Tindakan Kekerasan Pada Anak Dalam Kelua
Tindakan Kekerasan Pada Anak Dalam Kelua
Lianny Solihin *)
Pendahuluan
ada saat ini di Indonesia berbagai masalah seakan tidak pernah
P berhenti, mulai dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, krisis politik
yang berkelanjutan, kerusuhan hingga perseteruan di antara kelompok,
golongan maupun aparat negara yang saat ini sedang marak. Masalah sosial
sudah menjadi topik yang hangat dibicarakan, misalnya masalah kemiskinan,
kejahatan dan juga kesenjangan sosial, begitu pula dengan berbagai kasus
kekerasan yang kerap terjadi belakangan ini.
Menurut surat kabar harian Kompas, Kamis 23 Mei 2002, kekerasan domestik
atau kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga menduduki porsi
terbesar dalam kasus kekerasan yang menimpa anak-anak pada rentang usia
3-6 tahun. Sebanyak 80% kekerasan yang menimpa anak-anak dilakukan oleh
keluarga mereka, 10% terjadi di lingkungan pendidikan, dan sisanya orang tak
dikenal.
Setiap bulannya terdapat 30 kasus kekerasan yang diadukan oleh korbannya
kepada lembaga konseling Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. Sebanyak
60% merupakan korban kekerasan ringan, berupa kekerasan verbal atau caci
maki, sedangkan 40% sisanya mengalami kekerasan fisik hingga seksual.
Kasus kekerasan terhadap pria, wanita bahkan anakpun sering menjadi
headline di berbagai media. Namun, banyak kasus yang belum terungkap,
karena kasus kekerasan ini dianggap sebagai suatu hal yang tidak penting,
terutama masalah kekerasan yang terjadi pada anak-anak. Begitu banyak kasus
kekerasan yang terjadi pada anak tetapi hanya sedikit kasus yang ditindaklanjuti.
Padahal, seorang anak merupakan generasi penerus bangsa kehidupan masa
kecil anak sangat berpengaruh terhadap sikap mental dan moral anak ketika
dewasa nanti. Bagaimanakah tanggapan pemerintah akan hal ini? Apakah
4. Kasus child neglect: persentase teringgi usia 0-5 tahun (74.7%) dan
terendah usia 16-18 tahun (6.0%).
Tindakan kekerasan adalah salah satu problem sosial yang besar pada
masyarakat modern. Problem sosial adalah pola perilaku masyarakat atau
sejumlah besar anggota masyarakat yang secara meluas tidak dikehendaki
masyarakat tetapi disebabkan oleh faktor-faktor sosial dan diperlukan tindakan
sosial untuk menghadapinya. Benarkah kekerasan pada anak-anak sekarang
sudah menjadi problem sosial? Tanpa kita sadari, child abuse sering terjadi di
sekitar kita, seperti anak-anak kecil yang bekerja di jalan raya, pantai, pabrik
atau tempat berbahaya lainnya juga perkelahian antar pelajar, atau mungkin
hal tersebut terjadi pada salah seorang anggota keluarga kita. Ada satu jawaban
atas semua pertanyaan di atas yaitu bahwa kekerasan pada anak-anak memang
sudah menjadi problem sosial di negri ini. Karena itulah tulisan ini mencoba
untuk lebih menyadarkan masyarakat terhadap kekerasan pada anak-anak.
Tinjauan Pustaka
Psikologi Perkembangan
Bijou dan Baer merumuskan psikologi perkembangan sebagai lapangan khusus
yang mempelajari “peningkatan-peningkatan yang terjadi oleh interaksi antara
tingkah laku dengan hal-hal yang timbul di lingkungan”. Dengan kata lain,
psikologi perkembangan berhubungan dengan variable-variabel yang secara
historis mempengaruhi tingkah laku, akibat, atau pengaruh dari interaksi yang
sudah lewat terhadap interaksi yang sekarang sedang dialami.
Bijou dan Baer mengkategorikan asal usul rangsangan-rangsangan yang
sampai pada anak dan mempengaruhi perkembangannya, yakni :
Psikologi Anak
Sejak lahir sampai saat kematian, manusia itu tumbuh mekar, mengalami banyak
proses perubahan dan perkembangan. Karena itu prinsip perkembangan itu
sifatnya progresif. Lagipula prinsip perkembangan tersebut ada di dalam diri
anak itu sendiri. Proses perkembangan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
a. Hereditas/warisan sejak lahir
Misalnya: bakat, pembawaan, konstitusi, potensi-potensi psikis dan fisik.
b. Faktor-faktor lingkungan
Ada hukum konvergensi, dimana faktor intern dan ekstern saling bertemu
dan saling mempengaruhi.
