Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN PADAT


SUPPOSITORIA ASETOSAL

KELAS B - KELOMPOK B1.3

Nama :

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
I. JUDUL
Suppositoria Asetosal

II. TEORI DASAR


Suppositoria merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut
pada suhu tubuh (FI V, 2014). Suppositoria akan hancur atau larut dalam suhu tubuh, dan
akan menyebar secara bertahap ke lapisan usus rendah (rektum), dimana disana ia akan
diserap oleh aliran darah kemudian akan bekerja dalam tubuh. Mekanisme efek kerja
suppositoria adalah secara mekanik, lokal dan sistemik. Pada suppositoria yang bekerja
secara mekanik akan terjadi peristiwa eksudasi usus yang menimbulkan gerakan
peristaltik akibat adanya afinitas basis gliserin terhadap cairan tubuh (Rrevaud, 1936).
Suppositoria yang berefek lokal lebih menguntungkan untuk obat yang bekerja spesifik
dan mempercepat kerja obat. Untuk suppositoria yang berefek sistemik berfokus pada zat
aktif yang akan membantu sistem pencernaan (suppositoria rektal) seperti
chlorpromazine untuk anti muntah, asetosal sebagai analgetik.
Suppositoria mengandung formula bahan aktif serta bahan pembantu atau basis
yang bersifat hidrofob dan hidrofil. Suppositoria memiliki ukuran dan bentuk yang
beragam, namun umumnya suppositoria berukuran 32 mm (suppositoria rektal) dengan
berat 3-5 gram (ovulae). Suppositoria diberikan kepada pasien apabila pasien tidak
sadarkan diri atau koma, mual mual atau muntah (Tukker, 2002) diperlukan kerja obat
yang diperpanjang ataupun suppositoria mengandung bahan obat yang akan hancur
dengan pH atau enzim jika diberikan melalui oral.
Beberapa keuntungan dari penggunaan suppositoria antara lain:
1. Mudah digunakan untuk pengobatan lokal pada rektum, vagina ataupun uretra.
Misalnya, wasir, infeksi dan lain sebagainya.
2. Sebagai alternatif bila penggunaan melalui oral tidak dapat dilakukan. Misalnya: pada
bayi, pasien debil (lemas, tidak bertenaga), muntah-muntah, gangguan sistem
pencernaan (mual, muntah), dan kerusakan saluran cerna.
3. Obat lebih cepat bekerja, karena absorpsi obat oleh selaput lendir rektal langsung ke
sirkulasi pembuluh darah.
4. Untuk mendapatkan “prolonged action” (obat tinggal di tempat tersebut untuk jangka
waktu yang dikehendaki).
5. Untuk menghindari kerusakan obat pada saluran cerna
6. Dapat menghindari first fast efek dihati (Murtini dan Elisa, 2018).
Sedangkan, kerugian dari penggunaan suppositoria yaitu antara lain:
a. Pemakaiannya tidak menyenangkan dan kurang praktis.
b. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang untuk suppositoria dengan basis oleum cacao.
c. Daerah absorpsinya lebih kecil dan absorpsi hanya melalui difusi pasif
d. Tidak dapat digunakan untuk zat yang dapat rusak pada pH rektum (Murtini dan
Elisa, 2018).
Formulasi suppositoria terbagi menjadi dua yaitu zat aktif dan basis. Zat aktif
yang digunakan untuk dijadikan suppositoria adalah asetosal yang berkhasiat untuk
meredakan nyeri ringan hingga sedang. Asetosal termasuk ke dalam golongan obat keras,
sehingga diperlukan resep dokter apabila pasien ingin mengkonsumsinya. Asetosal yang
biasa disebut aspirin atau asam asetilsalisilat memiliki mekanisme kerja yang mengobati
nyeri dan peradangan pada rematik setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke
seluruh jaringan tubuh dan cairan intraseluler sehingga ditemukan dalam cairan sinovial,
cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar darah
otak dan sawar uri. Kira-kira 80% sampai 90% salisilat plasma terikat pada albumin.
Untuk basis suppositoria terbagi menjadi dua yaitu basis hidrofil dan basis
hidrofob. Basis hidrofil merupakan basis yang mudah larut dalam air. Untuk pembuatan
suppositoria asetosal, digunakan basis suppositoria gelatin tergliserinasi dengan formula
gliserin 70% dan gelatin 20% serta aquadest 10%. Gliserin dan gelatin merupakan
campuran basis yang dapat melarut dalam jaringan mukosa dan dapat melepaskan obat
secara kontinu. Gelatin yang berwujud lembaran atau potongan ini berbau lemah dengan
warna kuning pucat sampai coklat terang. Selain gelatin, terdapat gliserin yang akan
membantu membentuk basis suppositoria gelatin tergliserinasi. Gliserin merupakan
bahan cair yang tidak berwarna dan bersifat higroskopis. Kegunaan gliserin dalam
pembuatan suppositoria ini adalah sebagai pelarut. Dalam melarutkan gelatin
tergliserinasi diperlukan adanya aquadest agar proses pelarutan lebih mudah.
Basis yang kedua adalah basis hidrofob, dimana basis ini tidak larut dalam air,
biasanya merupakan bahan berdasar minyak seperti Oleum cacao yang merupakan lemak
coklat yang diperoleh dari biji Theobroma cacao. Oleum cacao bersifat lunak dan tidak
reaktif. Dalam suhu kamar, oleum cacao berbau seperti coklat dengan warna kuning putih
pucat (Ansel, 1989 : 582-583). Oleum cacao akan mulai mencair di suhu 30oC dan akan
meleleh di suhu 34-35oC yang merupakan suhu tubuh rata-rata manusia. Oleum cacao
digunakan karena tidak mengiritasi jaringan tubuh, mudah dibersihkan dan tidak
meninggalkan bekas, memiliki titik leleh atau titik lebur yang sesuai dengan suhu tubuh,
stabil, tidak bergantung dan tidak terpengaruh oleh pH, dan mudah bercampur dengan
bahan-bahan lain (Syamsuni, 2005). Namun sayangnya, oleum cacao dapat menimbulkan
bau tengik apabila tidak disimpan dengan baik. Oleum cacao juga memerlukan ketelitian
dalam peleburannya karena apabila dilebur di suhu yang terlalu panas, oleum cacao akan
berubah menjadi minyak dan tidak dapat digunakan lagi untuk pembuatan suppositoria.
Dalam pembuatan suppositoria juga diperlukan adanya bilangan pengganti yang
menyatakan jumlah basis yang akan digantikan oleh zat aktif. Selain itu untuk juga
mendapatkan keseragaman bobot suppositoria.

