Nama :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
I. JUDUL
Suppositoria Asetosal
Rumus Struktur :
2. Gliserin
Referensi : Farmakope Indonesia Ed. VI, hal. 680-682
HOPE Ed. 6, 2009, hal. 283-285
Rumus Struktur :
IV. FORMULA
A. Basis Hidrofil
○ Asetosal 500 mg
○ Gliserin 70%
○ Gelatin 20%
○ Aquadest 10%
B. Basis Hidrofob
○ Asetosal 500 mg
○ Oleum Cacao 100%
1 2,68 3,36
2 2,64 3,37
3 2,59 3,43
Teori (g) Praktik (g) Teori (g) Praktik (g) Teori (g) Praktik (g)
B. Basis Hidrofob
Dibuat 3 g suppositoria sebanyak 5 dicetak 3
Bobot total = 5 x 3 = 15 g
a. Basis saja
- Oleum cacao : 100% x bobot total suppositoria
: 100% x 15 g = 15 g
1 2.01 2,17
2 2,01 2,16
3 1,97 2,12
Teori (g) Praktik (g) Teori (g) Praktik (g) Teori (g) Praktik (g)
B. Formula
a. Basis Hidrofob
1. Disiapkan alat dan bahan, lalu ditimbang semua bahan yang akan digunakan
2. Dioleskan cetakan dengan PEG 400 dan dilapisi bagian luar cetakan dengan
aluminium foil
3. Dipanaskan Oleum cacao di atas penangas air bersuhu 360C hingga melebur
menggunakan cawan penguap
4. Digerus Asetosal hingga halus di dalam lumpang, dimasukkan ke dalam basis
sedikit demi sedikit, dan diaduk hingga homogen
5. Dituangkan campuran sediaan yang sudah homogen ke dalam cetakan,
didinginkan pada suhu kamar, lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin
6. Dikeluarkan sediaan dari cetakan setelah memadat dengan hati-hati
7. Dikemas 3 buah suppositoria, diberi brosur, dan diserahkan
8. Dilakukan uji keseragaman bobot, titik leleh, homogenitas, dan waktu hancur
dengan sisa suppositoria.
b. Basis Hidrofil
1. Disiapkan alat dan bahan, lalu ditimbang semua bahan yang akan digunakan
2. Dioleskan cetakan dengan Paraffin liq. dan dilapisi bagian luar cetakan
dengan aluminium foil
3. Dipanaskan gelatin di atas penangas air hingga meleleh menggunakan cawan
penguap, lalu ditambahkan gliserin sedikit demi sedikit hingga homogen.
4. Digerus Asetosal hingga halus di dalam lumpang, dimasukkan ke dalam basis
sedikit demi sedikit, dan diaduk hingga homogen
5. Dituangkan campuran sediaan yang sudah homogen ke dalam cetakan,
didinginkan pada suhu kamar, lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin
6. Dikeluarkan sediaan dari cetakan setelah memadat dengan hati-hati
7. Dikemas 3 buah suppositoria, diberi brosur, dan diserahkan
8. Dilakukan uji keseragaman bobot, titik leleh, homogenitas, dan waktu hancur
dengan sisa suppositoria.
VII. EVALUASI
A. Keseragaman bobot (FI V, hal 1000)
Alat : Neraca digital
Cara : Ditimbang 10 suppositoria satu per satu, dihitung penyimpangan bobot
relatif dari suppositoria yang dibuat.
Rumus : SDR = SD x 100%
x
Syarat : Bobot terletak direntang antara 85-115 % dan yang tertera pada etiket
dan simpangan baku relatif +- 6,0%
C. Uji Homogenitas
Alat : Cutter atau pisau
Cara : Digunakan 4 suppositoria dengan 2 suppositoria dipotong secara vertikal
dan 2 suppositoria dipotong secara horizontal. Diamati ketersebaran zat
aktif
Syarat : Menggunakan jumlah suppositoria yang genap agar dapat diuji dengan 2
potongan (vertikal dan horizontal). Sediaan suppositoria dan zat aktif yang
terdistribusi harus homogen.
