Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

SERANGGA SEBAGAI HAMA PADA TANAMAN

OLEH :

NAMA : ABDUL AZIS

NIM : G111 10 270

KELOMPOK : III (Tiga)

ASISTEN : IKA RAHMATIKA

JURUSAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tidak diinginkan


dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua
organisme, dalam istilah ini, kata hama paling sering dipakai hanya kepada
hewan.

Suatu jenis hewan juga dapat disebut sebagai suatu hama jika
menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran
penyakit dalam habitat manusia. Contohnya adalah organisme yang menjadi
vektor penyakit bagi tanaman, seperti walang sangit dan kumbang yang
membawa berbagai serangan dalam melakukan perusakan tumbuhan.

Dalam pertanian, hama adalah merupakan sautu organisme pengganggu


tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik pada tanaman, dan secara
lebih praktis yaitu segala atau semua jenis hewan yang menyebabkan kerugian
pada tumbuhan pada khususnya dan dalam pertanian pada umumnya.

Serangga adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang


bertungkai enam (tiga pasang); karena itulah mereka disebut pula Hexapoda
(dari bahasa Yunani yang berarti "berkaki enam"). Jadi secara umum Serangga
merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Ukuran
serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi.

Keaneka-ragaman serangga telah terdapat pada periode Carboniferous


(sekitar 300 juta tahun yang lalu), serta terdapat pula beberapa kelompok
serangga telah menyerupai bentuk yang dijumpai pada masa sekarang.

Umumnya serangga mengalami metamorfosis sempurna, yaitu siklus


hidup dengan beberapa tahapan yang berbeda: telur, larva, pupa, dan imago.
Beberapa ordo yang mengalami metamorfosis sempurna adalah Lepidoptera,
Diptera, Coleoptera, dan Hymenoptera. Metamorfosis tidak sempurna
merupakan siklus hidup dengan tahapan : telur, nimfa, dan imago. Peristiwa larva
meniggalkan telur disebut dengan eclosion. Setelah eclosion, serangga yang
baru ini dapat serupa atau beberapa sama sekali dengan induknya. Tahapan
belum dewasa ini biasanya mempunyai ciri perilaku makan yang banyak.
Pertumbuhan tubuh dikendalikan dengan menggunakan acuan pertambahan
berat badan, biasanya dalam bentuk tangga dimana pada setiap tangga
digambarkan oleh lepasnya kulit lama (exuvium), dimana proses ini disebut
molting. Karena itu pada setiap tahapan, serangga tumbuh sampai dimana
pembungkus luar menjadi terbatas, setelah ditinggalkan lagi dan seterusnya
sampai sempurna.

Dalam sejarahnya, sudah lebih dari 800.000 spesies insekta sudah


ditemukan. Terdapat 5.000 spesies bangsa capung (Odonata), 20.000 spesies
bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies bangsa kupu-kupu dan ngengat
(Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan kerabatnya (Diptera), 82.000 spesies
bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies bangsa kumbang (Coleoptera), dan
110.000 spesies bangsa semut dan lebah (Hymenoptera).

Setiap serangga mengalami proses perubahan bentuk dari telur hingga


ke bentuk dewasa yang siap melakukan reproduksi. Pergantian tahap bentuk
tubuh ini seringkali sangat dramatis. Di dalam tiap tahap juga terjadi proses
"pergantian kulit" yang biasa disebut proses pelungsungan. Tahap-tahap ini
disebut instar. Ordo-ordo serangga seringkali dicirikan oleh tipe
metamorfosisnya. Serta tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga
bagian utama, sementara bentuk pradewasa biasanya menyerupai moyangnya,
hewan lunak beruas mirip cacing. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa adalah
kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen).

Selain merugikan, banyak serangga yang bermanfaat bagi kehidupan


manusia, diantaranya yaitu sebagai organisme pembusuk dan pengurai termasuk
limbah, sebagai objek estetika dan wisata, bermanfaat pada proses penyerbukan
maupun sebagai musuh alami hama tanaman, pakan hewan (burung) yang
bernilai ekonomi tinggi, penghasil madu (dari genus Apis) dll.
1.2 Tujuan dan Kegunaan

1.2.1 Tujuan

Dari proses kegiatan praktikum, adapun tujuan yang ingin kami capai
yaitu untuk mengetahui berbagai jenis dan bentuk Serangga yang merupakan
Hama pada tanaman.

