharber,
1997). Teknik ini dilakukan dengan memberikan kompres hangat pada anak,
dengan suhu air 30-35°C. Sebuah penelitian di India menunjukkan bahwa
pemberian antipiretik yang disertai tindakan tepid sponge menurunkan suhu tubuh
lebih cepat dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja (Thomas,
Vijaykumar,Naik, Moses, & Antonisamy, 2009). Penelitian Tia Setiawati 2009
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kelompok intervendi dan
kelompok kontrol yang diberikan terapi tepid sponge dan disertai pemberian
antipiretik. Pada persiapan pasien untuk apendiktomi diantaranya perawat
memastikan kepada dokter bahwa tes darah, cek urine, rontgen, dan puasa sudah
dilaksanakan. Sedangkan tata laksana perawatan post operasi antara lain;
management nyeri, berikan kompres hangat (pada pasien dengan hipertermia post
opp), perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan, baringkan
pasien dalam posisi Fowler, lakukan perawatan luka jahitan dan mobilisasi pasien
secara teratur untuk mencegah dekubitus
II. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
A. Pengkajian
a) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa,
pekerjaan, penghasilan dan alamat.
b) Keluhan utama
Keluhan utama nyeri pada perut bagian kanan bawah. Pada pasien post opp
appendiktomi keluhan utama yang dirasakan nyeri pada luka insisi pasca
pembedahan.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pre-operasi, pasien dengan appendicitis biasanya mengeluh nyeri pada abdomen
kanan bawah yang dapat disertai dengan demam. Timbul keluhan nyeri perut,
nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk, nyeri dirasakan pada luka bekas operasi
dengan skala (0-10) dan nyeri timbul memberat ketika bergerak.
d) Riwayat penyakit dahulu
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi
sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang menimbulkan timbulnya
sumbatan fungsi appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman folar kolon
sehingga menjadi appendisitis akut.
e) Pola – pola  fungsi  kesehatan
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan  olah raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka.
2. Nutrisi dan metabolik
Pre Operasi :
Umumnya pasien mengkunsumsi makanan yang rendah serat dan juga
makanan yang banyak mengandung biji-bijian, dan pola minum pasien tidak
mengalami gangguan. (Barbara C. Long, 2006).
Post Operasi :
Biasanya pasien tidak ada nafsu makan karena dipengaruhi oleh adanya nyeri
di daerah abdomen yang disertai pengaruh anastesi. Dan pola minum pasien
tidak mengalami gangguan
3. Aktivitas dan latihan
Pre Operasi :
Sebelum dioperasi pasien bisa melakukan aktivitas sehari-hari
Post Operasi :
Umumnya pada pasien operasi apendiktomy pola aktivitas mengalami
gangguan karena disebabkan nyeri pada daerah bekas insisi.
4. Tidur istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
5. Eliminasi
Pre Operasi :
Umumnya BAB dan BAK tidak mengalami gangguan.
Post Operasi :
Biasanya pada pasien post apendiktomy pola BAB dan BAK mengalami
gangguan karena pengaruh anastesi.
6. Pola persepsi kesehatan (konsep diri)
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu.  Klien mengalami kecemasan tentang keadaan
dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
7. Peran dan hubungan sosial
Pre Operasi :
Umumnya pasien dengan apendiktomy psikologisnya tidak mengalami
gangguan.
Post Operasi :
Biasanya pada pasien apendiktomy psikologisnya mengalami gangguan karena
merasa cemas.
8. Seksual dan reproduksi
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama
beberapa waktu.
9. Manajemen koping
Pre Operasi :
Klien kalau setres mengalihkan pada hal lain.
Post Operasi :
Klien kalau stress murung sendiri, menutup diri
10. Kognitif perceptual
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu
dan tempat.
11. Nilai dan kepercayaan
Pre Operasi :
Biasanya pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnnya tidak mengalami
gangguan.
Post Operasi :Umumnya pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnya
mengalami gangguan karena terjadinya proses pembedahan abdomen kanan
bawah.
f) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran : umumnya tidak mengelami penurunan kesadaran
Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
b. Suhu
c. Pernafasan
d. Denyut nadi
Pre operasi
a. Abdomen :
 Inspeksi: Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
perut.
 Auskultrasi: Pada umumnya suara bising usus masih normal ( 6-
12x/menit)
 Perkusi : Pada umumnya Perkusi normal (timpani) pada seluruh kuadran
 Palpasi: Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa
nyeri. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di
perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).Nyeri tekan perut
kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis.

Post operasi
a. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
b. Sistem gastrointestinal: Distensi abdomen dan adanya penurunan bising usus
dapat terjadi pada pasien post appendiktomi karena pasien dalam efek anastesi
sehingga aliran vena dan gerakan peristaltik usus menjadi menurun.
c. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena post operasi
d. Sistem Persyarafan: Terdapat nyeri pada luka insisi pembedahan.
e. Sistem Integumen : adanya luka bekas operasi pada kulit bagian abdomen
kanan bawah.
f. Abdomen :
 Inspeksi : Akan tampak adanya luka bekas operasi pada abdomen kanan
bawah.
 Auskultrasi: Umumnya terjadi penurunan paristaltik usus akibat dari
pengaruh sisa obat anastesi
 Perkusi: Perkusi pada seluruh kuadran kecuali pada kuadran ke-4 normal
(timpani)
 Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) dan Dengan
tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat /tungkai di angkat tinggi-
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign), bila tekanan
dilepaskan juga akan terasa nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa Pre-Operasi
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma.
2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder akibat
infeksi gastrointestinal.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Diagnosa Post-Operasi
1. Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat
operasi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat
pembedahan
4. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas
5. Defisiensi pengetahuan (perawatan luka post operasi) berhubungan dengan
kurangnya paparan informasi mengenai perawatan luka post operasi.