III. DATA PREFORMULASI


A. Zat Aktif
Asetosal (Aspirin)
Referensi : Farmakope Indonesia Ed. VI, 2020, hal. 170-171
Martindale Edisi 36, 2009, hal. 23
Drug Information Handbook Edisi 27, 2018, hal. 164

Rumus Struktur :

Rumus Molekul : C9H8O4


Bobot Molekul : 180,16 g/mol
Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun,
atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil
di udara kering; di dalam udara lembab secara bertahap
terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam
kloroform dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak.
Dosis : 450-900 mg setiap 4 jam hingga maksimum 3,6 g setiap hari
(Martindale Edisi 36, hal 23)
Khasiat : Analgesik, anti-inflamasi, antipiretik, menghilangkan nyeri
ringan hingga sedang seperti sakit kepala, dismenorea, mialgia,
dan sakit gigi. Mengobati nyeri dan peradangan pada rematik
akut dan gangguan kronis seperti rheumatoid arthritis, juvenile
idiopathic arthritis, osteoarthritis, dan ankylosing spondylitis
(Martindale Edisi 36, 2009, hal. 23).
Stabilitas : Simpan dalam lemari pendingin, jangan beku, hidrolisis aspirin
terjadi pada paparan air atau udara lembab, menghasilkan salisilat
dan asetat, yang memiliki bau seperti cuka (Drug Information
Handbook Edisi 27, 2018, hal. 164).
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

B. Zat Tambahan (Eksipien)


1. Gelatin
Referensi : Farmakope Indonesia Ed. VI,2020, hal. 653-654
HOPE Ed. 6, 2009, hal. 280

Bobot Molekul : 1,32 g/cm3 (tipe A)


1,28 g/cm3 (tipe B)
Pemerian : Lembaran, kepingan atau potongan, atau serbuk kasar sampai
halus; kuning lemah atau coklat terang; warna bervariasi
tergantung ukuran partikel. Larutannya berbau lemah seperti
kaldu.
Stabilitas : Jika kering stabil di udara, tetapi mudah terurai oleh mikroba jika
lembab atau dalam bentuk larutan.
pH : Gelatin Tipe A menunjukkan titik isoelektrik antara pH 7 dan pH
9, gelatin Tipe B menunjukkan titik isoelektrik antara pH 4,7 dan
pH 5,2.
Kelarutan : Tidak larut dalam air dingin; mengembang dan lunak bila dicelup
dalam air; menyerap air secara bertahap sebanyak 5 sampai 10
kali beratnya; larut dalam air panas, asam asetat 6 N dan
campuran panas gliserin dan air; tidak larut dalam etanol,
kloroform, eter, minyak lemak dan minyak menguap.
Konsentrasi : 2%
Kegunaan : Pengikat
Inkompatibilitas : Gelatin dapat dihidrolisis oleh sebagian besar sistem proteolitik
untuk menghasilkan komponen asam aminonya. Gelatin juga akan
bereaksi dengan aldehida dan gula aldehida, polimer anionik dan
kationik, elektrolit, ion logam, plasticizer, pengawet, oksidator
kuat, dan surfaktan. Dapat diendapkan oleh alkohol, kloroform,
eter, dan asam tanat (HOPE Ed. 6, 2009, hal. 280).
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, di tempat kering.