1. 2,23 3,41
2. 2,17 3,46
3. 2,19 3,35
4. 1,94 3,28
5. 2,08 3,41
6. 2,15 3,26
7 2,17 3,25
8. 2,15 3,33
9. 2,19 3,30
- Basis Hidrofil
%Penyimpangan =
= = 2,09%
- Basis Hidrofob
%Penyimpangan =
= = 3,77%
Hidrofob 32 35
Hidrofob 33 35
Hidrofob 33 37
C. Uji Homogenitas
D. Waktu Hancur
IX. PEMBAHASAN
- Asetosal dalam formula digunakan sebagai zat aktif karena berkhasiat sebagai
analgesik, antiinflamasi, antipiretik dan menghilangkan nyeri ringan hingga sedang
seperti sakit kepala, dismenorea dan sakit gigi. Aspirin diserap dalam bentuk utuh,
dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira-kira 30
menit terdapat dalam plasma. Selain itu, penggunaan asetosal sebagai zat aktif dalam
sediaan membuat suppositoria ini memiliki mekanisme kerja sistemik karena khasiat
asetosal yang ditujukan untuk sistem pencernaan.
- Oleum cacao yang merupakan lemak coklat diperoleh dari biji Theobroma cacao
biasa digunakan sebagai basis hidrofob (basis minyak) pada suppositoria karena
Oleum cacao merupakan bahan yang dapat melebur pada suhu tubuh. Selain itu,
Oleum cacao tidak mengiritasi saat digunakan. Formula Oleum cacao dalam
suppositoria dapat mengalami penurunan yang cukup besar dari titik pemadatan
karena pembentukan keadaan metastabil (kondisi suatu zat yang tidak stabil dimana
dengan mudah berubah ke kondisi yang lebih stabil atau kurang stabil) yang dapat
menyebabkan kesulitan dalam pengaturan jika dipanaskan dengan suhu lebih dari 360
C. Selain itu, Oleum cacao juga digunakan sebagai basis dalam pembuatan
suppositoria agar memudahkan zat aktif (asetosal) melebur ke dalam tubuh.
- Gelatin dan gliserin yang sering disebut dengan gelatin tergliserinasi digunakan
dalam formulasi ini sebagai basis hidrofil karena dapat larut dan bercampur dengan
cairan tubuh (higroskopis). Dari sifat gliserin yang higroskopis, gliserin dapat
mengkristal jika disimpan pada suhu rendah dan tidak meleleh hingga dihangatkan
sampai suhu 200C. Selain sebagai pelembab, gliserin berguna sebagai pelarut yang
melunakkan. Gelatin tidak larut dalam air dingin namun akan mengembang dan
melunak sehingga cocok digunakan untuk membantu asetosal sebagai zat aktif untuk
melarut pada cairan tubuh.
- Pada pembuatan suppositoria, dilakukan perhitungan dan penimbangan bilangan
pengganti untuk mengetahui jumlah zat aktif yang akan digunakan sehingga hasil
suppositoria menjadi lebih presisi.
- Setelah pembuatan suppositoria, dilakukan uji evaluasi yang terdiri dari keseragaman
bobot, titik leleh, homogenitas dan waktu hancur. Hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa suppositoria yang akan dipasarkan memiliki kualitas yang baik.
- Uji keseragaman bobot bertujuan untuk mengetahui keseragaman bobot suppositoria
yang mengidentifikasikan semua bahan obat terdistribusi merata. Berdasarkan data
dari uji keseragaman bobot pada suppositoria diperoleh hasil simpangan baku relatif
basis hidrofil adalah 0,0699 dan basis hidrofob adalah 0,0808, dimana kedua basis
memenuhi syarat simpangan baku relatif sesuai dengan ketentuan pada literatur (FI V,
h 1526), yaitu +-6% .