C. INTERVENSI

N Diagnose/ Masalah NOC ( Tujuan) NIC (Intervensi)


o Kolaborasi
1. Nyeri akut NOC NIC
Definisi : Pengalaman sensori
Outcome tambahan  Akupressur
dan emosional tidak
untuk Mengukur  Pemberian
menyenangkan yang muncul
Batasan Karakteristik analgetik :
akibat kerusakan jaringan
 Tingkat kecemasan  Pemberian
aktual atau potensial atau
 Nafsu makan analgesic
yang digambarkan sebagai
 Kepuasan klien : intraspinal
kerusakan (International
Managemen nyeri  Pemberian
Association for the Study of
 Kepuasan klien : anastesi
Pain) : awitan yang tiba-tiba
Kontrol gejala  Pengurangan
atau lambat dari intensitas
 Status kenyamanan kecemasan
ringan hingga berat dengan
 Pergerakan  Pemberian obat
akhir yang dapat diantisipasi
 Tidur  Manajemen nyeri
atau diprediksi.  Keparahan mual dan  Manajemen sedasi
Batasan Karakteristik : muntah  Stimulasi Listrik
 Bukti nyeri dengan  Tanda-tanda vital Syaraf
menggunakan standar Outcome yang Transkutaneus
daftar periksa nyeri Berkaitan dengan (TENS)
untuk pasien yang Faktor yang  Pilihan
tidak dapat Berhubungan atau Intervensi
mengungkapkannya Output Menengah tambahan :
 Diaforesis  Pengetahuan :  Mendengar aktif
 Dilatasi pupil Menejemen penyakit  Peningkatan
 Ekspresi wajah nyeri akut mekanika tubuh
 Fokus menyempit  Pengetahuan :  Peningkatan
 Fokus pada diri sendiri Manajemen nyeri koping
 Keluhan tentang  Respon pengobatan  Pengalihan
intensitas  Status neurologi  Dukungan
menggunakan standar  Keparahan cedera fisik emosional
skala nyeri  Tingkat stress  Peningkatan
 Perubahan posisi  Integrasi jaringan : latihan :
untuk menghindari kulit & membrane peregangan
nyeri mukosa  Terapi latihan :
 Perubahan selera  Perfusi jaringan ambulasi
makan  Penyembuhan luka :  Terapi latihan :
 Putus asa primer keseimbangan
 Sikap melindungi area  Penyembuhan luka :  Terapi latihan
nyeri sekunder :pergerakan
sendi
 Terapi latihan :
kontrol otot
 Terapi musik
 Terapi oksigen
 Terapi relaksasi
 Monitor tanda-
tanda vital
2. Intoleransi aktivitas Outcame untuk  Bantuan perawatan
Definisi : mengukur penyelesaian diri
Ketidakcukupan energy  Keterampiran  Relaksasi otot
psikologi atau fsikologi untuk interaksi sosial progresif
mempertahankan atau  Keterlibatan sosial  Peningkatan
menyelesaikan aktivitas Outcam tambahan untuk latihan : peregangan
kehidupan sehari-hari yang mengukur batasan  Peningkatan tidur
harus atau yang ingin karakteristik
dilakukan  Fungsi keluarga
Batasan karakteristik:  Integritas keluarga
 Dispnea setelah  Normalisasi
beraktivitas keluarga
 Keletihan  Ketahanan
 Ketidaknyamanan keluarga
setelah beraktivitas Outcame yang berkaitan
 Perubahan ekg misal  Komunikasi
aritmia, abnormalitas  Konsekuensi
konduksi, iskemia imobilitas : psiko
 Respon frekuensi kognitif
jantung abnormal  Memori pergerakan
terhadap aktivitas
 Respon tekanan darah
abnormal terhadap
aktivitas.

3. Risiko infeksi Immune Status Infection control


Definisi :
1. suhu tubuh (skala 4) 1. Observasi tanda-tanda
Rentan mengalami infasi dan
multiplikasi organisme 2. jumlah leukosit mutlak infeksi dan peradangan.
patogenik yang dapat
(skala 4) 2. Tingkatkan upaya
menggangu kesehatan
Faktor resiko : 3. jumlah leukosit yang pencegahan dengan
 Kurang pengetahuan berbeda (skala 3) mencuci tangan bagi
untuk menghindari
pemajanan patogen Infection Severity semua orang yang
 Malnutrisi 1. Tidak ada kemerahan berhubungan dengan
 Obesitas
 Penyakit kronis(mis. (Skala 5) pasien, meskipun
Diabetes mellitus 2. Tidak terjadi pasien itu sendiri.
 Prosedurinvasif
hipertermia (Skala 5) 3. Pertahankan teknik
3. Tidak ada nyeri (Skala aseptik prosedur
5) invasif.
4. Tidak ada 4. Berikan perawatan kulit
pembengkakan (Skala dengan teratur dan
5) sungguh-sugguh,
massage daerah yang
tertekan. Jaga kulit
tetap kering, linen tetap
kering dan kencang.
5. Bantu pasien
melakukan oral higiene.
6. Anjurkan untuk makan
dan minum adekuat.
7. Kolaborasi tentang
pemberian antibiotik
yang sesuai