2. Gliserin
Referensi : Farmakope Indonesia Ed. VI, hal. 680-682
HOPE Ed. 6, 2009, hal. 283-285

Rumus Struktur :

Rumus Molekul : C3H8O3


Bobot Molekul : 92,09 g/mol
Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya
boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik;
larutan netral terhadap lakmus.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak
menguap.
Stabilitas : Bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan terhadap
oksidasi oleh atmosfer di bawah kondisi penyimpanan biasa,
tetapi terurai pada pemanasan dengan evolusi akrolein beracun.
Campuran dari gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen
glikol adalah stabil secara kimiawi. Gliserin dapat mengkristal
jika disimpan pada suhu rendah, kristal tidak meleleh sampai
dihangatkan sampai 200 C (HOPE Ed. 6, 2009, hal. 284).
Kegunaan : Pengawet antimikroba, pelarut yg melunakkan, pelembab, agen
pemanis, agen tonisitas (HOPE Ed. 6, 2009, hal. 283).
Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan zat pengoksidasi
kuat seperti: kromium trioksida, kalium klorat, atau kalium
permanganat. Dalam larutan encer, reaksi berlangsung lebih
lambat dengan beberapa produk oksidasi yang terbentuk.
Perubahan warna gliserin menjadi hitam terjadi dengan adanya
cahaya, atau pada kontak dengan seng oksida atau bismut nitrat
dasar. Kontaminan besi dalam gliserin bertanggung jawab atas
penggelapan dalam warna campuran yang mengandung fenol,
salisilat, dan tanin. Dapat membentuk kompleks asam borat, asam
gliseroborat, yaitu asam yang lebih kuat dari asam borat (HOPE
Ed. 6, 2009, hal. 285)
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

3. Oleum Cacao (Theobroma oil)


Referensi : Farmakope Indonesia Ed. III, 1979, hal. 453
HOPE Ed. 6, 2009, hal. 725
Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik, rasa khas
lemak, agak rapuh.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform,
dalam eter dan eter minyak tanah.
Suhu lebur : 310-340 C
Stabilitas : Pemanasan dengan suhu lebih dari 360C selama persiapan
suppositoria dapat mengakibatkan penurunan yang cukup besar
dari titik pemadatan karena pembentukan keadaan metastabil
yang dapat menyebabkan kesulitan dalam pengaturan
suppositoria (HOPE Ed. 6, 2009, hal. 725).
Khasiat : Zat tambahan
Wadah dan Penyimpanan : Harus disimpan pada suhu tidak melebihi 250 C (HOPE
Ed. 6, 2009, hal. 725).

IV. FORMULA
A. Basis Hidrofil
○ Asetosal 500 mg
○ Gliserin 70%
○ Gelatin 20%
○ Aquadest 10%

B. Basis Hidrofob
○ Asetosal 500 mg
○ Oleum Cacao 100%

V. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


A. Basis Hidrofil
Dibuat 3 g suppositoria sebanyak 5 dicetak 3
Bobot total = 5 x 3 = 15 g
a. Basis saja
- Gelatin : 20% x bobot total suppositoria
: 20% x 15 g = 3 g
- Gliserin : 70% x bobot total suppositoria
: 70% x 15 g = 10,5 g
- Aquadest : 10% x bobot total suppositoria
: 10% x 15 g = 1,5 g

b. Basis + 10% zat aktif


- Asetosal : 10% x bobot total suppositoria
: 10% x 15 g = 10,5 g
- Basis : 90% x bobot total suppositoria
: 90% x 15 g = 13,5 g
- Gelatin : 20% x bobot total basis hidrofil
: 20% x 13,5 g = 2,7 g
- Gliserin : 70% x bobot total basis hidrofil
: 70% x 13,5 g = 9,45 g
- Aquadest : 10% x bobot total basis hidrofil
: 10% x 13,5 g = 1,35 g
Tabel Bobot Suppositoria Basis Hidrofil

No Basis Saja (g) Basis + 10% ZA (g)

1 2,68 3,36

2 2,64 3,37

3 2,59 3,43

Rata-rata 2,64 3,39

c. Perhitungan bilangan pengganti


- 10% zat aktif : 10% x rata-rata basis + 10% ZA
: 10% x 3,39 = 0,34 g
- 90% basis : 90% x rata-rata basis + 10% ZA
: 9% x 3,39 = 3,05 g
- Jumlah basis yang mengisi tempat zat aktif :
rata-rata basis saja - 90% basis
2,64 - 3,05 = 0,41 g
- Dosis zat aktif untuk suppositoria 500 mg :
(Dosis ZA/Dosis 10% ZA) x Jumlah basis isi ZA
(0,5 g/0,34 g) x 0,41 g = 0,60 g
- Basis untuk 1 suppositoria :
rata-rata basis saja - jumlah basis isi ZA
2,64 g - 0,41 g = 2,23 g

d. Jika dibuat 20 suppositoria (+2) (ditimbang 22 suppositoria)


