Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEWIRAUSAHAAN

MANAJEMEN SDM LANJUTAN

Disusun Oleh :

Muhammad Haslim Ashari


210903501038

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur KITA panjatkan ke hadirat Allah Swt. serta tidak lupa kepada
junjungan besar Nabi Muhammad SAW, karena atas hidayah-Nya akhirnya kita dapat
bimbingan untuk menjalani hidup dengan lebih baik.

Pada kesempatan ini juga, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah
ini, terutama kepada:
1. Muh. Yushar, SE., MSc. selaku dosen pengampu Matakuliah Kewirausahaan.
2. orang tua yang selalu memberikan dukungan moral kepada penulis;
3. semua teman-teman di kampus yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, yang telah
banyak memberikan dorongan dan semangatnya, sekali lagi terima kasih untuk semuanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu masih banyak yang
kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca yang budiman demi perbaikan makalah ini ke depannya. Akhir kata
semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………............................................ i
KATA PENGANTAR………………………………………….………............................. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………............................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………............................……… 4
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………............................... 4
1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………….............................. 5
1.3 TUJUAN………………………………………………………............................ 5
1.4 MANFAAT…………………………………………………................................ 6
BAB 2 PEMBAHASAN....................................................................................................... 7
2.1 PENGERTIAN KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP).......................................... 7
2.2 TEORI KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)………………….……………........
8
2.2.1 Teori Sifat / Ciri-ciri Kepemimpinan………………………………………. 8
2.2.2 Teori Perilaku Kepemimpinan……………………………………………... 9
2.2.3 Teori Kepemimpinan Situasional……………………….……………….... 10
2.3 FUNGSI KEPEMIMPINAN…………………………………………………….. 11
2.4 TIPOLOGI KEPEMIMPINAN…………………………………………………. 11
2.5 HAKEKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN…………………………….…… 13
2.6 PROSES KADERISASI………………………………………………………… 16
2.7 PERAN KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)…………………………………... 17
2.8 PERANAN PEMIMPIN DALAM MENGENDALIKAN KONFLIK............... 18
2.9 DUA BELAS KEBIASAAN YANG MENGARAHKAN DIRI SENDIRI
(PERSONAL LEADERSHIP)................................................................................ 22
2.10 STUDI KASUS……………………………………………………………….. 23
BAB 3 PENUTUP........................ ....................................................................................... 25
3.1 SIMPULAN..........................................................................................................
25
3.2 SARAN................................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 27
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam suatu organisasi selalu melibatkan beberapa orang yang saling berinteraksi
secara intensif. Interaksi tersebut disusun dalam suatu struktur yang dapat membantu dalam
usaha pencapaian tujuan bersama. Agar pelaksanaan kerja dalam organisasi dapat berjalan
sebagaimana mestinya maka dibutuhkan sumber seperti perlengkapan, metode kerja, bahan
baku, dan lain-lain. Usaha untuk mengatur dan mengarahkan sumber daya ini disebut dengan
manajemen. Sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan (leadership) (Siagian,
1980).
Upaya membangun keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi
keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi
terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan pengaruhnya pada kinerja
organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan untuk menggunakan keterampilan
personalnya. Keterampilan personal tersebut meliputi kemampuan untuk memahami perilaku
individu dan perilaku kelompok dalam kontribusinya membentuk dinamika organisasi,
kemampuan melakukan modifikasi perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi,
kemampuan memahami proses persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif,
kemampuan memahami relasi antar konsep kepemimpinan-kekuasaan-politik dalam
organisasi, kemampuan memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan
mengkonstruksikan budaya organisasi yang ideal. 
Kreativitas penting bagi pengambil keputusan, hal ini memungkinkan pengambil
keputusan untuk lebih sepenuhnya menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat
masalah-masalah yang tidak dapat dilihat orang lain, namum kenyataannya banyak pemimpin
dalam pengambilan keputusan tidak memperhatikan perilaku pemimpin yang baik. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dapat berperan dengan baik, antara
lain:
1. Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan
atau penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan
yang bersangkutan;
2. Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan
berkembang;
3. Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi;
4. Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui pertumbuhan
dan perkembangan;
5. Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota
mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan
organisasi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh penulis disini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari kepemimpinan (leadership)?
2. Apa sajakah teori kepemimpinan (leadership) itu?
3. Apakah fungsi dari kepemimpinan (leadership)?
4. Bagaimanakah hakekat pengambilan keputusan?
5. Bagaimana proses pengkaderisasian pemimpin?
6. Apa peran dari kepemimpinan (leadership)?
7. Bagaiman peranan pemimpin dalam mengendalikan suatu konflik yang timbul?
8. Apa sajakah 12 faktor yang membuat kita mempunyai sifat dan jiwa personal leadership?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pegertian dari kepemimpinan (leadership);
2. Mengetahui macam-macam dari teori kepemimpinan (leadership);
3. Mengetahui fungsi dari kepemimpinan (leadership);
4. Mengerti akan hakekat pengambilan keputusan;
5. Mengerti akan proses pengkaderisasian pemimpin selanjutnya;
6. Mengetahui peran-peran yang dilakukan oleh kepemimpinan (leadership;
7. Mengetahu upaya yang dilakukan pemimpin untuk mengendalikan suatu konflik yang
timbul;
8. Mengetahui factor-faktor pembangun jiwa personal leadership