4. Konstipasi NOC NIC


Definisi :
Outcome untuk  Manajemen Cairan
Penurunan frekuensi normal
mengukur penyelesaian  Monitor cairan
defekasi yang disertai
dari diagnosis Manajemen saluran
kesulitan atau pengeluaran
 Eliminasi usus cerna
feses tidak tuntas dan atau
 Pengetahuan :  Peresapan obat
feses yang keras, kering dan
perilaku kesehatan  Manajemen nutrisi
banyak.
Outcome tambahan Manajemen
Batasan Karakteristik :
untuk mengukur batasan konstipasi/impaksi
 Bising usus hipoaktif
karakteristik  Manajemen
 Darah merah pada
 Kepercayaan prolapas rectum
feses
mengenai  Pilihan intervensi
 Feses keras dan
kesehatan tambahan :
berbentuk
 Kepercayaan  Pengurangan
 Keletihan umum
mengenai kecemasan
 Mengejan pada saat kesehatan :  Peningkatan latihan
defekasi Ancaman yang
 Manajemen nyeri
 Mual dirasakan
 Terapi relaksasi
 Muntah  Respon pengobatan
 Nyeri pada saat  Tingkat stress
defekasi Outcome yang berkaitan
 Peningkatan tekanan
abdomen dengan factor yang
 Penurunan volume berhubungan atau
feses outcome menengah
 Rasa tekanan rectal  Tingkat kecemasab
 Sering flatus  Tingkat delirium
Faktor yang berhubungan  Pengetahuan diet
Fungsional sehat
 Kebiasaan defekasi Perawatan diri :
pengobatan non parenteral
tidak teratur
 Kebiasaan menekan
dorongan defekasi
 Kelemahan otot
abdomen
Mekanis
 Abses rectal
 Hemoroid
 Ketidakseimbangan
elektrolit
 Prolaps rectal
 Ulkus rectal
Farmakologis
 Agens farmaseutikal
 Stress emosi
 Penyalahgunaan
laksatif
Fisiologis
 Asupan cairan tidak
cukup
 Asupan serat tidak
cukup
 Dehidrasi
 Kebiasaan makan
buruk
Psikologis
 Depresi
Konfusi mental

5. Defisiensi pengetahuan Outcome Untuk Pendidikan kesehatan


Definisi : mengukur Penyelesaian  Targetkan sarana
Ketiadaan atau definisi  Manajemen
pada kelompok
informasi kognitif yang Penyakit Akut
berkaitan dengan topik  Mekanik Tubuh beresiko tinggi dan
tertentu.
Batasan Karakteristik  Manajemen Terapi rentang usia yang
 Ketidakakuratan Antikoagulan akan mendapat
melakukan tes  Pemberian Makan
manfaat besar dari
 Ketidakakuratan dengan
mengikuti perintah  Manajemen pendidikan
 Kurang pengetahuan Athritis kesehatan
 Perilaku tidak tepat
 Menggunakan  Tentukan
(mis.,hysteria,
bermusuhan, agitasi, Botol
pengetahuan
apatis)  Manajemen Asma
Faktor yang berhubungan  Menyusui kesehatan dan gaya
 Gangguan fungsi  Manajemen Kanker hidup perilaku saat
kognitif
 Manajemen ini pada individu,
 Gangguan memori
Penyakit Ginjal
 Kurang informasi keluarga atau
 Kurang minat untuk  penurunan
belajar ancaman kanker kelompok sasaran
 Kurang sumber  Melahirkan  Bantu individu,
pengetahuanSalah  Manajemen
pengertian terhadap keluarga, dan
Penyakit Jantung
orang lain masyarakat untuk
 Manajemen
Penyakit Lipid memperjelas
 Keamanan Fisik keyakinan dan nilai-
Anak
nilai kesehatan.
 Pengobatan
 Manajemen Panduan Sistim
Penyakit Kronik Pelayanan Kesehatan
 Jelaskan system
 Manajemen
Multiple Sklerosis perawatan
 Manajemen kesehatan segera,
Penyakit Paru cara kerjanya dan
Obstruktif
apa yang bisa
 Manajemen
Osteoporosis diharapkan
 Kronik pasien/keluarga
 Perawatan  Bantu pasien atau
Ostonomi
keluarga untuk
 Pencegahan
Konsepsi berkoordinasikan
 Manajemen Nyeri dan
 Manajemen mengkomunikasika
Penyakit Anrteri
n perawatan
Koroner
 Pengasuhan kesehatan
 Pemberian Makan  Bantu pasien atau
Menggunakan
keluarga memilih
Cangkir
 Manajemen professional
Penyakit Arteri perawatan
 Manajemen kesehatan yang
Dimensia
tepat
 Keamanan Pribadi
 Manajemen  Anjurkan pasien
Depresi mengenai jenis
 Manajemen layanan yang bisa
Pneumonia
diharapkan dari
 Manajemen
Diabetes setiap jenis
 Kesehatan Ibu penyedia layanan
Postpartum
kesehatan
 Proses Penyakit
(misalnya, perawat
 Kesehatan Ibu spesialis, ahli gizi
Prakonsepsi
berlisensi, perawat
 Manajemen
Disritmia berlisensi, perawat
 Kehamilan praktisi berlisensi,
 Manajemen terapis fisik, ahli
Kelainan Makanan
jantung, internis,
 Kehamilan & dokter mata, dan
Postpartum Fungsi psikolog)
Outcome Tambahan untuk
Mengukur Batasan  Informasikan pasien
Karakteristik
 Perilaku Patuh mengenai
 Perilaku Patuh : Diet perbedaan berbagai
yang disarankan
 Perilaku Patuh : Diet jenis fasilitas
yang Sehat
 Perilaku Patuh : pelayanan
Pengobatan yang kesehatan
Disarankan
 Tingkat Agitasi (misalnya, rumah
 Perilaku Pencarian sakit umum, rumah
Kesehatan
 Perilaku Patuh sakit khusus, rumah
 Motivasi
sakit pendidikan,
 Perilaku Patuh :
Aktifitas yang klinik rawat jalan
Disarankan
 Partisipasi dalam dan klinik bedah
Keputusan rawat jalan), dengan
Perawatan Kesehatan
Outcome yang Berkaitan tepat
dengan Faktor yang
Berhubungan atau Outcome  Informasikan pasien
Menengah mengenai akreditasi
 Pemikiran Abstrak
 Tingkat Demensia dan tuntunan
 Kepuasan Klien : departemen
Pengajaran
 Memproses kesehatan Negara
Informasi
dalam penilaian
 Kognisi
 Memori kualitas fasilitas
 Komunikasi :
Penerimaan (kesehatan)
 Motivasi  Informasikan pasien
 Konsentrasi Tingkat
Deliritim mengenai sumber
daya masyarakat
dan kontak person
yang tepat di
komunitas
 Anjurkan
penggunaan
pendapat kedua
(second opinion)
 Informasikan pasien
mengenai hak untuk
mengganti penyedia
layanan kesehatan
 Informasikan pasien
mengenai makna
penandatanganan
formulir
persetujuan/informe
d consent
 Berikan pasien
salinan nota hak-
hak
pasien/Patient’s
Bill of Rights
 Informasikan pasien
cara mengakses
layanan emergensi
melalui telepon dan
layanan kendaraan,
dengan tepat
 Dorong pasien
untuk pergi ke
ruang gawat
darurat, jika sesuai
 Identifikasi dan
fasilitasi
komunikasi antara
penyedia layanan
kesehatan dengan
pasien/keluarga,
dengan tepat
 Informasikan
pasien/keluarga
bagaimana menguji
keputusan yang
dibuat oleh
penyedia layanan
kesehatan, sesuai
keperluan
 Dorong konsultasi
dengan professional
perawatan
kesehatan lainnya,
dengan tepat
 Minta layanan
(kesehatan) dari
para professional
kesehatan lain
untuk pasien,
dengan tepat
 Koordinasikan
rujukan ke penyedia
layanan kesehatan
yang relevan,
dengan tepat
 Ulas dan perkuat
informasi yang
diberikan oleh para
professional
perawatan
kesehatan lain
 Berikan informasi
tentang cara
mendapatkan
peralatan
 Koordinasikan/wakt
u terjadwal yang
dibutuhkan oleh
setiap layanan
untuk memberikan
perawatan, dengan
tepat
 Informasikan pasien
mengenai biaya,
waktu, pilihan, dan
risiko yang tercakup
dalam tes atau
prosedur tertentu
 Beri intruksi tertulis
mengenai tujuan
dan lokasi paska
rawat inap rawat
jalan , dengan tepat
 Beri petunjuk
mengenai tujuan
dan lokasi kegiatan
perawatan
kesehatan yang
ditulis, dengan tepat
 Diskusikan hasil
kunjungan dengan
penyedia layanan
kesehatan lain,
dengan tepat
 Identifikasi dan
fasilitasi kebutuhan
transportasi untuk
mendapatkan
pelayanan
kesehatan
 Berikan kontak
tindak lanjut dengan
pasien, dengan tepat
 Monitor kecukupan
tindak lanjut
perawatan
kesehatan
 Berikan laporan
kepada caregiver
paska hopitalisasi,
dengan tepat
 Dorong
pasien/keluarga
untuk bertanya
mengenai layanan
dan biaya (layanan
kesehatan)
 Patuhi aturan untuk
penggantian (biaya)
pihak ketiga
 Bantu individu
melengkapi
formulir bantuan,
seperti bantuan
perumahan dan
bantuan keuangan
yang diperlukan
 Beritahu pasien
mengenai
pertemuan yang
dijadwalkan,
dengan tepat.
D. EVALUASI
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan
SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzzane. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Volume 2. Jakarta:EGC.
Sylvia, A Price. 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Jilid ll. Jakarta:EGC