1.2.2 Kegunaan

Kegunaan dari kegiatan praktikum mengenai serangga merupakan Hama


tumbuhan yaitu dimana kita dapat mengetahui berbagai jenis serangga yang
merupakan Hama tanaman agar tidak adanya kekeliruan mengenai hal tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Belalang merupakan spesies subtropis yang hidup mengelompok, yang


berkembang biak dengan cepat pada awal musim hujan. Satu kawanan
serangga jenis ini mampu menyerang 1200 kilometer persegi dalam satu waktu
dan setiap kilometer perseginya mencapai 40-80 juta belalang.

Belalang hidup bersendirian sehingga hujan turun. Hujan mengakibatkan


tumbuhan tumbuh dan menggalakkan penghasilan telur yang telah dihasilkan
dalam tanah berpasir. Tumbuhan baru ini menghasilkan makanan untuk belalang
yang baru menetas dan memberikan mereka perlindungan sehingga mereka
membesar menjadi serangga dewasa bersayap.

Apabila tumbuhan tersebar dalam cara tertentu sehingga belalang


terpaksa berkumpul untuk makan, dan terdapat hujan yang cukup untuk
kebanyakan telur menetas, memaksa hubungan fizikal antara kaki belakang
serangga bersentuhan sesama sendiri. Ini mengakibatkan peningkatan kadar
metabolik dan perubahan tingkah-laku yang mengakibatkan perubahan serangga
dari tingkah-laku bersendirian kepada tingkah-laku berkelompok (gregarious).
Apabila belalang menjadi berkelompok mereka bertukar warna dari hijau kepada
hitam dan kuning, badan mereka berubah menjadi pendek, dan mereka
menghasilkan hormon yang menyebabkan kesemua mereka berkumpul pada
satu kawasan, dan menggalakkan pembentukan kawanan.

Kumbang adalah salah satu binatang yang memiliki penampilan seperti


kebanyakan spesies serangga. Ordo Coleoptera, yang berarti "sayap berlapis",
dan berisi spesies yang sering dilukiskan di dalamnya dibanding dalam beberapa
ordo lain dalam kerajaan binatang. Empat puluh persen dari seluruh spesies
serangga adalah kumbang (sekitar 350,000 spesies), dan spesies baru masih
sering ditemukan. Perkiraan memperkirkan total jumlah spesies, yang diuraikan
dan tidak diuraikan, antara 5 dan 8 juta.

Kumbang dapat ditemukan hampir di semua habitat, namun tidak


diketahui terjadi di lautan atau di daerah kutub. Interaksi mereka dengan
ekosistem mereka dilakukan dengan berbagai cara. Mereka sering makan pada
tumbuhan dan jamur, merusak pertahanan binatang dan tumbuhan, dan
memangsa invertebrata lain. Beberapa spesies dimangsa berbagai binatang
seperti burung dan mamalia. Jenis tertentu merupakan hama agrikultur, seperti
Kumbang kentang Colorado Leptinotarsa decemlineata, Kumbang tanaman
kapas Anthonomus grandis, kumbang tepung merah Tribolium castaneum, dan
kumbang mungbean atau cowpea Callosobruchus maculatus.

Kecoak atau lipas sudah ada sejak 300 juta tahun silam tanpa banyak
berevolusi. Warnanya cokelat merah kehitaman. Ia ditakdirkan untuk bisa
bertahan di segala musim dan iklim, baik panas menyengat atau dingin
membeku. Mereka bahkan lebih resisten terhadap radiasi dibandingkan dengan
makhluk lain. Faktanya, hanya kecoak yang selamat pada Perang Dunia II.

Binatang ini mampu hidup selama sebulan tanpa kepalanya, sampai


akhirnya mati kelaparan. Karena, kecoak tidak butuh kepala untuk bernapas,
bahkan otak sebagai alat kontrol tubuh. Kehilangan kepala tidak membuatnya
kehilangan darah seperti binatang yang lain. Ketahanan lipas diimbangi pula
dengan cepatnya berkembang biak. Dalam sebulan ia bisa menghasilkan lipas
yunior lebih dari 40 ekor. Mereka kaum omnivora. Makan apa saja. Feses, lem,
sisa makanan di dapur, organisme mati (termasuk mayat manusia),
keturunannya sendiri, bahkan bir.