1.4 MANFAAT
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memperluas wawasan masyarakat tentang seluk beluk kepemimpinan (leadership) dan
personal leadership;
2. Mengajak masyarakat agar memiliki jiwa kepeimpinan (leadership);
3. Memberikan gambaran konsep tentang kepemimpinan (leadership) guna sebagai acuan
referensi.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)


Kepemimpinan (leadership) didefinisikan sebagai kemampuan dan keterampilan
seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi
orang lain, terutama bawahannya, untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa agar mau
mengikuti arahannya atau mengikuti keputusannya sehingga melalui perilaku yang positif ia
memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Menurut definisi ini
nampak keberhasilan menjalankan peran kepemimpinan sangat tergantung kepada pemimpin
itu saja, sedangkan faktor bawahan dan situasi yang dihadapi dianggap tidak menentukan.
Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly : kepemimpinan adalah suatu usaha untuk
menggunakan suatu pengaruh (yang non koersif) untuk memotivasi individu-individu untuk
mencapai suatu tujuan. (1997 : 272) Definisi kepemimpinan tersebut menyatakan secara tidak
langsung bahwa kepemimpinan menyangkut penggunaan pengaruh dan hubungan
interpersonal, pentingnya menjadi agen perubahan-mampu mempengaruhi perilaku dan
kinerja pengikut, dan yang terakhir memfokuskan dalam pencapaian tujuan. Sedangkan
Stephen P. Robbins memberikan definisi kepemimpinan sebagai : suatu kemampuan
mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. (2001 : 314) Sumber dari
pengaruh ini mungkin bersifat formal, sebagaimana pengaruh yang dimiliki oleh suatu
jabatan manajerial di suatu organisasi. Akan tetapi, pengaruh formal tersebut bukanlah
jaminan bahwa seseorang yang memilikinya akan mampu memimpin dengan efektif. Di lain
pihak, kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, yang muncul di luar struktur formal
organisasi, seringkali sama pentingnya atau bahkan lebih penting dari pengaruh formal.
Kepemimpinan yang bisa meningkatkan motivasi karyawan akan mampu
meningkatkan kinerja karyawan dan pada akhirnya perusahaan dapat menggunakan sumber
daya manusia yang dimilikinya seoptimal mungkin.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dapat berperan dengan
baik, antara lain:
a. Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan atau
penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang
bersangkutan;
b. Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan
berkembang;
c. Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi;

d. Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui pertumbuhan dan
perkembangan;
e. Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota mau
menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi.

2.2 TEORI KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)


2.2.1 Teori Sifat / Ciri-ciri Kepemimpinan
Dasar dari asumsi peneliti terdahulu tentang pentingnya mempelajari sifat/ciri-ciri
kepemimpinan adalah bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Oleh karena itu
dipelajari sifat/ciri-ciri orang-orang besar seperti, Napoleon, Mitler, dan sebagainya, lalu
dikelompokkan. Sifat dasar/ciri-ciri yang dominan misalnya sebagai berikut:
a. Karakteristik pribadi, seperti kemampuan menyesuaikan diri, kekuasaan,
kepercayaan diri;
b. Karakteristik fisik, seperti tinggi dan berat badan, penampilan;
c. Karakteristik kecerdasan, seperti tinggi IQ, keahlian, kelancaran berbahasa.
Penelitian-penelitian selanjutnya dititik beratkan pada usaha mencari perbedaan antara
pemimpin yang efektif dan yang tidak efektif. Ciri-ciri pemimpin yang efektif adalah sebagai
berikut

KEPRIBADIAN KECERDASAN KEMAMPUAN


Kemampuan adaptasi Tingkat kecerdasan Mampu memperoleh kerja sama
Kewaspadaan Ketegasan Mampu bergaul
Dominan Pengetahuan Popularitas dan prestasi
Keseimbangan Kefasihan berbicara Partisipasi sosial
Integritas pribadi   Bijak dan diplomatis
Kepercayaan diri
Kreativitas asli  

2.2.2 Teori Perilaku Kepemimpinan


Teori efektivitas kepemimpinan harus menitik beratkan pada perilaku pemimpin dan
harus berusaha menyimak dan mengetahui hubungan antara apa yang diperbuat oleh
pemimpin dan bagaimana para bawahan bereaksi secara emosional dan secara perilaku.
Ada 3 teori perilaku kepemimpinan yaitu:
1. Teori Gaya Kepemimpinan
Teori ini membagi tiga tipe gaya kepemimpinan yang menentukan cara pengambilan
keputusan:
a. Authoritial, dimana pemimpin mengambil keputusan sendiri dan memerintahkan
bawahan untuk melaksanakan keputusan tersebut;
b. Demokratic, dimana pemimpin secara aktif melibatkan bawahan dalam proses
pengambilan keputusan, bersama-sama membicarakan masalah yang ada,
memperhatikan pendapat mereka dan bersama-sama mencapai keputusan;
c. Laissez Faire, dimana pemimpin sedapat mungkin menghindari pengambilan keputusan
dan menyerahkan hal itu kepada bawahan sendiri.