- Asetosal : 22 x 500 mg = 11000 mg ~ 11g
- Basis hidrofil : 22 x jumlah basis 1 suppositoria
: 22 x 2,23 g = 49,06 g
- Gelatin : 20% x bobot basis hidrofil
: 20% x 49,06 g = 9,812 g
- Gliserin : 70% x bobot basis hidrofil
: 70% x 49,06 g = 34,34 g
- Aquadest : 10% x bobot basis hidrofil
: 10% x 49,06 g = 4,906 g
Tabel Penimbangan Suppositoria Basis Hidrofil

Bahan Bilangan Pengganti Formula

Basis Saja Basis + 10% Za

Teori (g) Praktik (g) Teori (g) Praktik (g) Teori (g) Praktik (g)

Asetosal - - 1,5 1,5 11 11,05

Glycerin 10,5 10,5 9,45 9,45 34,34 34,34

Gelatin 3 3 2,7 2,7 9,81 9,83

Aquadest 1,5 1,55 1,35 1,39 4,91 4,92

B. Basis Hidrofob
Dibuat 3 g suppositoria sebanyak 5 dicetak 3
Bobot total = 5 x 3 = 15 g
a. Basis saja
- Oleum cacao : 100% x bobot total suppositoria
: 100% x 15 g = 15 g

b. Basis + 10% zat aktif


- Asetosal : 10% x bobot total suppositoria
: 10% x 15 g = 1,5 g
- Basis : 90% x bobot total suppositoria
: 90% x 15 g = 13,5 g
- Oleum cacao : 100% x bobot basis hidrofob
: 100% x 13,5 g = 13,5 g

Tabel Bobot Suppositoria Basis Hidrofob

No Basis Saja (g) Basis + 10% ZA

1 2.01 2,17

2 2,01 2,16

3 1,97 2,12

rata-rata 1,99 2,15

c. Perhitungan bilangan pengganti


- 10% zat aktif : 10% x rata-rata basis + 10% ZA
: 10% x 2,15 = 0,215 g
- 90% basis : 90% x rata-rata basis + 10% ZA
: 90% x 2,15 = 1,935 g
- Jumlah basis yang mengisi tempat zat aktif :
rata-rata basis saja - 90% basis
1,99 g - 1,935 g = 0,055 g
- Dosis zat aktif untuk suppositoria 500 mg :
(Dosis ZA/Dosis 10% ZA) x jumlah basis pengisi ZA
(0,5 g/0,215 g) x 0,055 g = 0,1279 g
- Basis untuk 1 suppositoria :
rata-rata basis saja - jumlah basis yang mengisi zat aktif
1,99 g - 0,055 g = 1,935 g

d. Jika dibuat 20 suppositoria (+2) (ditimbang 22)


- Asetosal : 22 x 500 mg = 11000 mg ~ 11 g
- Basis hidrofob : 22 x jumlah basis 1 suppositoria
: 22 x 0,055 g = 42,57 g
- Oleum cacao : 100% x bobot basis hidrofob
: 100% x 42,57 g = 42,57 g
Tabel Penimbangan Suppositoria Basis Hidrofob

Bahan Bilangan Pengganti Formula

Basis saja Basis + 10% ZA

Teori (g) Praktik (g) Teori (g) Praktik (g) Teori (g) Praktik (g)

Asetosal - - 1,5 1,5 11 11,05

Oleum Cacao 15 15 13,5 13,5 42,57 42,57

VI. CARA KERJA


A. Penentuan Bilangan Pengganti
a. Basis saja
1. Disiapkan alat dan bahan, lalu ditimbang semua bahan yang akan digunakan
2. Dioleskan cetakan dengan PEG 400 (basis hidrofob) dan dengan Paraffin liq.
(basis hidrofil), lalu dilapisi bagian luar cetakan dengan aluminium foil
3. Dipanaskan Oleum cacao di atas penangas air bersuhu 360C hingga melebur
menggunakan cawan penguap (basis hidrofob)
4. Dipanaskan gelatin di atas penangas air hingga meleleh menggunakan cawan
penguap, lalu ditambahkan gliserin sedikit demi sedikit hingga homogen
(basis hidrofil)
5. Dituangkan kedua basis yang telah melebur dan meleleh ke dalam cetakan,
didinginkan pada suhu kamar, lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin
6. Dikeluarkan sediaan dari cetakan setelah bentuk basis memadat
7. Ditimbang sediaan tersebut dan ditentukan bobot rata-ratanya.