Walang sangit adalah serangga yang menjadi hama penting pada


tanaman budidaya, terutama padi. Hewan ini mudah dikenali dari bentuknya
yang memanjang, berukuran sekitar 2cm, berwarna merah dan hitam. Walang
sangit adalah anggota ordo Hemiptera.

Walang sangit menghisap cairan tanaman dari tangkai bunga (paniculae)


sehingga menyebabkan tanaman kekurangan hara dan menguning (klorosis),
dan perlahan-lahan melemah. Jenis hewan ini menunjukkan bentuk pertahanan
dirinya disaat terdapatnya musuh, yaitu dengan mengeluarkan aroma yang
menyengat hidung.
III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Proses kegiatan praktikum mengenai pengenalan serangga sebagai


hama tanaman yaitu dilaksanakan pada hari Senin, 29 November 2010 Pukul
15.30 WITA-Selesai di laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses kegiatan praktikum mengenai


pengenalan serangga sebagai hama pada tanaman buku gambar, pensil,
penghapus, mistar.

Sedangkan bahan yang digunakan yaitu berupa berbagai jenis sampel


serangga yang sudah diawetkan, yaitu seperti belalang, kumbang, kecoa, dan
walang sangit.

3.3 Prosedur Kerja

Mengambil jenis sampel serangga yang telah disediakan.


Menentukan jenis jenis serangga beserta jenis ordonya.
Mengambil perlengkapan gambar.
Menggambar sampel serangga, serta member nama, jenis ordo,
dan menuliskan bagian-bagian tubuhnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil.

4.1.1 Belalang (Orthoptera)

4.1.2 Kumbang (Coleoptera)


4.1.3 Kecoak (Orthoptera)

4.1.4 Walang Sangit (Himiptera)


4.2 Pembahasan

Belalang mampu memakan anggaran tumbuhan tanaman hijau seberat


jisim badan mereka setiap hari: daun, bunga, kulit kayu, batang, buah, dan benih.
Dimana hampir kesemua tanaman, dan tumbuhan bukan tanaman, berisiko,
termasuk millet, padi, jagung, sorghum, tebu, barli, kapas, pokok buah, pokok
kurma, sayuran, rumput ragut, akasia, pine, dan pisang. Dimana belalang
mempunyai bagian-bagian struktur tubuh seperti : caput, thorax, sayap, antenna,
abdomen, mata, tungkai, dengan tipe mulut menggigit-mengunyah.

Kerugian tumbuhan yang ditimbulkan dari serangga belalang yaitu


dimana terjadinya kerugian besar pada tanaman yang memberatkan masalah
kekurangan makanan, dan merupakan ancaman kepada keselamatan bekalan
makanan untuk masa selanjutnya.

Cara pengendalian kawanan belalang adalah dengan racun serangga


organophosphate yang disemprot dalam dosis rendah melalui cara manual
maupun dengan cara penyebaran merata melalui pesawat jika luas lahan sangat
besar, serta racun serangga ini harus disemprot secara langsung. Akan tetapi,
cara pengendalian serangga belalang secara alami pada saat ini belum
ditemukan. Jadi masyarakat hanya bekerja sama dengan Burung untuk
membasmi belalang meskipun jumlah utnuk mengimbangi besarnya spesies
tersebut sangat jauh.