2. Teori Konsideransi dan Struktur Inisiasi


Konsideransi ialah tingkat/kadar kehangat sikap seseorang pemimpin terhadap
bawahannya. Contoh misalnya sikap ramah tamah, mudah diajak konsultasi, komunikasi
terbuka kepada bawahan, mendukung dan membela bawahan, dan memikirkan
kesejahteraan bawahan.
Struktur inisiasi adalah tingkat/kadar seorang pemimpin berorientasi tugas dan
memperhatikan pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif untuk mencapai tujuan
kelompok. Contoh misalnya mendorong bawahan untuk berprestasi lebih tinggi,
mengkritik pekerjaan yang jelek, menentukan standard-standard kerja secara ketat dan
disiplin.
Dengan demensi konsiderasi dan inisiasi ini dapat dibedakan 4 gaya kepemimpinan
sebagai berikut:
a. Gaya I struktur rendah, konsiderasi tinggi, ini mencerminkan kepemimpinan yang
ramah terhadap bawahan dan sedikit melakukan directing dan controlling;
b. Gaya II struktur inisiasi tinggi, konsiderasi rendah, ini menggambarkan kepemimpinan
dengan directing dan controlling ketat disatu pihak, tetapi ramah dan hangat terhadap
bawahan di pihak lain;
c.Gaya III struktur inisiasi rendah, konsiderasi rendah, menggambarkan kepemimpinan
bergaya santai;
d. Gaya IV struktur inisiasi tinggi, konsiderasi rendah, menggambarkan kepemimpinan
yang disiplin tetapi tidak mudah bergaul dengan bawahan.

3. Teori Orientasi Terhadap Karyawan dan Orientasi Terhadap Produksi


Teori ini merupakan pengembangan dari teori konsiderasi dan struktur inisiasi.
Orientasi karyawan mirip perilaku konsiderasi yang tinggi. Pemimpin yang berorientasi
terhadap karyawan memperhatikan kesejahteraan dan pengembangan bawahan. Orientasi
produksi mirip perilaku struktur insiasi yang tinggi. Pemimpin yang berorientasi produksi
menekankan adanya perencanaan, menentukan sasaran yang harus dicapai, dan disiplin
waktu.
Sama halnya dengan teori konsiderasi dan struktur inisiasi, teori ini juga dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan yang berorientasi karyawan akan menghasilkan
karyawan yang merasa puas.

2.2.3 Teori Kepemimpinan Situasional


Teori ini muncul karena kenyataan bahwa sebenarnya tidak ada kepemimpinan
tunggal yang terbaik dan berlaku pada setiap situasi. Teori ini menyatakan: karena tingkat
kedewasaan para bawahan meningkat dalam penyelesaian tugas tertentu, pemimpin
sebaiknya mulai mengurangi sikap tugas dan meningkatkan pergaulan/hubungan sampai
seseorang atau suatu kelompok mencapai tingkat kedewasaan sedang.
Ketika seseorang atau kelompok mulai meningkat ke tingkat kedewasaan yang lebih
tinggi, atasan pantas mengurangi tidak hanya sikap tugas tetapi juga sikap pergaulan. Saat ini
bawahan bukan hanya dewasa dalam pekerjaan tetapi juga dewasa secara psikologik.
Jadi, kepemimpinan situasional tidak hanya menyarankan gaya kepemimpinan dengan
kemungkinan berhasil tertinggi untuk berbagai tingkat kedewasaan bawahan, tetapi juga
menunjukkan peringkat kemungkinan keberhasilan itu. Apabila pemimpin karena suatu hal
tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinannya yang dianggap paling cocok untuk situasi
kedewasaan tertentu, ia dapat menggunakan gaya kepemimpinannya dengan rangking
keberhasilan yang rendah.
2.3 FUNGSI KEPEMIMPINAN
Terdapat Empat fungsi kepemimpinan (leadership) adalah sebagai berikut.
1) Instruksi adalah jenis komunikasi satu arah yang pemimpin berfungsi sebagai
komunikator yang menentukan apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana, dan kenapa
untuk mencapai tujuan organisasi;
2) Konsultasi merupakan komunikasi dua arah dimana pemimpin berfungsi
untuk mempertimbangkan, mengambil keputusan, memberi feed back, dan
mengadakan perbaikan yang semuanya diadakan bersama bawahan;
3) Partisipasi pemimpin berfungsi untuk mengaktifkan anggota dan keikutsertaannya
dalam organisasi;
4) Delegasi merupakan pelimpahan wewenang dan pemberian kepercayaan dalam
organisasi;
5) Pengendalian adalah pengaturan aktifitas, bimbingan, pengarahan, koordinasi dan
supervisi yang dilakukan pemimpin.

2.4 TIPOLOGI KEPEMIMPINAN


Terdapat Lima tipologi kepemimpinan yang diakui keberadaannya adalah sebagai
berikut.
1. Ciri dan Gaya Kepemimpinan Otokratik
a. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya;
b. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan;
c. Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi;
d. Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh
bawahan.

2. Ciri dan Gaya Kepemimpinan Paternalistik


a.Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat
yang masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris;
b. Rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada
orang tua atau seseorang yang dituakan;
c. Pengambilan keputusan atau kebijakan operasional dilakukan oleh pemimpin
dengan informasi yang disediakan oleh pengikut
d. Pemimpin melaksanakan prinsip bahwa mereka adalah tauladan yang harus
diikuti para pengikut kemudian motivasi mereka, dan dari belakang
mempengaruhi serta mengevaluasi para pengikutnya;
e. Pemimpin menganggap dan memperlakukan pengikut sebagai orang yang
belum dewasa dan perlu dibimbing terus menerus;
f. Komunikasi dua arah dapat terjadi ketika pemimpin menghendakinya.
3. Ciri dan Gaya Kepemimpinan Kharismatik
a. Ada karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat yang sangat
memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-
kadang sangat besar;
b. Pemimpin menentukan visi, misi, strategi dan target organisasi dengan
dukungan informasi dan partisipasi dari para pengikut;
c. Pemimpin bersama-sama para pengikutnya mengambil keputusan untuk
melaksanakan visi, misi, strategi dan tugas organisasi;
d. Pemimpin melakukan pembagian tugas dan mendelegasikan sebagian tugas
dan wewenangnya kepada pengikutnya.