b. Basis + 10% zat aktif


1. Disiapkan alat dan bahan, lalu ditimbang semua bahan yang akan digunakan
2. Dioleskan cetakan dengan PEG 400 (basis hidrofob) dan dengan Paraffin liq.
(basis hidrofil), lalu dilapisi bagian luar cetakan dengan aluminium foil
3. Dipanaskan Oleum cacao di atas penangas air bersuhu 360C hingga melebur
menggunakan cawan penguap. Digerus Asetosal hingga halus di dalam
lumpang, dimasukkan ke dalam basis sedikit demi sedikit, dan diaduk hingga
homogen (basis hidrofob)
4. Dipanaskan gelatin di atas penangas air hingga meleleh menggunakan cawan
penguap, lalu ditambahkan gliserin sedikit demi sedikit hingga homogen.
Digerus Asetosal hingga halus di dalam lumpang, dimasukkan ke dalam basis
sedikit demi sedikit, dan diaduk hingga homogen (basis hidrofil)
5. Dituangkan campuran sediaan yang sudah homogen ke dalam cetakan,
didinginkan pada suhu kamar, lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin
6. Dikeluarkan sediaan dari cetakan setelah bentuk basis memadat
7. Ditimbang sediaan tersebut dan ditentukan bobot rata-ratanya.

B. Formula
a. Basis Hidrofob
1. Disiapkan alat dan bahan, lalu ditimbang semua bahan yang akan digunakan
2. Dioleskan cetakan dengan PEG 400 dan dilapisi bagian luar cetakan dengan
aluminium foil
3. Dipanaskan Oleum cacao di atas penangas air bersuhu 360C hingga melebur
menggunakan cawan penguap
4. Digerus Asetosal hingga halus di dalam lumpang, dimasukkan ke dalam basis
sedikit demi sedikit, dan diaduk hingga homogen
5. Dituangkan campuran sediaan yang sudah homogen ke dalam cetakan,
didinginkan pada suhu kamar, lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin
6. Dikeluarkan sediaan dari cetakan setelah memadat dengan hati-hati
7. Dikemas 3 buah suppositoria, diberi brosur, dan diserahkan
8. Dilakukan uji keseragaman bobot, titik leleh, homogenitas, dan waktu hancur
dengan sisa suppositoria.

b. Basis Hidrofil
1. Disiapkan alat dan bahan, lalu ditimbang semua bahan yang akan digunakan
2. Dioleskan cetakan dengan Paraffin liq. dan dilapisi bagian luar cetakan
dengan aluminium foil
3. Dipanaskan gelatin di atas penangas air hingga meleleh menggunakan cawan
penguap, lalu ditambahkan gliserin sedikit demi sedikit hingga homogen.
4. Digerus Asetosal hingga halus di dalam lumpang, dimasukkan ke dalam basis
sedikit demi sedikit, dan diaduk hingga homogen
5. Dituangkan campuran sediaan yang sudah homogen ke dalam cetakan,
didinginkan pada suhu kamar, lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin
6. Dikeluarkan sediaan dari cetakan setelah memadat dengan hati-hati
7. Dikemas 3 buah suppositoria, diberi brosur, dan diserahkan
8. Dilakukan uji keseragaman bobot, titik leleh, homogenitas, dan waktu hancur
dengan sisa suppositoria.

VII. EVALUASI
A. Keseragaman bobot (FI V, hal 1000)
Alat : Neraca digital
Cara : Ditimbang 10 suppositoria satu per satu, dihitung penyimpangan bobot
relatif dari suppositoria yang dibuat.
Rumus : SDR = SD x 100%
x
Syarat : Bobot terletak direntang antara 85-115 % dan yang tertera pada etiket
dan simpangan baku relatif +- 6,0%

B. Titik Leleh (Lachman, 2008, hal 1191)


Alat : Cawan penguap, termometer dan penangas air (Water Bath)
Cara : Suppositoria basis hidrofob dipanaskan dalam cawan penguap di atas
penangas air. Suhu dipantau dengan menggunakan termometer sampai
suppositoria melebur sempurna.
Syarat : Melebur sempurna dengan temperatur tetap 37oC

C. Uji Homogenitas
Alat : Cutter atau pisau
Cara : Digunakan 4 suppositoria dengan 2 suppositoria dipotong secara vertikal
dan 2 suppositoria dipotong secara horizontal. Diamati ketersebaran zat
aktif
Syarat : Menggunakan jumlah suppositoria yang genap agar dapat diuji dengan 2
potongan (vertikal dan horizontal). Sediaan suppositoria dan zat aktif yang
terdistribusi harus homogen.