Tucker Jeffry. Appendicitis. www.emedicine.com [Diakses tanggal 29 Mei 2015]

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta:EGC

Purnama Junaidi, Atiek S. Soemasto, Husna Amels,Kapita selecta kedokteran edisi II Media
Aeskulis, FKUI ; 1982

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses tanggal 29 Mei 2015.


http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A


DENGAN DIAGNOSA MEDIS APPENDIKSITIS
DI RUANGAN ASTINA
RUMAH SAKIT SANJIWANI GIANYAR
TANGGAL 27-29 OKTOBER 2021
A. PENGKAJIAN
1. Data Umum
Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 45 Tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin :Laki-Laki
Status Maternital : Sudah Menikah
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Dosen
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Br. Umadewa, pejeng, tampaksiring
Tgl Masuk : 25 Oktober 2021
Tgl Pengkajian : 27 Oktober 2021
No. Register :
Diagnosa Medis : Appendik
Ientitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. N
Umur : 60 Th
Hub. Dengan Klien : Ibu Kandung
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Br. Umadewa, pejeng, tampaksiring

2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Pasien klien mengatakan perut bagian kanan bawah terasa sakit dan panas. Klien
mengeluh sakit sekitar jahitan terutama jika digunakan untuk beraktifitas, terasa panas
seperti ditusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri hilang timbul.

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluarga mengatakan pasien diantar ke IGD RSUD Sanjiwani pada tanggal 25 oktober
2021 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 minggu yang lalu dan dirasakan
bertambah keras sejak 6 hari disertai mual muntah dan nafsu makan berkurang. Sudah
berobat ke dokter 2x dikatakan diberikan antibiotic namun belum ada reaksi. Setelah
dilakukan pemerikasaan di IGD Sanjiwani pasien disarankan untuk dirawat di ruangan
Astina RSUD Sanjiwani.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah menglami keluhan seperti saat ini. Pasien juga
mengatakan ini pertama kali pasien di rawat di rumah sakit.
Riwayat Kesehatan
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti hipertensi, Dm,
Asma dan yang lainnya.

Genogram

Ket :

: laki laki

: perempuan

: garis hubungan

: tinggal serumah

: menunjukkan pasien

Riwayat Sosiokultural
Pasien mengatakan kesehariannya sewbagai seorang dosen membuat pasien harus bisa

bersosialisasi dengan banyak orang. Karena pasien anak laki laki dirumahnya pasien

biasanya ngayah di desa ketika akan ada upacara piodalan.