4. Ciri dan Gaya Kepemimpinan Pemimpin Terima Beres (Laissez Faire)


a. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif;
b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih
rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu
yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya secara langsung;
c. Status quo organisasional tidak terganggu;
d. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang
inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang
bersangkutan sendiri.
e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan
prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi
berada pada tingkat yang minimum.
5. Ciri dan Gaya Kepemimpinan Demokratik
a. Kebebasan pemimpin dan pengikut untuk menggunakan kekuasaannya sedang
dan saling mengontrol;
b. Pemimpin berpendapat tidak dapat melakukan tugasnya dan mengambil
keputusan tanpa para pengikutnya;
c. Pengikut tidak dapat melakukan tugasnya tanpa pemimpinnya;
d. Penentuan visi, misi, dan strategi organisasi dilakukan bersama pemimpin dan
para pengikutnya dipimpin oleh pemimpin;
e. Dalam mengambil keputusan maka pengumpulan informasi mengumpulkan
alternatif, dan memilih untuk melaksanakan pekerjaan bersama-sama dengan
pengikutnya;
f. Pemimpin dan pengikut secara bersama-sama membuat rencana kegiatan dan
dilaksanakan oleh pengikut di bawah supervisi pemimpin;
g. Komunikasi berlangsung secara formal dan informal secara tiga arah,
kebawah, atas, dan menyamping.

2.5 HAKEKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Pengambilan keputusan adalah tindakan pemilihan alternatif. Hal ini berkaian dengan
fungsi manajemen.. Misalnya, saat manajer merencanakan, mengelola, mengontrol, mereka
membuat keputusan. Akan tetapi, ahli teori klasik tidak menjelaskan pengambilan keputusan
tersebut secara umum. Pelopor teori manajemen seperti Fayol dan Urwick membahas
pengambilan keputusan mengenai pengaruhnya pada delegasi dan otoritas, sementara bapak
manajemen-Frederick W. Taylor- hanya menyinggung metode ilmiah sebagai pendekatan
untuk pengambilan keputusan. Seperti kebanyakan aspek teori organisasi modern, analisis
awal pengambilan keputusan dapat ditelusuri pada Chester Barnard. Dalam The Functions of
the Exec Barnard memberikan analisis komprehensif mengenai pengambilan keputusan
menyatakan "Proses keputusan ... merupakan teknik untuk mempersempit pilihan."
Kebanyakan pembahasan proses pengambilan keputusan terbagi dalam beberapa
langkah. Hal ini dapat ditelusuri dari ide yang dikembangkan Herbert A. Simon, ahli teori
kepufusan dan organisasi yang memenangkan hadiah Nobel, yang mengonseptualisasikan
tiga tahap utama dalam proses pengambilan keputusan:
Aktivitas inteligensi. Berasal dari pengertian militer "intelligence," Simon
mendeskripsikan tahap awal ini sebagai penelusuran kondisi lingkungan yang
memerlukan pengambilan keputusan.
2. Aktivitas desain. Selama tahap kedua, mungkin terjadi tindakan penemuan,
pengembangan, dan analisis masalah.
3. Aktivitas memilih. Tahap ketiga dan terakhir ini merupakan pilihan sebenarnya-
memilih tindakan tertentu dari yang tersedia
Berhubungan dengan tahap-tahap tersebut, tetapi lebih empiris (yaitu, menelusuri
keputusan sebenarnya dalam organisasi), adalah langkah pengambilan keputusan menurut
Mintzberg dan koleganya:
1. Tahap identifikasi, di mana pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan
diagnosis dibuat. Diketahui bahwa masalah yang berat mendapatkan diagnosis
yang ekstensif dan sistematis, tetapi masalah yang sederhana tidak.
2. Tahap pengembangan, di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi standar
yang ada untuk mendesain solusi yang baru. Diketahui bahwa proses desain
merupakan proses pencarian dan percobaan di mana pembuat keputusan hanya
mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