Tujuan dari perkembangan adalah menjadi manusia dewasa yang sanggup
bertanggung jawab sendiri dan mandiri. Oleh karena individualitas anak adalah
unik (bakat pembawaan, potensialitas dan sifat-sifat yang karakteristik), maka
setiap perkembangan individu itu punya pola yang khas; tidak pernah ada
yang identik sama. Masing-masing anak akan tumbuh berkembang menjadi
pribadi yang unik. Lagipula setiap anak yang tumbuh berkembang itu selalu
mengalami perubahan pada setiap tingkat perkembangannya.
Setiap anak juga merupakan subyek aktif, yang bebas menentukan tujuan
hidupnya sendiri, yaitu kebahagiaan lahir batin di dunia dan di akhirat, walaupun
kebahagiaan itu sendiri berlainan arti dan bentuknya bagi setiap pribadi.
Demikian pula cara untuk mencapai kebahagiaan itu pastilah berbeda. Sehingga
bisa dikatakan bahwa tujuan akhir dari hidup setiap orang itu pasti berbeda
juga. Dengan demikian tugas utama setiap orang tua adalah : (a) memberikan
fasilitas bagi perkembangan anak dan (b) membantu memperlancar
perkembangan anak menurut irama dan temponya sendiri-sendiri.
Sejak lahir anak-anak menampilkan cirri-ciri karakteristik yang individual,
berbeda satu dengan yang lainnya. Semua cirri individual ini cenderung untuk
terus tumbuh dan berkembang sampai pada masa pubertas, adolensi dan
dewasa. Oleh karena itu individu itu merupakan pribadi yang unik, serta tiada
duanya dan berusaha merealisasikan diri dalam satu lingkungan sosial. Maka
tidak mungkin seorang anak hidup tanpa satu lingkungan sosial tertentu, jika
anak itu mau tumbuh normal dan mengalami proses manusiawi atau proses
pembudayaan dalam suatu lingkungan kultural. Selanjutnya kondisi itu menjadi
menguntungkan dan positif sifatnya, bila kombinasi dari pengaruh sosial dan
potensi hereditas bisa saling mendukung (hukum konvergensi); bisa bekerja
sama secara akrab, dan membantu proses realisasi diri dan proses sosialisasi
anak. Sebaliknya, kondisi jadi tidak sehat bila perkembangan anak menjadi
terhambat ataupun rusak karenanya.
dan kasih saying selama kehamilan, sadar atau tidak sadar sang ibu akan
merasa bersalah atau membenci anaknya yang belum lahir. Anak yang tidak
dicintai oleh orang tua biasanya cenderung menjadi orang dewasa yang
membenci dirinya sendiri dan merasa tidak layak untuk dicintai, serta dihinggapi
rasa cemas. Perhatian dan kesetiaan anak dapat terbagi karena tingkah laku
orang tuanya. Timbul rasa takut yang mendalam pada anak-anak di bawah
usia enam tahun jika perhatian dan kasih saying orang tuanya berkurang,
anak merasa cemas terhadap segala hal yang bisa membahayakan hubungan
kasih saying antara ia dan orang tuanya.
Dr. Halim G Ginott memperingatkan orang tua akan besarnya pengaruh
ancaman yang dilontarkan kepada anak. Ia mengatakan “Yang paling ditakuti
anak-anak ialah tidak dicintai atau ditinggalkan oleh orang tuanya. Jadi jangan
sekali-kali mengancam akan meninggalkan anak, secara bergurau maupun
dengan marah”.
Sikap otoriter sering dipertahankan oleh orang tua dengan dalih untuk
menanamkan disiplin pada anak. Sebagai akibat dari sikap otoriter ini, anak
menunjukkan sikap pasif (hanya menunggu saja), dan menyerahkan segalanya
kepada orang tua. Di samping itu, menurut Watson, sikap otoriter, sering
menimbulkan pula gejala-gejala kecemasan, mudah putus asa, tidak dapat
merencanakan sesuatu, juga penolakan terhadap orang lain, lemah hati atau
mudah berprasangka. Tingkah laku yang tidak dikehendaki pada diri anak dapat
merupakan gambaran dari keadaan di dalam keluarga.
Hal yang paling penting adalah bahwa kehidupan seorang anak hendaknya
tidak diatur oleh kebutuhan orang tua dan menjadikan anak sebagai obyek
untuk kepentingan orang tua. Efisiensi menurut konsep orang tua ini akan
mengeringkan potensi anak, menghambat perkembangan emosional anak,
serta menelantarkan minat anak.