D. Waktu Hancur (FI IV, hal 1088)


Alat : Disintegration Tester
Cara : Digunakan 3 suppositoria sekaligus yang ditempatkan dalam
Disintegration Tester dengan posisi teratas terdapat bagian keranjang
yang terendam dan pada posisi terbawah masih terdapat bagian keranjang
yang tidak tercelup medium.
Syarat : Suppositoria basis hidrofil : <60 menit
Suppositoria basis hidrofob : <30 menit

VIII. TABULASI HASIL DATA


A. Keseragaman Bobot

No. Bobot (g)

Basis Hidrofob Basis Hidrofil

1. 2,23 3,41

2. 2,17 3,46
3. 2,19 3,35

4. 1,94 3,28

5. 2,08 3,41

6. 2,15 3,26

7 2,17 3,25

8. 2,15 3,33

9. 2,19 3,30

10. 2,15 3,34

Rata-rata 2,142 3,339

- Basis Hidrofil

%Penyimpangan =

Rata-rata %Penyimpangan = 1,65%


SD Hidrofil = 0,0699
SDR =

= = 2,09%

Kesimpulan: Basis hidrofil memenuhi syarat

- Basis Hidrofob

%Penyimpangan =

Rata-rata %Penyimpangan = 2,46%


SD Hidrofob = 0,0808
SDR =

= = 3,77%

Kesimpulan: Basis hidrofob memenuhi syarat


B. Titik Leleh

Basis Suhu mulai melebur (0C) Suhu melebur sempurna (0C)

Hidrofob 32 35

Hidrofob 33 35

Hidrofob 33 37

- Rata-rata suhu basis hidrofob mulai melebur = 32,7oC


- Rata-rata suhu basis hidrofob melebur sempurna = 35,7oC
Kesimpulan: Basis hidrofob tidak memenuhi syarat

C. Uji Homogenitas

No. Basis hidrofob Basis hidrofil

Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal

1. Tidak homogen Tidak homogen Tidak homogen Tidak homogen

2. Tidak homogen Tidak homogen Tidak homogen Tidak homogen

Kesimpulan: Basis hidrofob dan hidrofil tidak memenuhi syarat

D. Waktu Hancur

No. Waktu hancur (menit)