3. Tahap seleksi, di mana pilihan solusi dibuat. Ada tiga cara pembentukan seleksi:
dengan penilainn pembuat keputusan, berdasarkan pengalaman atau intuisi,
bukan analisis logis; dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis; dan
dengan tawar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok pembuat keputusan dan
semua manuver politik yang ada. Sekali keputusan diterima secara formal,
otorisasi pun kemudian dibuat.
1. Proses pengambilan keputusan
Prosesnya dilakukan melalui beberapa tahapan seperti:
a. Identifikasi masalah
b. Mendefinisikan masalah
c. Memformulasikan dan mengembangkan alternative
d. Implementasi keputusan
e. Evaluasi keputusan
2. Gaya pengambilan keputusan
Selain proses pengambilan keputusan, terdapat juga gaya pengambilan keputusan.
Gaya adalah lear habit atau kebiasaan yang dipelajari.
Gaya pengambilan keputusan merupakan kuadran yang dibatasi oleh dimensi:
1. Cara berpikir, terdiri dari:
a. Logis dan rasional; mengolah informasi secara serial
b. Intuitif dan kreatif; memahami sesuatu secara keseluruhan.
2. Toleransi terhadap ambiguitas
a. Kebutuhan yang tinggi untuk menstruktur informasi dengan cara meminimalkan
ambiguitas
b. Kebutuhan yang rendah untuk menstruktur informasi, sehingga dapat
memproses banyak pemikiran pada saat yang sama.
Kombinasi dari kedua dimensi diatas menghasilkan gaya pengambilan keputusan
seperti: 
1. Direktif = toleransi ambiguitas rendah dan mencari rasionalitas. Efisien,
mengambil keputusan secara cepat dan berorientasi jangka
pendek.
2. Analitik = toleransi ambiguitas tinggi dan mencari rasionalitas.
Pengambil keputusan yang cermat, mampu menyesuaikan diri
dengan situasi baru.
3. Konseptual = toleransi ambiguitas tinggi dan intuitif. Berorientasi jangka
panjang, seringkali menekan solusi kreatif atas masalah.
4. Behavioral = toleransi ambiguitas rendah dan intuitif. Mencoba menghindari
konflik dan mengupayakan penerimaan..
Berdasarkan uraian di atas, maka berikut adalah upaya-upaya yang perlu ditempuh
seperti:
1. Cerna masalah
Sejalan dengan peran kepemimpinan, maka terdapat perbedaan antara
permasalahan tentang tujuan dan metode. Dalam kondisi seperti ini peran pemimpin
adalah mengambil inisiatif dalam hubungannya dengan tujuan dan arah daripada
metode dan cara.
2. Identifikasi alternativ
Kemampuan untuk memperoleh alternativ yang relevan sebanyak-banyaknya.
3. Tentukan proritas
Memilih diantara banyak alternativ adalah esensi dari kegiatan pengambilan
keputusan.
4. Ambil langkah
Upaya pengambilan keputusan tidak berhenti pada tataran pilihan, melainkan
berlanjut pada langkah implementasi dan evaluasi guna memberikan umpan balik.
Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak mudah
dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan
keputusan. Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil keputusan. Metode
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individu, kelompok tim atau panitia, dewan,
komisi, referendum, mengajukan usul tertulis dan lain sebagainya.
Dalam setiap pengambilan keputusan selalu diperlukan kombinasi yang sebaik-
baiknya dari:
a. Perasaan, firasat atau intuisi;
b. Pengumpulan, pengolahan, penilaian dan interpretasi fakta-fakta secara rasional
– sistematis;
c. Pengalaman baik yang langusng maupun tidak langsung;
d. Wewenang formal yang dimiliki oleh pengambil keputusan;
Dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin dapat menggunakan metode –
metode sebagai berikut:
a. Keputusan–keputusan yang sifatnya sederhana individual artinya secara
sendirian;
b. Keputusan–keputusan yang sifatnya seragam dan diberikan secara terus menerus
dapat diserahkan kepada orang – orang yang terlatih khusus untuk itu atau
dilakukan dengan menggunakan komputer;
c. Keputusan–keputusan yang bersifat rumit dan kompleks dalam arti menjadi
tanggung jawab masyarkat lebih baik diambil secara kelompok atau majelis.