- Uji titik leleh hanya dilakukan pada suppositoria basis hidrofob, hal ini disebabkan
karena basis hidrofob bekerja dengan cara melebur atau meleleh dalam cairan tubuh
sehingga penting untuk diketahui apakah suppositoria yang dibuat dapat melebur
sempurna di dalam tubuh atau tidak. Sedangkan, uji titik leleh tidak dilakukan pada
suppositoria basis hidrofil karena sistem kerjanya melarut dalam cairan tubuh.
Berdasarkan data dari uji titik leleh pada basis hidrofob diperoleh suppositoria
melebur sempurna pada suhu 35,7oC, dimana tidak memenuhi syarat yang seharusnya
melebur sempurna pada suhu 37oC. Hal ini dapat disebabkan oleh keadaan
suppositoria sebelum dilakukan uji evaluasi. Suppositoria hidrofob yang sudah jadi
dan didiamkan pada suhu ruangan terlebih dahulu akan melebur lebih cepat pada suhu
yang lebih rendah karena sudah terpapar oleh suhu ruangan dimana suppositoria
menjadi lebih lunak dari sebelumnya. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
suppositoria basis hidrofob setelah dikeluarkan dari lemari pendingin sebaiknya
segera dilakukan pengujian.
- Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui ketersebaran zat aktif pada sediaan
suppositoria yang dibuat apakah sudah homogen atau belum. Berdasarkan data dari
uji homogenitas suppositoria basis hidrofil dan basis hidrofob, diperoleh bahwa
semua suppositoria yang diuji tidak homogen. Hal ini disebabkan karena saat proses
pemanasan bahan basis hidrofil dan hidrofob masih belum terlarut sempurna,
penambahan gliserin pada basis hidrofil yang terlalu cepat sebelum gelatin larut
sempurna dan kurang meratanya zat aktif saat proses pengadukan ke dalam basis. Hal
ini dapat diatasi dengan penggerusan zat aktif yang lebih lama sampai bahan halus
serta melakukan proses pengadukan yang konstan, searah dan tidak terlalu cepat
dengan waktu lebih lama.
- Uji waktu hancur bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh
suppositoria untuk melarut atau melebur di dalam tubuh. Berdasarkan data dari uji
waktu hancur didapatkan bahwa suppositoria basis hidrofob memiliki waktu hancur
yang lebih cepat yaitu 5 menit 32 detik, dibandingkan dengan waktu hancur
suppositoria basis hidrofil yaitu 17 menit 32 detik. Hal ini disebabkan karena terdapat
perbedaan cara kerja dalam pelepasan obat dari masing-masing basis, dimana basis
hidrofil bekerja dengan melarut pada cairan tubuh sedangkan basis hidrofob bekerja
dengan meleleh atau melebur dalam tubuh sehingga suppositoria basis hidrofob dapat
lebih cepat hancur.
X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil uji evaluasi sebagai berikut:
Uji Waktu Hancur <60 menit <30 menit 17 menit 32 5 menit 32 Memenuhi M
detik detik syarat
XI. DAFTAR PUSTAKA
● Dana, William J., et al. Drug Information Handbook 21st edition. Canada: Lexicomp.
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
● Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi V. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
● Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
● Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
● Lachman, L; Lieberman, Herbert A. & Kanig, Joseph L. 2008. Teori dan Praktek
Farmasi Industri Edisi III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Murtini, Gloria; Elisa, Yetri. 2018. Teknologi Sediaan Solid. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
● Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Quinn, M. E. (Editor). 2009. Handbook of
Pharmaceuticals Excipient Sixth Edition. London-Chicago: Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association.
● Sweetman, Sean C. et al. 2009. Martindale Thirty-Sixth Edition. London-Chicago:
The Pharmaceutical Press.