3. Pola Fungsi Kesehatan Gordon


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan bahwa penyakitnya dapat sembuh dengan cepat dan
penyakitnya sekarang jangan kambuh lagi.
b. Pola Nutrisi Metabolik
 Sebelum Sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit pola makan 3 x sehari dengan nasi, sayur dan
daging.
 Saat Sakit
Pasien mengatakan semenjak sakit nafsu makan menurun karena terasa nyeri pada
perut serta menglami mual dan muntah.
c. Pola Eleminasi
1) BAB
 Sebelum Sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak.
 Saat Sakit
Pasien mengatakan semenjak dirawat di RS pasien belum ada BAB.
2) BAK
 Sebelum Sakit
Pasien mengatakan sebelum masuk RS pasien biasanya kencing -+ 4-5 sehari dengan
warna urine jernih, tidak terasa nyeri.
 Saat Sakit
Pasien mengatakan semenjak di rawat pasien kencing 2-3 x sehari, dengan warna
urine kekuningan, tidak terasa nyeri.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
1) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

Makan dan Minum √


Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Berpindah √

0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergatung

total

2) Latihan

 Sebelum Sakit

Pasien mengatakan sebelum sakit, aktivitas dapat dilakukan secara mandiri, tanpa

bantuan alat maupun orang lain.

 Saat Sakit

Pasien mengatakan aktivitas, berpindah, berpakian, toileting, makan minum di bantu

oleh alat dan orang lain.

e. Pola Kognitif dan Persepsi

Pasien dalam keadaan sadar, kesadaran composmentis. Pasien dapat berbicara dengan

baik, bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu bahasa daerah, keterampilan interaksi

tepat. Pasien mengeluh nyeri, pada bagian luka operasinya di bagian pusarnya, nyeri

yang dirasakan menetap dan nyeri meningkat jika bergerak, berpindah posisi,

beraktivitas dan batuk atau bersin. Pasien tampak meringis, berhati-hati saat bergerak

dan memegang area perutnya yang sakit. Saat dilakukan penilaian nyeri, skala nyeri

rentang 5 (nyeri sedang) diukur dengan visual analogue scale. Jika nyeri biasanya

hanya dibawa tidur atau istirahat bahkan jika nyeri yang dirasakan hebat pasien

mengatakan akan muntah.

f. Pola Persepsi dan Konsep Diri


Pasien mengatakan cemas dengan operasinya, pasien takut akan mengalami kesalahan

prosedur dalam operasinya, pasien juga tidak mengetahui prosedur operasi yang akan

dijalaninya nanti. Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat pulang sehingga

bisa melihat anaknya yang ditinggal di rumah orang tua.

g. Pola Tidur dan Istirahat

Pasien mengatakan selama dirawat tidur kurang lebih 5 jam. Pasien mengatakan

selesai operasi dan di antar ke ruangan jam 1 siang, pasien tidur kembali sampai jam

03.00 dan tidak bisa tidur lagi karena perutnya mulai nyeri kembali. Sebelum sakit

pasien tidur kurang lebih 8 jam pada malam hari dan 2 jam tidur pada siang hari.

h. Pola Peran dan Hubungan

 Sebelum Sakit

Pasien mengatakan sebagai kepala keluarga dan tulang punggung keluarga. Pasien

menjadi seorang suami dari 2 orang anak.

 Saat Sakit

Pasien mengatakan semenjak sakit peran sebagai seorang suami dan ayah menjadi

terganggu. Karena tidak dapat mengantarkan anak2 nya bersekolah.

i. Pola Seksual dan Reproduksi

 Sebelum Sakit

Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan seksual dan organ reproduksi nya.

 Saat Sakit

Pasien mengatakan saat sakit pasien mengalami ketidak nyaman karena tidak dapat ke

toilet seperti biasanya.

j. Pola Toleransi Stress dan Koping


Pasien mengatakan jika ada masalah pasien selalu berdiskusi dan bermusyawarah

dengan istrinya. Pasien tidak menggunakan obat untuk menghilangkan stress. Pasien

mengatakan biaya rumah sakit ditanggung oleh BPJS dan dalam perawatan selama

sakit pasien dapat melakukannya secara mandiri

k. Pola Nilai dan kepercayaan

Pasien beragama Hindu. Pasien mengatakan selama dirawat tidak beribadah karena

kondisinya yang sulit untuk melakukan ibadah. Pasien mengatakan penyakit yang

dideritanya sekarang merupakan cobaan dari Tuhan dan untuk menghapus dosa-

dosanya. Saat ini pasien berharap dapat sembuh secepatnya dan dapat berkumpul

kembali dengan keluarganya.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : komposmentis
Tingkat Kesadaran : komposmentis
GCS: Verbal: 5 Psikomotor: 6 Mata:4
b. Tanda-tanda Vital
Nadi : 80 x / menit Suhu: 360 C TD: 100/60 mmHg
RR: 20 x/ menit
c. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normochepal, rambut tampak hitam, rambut tidak mudah

rontok, dan tidak ada tampak ketombe dan kotoran di rambut.