2.6 PROSES KADERISASI


Proses Kaderisasi merupakan hal penting yang tidak mungkin ditinggalkan. Karena
tanpa adanya kader pengganti, sebuah organisasi tidak akan mungkin dapat melanjutkan
pencapaian tujuan.
Secara umum ada dua proses kaderisasi:

1. Kaderisasi Informal : merupakan proses kaderisasi yang dijalankan secara tidak


resmi melalui proses pemberian peluang kepada anggota
sehingga proses pemupukan bakat berlangsung. Proses ini memakan waktu yang lama;
2. Kaderisasi Formal : merupakan proses kaderisasi yang resmi diselenggarakan
untuk mencari kader pemimpin, dilaksanakan dalam bentuk
pemberian kedudukan / jabatan strategis dan sesuai,
pelatihan kepemimpinan, pemberian tugas belajar dsb.

2.7 PERAN KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)


Menurut Hersey dan Blanchard (1992) pimpinan adalah seseorang yang dapat
mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika
pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai
keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual.
Pengertian peran itu sendiri adalah adalah perilaku yang diatur dan diharapkan dari
seseorang dalam posisi tertentu. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
peranan kepemimpinan adalah seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh
seseorang sesuai kedudukannya sebagai seorang pemimpin.
Peran pemimpin yang mutlak harus dilakukan adalah:
1) Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu hal yang paling urgen atau penting dari seluruh
kegiatan. Karena peencanaan merupakan sarana bagi seorang pimpinan untuk
menentukan kemana arah sebuah perusahaan atau organisasi akan dibawa, maka
akan sulitnya hasil yang baik jika perencanaan dalam kegiatan tersebut kurang
baik, meskipun pelaksanaannya dilakukan dengan baik.
2) Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan suatu konsep yang memiliki makna yang cukup luas
karena menyangkut dua hal, yaitu:
 Struktur organisasi sebagai wadah melaksanakan kegiatan.
Secara umum yang mengatur struktur organisasi adalah pimpinan tingkat atas
(eksekutif). Akan tetapi yang dibahas disini adalah unit kegiatan yang dalam
kegiatannya berkaitan dengan sekelompok orang yang mempersatukan
dirinya untuk mengerjakan sesuatu yang tidak dapat mereka laksanakan
sendiri.
 Penempatan Pegawai
Dalam hal ini, seorang pemimpin harus mengetahui lebih dahulu mengenai
karakteristik dari orang yang akan ditempatkan sebaik mungkin, agar
mendapatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat sekaligus
menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat pada situasi bawahan yang tepat.
3) Pengawasan
Kegiatan pemimpin yang sangat menentukan, karena dengan mengawasi akan
menghasilkan sesuatu yang sesuai denagan yang telah direncanakan. Pada
dasarnya pemimpin hanya mengawasi tiga hal yaitu uang, bahan, dan pegawai.
Langkah yang diperlukan dalam mengawasi adalah menentukan standar, ukuran
hasil atas dasar standard an melakukan perbaikan jika diperlukan.
4) Pengevaluasian
Pemimpin berperan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pekerjaan
yang dilakukan para pegawai, apakah pelaksanaan pekerjaan berjalan secara
efisien dan efektif, ataukan pelaksanaannya justru terjadi inefisiensi. Hasil
evaluasi ini dijadikan dasar untuk melakukan perbaikan-perbaikan jika
ditemukan adanya kendala-kendala dalam melaksanakan pelayanan terhadap
masyarakat.

2.8 PERANAN PEMIMPIN DALAM MENGENDALIKAN KONFLIK


Menurut bahasa, konflik dapat diartikan dengan perbedaan , pertentangan dan
perselisihan. Konflik adalah pertentangan dalam hubungan kemanusiaan ( intrapersonal dan
interpersonal ) antara satu pihak dengan pihak yang lain dalm mencapai suatu tujuan, yang
timbul akibat adanya perbedaan kepentingan, emosi/ psikologi, dan nilai.
Komponen Konflik
Secara umum konflik itu terdiri atas 3 komponen, yaitu :
 Interest ( kepentingan ), yakni sesuatu yang memotivasi orang untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu.
 Emotion ( emosi ), yang sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai
sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, dan
penolakan.
 Values ( nilai ), yakni komponen konflik yang paling sulit dipecahkan karena
nilai itu merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dnyatakan secara nyata. Nilai
berada pada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah,
baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara perilaku manusia.
Sumber Konflik
Sumber- sumber konflik dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu :
Biososial, para pakar manajemen menempatkan frustasi agresi sebagai sumber
konflik. Berdasarkan pendekatan ini frustasi sering menghasilkan agresi yang
mengarah pada terjadinya konflik. Frustasi juga dihasilkan dari kecenderungan
ekspetasi pencapaian yang lebih cepat dari apa yang seharusnya. Kepribadian dan
Interaksi, termasuk didalamnya kepribadian yang abrasive (suka menghasut),
gangguan psikologi, kemiskinan, interpersonal, kejengkelan, persaingan (rivalitas),
perbedaan gaya interaksi, ketidaksederajatan hubungan.
Struktural, banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan
masyarakat. Kekuasaan, status dan kelas merupakan hal- hal yang berpotensi
menjadi konflik, seperti tentang hak asasi manusia, gender dan sebagainya.