XII. LAMPIRAN
I Ind
f
FARMA' OPE
INDON SIA
EDISIY
2014
kejang bronki.
Iritasi mukosa lambung, reaksi alergi kulit, tinitus,
Kontraindikasi:
nyeri
Menurunkan panas, meringankan dan mengatasi
Indikasi:
: Oktober 2023
: Oktober 2021
: B120021
: DBL 2117092103A1
Komposisi :
Tiap Suppositoria mengandung Asetosal 500 mg
Farmakologi :
Asetosal merupakan analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas
Farmakokinetik :
Asetosal diabsorpsi lebih lambat dengan pemberian secara rektal.
Farmakodinamik:
Asetosal bekerja dengan cepat dan efektif sebagai antipiretik dan anti inflamasi, dan
menimbulkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis.
Indikasi :
Menurunkan panas, mengatasi nyeri ringan sampai sedang, menghambat agregasi
trombosit
SUPPOSITORIA ASETOSAL
Acecytoria®
Jakarta - Indonesia
Kontraindikasi :
Isi : 3 Suppositoria
PT. BISAMEDIC
Diproduksi oleh :
Anak dan remaja di bawah usia 16 tahun dan ibu menyusui; riwayat maupun sedang
menderita tukak saluran cerna; hemofilia; tidak untuk pengobatan gout.
HIPERSENSITIVITAS. Asetosal dan AINS lainnya tidak boleh diberikan kepada penderita
dengan riwayat hipersensitivitas terhadap asetosal atau AINS lain; termasuk mereka yang
terserang asma; angioudema; urtikaria atau rinitis yang ditimbulkan oleh asetosal atau
AINS lain..
Mekanisme Kerja :
Asetosal sebagai analgetik memiliki sistem resorpsi yang cepat
Interaksi Obat :
Asetosal memperkuat daya kerja antikoagulansia, anti diabetika oral dan metotreksat
dengan kodein dan d-propoksifen
Efek Samping :
simpan di dalam lemari pendingin.
Dalam wadah tertutup rapat,
Penyimpanan:
Aturan pakai :
Satu kali sehari satu suppositoria pada malam hari, dimasukkan pada lubang anus.
Cara Pemakaian:
1. Cuci tangan dengan sabun, buka bungkus suppositoria dalam
keadaan suppositoria mengeras. Jika lunak, didinginkan terlebih
dahulu
2. Suppositoria dikeluarkan dari kemasan dan dibasahi dengan air.
3. Berbaring menyamping, kaki bagian bawah diluruskan, kaki bagian
atas ditekuk ke arah perut
4. Angkat bagian atas dubur agar anus terjangkau.
5. Masukkan suppositoria ke anus hingga mencapai otot sfingter rectum
(0.25-1 inchi dari lubang dubur) dengan cara ditekan dan ditahan
dengan jari. Jika belum mencapai otot itu, suppositoria bisa
terdorong keluar lagi.
6. Tahan posisi tubuh, selama kurang lebih 5 menit agar suppositoria
tidak terdorong keluar.
7. Cuci tangan dengan sabun agar tidak ada sisa obat.
Isi : 3 Suppositoria
Kemasan : Dus
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
No.Reg : DBL 2117092103A1
Diproduksi oleh :
PT. BISAMEDIC
Jakarta - Indonesia
Komposisi :
Tiap suppositoria mengandung Asetosal 500 mg
Aturan Pakai:
Satu kali sehari satu suppositoria pada malam hari,
dimasukkan pada lubang anus
: DBL2117092103A1
: B120021
: Oktober 2021
: Oktober 2023
Indikasi:
Kontraindikasi:
dan mengatasi nyeri
No.Reg
No.Batch
Mfg Date
Exp Date
Jakarta - Indonesia
PT. BISAMEDIC
Diproduksi oleh :
Isi : 3 Suppositoria
SUPPOSITORIA ASETOSAL
Acecytoria®