Basis Hidrofob Basis Hidrofil

1. 5 menit 32 detik 17 menit 32 detik

2. 5 menit 32 detik 17 menit 32 detik

3. 5 menit 32 detik 17 menit 32 detik

Rata-rata 5 menit 32 detik 17 menit 32 detik

Kesimpulan: basis hidrofob dan hidrofil memenuhi syarat

IX. PEMBAHASAN
- Asetosal dalam formula digunakan sebagai zat aktif karena berkhasiat sebagai
analgesik, antiinflamasi, antipiretik dan menghilangkan nyeri ringan hingga sedang
seperti sakit kepala, dismenorea dan sakit gigi. Aspirin diserap dalam bentuk utuh,
dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira-kira 30
menit terdapat dalam plasma. Selain itu, penggunaan asetosal sebagai zat aktif dalam
sediaan membuat suppositoria ini memiliki mekanisme kerja sistemik karena khasiat
asetosal yang ditujukan untuk sistem pencernaan.
- Oleum cacao yang merupakan lemak coklat diperoleh dari biji Theobroma cacao
biasa digunakan sebagai basis hidrofob (basis minyak) pada suppositoria karena
Oleum cacao merupakan bahan yang dapat melebur pada suhu tubuh. Selain itu,
Oleum cacao tidak mengiritasi saat digunakan. Formula Oleum cacao dalam
suppositoria dapat mengalami penurunan yang cukup besar dari titik pemadatan
karena pembentukan keadaan metastabil (kondisi suatu zat yang tidak stabil dimana
dengan mudah berubah ke kondisi yang lebih stabil atau kurang stabil) yang dapat
menyebabkan kesulitan dalam pengaturan jika dipanaskan dengan suhu lebih dari 360
C. Selain itu, Oleum cacao juga digunakan sebagai basis dalam pembuatan
suppositoria agar memudahkan zat aktif (asetosal) melebur ke dalam tubuh.
- Gelatin dan gliserin yang sering disebut dengan gelatin tergliserinasi digunakan
dalam formulasi ini sebagai basis hidrofil karena dapat larut dan bercampur dengan
cairan tubuh (higroskopis). Dari sifat gliserin yang higroskopis, gliserin dapat
mengkristal jika disimpan pada suhu rendah dan tidak meleleh hingga dihangatkan
sampai suhu 200C. Selain sebagai pelembab, gliserin berguna sebagai pelarut yang
melunakkan. Gelatin tidak larut dalam air dingin namun akan mengembang dan
melunak sehingga cocok digunakan untuk membantu asetosal sebagai zat aktif untuk
melarut pada cairan tubuh.
- Pada pembuatan suppositoria, dilakukan perhitungan dan penimbangan bilangan
pengganti untuk mengetahui jumlah zat aktif yang akan digunakan sehingga hasil
suppositoria menjadi lebih presisi.
- Setelah pembuatan suppositoria, dilakukan uji evaluasi yang terdiri dari keseragaman
bobot, titik leleh, homogenitas dan waktu hancur. Hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa suppositoria yang akan dipasarkan memiliki kualitas yang baik.
- Uji keseragaman bobot bertujuan untuk mengetahui keseragaman bobot suppositoria
yang mengidentifikasikan semua bahan obat terdistribusi merata. Berdasarkan data
dari uji keseragaman bobot pada suppositoria diperoleh hasil simpangan baku relatif
basis hidrofil adalah 0,0699 dan basis hidrofob adalah 0,0808, dimana kedua basis
memenuhi syarat simpangan baku relatif sesuai dengan ketentuan pada literatur (FI V,
h 1526), yaitu +-6% .
- Uji titik leleh hanya dilakukan pada suppositoria basis hidrofob, hal ini disebabkan
karena basis hidrofob bekerja dengan cara melebur atau meleleh dalam cairan tubuh
sehingga penting untuk diketahui apakah suppositoria yang dibuat dapat melebur
sempurna di dalam tubuh atau tidak. Sedangkan, uji titik leleh tidak dilakukan pada
suppositoria basis hidrofil karena sistem kerjanya melarut dalam cairan tubuh.
Berdasarkan data dari uji titik leleh pada basis hidrofob diperoleh suppositoria
melebur sempurna pada suhu 35,7oC, dimana tidak memenuhi syarat yang seharusnya
melebur sempurna pada suhu 37oC. Hal ini dapat disebabkan oleh keadaan
suppositoria sebelum dilakukan uji evaluasi. Suppositoria hidrofob yang sudah jadi
dan didiamkan pada suhu ruangan terlebih dahulu akan melebur lebih cepat pada suhu
yang lebih rendah karena sudah terpapar oleh suhu ruangan dimana suppositoria
menjadi lebih lunak dari sebelumnya. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
suppositoria basis hidrofob setelah dikeluarkan dari lemari pendingin sebaiknya
segera dilakukan pengujian.
- Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui ketersebaran zat aktif pada sediaan
suppositoria yang dibuat apakah sudah homogen atau belum. Berdasarkan data dari
uji homogenitas suppositoria basis hidrofil dan basis hidrofob, diperoleh bahwa
semua suppositoria yang diuji tidak homogen. Hal ini disebabkan karena saat proses
pemanasan bahan basis hidrofil dan hidrofob masih belum terlarut sempurna,
penambahan gliserin pada basis hidrofil yang terlalu cepat sebelum gelatin larut
sempurna dan kurang meratanya zat aktif saat proses pengadukan ke dalam basis. Hal
ini dapat diatasi dengan penggerusan zat aktif yang lebih lama sampai bahan halus
serta melakukan proses pengadukan yang konstan, searah dan tidak terlalu cepat
dengan waktu lebih lama.
- Uji waktu hancur bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh
suppositoria untuk melarut atau melebur di dalam tubuh. Berdasarkan data dari uji
waktu hancur didapatkan bahwa suppositoria basis hidrofob memiliki waktu hancur
yang lebih cepat yaitu 5 menit 32 detik, dibandingkan dengan waktu hancur
suppositoria basis hidrofil yaitu 17 menit 32 detik. Hal ini disebabkan karena terdapat
perbedaan cara kerja dalam pelepasan obat dari masing-masing basis, dimana basis
hidrofil bekerja dengan melarut pada cairan tubuh sedangkan basis hidrofob bekerja
dengan meleleh atau melebur dalam tubuh sehingga suppositoria basis hidrofob dapat
lebih cepat hancur.

X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil uji evaluasi sebagai berikut:

Evaluasi Syarat Hasil Keteranga

Hidrofil Hidrofob Hidrofil Hidrofob Hidrofil H

Uji Keseragaman SDR +- SDR +- 6,0% 1,65% 2,46% Memenuhi M


Bobot 6,0% syarat

Uji Titik Leleh - Melebur - Melebur -


sempurna di sempurna di m
37 0C 35,7 0C

Uji Homogenitas Homogen Homogen Tidak Tidak Tidak


homogen homogen memenuhi m
syarat

Uji Waktu Hancur <60 menit <30 menit 17 menit 32 5 menit 32 Memenuhi M
detik detik syarat
XI. DAFTAR PUSTAKA
● Dana, William J., et al. Drug Information Handbook 21st edition. Canada: Lexicomp.
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
● Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi V. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
● Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
● Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
● Lachman, L; Lieberman, Herbert A. & Kanig, Joseph L. 2008. Teori dan Praktek
Farmasi Industri Edisi III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Murtini, Gloria; Elisa, Yetri. 2018. Teknologi Sediaan Solid. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
● Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Quinn, M. E. (Editor). 2009. Handbook of
Pharmaceuticals Excipient Sixth Edition. London-Chicago: Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association.
● Sweetman, Sean C. et al. 2009. Martindale Thirty-Sixth Edition. London-Chicago:
The Pharmaceutical Press.