Budaya dan Ideologi, intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan sdari
perbedaan politik, sosial, agama dan budaya. Konflik ini juga timbul dikalangan
masyarakat karena perbedaan system nilai
Konvergensi ( gabungan ), dalam situasi tertentu sumber- sumber konflik itu
menjadi satu, sehingga menimbulkan kompleksitas konflik itu sendiri. Konflik
dapat diibaratkan seperti api ysng dapat membakar dan menjalar kemana- man dan
memusnahkan jika tidak ditangani secara baik. Proses pengendalian konflik itu
bermula dari persepsi tentang konflik itu sendiri, apa komponennya dan bersumber
dari mana, kemudian menuju ke tahap realisasi, penghindaran, intervensi,
pemilihan strategidan implementasidan evaluasi dampak yang ditimbulkan oleh
konflik.
Untuk dapat mengatasi konflik-konflik yang ada pemimpin dapat memberikan
kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya
tentang kondisi - kondisi penting yang diinginkan, yang menurut persepsi masing -
masing harus dipenuhi dengan pemanfaatan berbagai sumber daya dan dana yang
tersedia
Meminta satu pihak menempatkan diri pada posisi orang lain, dan
memberikan argumentasi kuat mengenai posisi tersebut. Kemudian posisi peran itu
dibalik, pihak yang tadinya mengajukan argumentasi yang mendukung suatu
gagasan seolah - olah menentangnya, dan sebaliknya pihak yang tadinya
menentang satu gagasan seolah- olah mendukungnya. Setelah itu tiap - tiap pihak
diberi kesempatan untuk melihat posisi oaring lain dari sudut pandang pihak lain.
Kewenangan pimpinan sebagai sumber kekuatan kelompok. Seorang manajer
yang bertugas memimpin suatu kelompok, untuk mengambil suatu keputusan, atau
memecahkan masalah secara efektif, perlu memiliki kemahiran menggunakan
kekuaasaan dan kewenangan yang melekat pada perannya.
Upaya Menghindari Konflik
Beberapa cara untuk mengatasi konflik menurut Nader and Todd, dalam salah
satu bukunya, The Disputing Process Law In Ten Societies, yaitu :
 Bersabar ( Lumping ), yaitu suatu tindakan yang merujuk pada sikap yang
mengabaikan konflik begitu saja atau dengan kata lain isu- isu dalam
konflik itu mudah untuk diabaikan, meskipun hubungan dengan orang yang
berkonflik itu berlanjut, karena orang yang berkonflik kekurangan
informasi atau akses hukumnya tidak kuat;
 Penghindaran ( Avoidance ), yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri hubungannya dengan cara meninggalkan konflik, didasarkan
pada perhitungan bahwa konflik yang terjadi atau dibuat tidak memiliki
kekuatan secara sosial, ekonomi dan emosional;
 Kekerasan atau paksaan ( Coercion ), yaitu suatu tindakan yang diambil
dalam mengataasi konflik jika dipandang bahwa dampak yang ditimbulkan
membahayakan;
 Negosiasi ( Negotation ) ialah tindakan yang menyangkut pandangan
bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan oleh orang- orang yang
berkonflik secara bersama – sama tanpa melibatkan pihak ketiga.
Kelompok tidak mencari pencapaian solusi dan term satu aturan, tetapi
membuat aturan yang dapat mengorganisasikan hubungannya dengan pihak
lain;
 Konsiliasi ( Conciliation ), yaitu tindakan untuk membawa semua yang
berkonflik kemeja perundingan. Konsiliator tidak perlu memeinkan secara
aktif satu bagian dari tahap negosiasi meskipun ia mungkin bisa
melakukannya dalam batas diminta oleh yang berkonflik. Konsiliator sering
menawarkan konstektual bagi adanya negosiasi dan bertindak sebagai
penengah;
 Mediasi ( Mediation ), hal ini menyangkut pihak ketiga yang menangani/
membantu menyelesaikan konflik agar tercapai persetujuan;
 Arbritasi ( Arbritation ), kedua belah pihak yang berkonflik setuju pada
keterlibatan pihak ketiga yang memiliki otoritas hokum dan mereka
sebelumnya harus setuju untuk menerima keputusannya;
 Peradilan ( Adjudication ), hal ini merujuk pada intervensi pihak ketiga
yang berwenang untuk campur tangan dalam penyelesaian konflik, apakah
pihak- pihak yang berkonfllik itu menginginkan atau tidak.
Pendekatan berikut ini dapat digunakan sebagai kontribusi peran kepemimpinan
dalam mengendalikan/ menyelesaikan konflik :
 Sanggup menyampaikan pokok masalah penyebab timbulnya konflik. Konflik tidak dapat
diselesaikan jika permasalahan pokoknya terisolasi. Konflik sangat tergantung pada
konteks dan setiap pihak yang terkait seharusnya memahami konteks tersebut.
Permasalahan menjadi jelas tidak berdasarkan asumsi, melainkan jika disampaikan dalam
pernyataan pasti.
 Pendekatan dengan adanya konfrontasi dalam menyelesaikan konflik biasanya justru
mengarahkan orang untuk membentuk kubu. Untuk itu , bicarakan pokok permasalahan,
bukan siapa yang jadi penyebabnya.
 Bersedia melatih diri untuk mendengarkan dan mempelajari perbedaan. Pada umumnya
kemauan mendengarkan sesuatu dibarengi dengan keinginan untuk memberi tanggapan.
Seharusnya kedua belah pihak berusaha untuk benar- benar saling mendengarkan
 Sanggup mengajukan usul atau nasehat. Ajukan usul baru yang disadari oleh tujuan kedua
belah pihak dan dapat mengakomodasikan keduanya. Tawarkan juga kesediaan untuk
selalu dapat membantu perwujudan rencana- rencana tersebut
 Meminimalisasi ketidakcocokan. Cari jalan tengah diantara kedua belah pihak yang sering
berbeda pandangan dan pendapat. Fokuslah pada persamaan dengan memppertimbangkan
perbedaan yang sifatnya tidak mendasar.

2.9 DUA BELAS KEBIASAAN YANG MENGARAHKAN DIRI SENDIRI


(PERSONAL LEADERSHIP)
Terdapat 12 (dua belas) kebiasaan yang dapat menumbuhkan rasa personal leadership
dalam diri kita:
1. Percaya bahwa Tuhan Maha Murah dan memiliki semua jawaban yang kita
inginkan;
2. Pelan-pelan...dan selanjutnya berhenti;
3. Secara konsisten buatlah berbagai pertanyaan yang penting bagi Anda dalam
mengarungi kehidupan pribadi maupun dalam organisasi;
4. Mendengarkan jawaban;
5. Beniatlah untuk belajar sesuatu yang baru;
6. Bertindaklah sesuai dengan pedoman baru;
7. Berterimakasihlah;
8. Buatlah catatan harian dan berbagi-keberhasilanlah;
9. Pernyataan kesungguhan;
10. Layanilah orang lain, organisasi, dan semua aspek kehidupan Anda;
11. Jadilah orang baik
12. Kembangkan intuisi Anda bersama orang lain.
Fokuslah dan lakukanlah terus, agar kita lebih mampu menggali informasi dari
sumber yang banyak sekali, tentunya sambil membantu yang lain melakukan hal yang sama
dengan kita.
2.10 STUDI KASUS

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Peningkatan Produktivitas Kerja


Menurut Persepsi Karyawan
(Studi Kasus Pada PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk.)