Kumbang rata-rata mempunyai tubuh 30-54 mm (pada jantan dan tidak


termasuk tanduk), sedangkan pada panjang tubuh betina 30-52 mm. Dulunya
kumbang ini merupakan serangga terbesar di Jepang sebelum ditemukannya
Cheirotonus jambar di Pulau Okinawa. Selain sebuah antena di bagian kepala,
imago jantan memiliki satu antena pendek di bagian dada yang sebenarnya
adalah sebagian dari eksoskeleton yang mencuat ke luar. Dimana, Panjang
antena pada kumbang bervariasi bergantung besar ukuran tubuh. Keadaan
pakan dalam stadium larva mempengaruhi ukuran tubuh stadium dewasa.
Kumbang lebih sering berada di permukaan dahan ataupun daun yang
vertikal dari bagian tumbuhan tanaman. Ujung cakar pengait dipakai untuk
menempel di permukaan kulit kayu ataupun dedaunan. Ketika berkelahi,
kumbang ini menggunakan prinsip pengungkit hingga lawan terlontar akibat
cakar pengait lawan terlepas dari permukaan dahan ataupun dedaunan. Lawan
yang kalah tidak berusaha dikejar. Dalam perkelahian, kumbang tidak pernah
melakukan adanya saling bunuh atau melukai. Dimana struktur tubuh kumbang
terdiri dari : caput, thorax, abdomen, antenna, tungkai, sayap, mata, dengan tipe
mulut menggigit-mengunyah.

Pengendalian kumbang dengan insektisida secara konvensional sulit


dilakukan. Karena hama ini terdapat di dalam batang dan umbi. Pengendalian
hama ini akan lebih efektif dengan menerapkan konsep pengendalian hama
terpadu (PHT). PHT merupakan pendekatan ekologi dalam pengelolaan
agroekosistem. Oleh karena itu, PHT mengutamakan berfungsinya mekanisme
pengendalian alami yang secara dinamis dapat menjaga populasi hama tetap
berada pada keseimbangan umum yang rendah. Komponen PHT meliputi
penggunaan varietas tahan, teknik bercocok tanam, musuh alami, dan
penggunaan pestisida bila diperlukan.

Kecoa diyakini sebagai salah satu binatang / hewan tertua di dunia yang
berasal dari zaman purba. Kecoak terdapat di berbagai penjuru dunia (kecuali
kutub) karena memiliki kemampuan serta desain tubuh yang tahan terhadap
berbagai kondisi serta mampu bergerak dengan lincah. Kecoa memiliki banyak
jenis dan macamnya yang mencapai ribuan spesies. Kecoa merupakan spesies
serangga yang mampu bertahan hidup lama karena memiliki sistem tubuh yang
bisa beradaptasi dengan berbagai lingkungan, bahkan lingkungan yang sangat
ekstrem sekalipun. Kecoa mempunyai struktur tubuh seperti : caput, thorax,
abdomen, antena, tungkai, sayap, mata, dengan tipe mulut menggigit-
mengunyah

Kecoa sering dianggap serangga yang sangat menjijiknya. Hal ini


dikarenakan kecoa paling sering berada pada tempat yang kotor. Selain
menjijikkan, kecoa mempunyai dampak positif. Yaitu dimana kecoa bisa
bermanfaat bagi petani kapas untuk digunakan sebagai pengendali biologis
terhadap hama perusak. Perhatian tentang hal ini dalam kemanfaatan kecoa
sebagai pengendali biologis terhadap hama serangga mulai berkembang setelah
penemuan Pfannenstiel bahwa populasi tinggi kecoa di kebun-kebun kedelai
sekitar Weslaco sama sekali tidak menimbulkan kerugian pada tanaman kapas.

Kecoa termasuk hewan yang aktif di malam hari, dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu memangsa telur-telur hama serangga yang berlangsung pada
malam hari secara terus menerus. Sedangkan pada waktu siang hari, kecoa
hanya bersembunyi di tempat sampah dan dedaunan.

Potensi kecoa sebagai pemangsa hama yang efektif serangga di kebun


kapas sudah diketahui, tetapi penggunaannya di lapang masih menimbulkan
dilema (masalah). Masalahnya, kecoa yang juga merupakan hama rumahan
memiliki kemampuan terbang yang kuat sehingga dari kebun bisa memasuki
rumah dan tempat tingga di sekitarnya.

Walang sangit merupakan hama yang menyerang tanaman padi setelah


berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi menyebabkan bulir padi
menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna. Penyebaran hama ini cukup
luas. Di Indonesia walang sangit merupakan hama potensial yang pada waktu-
waktu tertentu menjadi hama penting dan dapat menyebabkan kehilangan hasil
mencapai 50%. Dan diduga bahwa populasi 100.000 ekor per hektar dapat
menurunkan hasil sampai 25%.