XII. LAMPIRAN
I Ind
f

FARMA' OPE
INDON SIA
EDISIY
2014

KEMENTERL4N KESERATAN REPUBLIK INDONESIA


Exp Date
Mfg Date
No.Batch
No.Reg

kejang bronki.
Iritasi mukosa lambung, reaksi alergi kulit, tinitus,
Kontraindikasi:

nyeri
Menurunkan panas, meringankan dan mengatasi
Indikasi:

Tiap suppositoria mengandung asetosal 500 mg


Komposisi:
Acecytoria®
SUPPOSITORIA ASETOSAL

: Oktober 2023
: Oktober 2021
: B120021
: DBL 2117092103A1
Komposisi :
Tiap Suppositoria mengandung Asetosal 500 mg

Farmakologi :
Asetosal merupakan analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas

Farmakokinetik :
Asetosal diabsorpsi lebih lambat dengan pemberian secara rektal.

Farmakodinamik:
Asetosal bekerja dengan cepat dan efektif sebagai antipiretik dan anti inflamasi, dan
menimbulkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis.

Indikasi :
Menurunkan panas, mengatasi nyeri ringan sampai sedang, menghambat agregasi
trombosit

SUPPOSITORIA ASETOSAL
Acecytoria®
Jakarta - Indonesia
Kontraindikasi :

Isi : 3 Suppositoria
PT. BISAMEDIC
Diproduksi oleh :
Anak dan remaja di bawah usia 16 tahun dan ibu menyusui; riwayat maupun sedang
menderita tukak saluran cerna; hemofilia; tidak untuk pengobatan gout.
HIPERSENSITIVITAS. Asetosal dan AINS lainnya tidak boleh diberikan kepada penderita
dengan riwayat hipersensitivitas terhadap asetosal atau AINS lain; termasuk mereka yang
terserang asma; angioudema; urtikaria atau rinitis yang ditimbulkan oleh asetosal atau
AINS lain..

Mekanisme Kerja :
Asetosal sebagai analgetik memiliki sistem resorpsi yang cepat

Interaksi Obat :
Asetosal memperkuat daya kerja antikoagulansia, anti diabetika oral dan metotreksat
dengan kodein dan d-propoksifen

Efek Samping :
simpan di dalam lemari pendingin.
Dalam wadah tertutup rapat,
Penyimpanan:

Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan anak-anak


Perhatian dan Peringatan:

muntah atau mual.


Sakit perut atau rasa panas dan terbakar di dada,
Efek Samping:

dimasukkan pada lubang anus


Satu kali sehari satu suppositoria pada malam hari,
Aturan Pemakaian:
Sakit perut atau rasa panas dan terbakar di dada, muntah atau mual.

Peringatan dan Perhatian :


Hati-hati bagi penderita asma,
Tidak dianjurkan digunakan oleh wanita hamil dan anak-anak.

Aturan pakai :
Satu kali sehari satu suppositoria pada malam hari, dimasukkan pada lubang anus.

Cara Pemakaian:
1. Cuci tangan dengan sabun, buka bungkus suppositoria dalam
keadaan suppositoria mengeras. Jika lunak, didinginkan terlebih
dahulu
2. Suppositoria dikeluarkan dari kemasan dan dibasahi dengan air.
3. Berbaring menyamping, kaki bagian bawah diluruskan, kaki bagian
atas ditekuk ke arah perut
4. Angkat bagian atas dubur agar anus terjangkau.
5. Masukkan suppositoria ke anus hingga mencapai otot sfingter rectum
(0.25-1 inchi dari lubang dubur) dengan cara ditekan dan ditahan
dengan jari. Jika belum mencapai otot itu, suppositoria bisa
terdorong keluar lagi.
6. Tahan posisi tubuh, selama kurang lebih 5 menit agar suppositoria
tidak terdorong keluar.
7. Cuci tangan dengan sabun agar tidak ada sisa obat.

Wadah dan Penyimpanan :


Dalam wadah tertutup rapat, simpan di dalam lemari pendingin.

Isi : 3 Suppositoria

Kemasan : Dus
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
No.Reg : DBL 2117092103A1

Diproduksi oleh :
PT. BISAMEDIC
Jakarta - Indonesia
Komposisi :
Tiap suppositoria mengandung Asetosal 500 mg
Aturan Pakai:
Satu kali sehari satu suppositoria pada malam hari,
dimasukkan pada lubang anus

: DBL2117092103A1
: B120021
: Oktober 2021
: Oktober 2023
Indikasi:

Kontraindikasi:
dan mengatasi nyeri

kulit, tinitus, kejang bronki.


Menurunkan panas, meringankan

Keterangan lebih lengkap lihat brosur


Iritasi mukosa lambung, reaksi alergi

No.Reg
No.Batch
Mfg Date
Exp Date
Jakarta - Indonesia
PT. BISAMEDIC
Diproduksi oleh :
Isi : 3 Suppositoria
SUPPOSITORIA ASETOSAL
Acecytoria®

Anda mungkin juga menyukai