Dalam suatu organisasi, kerjasama yang kuat antara setiap anggota merupakan suatu
hal penting yang harus dimiliki agar terwujudnya tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu kerjasama antara pimpinan dan bawahan perlu mendapat perhatian, agar pelaksanaan
aktivitas perusahaan berjalan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara gaya kepemimpinan
dan produktivitas kerja karyawan pada perusahaan PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading
Company, Tbk.
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis,
yaitu suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang
mempunyai hubungan erat dengan permasalahan yang akan diteliti dan dibandingkannya
dengan pengetahuan teori untuk merumuskan persoalan serta kemungkinan untuk mencari
pemecahannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dan wawancara. Dan penelitian ini mengambil sample sebanyak tiga puluh orang
karyawan PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk bagian produksi.
Pengukuran yang digunakan untuk membahas gaya kepemimpinan tersebut adalah yang
mengacu pada teori kepemimpinan Blake dan Mouton. Dimana pengukuran gaya
kepemimpinan tersebut berdasarkan pada: 1. Perhatian pimpinan terhadap manusia. 2.
Perhatian pimpinan terhadap tugas. Dilihat dari total nilai yang diperoleh menunjukkan
bahwa gaya kepemimpinan eksekutif. Sedangkan korelasi dengan menggunakan rank
spearman diperoleh sebesar 0,73. Hal ini menunjukkan bahwa antara variabel gaya
kepemimpinan dan variabel produktivitas kerja terdapat pengaruh positif yang kuat. Dan
koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 53,29 %. Ini berarti bahwa 53,29 % dari
produktivitas kerja dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, sedangkan sisanya 46,71 %
dipengaruhi oleh faktor lainnya. Yang berarti hipotesis dapat diterima yaitu: Apabila gaya
kepemimpinan diterapkan sesuai dengan persepsi karyawan, maka produktivitas kerja
karyawan dapat meningkat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh
perusahaan sesuai dengan persepsi kerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja
karyawannya. Adapun saran yang diberikan penulis adalah agar perusahaan PT. Ultrajaya
Milk Industry and Trading Company, Tbk tetap mempertahankan gaya kepemimpinan yang
diterapkan yaitu gaya kepemimpinan eksekutif, karena gaya kepemimpinan tersebut sudah
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para karyawan, sehingga hal ini hubungan baik
antara pimpinan dan karyawan dapat terus terjalin dengan baik yang pada akhirnya akan
meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
BAB 3
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” (lead) berarti
bimbing atau tuntun, dengan begitu di dalam terdapat dua pihak yaitu yang dipimpin (rakyat)
dan yang memimpin (imam). Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (leader)
berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan kominikasi sehingga
orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Dan setelah ditambah
akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Apabila dilrengkapi
dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan” (leadership) berarti kemampuan dan
kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakuakan
tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi
awal struktur dan pusat proses kelompok (Inu Kencana, 2003). Jadi kepemimpinan adalah
aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu (Miftah, 1997).
Kepemimpinan secara otokratis adalah kepemimpinan yang cara memimpinnya
menganggap organisasi sebagai miliknya sendiri. Sehingga seorang pemimpin bertindak
sebagai diktator terhadap para anggota organisasinya dan menganggap mereka itu sebagai
bawahannya dan merupakan alat atau mesin, tidak diperlakukan sebagaimana manusia.
Bawahan hanya menurut dan menjalankan perintah atasannya serta tidak boleh membantah,
karena pimpinan tidak mau menerima kritik, saran dan masukan. Tipe kepemimpinan
otokratis adalah kepemimpinan yang sama dengan tipe otoriter, yang mana dari
kepemimpinan ini, bawahan tidak berhak menyampaikan saran, pendapat, dan kritik. Dalam
kepemimpinan ini seorang pemimpin menganggap dirinya adalah segala-galanya yang
memiliki kekuasaan dan kewenangan atas anak buah sesuai dengan kehendaknya.
Kepemimpinan ini lebih identik dengan system satu orang yang berkuasa, yang
berhak menentukan kebijakan, berhak dalam mengambil keputusan terhadap suatu
permasalahan dalam organisasi. Kepemimpinan ini hanya dibatasi dengan undang-undang
saja.

3.2 SARAN
Sebaiknya dalam memimpin suatu organisasi kita tidak menggunakan tipe
kepemimpinan otokrasi karena tipe ini hanya berpusat kepada satu orang sehingga
komunikasi antara bawahan dan atasan tidak berjalan lancar. Sehingga dalam
kepemimpinanpun jarang sekali tipe ini berhasil untuk memajukan suatu organisasi atau
perusahaan, karena pemimpin dalam tipe ini hanya memperhatikan keputusannya sendiri,
tanpa mendengarkan saran dan kritik dari bawah.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
James, Richard W. 2004. Personal Leadership. Cetakan 1. Diterjemahkan oleh: Kumala
Insiwi Suryo. Jakarta: Victory Jaya Abadi
Utami, Wiji. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Lanjutan (Beserta Kasus-Kasus).
Edisi Revisi. Buku 2

Situs Internet
http://www.tugasku4u.com/2013/06/-kepemimpinan.html
http://www.scribd.com/doc/52329951/MANAJEMEN-KEPEMIMPINAN
http://teori-msdm.blogspot.com/2009/04/kepemimpinan-motivasi-kerja-dan-kinerja.html
http://njuntachi.blogspot.com/2012/03/peran-dan-gaya-kepemimpinan.html
http://repository.widyatama.ac.id/handle/10364/1084

Anda mungkin juga menyukai