Palpasi : tidak ada teraba pembengkakan pada kepala dan wajah, tidak ada nyeri tekan

d. Mata
Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks pupil baik

e. Hidung
Simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak ada polip dan tidak ada pernafasan
cuping hidung.
f. Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran baik
g. Mulut
Mulut tampak simetris, mukosa bibir lembab, tampak pucat, tidak ada stomatitis,
tidak ada candidiasis, gigi lengkap dan tidak berlubang.
h. Leher
a. Kelenjar Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
b. Tiroid Tidak ada pembesaran tiroid
c. Trakea Posisi trakea di tengah
d. Karotid Bruit Vascular
e. Vena JVP 5-2 cmH2O
i. Dada
 Paru-Paru
I : Pergerakan dinding dada tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada jejas, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan.
Pa : Fremitus kiri dan kanan simetris
Pe : Sonor
A : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
 Jantung
I : ictus cordis tak terlihat
Pa : PMI ICS V mid klavikula sinistra
Pe : kanan : ICS III pada linea parasternal kanan, kiri : ICS III linea parasternal kiri,
atas : ICS III linea parasternal kanan, bawah : ICS V linea parasternal kanan
A : Irama teratur
j. Abdomen
Inspeksi : bentuk simentris, terdapat luka post operasi appendiktomy dengan jahitan
rapi, luka bersih, tidak ada pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak,
panjang luka ± 5 cm, terdapat 5 jahitan luka.
Auskultasi : Peristaltik usus 17 x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, tidak ada pembesaran ginjal maupun limfa, suhu
sekitar luka hangat
k. Ekstremitas
 Atas
Tampak terpasang IVFD RL 12jam/kolf di tangan kiri, akral teraba dingin, tidak ada
edema, CRT 2 detik.
 Bawah
Tidak ada edema, CRT 2 detik, teraba dingin, tidak ada varises, tidak ada

pembengkakakn pada sendi

l. Genetalia
Pasien terpasang foley kateter, warna urin kuning jernih, tidak ada perdarahan, tidak

ada lesi dan tidak ada kemerahan pada lubang uretra.

m. Anus
Tidak dikaji
n. Neurologis
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan system neuronya.
 Status Mental dan Emosi
Pasien mengatakan tidak mudah marah maupun tersinggung ketika menemukan
masalah
o. Pengkajian saraf kranial
a) Nerfus Olfaktorius/N I:
Kemampuan menghidu klien cukup baik  Kemampuan
b) Optikus/N II:
Klien mampu membaca dengan jarak lebih kurang 6 m
c) Nervus Okulomotorius/N III, Trochlearis/N IV, Abdusen/N VI:
Klien mampu menggerakkan bola mata, reflek pupil normal
d) Nervus Trigeminus/N Vl:
Klien mampu membedakan panas dan dingin, tajam dan tumpul, getaran dan
rabaan
e) Nervus Fasialis/N VII:
Klien mampu membedakan rasa dan mampu menggerakkan otot wajah
f) Nervus Akustik/N VIII:
Keseimbangan klien saat berjalan dan berdiri terjaga
g) Nervus Glosopharingeus/N IX, Nervus Vagus/N X:
Klien mampu menelan, mengunyah, membuka mulut, dan positif
h) Nervus Aksesorius/N XI:
Klien mengangkat bahu dan menahan tekanan pada bahunya
i) Nervus Hipoglasus/N XII:
Klien tidak mampu melakukan pronasi dan supinasi dengan baik pada telapak
tangannya
p. Pemeriksaan refleks
Normal tidak ada kelainan
4. Data Penunjang
Hematologi
26/10/2021 RDW-SD 43.8 fl 35.0-56.0
MPV 8.8 fl 7.0-11.0
hematokrit 44.5 % 37.0-54.-
PCT 0.259 % 0.108-0.282
RBC 4.67 3.50-5.50
Gula 110 Mg/dL 80-120
sewaktu
SARS-covid negatif Negative

5. Data Tambahan
Tidak ada data tambahan
6. Therapy
Tanggal Awal
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
diberikan
1. 26/10/2021 Ketorolac 2×30 iv Analgesik
mg/ml
2. Omeprazole 2×40 mg iv Mengurangi
sekresi asam
lambung
3. Ceftriaxone 2×1 gr iv Antibiotik
4. Paracetamol 4x500 mg oral Antipiretik dan
analgesik
5. Ranitidine 2×25 iv Penghambat H2
mg/ml dan mengurangi
sekresi asam
lambung
6. RL 20 tpm iv Cairan Kristaloid

5. ANALISA DATA
A. TABEL ANALISA DATA
MASALAH
DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : Tindakan Pembedahan Nyeri akut
 Pasien mengatakan nyeri
pada bekas luka operasi Terputusnya Kontinuitas
 Pasien mengatakan nyeri Jaringan
yang dirasakan seperti ditusuk-
tusuk dan perih Pengeluaran zat–zat kimia
 Pasien mengatakan nyeri
yang dirasa menetap dan nyeri
bertambah apabila bergerak/ Merangsang hipotalamus
beraktivitas dan batuk
 Pasien mengatakan nyeri Stimulus Korteks Serebri

yang dirasakan membuat


dirinya mual dan muntah Rasa nyeri diekspresikan

 Pasien mengatakan sulit tidur


karena nyeri pada perut nya. Nyeri akut
 Pasien mengatakan selesai
operasi pasien tidur kembali
sampai jam 03.00 WIB dan
tidak bisa tidur lagi karena
perutnya mulai nyeri kembali.

DO:
 Pasien tampak meringis
 P : luka post operasi, luka
insisi 10mm di bawah
umbilikus, 5mm di abdomen
bawah, luka tertutup verban.
 Q : Seperti ditusuk-tusuk dan
perih
 R :Pada pusar
S:5
 T : menetap
 Pasien tampak berhati-hati
saat bergerak
 Pasien tampak selalu
memegang perut yang nyeri
 Pasien tidur 5 jam
 Pasien tampak lelah dan letih
 Tanda-tanda Vital :
TD : 100/60 mmHg,
N : 90x / menit ,
P : 20 x / menit
DS : Mual/Muntah Resiko Nutrisi Kurang dari
 Pasien mengatakan tidak ↓ kebutuhan tubuh
nafsu makan karena merasa Akibat reaksi obat
mual dan nyeri pada perutnya. analgesik
DO : ↓
 Pasien tampak lemah dan Penurunan selera makan
letih ↓
 Pasien tampak mual dan Asupan nutrisi tidak
muntah adekuat