Astrid Lindgern, seorang penulis wanita dari Swedia yang banyak menulis
buku tentang anak mengatakan : “Seorang anak yang diperlakukan dengan
kasih sayang oleh orang tuanya dan mencintai orang tuanya, akan menghasilkan
suatu hubungan yang penuh kasih saying dalam lingkungannya. Si anak akan
memupuk sikap ini selama hidupnya”.
dan jelek, keyakinan orang tua mungkin harus diperkuat bahwa kenakalan
harus dilenyapkan dengan pelatihan yang tepat, bila mungkin dengan kasih
saying; tetapi penggunaan kekerasan atau ancaman mungkin diperlukan bila
dijumpai penolakan. Ini bisa dinyatakan sebagai “kekerasan dibenarkan bila
bisa dianggap sebagai alasan yang baik”.
tua membandingkan kemampuan dan sifat-sifat satu anak dengan yang lain,
karena setiap anak adalah unik.
1. Rumuskan peraturan secara jelas tepat dan mudah dimengerti anak.
Dr. Halim G. Ginott dalam bukunya Between Parents and Child, membagi
tiga daerah disiplin:
a) Daerah “hijau”, yang melingkupi tingkah laku yang diperbolehkan,
bahkan diinginkan.
b) Daerah “merah”, melingkupi tingkah laku yang sama sekali tidak
dapat diizinkan bahkan harus dicegah.
c) Daerah “kuning”, melingkupi tingkah laku yang sebenarnya tidak
ideal, tetapi karena alasan-alasan tertentu ditolerir.
2. Laksanakan peraturan-peraturan secara konsisten dan uniform (tetap
dan seragam).
Peraturan harus konsisten, artinya tetap (tidak gampang berubah). Dalam
proses pendidikan, orang tua dituntut untuk tetap menegakkan disiplin
dengan sikap yang tenang serta ramah tetapi tegas.
3. Hati-hatilah dalam memilih cara untuk menegakkan disiplin.
Orang tua dengan mudah bisa menimbulkan rasa benci, takut dan tidak
aman bila kurang hati-hati pada waktu memilih cara dalam rangka
menegakkan disiplin. Maka dalam menegakkan disiplin orang tua harus
selalu mementingkan tujuan disiplin itu dan tidak semata-mata disiplin
itu sendiri.
4. Perbaiki secepatnya bila terjadi kesalahan-kesalahan.
Bila orang tua melihat anaknya berbuat kesalahan, perbaikilah secepat
mungkin; jangan menunda atau mengumpulkan beberapa kesalahan
terlebih dulu baru menegurnya. Jika demikian anak akan melupakan
kesalahannya dan mungkin memungkirinya.
5. Bina hubungan baik dengan semua anggota keluarga.
Membina hubungan baik antara anggota keluarga sangatlah penting.
Interaksi yang pertama kali dialami seorang anak adalah interaksi dengan
orang tuanya, kemudian dengan anggota keluarga yang lain.
Hubungan baik antara orang tua dan anggota keluarga yang lain dapat
dicapai dengan cara sebagai berikut:
a) Mendengarkan apa yang diutarakan anak, baik itu berwujud cerita,
kesukaran ataupun pertanyaan-pertanyaan. Orang tua harus menyediakan
waktu untuk mendengarkan anaknya.
b) Menceritakan pengalaman-pengalaman yang dialami orang tua, sehingga
anak bisa mengetahui dan belajar bagaimana cara orang tua mengatasi
kesulitannya.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004 137
Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulan:
1. Psikologi perkembangan berhubungan dengan bagaimana kepribadian
seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja sampai
dewasa (sepanjang hidup). Proses perkembangan dipengaruhi oleh
hereditas (warisan sejak lahir) dan faktor–faktor lingkungan.
2. Setiap anak mempunyai keunikannya masing–masing dan merupakan
subyek aktif yang bebas menentukan tujuan hidupnya. Untuk itu tugas
utama setiap orang tua ialah memberi fasilitas bagi perkembangan anak
dan membantu memperlancar perkembangan anak, karena keluarga
merupakan lembaga pertama sebagai dasar dalam kehidupan anak, maka
segala perbuatan orang tua sangat menentukan kehidupan anak. Dr. Halim
G. Ginott mengatakan “Kasih sayang orang tua terhadap anak sangat
dibutuhkan”.
3. Kehidupan anak hendaknya tidak diatur oleh kebutuhan orang tua dan
jangan menjadikan sebagai objek untuk kepentingan orang tua.
4. Hasil kasih sayang orang tua yang dirasakan anaknya akan membuat
anak dapat bersikap baik selama hidupnya.
5. Orang tua yang sangat dominan di rumah akan terlihat bagaimana sikap
orang tua yang tidak dapat menerima tingkah laku anaknya yang
menyimpang dari keyakinan orang tuanya.
Daftar Pustaka