Hasil penelitian menunjukkan populasi walang sangit 5 ekor per 9 rumpun


padi akan menurunkan hasil 15%. Hubungan antara kepadatan populasi walang
sangit dengan penurunan hasil menunjukkan bahwa serangan satu ekor walang
sangit per malai dalam satu minggu dapat menurunkan hasil 27%. Dimana
kualitas gabah (beras) sangat dipengaruhi serangan walang sangit. Diantaranya
menyebabkan meningkatnya Grain dis-coloration. Sehingga serangan walang
sangit disamping secara langsung menurunkan hasil, secara tidak langsung juga
sangat menurunkan kualitas gabah.

Tanaman inang alternatif hama walang sangit adalah tanaman rumput-


rumputan antara lain: Panicum spp; Andropogon sorgum; Digitaria
consanguinaria; Eleusine coracoma; Setaria italica; Cyperus polystachys,
Paspalum spp; dan Pennisetum typhoideum. Dewasa walang sangit meletakan
telur pada bagian atas daun tanaman. Pada tanaman padi daun bendera lebih
disukai. Telur berbentuk oval dan pipih berwarna coklat kehitaman, diletakan satu
persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama periode bertelur 57 hari
dengan total produksi terlur per induk + 200 butir. Lama stadia telur 7 hari,
terdapat lima instar pertumbuhan nimpa yang total lamanya + 19 hari. Lama
preoviposition + 21 hari, sehingga lama satu siklus hidup hama walang sangit +
46 hari.

Dari hasil observasi, diketahui ada beberapa cara pengendali hama


walang sangit yang telah lama dilaksanakan oleh petani. Cara-cara tersebut
berpotensi untuk dikembangkan seperti penggunaan keong yang dibusukkan
sebagai perangkap, pengasapan dari bahan batu bara, tumbuhan mercon, kapur
barus, penggunaan tumbuhan ribu-ribu dan cambai. Walang sangit lebih tertarik
untuk datang pada keong-keong yang telah dibusukkan sehingga pengendalian
mudah dilaksanakan karena terkonsentrasi pada areal yang sempit. Selain itu
pengasapan dengan menggunakan daun tumbuhan mercon ataupun batubara
ternyata dapat mengurangi populasi walang sangit. Sedangkan kapur barus,
tumbuhan ribu-ribu dan cambai dapat menolak kedatangan walang sangit karena
bau yang dipancarkan oleh bahan tersebut sehingga kerusakan padi yang
disebabkan walang sangit dapat dihindari. Cara-cara pengendalian tersebut
dapat mengurangi kerusakan gabah padi yang disebabkan walang sangit
berkisar 15-20%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum mengenai serangga sebagai hama pada tanaman,


kami dapat menyimpulkan bahwa selain menarik perhatian, ternyata serangga
mempunyai sisi buruk dalam merusak berbagai tumbuhan yang mengakibatkan
rusaknya suatu tanaman atau menurunnya hasil produk tanaman serta
berpengaruh besar bagi para petani. Dimana biaya yang dikeluarkan sangat
tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan.

5.2 Saran
Ketika suatu jenis serangga dapat diketahui penyakit yang dihasilkan.
Maka sebaiknya serangga tersebut dibasmi dengan menggunakan cara yang
alami. Dimana apabila dilakukan pembasmian dengan menggunakan pestisida,
justru akan membuat populasi serangga tersebut menjadi lebih meningkat dan
akan berdampak pula pada tanaman. Dimana dapat mengurangi system
ketahanan pada tumbuhan yang diakibatkan oleh adanya penggunaan bahan
kimia.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2002. Festival jagung pangan pokok alternative.


Istana Bogor 26-27 April 2002.

Balitjas. 2000. Deskripsi varietas unggul jagung. Edisi Kedua. Balai Penelitian
Tanaman Jagung dan Serealia Lain.66 p.

Balitsereal. 2005. Deskripsi varietas unggul jagung. Edisi Keempat. Balai


Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal). 114 p.

CPC. 2001. Crop Protection Compendium (CPC). Edition.

Departemen Pertanian. 2004. Statistik Pertanian 2004. Deptan.280 p.

Holliday, P. 1980. Fungus Disases of Tropical Crops. Cambridge Univ. Press,


Cambridge, 607 p.

Kaiser, A., J. Colles, J. Lawson, and C. Nicholls. 1997. Australian Maize.


Kondinin Group. 144 p.

Anda mungkin juga menyukai