 Tampak pasien
menghabiskan lauk, buah dan
1 /2 porsi nasi, sayur tidak
dimakan
 Penurunan BB 3 kg dalam 6
bulan terakhir
 IMT = 16,65 (normal : 18,5-
22,9)
 Hb = 11,6 gr/dl (normal : 12-
16)
 Ht = 34,9 % (normal : 37-43)
Ds: Badannya terasa lemah Intoleransi aktivitas
Klien mengatakan badannya ↓
terasa lemas Klien tidak Akibat Post Op
mampu memenuhi Apprndisitis
kebutuhannya secara mandiri ↓
Do: Kelemahan fisik
Keadaan Umum : Lemah. ↓
Klien hanya berbaring saja Pembatasan aktivitas
ditempat tidur
TTV
TD : 120/70 mmHg
T : 36,5 °c
N : 80 x/menit
RR: 24 x/m
B. TABEL DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
TANGGAL /
TANGGAL
JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
TERATASI
DITEMUKAN
27 / 10/ 2021 Nyeri Akut b/d post of appendiktomi d/d ttd
08.00 klien tampak gelisah dan meringis
kesakitan.

27 / 10/ 2021 Reasiko Nutrisi kurang dari kebutuhan ttd


08.30 tubuh b/d intake yang tidak adekuat d/d
klien tidak nafsu makan karena mual.

27 / 10/ 2021 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik d/d ttd


09.00 klien badannya terasa lemas dan tidak
mampu memenuhi kebutuhannya secara
mandiri.

C. PERENCANAAN
Hari/ No Tujuan dan
Intervensi Rasional TTD
Tanggal Dx Kriteria Hasil
27/10/202 1 Setelah dilakukan a. Lakukan a. Mengetahui
1 tindakan pengkajian nyeri perkembangan klien
keperawatan dalam secara dan membantu
3x24 diharapkan komprehensif dalam evaluasi
nyeri klien termasuk lokasi, gejala nyeri
berkurang atau karakteristik, gastritis.
hilang durasi, frekuensi, Penggunaan skala
Kriteria hasil: kualitas dan faktor rentang membantu
 Mengontrol nyeri presipitasi, klien dalam
(tahu penyebab observasi TTV mengkaji tingkat
nyeri mampu b. Ajarkan metode nyeri dan
menggunakan distraksi selama memberikan alat
tekhnik nyeri akut untuk evaluasi
nonfarmakologi (bernafas dengan keefektifan
(memperlihatkan teratur) analgesik,
tekhnik relaksasi c. Ajarkan tindakan meningkatkan
secara individual nyeri yang kontrol nyeri,
yang efektif untuk noninvasive. Mengetahui
mencapai d. Relaksasi (nafas perkembangan nyeri
kenyamanan) dalam/mandi air klien
 Melaporkan hangat dan aroma b. Mengurangi rasa
bahwa nyeri terapi lavender), nyeri
berkurang dengan Bantu pasien saat c. Mengurangi rasa
menggunakan minum obat pereda nyeri dan
manajemen nyeri rasa sakit yang penghematan

 Mampu optimal dengan energi,

mengenali nyeri analgesic meningkatkan

(Skala, intensitas, e. Berikan informasi kemampuan koping,

frekuensi dan tanda yang akurat untuk Analgetik dapat

nyeri) meluruskan memblok reseptor

 Menyatakan rasa kesalahan konsep nyeri pada SSP

nyaman setelah pada keluarga d. Membuat klien


nyeri berkurang (Pendidikan menjadi lebih baik
Kesehatan) dan melupakan
nyeri
menghilangkan
ketidaknyamanan
dan meningkatkan
efek terapeutik
analgesik dan
usupaya keluarga
mengetahui
merawat klien yang
sakit
2 Tujuan: Setelah a. Anjurkan klien a. Mengurangi respon
dilakukan tindakan dalam posisi semi mual akibat gaya
keperawatan fowler gravitasi
diharapkan klien b. Anjurkan makan b. Memenuhi
mampu nafsu sedikit tetapi kebutuhan energi
makan klien sering c. Dapat menambah
membaik. c. Beri makan selagi nafsu makan
hangat d. Dapat
Kriteria hasil: BB d. Hindari makanan mempengaruhi
klien menunjukkan yang nafsu makan atau
peningkatan menimbulkan gas pencernaan dan
e. Kolaborasi dengan membatasi masukan
ahli gizi dalam nutrisi
pemberian diet e. Diet yang sesuai
dapat mempercepat
penyembuhan
3 Tujuan: Setelah a. Observasi sejauh a. Mengetahui
dilakukan tindakan mana klien dapat aktivitas apa yang
keperawatan beraktivitas akan dilakukan
diharapkan klien b. Menjelaskan pada b. klien mengetahui
mampu klien bahwa manfaat pentingnya
Kriteria hasil: Klien aktivitas itu penting beraktivitas
dapat beraktivitas c. Memberikan c. Meningkatkan
tanpa bantuan lingkungan yang istirahat klien
tenang d. Membantu bila
d. Berikan bantuan perlu, harga diri di
dalam aktivitas E. tingkatkan bila klien
Kaji respon emosi , melakukannya
social, dan spiritual sendiri.
terhadap aktivitas
e. Menganjurkan
klien untuk
melakukan
pergerakan miring
kanan dan miring
kiri.
f. Evaluasi motivasi
dan keinginan
pasien untuk
meningkatkan
aktivitas
D. IMPLEMENTASI
Hari/ Tgl / No
Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses TTD
Jam Dx
27/10/202 1 Mengkaji nyeri pasien S: Pasien mengatakan nyeri pada bekas gede
1 luka
08.00 Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
perih
Pasien mengatakan nyeri yang dirasa
menetap dan nyeri bertambah apabila
bergerak/ beraktivitas dan batuk
O : pasien Nampak menahan nyeri
mengajarkan metode distraksi
1 selama nyeri akut (bernafas S: pasien mengatakan nyeri di bekas
09.00 dengan teratur) post op

Mengajarkan tekhnik
nonfarmakologi Hasil:
Menggunakan tekhnik
1 O : pasien tamapak menahan nyeri
relaksasi nafas dalam
09.30 Pasien tampak melakukan relaksasi
nafas dalam
Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan atau
tindakan tidak berhasil
1
10.00
Menentukan status gizi
2 pasien dan kemampuan untuk S: pasien mengatakan nafsu makan
memenuhi kebutuhan gizi menurun karena mual
O : pasien tampak lemas
10.30
Membantu pasien dalam
menentukan diet makanan S : pasien mengatakan hanya makan
2 yang paling cocok dalam 1/3 porsi dengan konsistensi lunak
memenuhi kebutuhan nutrisi
11.00
O : makanan habis 1/3 porsi
11.30 3 Mengobservasi sejauh mana S : pasien mengatakan lemah, aktivitas gede
klien bisa melakukan dibantu oleh keluarga
aktivitas
O : KU lemah
12.00 Menjelaskan pentingnya
beraktivitas bagi klien
(melatih gerak)
12.30
Membantu klien dalam
beraktivitas (duduk semi
13.00 1 Fowler)
TD: 120/60 mmHg
Mengukur TTV
RR: 27x/menit
HR: 85x/menit
T : 36,5 °c

28/10/202
S: Pasien mengatakan nyeri pada bekas
1 1 gede
13.00 Mengkaji nyeri pasien luka
Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
perih. Pasien mengatakan skala nyeri
nya 5
Pasien mengatakan nyeri yang dirasa
menetap dan nyeri bertambah apabila
bergerak/ beraktivitas dan batuk
O : pasien Nampak menahan nyeri
Pasien tampak memegang perutnya
14.00 1 Mengukur TTV S : pasien mengatakan lemah gede
O : TD : 100/80 mmHg
N : 79 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36 C
15.00 mengajarkan metode distraksi
S : pasien mengatakn nyeri pada luka Gede
selama nyeri akut (bernafas
masih terasa
dengan teratur) O : pasien tampak mengatur nafas

15.30 2 Memberikan pilihan makanan S : pasien mengatakn biasa dirumah


sambil menawarkan makan makanan pedas
bimbingan terhadap pilihan
makanan yang lebih

16.00 Memastikan diet mencakup


makanan tinggi kandungan O : pasien tampak diberikan makanan
serat untuk mencegah dari RS
konstipasi

16.30 Menentukan jenis nutrisi


yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi

Mengobservasi sejauh mana S : pasien mengatakan badan masih gede


17.00 3 klien bisa melakukan lemas
aktivitas Aktivitas ADL dibantu oleh keluarga

17.30 Menjelaskan pentingnya


beraktivitas bagi klien
(melatih gerak)
O : pasien tampak dibantu untuk
Membantu klien dalam diberikan posisi semi fowler.
18.00
beraktivitas (duduk semi
Fowler)
O : pasien tampak dipasang infus
19.00
Mengganti CAiran infus sebelah kanan ,
IVFD RL 20 TPM
29/10/202 1 Mengkaji nyeri pasien S: Klien mengatakan nyerinya sudah Gede
1 berkurang
Mengukur TTV
08.00 Pasien mengatakn nyeri skala 3
08.30 O: Klien terlihat gelisah dan meringis
Mengobservasi adanya tanda- kesakitan
09.00 tanda nyeri nonverbal seperti: KU lemah
wajah, gelisah, meringis, TTV
menangis TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
Menganjurkan pasien untuk RR: 28x/menit
09.30 beristirahat T : : 36 °c

Menganjurkan kepada pasien


10.00 untuk melakukan tekhnik
relaksasi tarik nafas dalam

Melakukan kolaborasi dalam


10.30 2 pemberian analgesic S: Klien mengatakan nafsu makan
membaik Gede
Menganjurkan klien dalam O:Mukosa bibir lembab
11.00 posisi Semi Fowler Klien menghabiskan 1 porsi

Menganjurkan makan sedikit


11.30 tetapi sering dan memberikan
makanan selagi hangat S: pasien mengatakan badan masih
3 lemah gede
Pasien mengatakan toileting dibantu
Mengobservasi sejauh mana keluarga
12.15 klien bisa melakukan
aktivitas O : pasien tampak dibantu untuk
berpindah
12.30 Menjelaskan pentingnya
beraktivitas bagi klien
(melatih gerak)
13.00
Membantu klien dalam
beraktivitas (Berjalan Kecil)
E. EVALUASI
Hari/ Tgl/ No
No Evaluasi TTD
Jam Dx
1 Jumat/ 1 S: Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang gede
29/10/2021
/ 08.00 O: Klien terlihat gelisah dan meringis kesakitan
KU lemah
TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
RR: 28x/menit
T : : 36 °c
A: Masalah teratasi, nyeri dalam skala 3
P: Intervensi dilanjutkan, observasi skala nyeri dan
pemberian analgesik:
Infuse RL 0,5%/20 tpm
Injeksi keterolac: 30 mg/8 jam
Injeksi ranitidin 50 mg/12 jam
2 Jumat/ 2 S: Klien mengatakan nafsu makan membaik gede
O:Mukosa bibir lembab
29/10/2021
Klien menghabiskan 1 porsi
/ 11.30 A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
3 Jumat/ 3 S: pasien mengatakan badan masih lemah Gede
Pasien mengatakan toileting dibantu keluarga
29/10/2021
/ 13.00 O : pasien tampak dibantu untuk berpindah

A : Masalah Belum Teratasi


P: lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai