Anda di halaman 1dari 81

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK GADAI LAHAN

KELAPA SAWIT DI DESA KEMBANG SERI BARU, KECAMATAN


MARO SEBO ULU, KABUPATEN BATANGHARI

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh


Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Syariah

Oleh :

FERNANDES EKA WIJAYA


NIM: 104170261

PEMBIMBING:
Drs. A. FARUK., MA
MUHAMMAD AIMAN, S.H.,M.H

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2021
PERNYATAAN ORISINALITAS

Nama : Fernandes Eka Wijaya


Nim : 104170261
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas : Syariah
Alamat : Rt. 08 Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu
Kabupaten Batanghari

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun


dengan judul : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai Lahan Kelapa
Sawit di Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten
Batanghari adalah hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung unsur
plagialisme serta tidak mengandung materi yang di publikasikan kecuali
kutipan yag telah di sebutkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang di
benarkan secara ilmiah. sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S1 dari
Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah UIN Sultan Thaha
Saifuddin Jambi.

Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi


bukan hasil karya saya sendiri atau terindikasi adanya unsur plagiat dalam
bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sangsi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pembimbing I : Drs. A. Faruk, M.A
Pembimbing II : Muhammad Aiman, S.H.,M.H
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jln. Jambi-Muara Bulian Km. 16 Simp Sei Duren
Kabupaten Muaro Jambi
Kepada Yth
Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di
Jambi
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Assalamualaikum wr.wb
Setelah melalui proses bimbingan/konsultasi dan perbaikan sepenuhnya
kami berpendapat bahwa skripsi saudara Fernandes Eka Wijaya Nim :
104170261 yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai
Lahan Kelapa Sawit di Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo
Ulu Kabupaten Batanghari telah di setujui dan dapat di ajukan untuk di
munaqosahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana (S.1)
dalam Ilmu Hukum Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
Demikian, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalamualaikum wr.wb
MOTTO

             

            

          

Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara


tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya,
maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Q. S.Al-Baqarah (2) ayat 283).
PERSEMBAHAN

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
kesehatan, rahmat dan hidayah, sehingga penulis masih diberikan kesempatan
untuk menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana. Walaupun jauh dari kata sempurna, namun penulis bangga telah
mencapai pada titik ini.
Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Ayahanda (Eko Sudarto) dan Ibunda tercinta (Sulimah)


“ orang-orang yang saya cintai, banggakan yang senantiasa selalu menjaga,
merawat, mendo‟akan, dan mendukung serta selalu mencurahkan kasih sayang,
perhatian dan memeberikan motivasi kepada penulis dalam segala hal.Semoga Allah
selalu melindungi beliau ”

Kakek (Sofyan H.Makki) Dan Nenek (Zubaidah)


“ Yang selalu senantiasa memberikan dukungan, serata do‟a selama saya belajar,
terimakasih ”

Untuk Seluruh keluarga yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu

“Yang telah memberikan semangat, do‟a serta dukungannya dalam


menyelesaikan penulisan skripsi ini”

Teman-teman seperjuangan angkatan 2017 dan semua pihak yang namanya


tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
“yang telah membantu, memberikan saran, do‟a, motivasi dan dukungannya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini”
ABSTRAK

Fernandes Eka Wijaya, 104170261, Tinjauan Hukum Islam Terhadap


Praktik Gadai Lahan Kelapa Sawit di Desa Kembang Seri Baru Kecamatan
Maro Sebo Ulu Kabupaten Batang Hari.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui praktek gadai lahan kelapa sawit
yang masyarakat lakukan di Desa Kembang Seri Baru, Kecamatan Maro Sebo
Ulu, Kabupaten Batanghari. yakni dengan si Rahin sebagai pengadai datang
kerumah si Murtahin sebagai penerima gadai dengan tujuan meminjamkan
uang kepada si Murtahin dengan jaminan lahan kelapa sawitnya. Transaksi
dilakukan tanpa adanya surat perjanjian, pemeliharaan barang dan pemanfaatan
barang gadai ditanggung si Rahin sebagai penggadai, hasil dari pemanfaatan
lahan kelapa sawit tersebut di serahkan ke si Murtahin untuk pelunasan hutang,
hutang dibayar secara cicilan, tidak ada tempo pembayaran yang
ditentukannya.

Tujuan penelitian ingin mengetahui Tinjauan Hukum Islam Terhadap


Gadai Lahan Kelapa Sawit di Desa Kembang Seri Baru, Kecamatan Maro Sebo
Ulu, Kabupaten Batanghari. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan,
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan
menggunakan metode deskriptif, Jenis data yang digunakan adalah data data
primer dan data sekunder, sumber data yang digunakan adalah dari orang atau
narasumber. Sedangkan metode pengumpulan data adalah observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan Tinjauan Hukum Islam dan hasil
dari penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa praktek gadai lahan kelapa sawit
di Desa Kembang Seri Baru, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten
Batanghari tidak sesuai menurut hukum Islam baik rukun maupun syaratnya,
dalam transaksi akad ijab-qabul ada unsur-unsur yang belum terpenuhi yang
membuat transaksi menjadi tidak sah, yaitu dalam ijab-qabul dan serah terima
barang yang mana seharunya adanya surat perjanjian antara kedua belah pihak
dan adanya sertifikat tanah, serta tidak ada tempo waktu pembayaran sebagai
jaminan atas hutang.

Kata Kunci: Praktik, Gadai, Kelapa Sawit.


KATA PENGANTAR

‫بسم اهلل الر حمن الر حيم‬

Alhamdulillah, segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT yang mana berkat rahmat dan hidayah yang telah Ia berikan kepada
penulis, sehingga dalam penyelesaian skripsi ini penulis diberi kesehatan dan
kekuatan, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Disamping itu
tidak lupa pulak penulis hatarkan shalawat beserta salam kepada Nabi
junjungan kita, yakni Nabi Muhammad SAW.

Berkat limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya serta usaha yang


sungguh-sungguh, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai Lahan Kelapa
Sawit di Desa Kembang Seri Baru, Kecamatan Maro Sebo Ulu,
Kabupaten Batanghari”.

Kemudian dalam penulisan skripsi ini penulis banyak sekali


menemukan hambatan dan rintangan baik dalam penelitian serta pengumpulan
data namun berkat bantuan dari berbagai pihak terutama bantuan dan
bimbingan dari dosen pembimbing sehingga skripsi ini bisa terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada semua pihak yang turut membantu menyelesaikan
skripsi ini.

Untuk itu pada kesempatan ini, penulis dengan segala hormat dan
kerendahan hati mengucapkan ribuan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Su‟aidi Asy‟ari, MA,. Selaku rector Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag., MH. Selaku Dekan Fakultas Syariah UIN
Sulthan Thaha Saifudin Jambi.
3. Bapak Dr. Rasito, SH.,MH selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Bapak Drs. A. Faruk, M.A. Selaku pembimbing I dan Bapak Muhammad
Aiman, S.H.,M.H. Selaku pembimbing II yang telah bersedia
membimbing, mengarahkan, dan memberikan banyak ilmu, serta solusi
pada setiap permasalahan atas kesulitan dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen beserta staf karyawan Fakultas Syariah UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
6. Semua pihak terlibat dan tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak terdapat kelemahan


dan kekurangan, oleh karena itu penulis berharap kepada semua pihak untuk
kiranya memberikan saran demi kesempurnaan skrispsi ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... ii
PERSETUJUAN ....................................................................................... iii
PENGESAHAN ........................................................................................ iv
MOTTO ..................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ..................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 4
C. Batasan Masalah .................................................................................. 4
D. Tinjauan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... 4
E. Kerangka Teori .................................................................................... 5
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 20
BAB II METODE PENELITIAN ........................................................... 23
A. Tempat Penelitian ................................................................................ 23
B. Pendekatan Penelitian ......................................................................... 23
C. Sumber dan Jenis Data ........................................................................ 23
D. Instrument Pengumpulan data ............................................................. 25
E. Teknik Analisis Data ........................................................................... 26
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 27
G. Jadwal Penulisan ................................................................................. 29
BAB III GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN ........... 30
A. Geografis Desa Kembang Seri Baru .................................................... 30
B. Demografis Desa Kembang Seri Baru ................................................ 34
C. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Kembang Seri Baru ............. 40
D. Ekonomi Dan Sosial Budaya Desa Kembang Seri Baru ..................... 42
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ........................ 45
A. Praktik Gadai Lahan Kelapa Sawit ..................................................... 45
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai ............................... 52
BAB V PENUTUP .................................................................................... 63
A. Kesimpulan ......................................................................................... 63
B. Saran .................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DOKUMENTASI
DAFTAR TABEL

1. Jumlah kepala keluarga Desa Kembang Seri Baru .............................. 36


2. Keadaan penduduk Desa Kembang Seri Baru .................................... 36
3. Sarana Pemerintahan Desa Kembang Seri Baru ................................. 37
4. Sarana pendidikan formal Desa Kembang Seri Baru ........................... 38
5. Sarana pendidikan non-formal Desa Kembang Seri Baru ................... 38
6. Sarana peribadatan Desa Kembang Seri Baru ..................................... 39
7. Jumlah pemeluk agama Desa Kembang Seri Baru .............................. 40
8. Keadaan mata pencarian Desa Kembang Seri Baru ............................ 43
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

didalam agama Islam untuk mengatur segala ibadah, baik ibadah Magdoh

atau Ghoiru Magdoh, para ulama merujuk kepada suatu bidang ilmu yang kita

sebut dengan Ilmu Fiqh. didalam Ilmu Fiqh banyak diatur tata cara dan segala

aturan tentang Muamalah, termasuk hutang piutang, yang hukum-hukum

tersebut merujuk juga kepada Al-Qur‟an dan Hadits.

Sebab diantaranya ada yang membutuhkan dan ada pula yang dibutuhkan.

Dalam kehidupan sehari-hari ini, kebanyakan manusia tidak terlepas dari yang

namanya hutang demikianlah keadaan manusia sebagaimana Allah tetapkan,

ada yang dilapangkan rezekinya hingga berlimpah ruah dan ada pula yang

dipersempit rezekinya, tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya sehingga

mendorongnya dengan terpaksa untuk berhutang atau mencari pinjaman dari

orang-orang yang dipandang mampu dan bersedia memberinya pinjaman.

Dalam ajaran Islam, utang-piutang adalah muamalah yang dibolehkan, tapi

diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena utang bisa

mengantarkan seseorang ke dalam surga, dan sebaliknya juga menjerumuskan

seseorang ke dalam neraka.

Gadai dalam perkembangannya mengalami peningkatan yang signifikan

apalagi dengan munculnya gadai syariah yang makin digemari oleh nasabah
khususnya oleh kaum muslim di Indonesia. Gadai merupakan salah satu bentuk

transaksi yang memerlukan jaminan utang.

Menurut Sayyid Sabiq gadai adalah :

ِ‫انشسْعِ وَ ثِ ُْقَحً تِد َْهٍ تِحَ ُْثُ َُمْ ِكهُ اَحَدَ ذَِنكَ اندَ َْه‬
َّ ِ‫ظس‬
ْ َ‫م ػَ ُْهٌ نَهَا قُِْمَحً مَا نَُِحً فًِ و‬
َ َّ‫جَؼ‬
ِ‫اَوْ اَحَدَ تَؼْضِهِ ِمهْ تِ ْهكَ انْؼَُْه‬
Artinya :

“Adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut


pandangan syara‟ sebagai jaminan hutang, sehingga orang yang bersangkutan
boleh mengambil seluruh atau sebagian hutang tersebut karena adanya
barang”.1
Dalam Hukum Adat, terutama sekali menyangkut obyek perjanjian gadai

menurut syariat Islam itu meliputi barang yang mempunyai nilai harta, dan

tidak dipersoalkan apakah dia merupakan benda bergerak atau tidak bergerak.2

Gadai syariah atau dalam istilah Islam disebut rahn adalah menjadikan

barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara‟ sebagai jaminan

hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa

mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu.3

Sistem gadai syariah ini akan memberikan ketenangan bagi masyarakat

dalam memperoleh pinjaman tanpa bunga dan halal. Gadai dalam fiqh disebut

1
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, III ( Beirut: Dar al- Fikr, t.t ) : hlm.187.
2
Chairuman Pasaribu Suharwadi K Lubis.Hukum Perjajnjian dalam Islam. Cet.2. Jakarta
Sinar Grafika.hlm.140.
3
Ibid,hlm.139.
rahn yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan

kepercayaan.4

Masyarakat di Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu

Kabupaten Batanghari mayoritas beragama Islam, akan tetapi masih perlu

adanya sosialisasi dalam peningkatan agama, karena dalam hal ini terjadi

dalam praktik gadai lahan kelapa sawit. Menurut penulis perlu adanya

penelitian karena perekonomian yang masih terlalu minim akibat kurangnya

ilmu pengetahuan sehingga status gadai tersebut belum jelas. Dalam praktek

gadai tersebut murtahin (penerima gadai) boleh mengambil manfaat dari 5%

dari hasil panen dan hasil panennya harus di gunakan untuk membayar hutang

si rahin (yang menggadaikan).

Dalam praktik gadai lahan yang telah masyarakat lakukan belum adanya

kejelasan hukum yang sesuai syariat islam. Selain itu kesepakatan dari Pihak

pertama untuk membayar utangnya dilakukan melalui pengambilan dari hasil

lahan kelapa sawit rahin ( yang menggadaikan ) serta yang merawat lahan

kelapa sawit di bebankan kepada pihak kedua murtahin (penerima gadai),

sehingga hutang orang yang menggadaikan bisa lunas bukan melalui

pembayaran serta batasan waktu yang telah di sepakati. Dengan praktek

semacam itu maka akan terjadi keuntungan yang lebih besar bagi yang

penerima gadai (murtahin).

4
Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.(Yogyakarta : Ekonisia.2003)
hlm141.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut guna menambah pemahaman tentang sistem gadai yang akan di kaji oleh

penulis dalam proposal yang berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PRAKTIK GADAI LAHAN KELAPA SAWIT Di Desa

Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten Batanghari”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan

diajukan oleh penulis adalah:

1. Bagaimana praktik gadai lahan kelapa sawit di Desa Kembang Seri Baru

Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten Batanghari ?

2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Gadai Lahan Kelapa

Sawit di Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten

Batanghari ?

C. Batasan Masalah

Pembahasan Gadai Lahan Kelapa Sawit mempunyai cakupan yang luas,

agar pembahasan ini tepat pada sasaran dan tidak terlalu meluas serta tidak

menyalahi sistematika penulisan karya ilmiah sehingga membawa hasil yang

diharapkan, maka dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang hal-hal

yang berkaitan dengan gadai dalam Praktik Gadai Lahan Kelapa Sawit Di Desa

Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten Batanghari.

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian
a. Ingin mengetahui praktek gadai lahan kelapa sawit di Desa Kembang Seri

Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten Batanghari.

b. Ingin mengetahui tinjauan hukum islam terhadap praktik gadai lahan kelapa

sawit di Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten

Batanghari.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan nilai, daya guna dan manfaat

sebagai berikut :

a. Untuk karya ilmiah ini dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan

konseptual bagi jurusan Hukum Ekonomi Syariah.

b. Untuk menambah cakrawala berfikir bagi penulis dan untuk menambah

keilmuan yang di persembahkan kepada mahasiswa.

c. Untuk Persyaratan Mencapai Gelar S1

E. Kerangka Teori

Kerangka teori sangat diperlukan pada setiap penelitian dalam rangka

memecahkan masalah yang timbul dari adanya suatu penelitian. Kerangka teori

yang di maksud harus mempunyai landasan atau yang di dasarkan pada suatu

yang dapat menjadi acuan serta sumber atau dasar dalam pengambilan

kesimpulan dalam memutuskan masalah yang di temukan.

1. Definisi Gadai (Rahn)

Gadai atau dalam bahasa arab rahn menurut arti bahasa berasal dari kata

rahana – rahnan yang sinonimnya :


a. Tsabata, yang artinya tetap;

b. Dama, yang artinya kekal atau langgeng;

c. Habasa, yang artinya menahan.5

Menurut istilah syara‟, gadai atau rahn didefenisikan oleh sayid Sabiq

yang mengutip pendapat Hanafiyah, Rahn (gadai) adalah menjadikan benda

yang memiliki nilai harta dalam pandangan syara‟ sebagai jaminan untuk

utang, dengan ketentuan di mungkinkan untuk mengambil semua hutang,

atau mengambil sebagainya dari benda (jaminan) tersebut.6

Syafi‟iyah, sebagaimana di kutip oleh Wahbah Zuhaili, memberikan

defenisi gadai (rahn) Gadai adalah menjadikan suatu benda sebagai jaminan

untuk utang, di mana utang tersebut bisa di lunasi (dibayar) dari dendan

(jaminan) tersebut ketika pelunasannya mengalami kesulitan.7

Hanabilah Memberikan definisi Gadai adalah harta yang di jadikan

sebagai jaminan untuk utang yang bisa di lunasi dari harganya, apabila

terjadi kesulitan dalam pengembaliannya dari orang yang berhutang. 8

Malikiyah memberikan definisi gadai (rahn) adalah sesuatu yang

bernilai harta yang di ambil dari pemiliknya sebagai jaminan untuk utang

yang tetap (mengikat) atau menjadi tetap.9

5
Ibrahim Anis,et.al., Al-Mu‟jam Al-Wasith, Juz 2, Dar Ihya At-turats Al-Arabiy,Kairo,
cet. II,1972,hlm.378
6
Sayid Sabiq, Fiqh As-sunnah, Juz 3, Dar Al- Fikr, Beirut, Cet, III,1981,hlm.187.
7
Wahbah Zuhaili, Al-fiqh Al-islamiy wa Adillatuh, Juz 4, Dar Al-fikr, Damaskus,cet.III,
1989, hlm.180.
8
Ibid., Juz 5.
9
Ibid., Juz 5, hlm.181
Dari definisi-definisi yang di kemukakan oleh ulama mazhab tersebut

dapat di kemukakan bahwa di kalangan para ulama tidak terdapat perbedaan

yang berdasarkan dalam mendefinisikan gadai (rahn). Dari definisi yang di

kemukakan tersebut dapat di ambil intisari bahwa gadai (rahn) adalah

menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang, dengan ketentuan

bahwa apabila terjadi kesulitan dalam pembayarannya maka utang tersebut

di bayar dari hasil penjualan barang yang di jadikan jaminan itu.

2. Rukun Gadai

Gadai Memiliki empat unsur,yaitu rahin, murtahin, marhun, dan

marhun bih. Rahin adalah orang yang memberikan gadai, murtahin adalah

orang yang menerima gadai, marhun atau rahn adalah harta yang di

gadaikan untuk menjamin hutang, dan marhun bih adalah hutang. Akan

tetapi, untuk menetapkan rukun gadai, hanafiah tidak melihat ke empat

unsur tersebut, melainkan melihat kepada pernyataan yang di keluarkan oleh

para pelaku gadai, yaitu rahin atau murtahin. Oleh karena itu, seperti halnya

dalam akad – akad yang lain, Hanafiah menyatakan bahwa rukun gadai

adalah ijab dan qabul yang di nyatakan oleh rahin dan murtahin.10

Menurut jumhur ulama rukun gadai ada empat, yaitu

a. Aqid,

b. Shighat

c. Marhun dan

10
Wabah Zuhaili, ., juz 5, hlm. 183.
d. Marhun bih.11

Perbedaan pendapat antara jumhur dan Hanafiah dalam masalah rukun

akad ini, sudah banyak di ulas dalam pembahasan sebelumnya. Oleh karena

itu, dalam bab ini tidak perlu di perpanjang lagi.

3. Syarat – syarat Gadai

a. Syarat aqid

Syarat yang harus di penuhi oleh aqid dalam gadai yaitu rahin dan

murtahin, adalah ahliyah (kecakapan) menurut hanafiah adalah

kecakapan untuk melakukan jual beli. Artinya, setiap orang yang sah

melakukan jual beli, sah pun melakukan gadai. Hal ini dikarenakan rahn

atau gadai adalah suatu tasarruf yang berkaitan dengan harta, seperti

halnya jual beli.

Dengan demikian, untuk sahnya akad gadai, pelaku di syaratkan

harus berakal dan mumayyiz. Maka tidak sah gadai yang di lakukan oleh

orang gila atau anak yang belum memasuki masa mumayyiz. 12

Menurut jumhur ulama selain hanafiah, kecakapan dalam gadai sama

dengan kecakapan untuk melakukan jual beli dan akad tabarru‟. Hal ini

di karenakan akad gadai adalah akad tabarru‟. Oleh karena itu, tidak sah

akad gadai yang dilakukan oleh orang yang di paksa, anak di bawah

umur, gila, boros, dan pelit. Demikian pula tidak sah akad gadai yang

dilakukan oleh wali ayah atau kakek, atau washiy atau hakim kecuali

11
Ibid
12
Ibid., juz 5, hlm. 185.
karena keadaan darurat atau karena kemashalatan yang jelas bagi anak

yang tidak sempurna ahliyahnya (qashir). 13

b. Syarat Shighat.

Menurut hanafiah, shighat gadai (rahn) tidak boleh di gantungkan

dengan syarat, dan tidak di sandarkan kepada masa yang akan datang.

Hal ini di karenakan akad gadai (rahn) menyerupai akad jual beli, di lihat

dari aspek pelunasan hutang. Apabila akad gadai di gantungkan kepada

syarat atau di sandarkan kepada masa yang akan datang, maka akad akan

menjadi fasid seperti halnya jual beli.14

Apabila akad gadai di sertai dengan syarat yang fasid atau batil maka

hukum gadainya sah, tetapi syaratnya batal karena gadai bukan akad

mu‟awadhah maliyah.

Syafi‟iyah berpendapat bahwa syarat gadai sama dengan syarat jual

beli, karena gadai merupakan akad maliyah. Adapun syarat – syarat yang

di kaitkan dengan akad gadai hukumnya dapat di rinci menjadi empat

bagian, yaitu sebagai berikut.

1) Apabila syarat itu sesuai dengan maksud akad, seperti

memprioritaskan pelunasan utang kepada murtahin,ketika pelunasan

utang (kreditor) lebih dari satu orang, maka akad gadai dan syarat

hukumnya sah.

13
Ibid.
14
“Alauddin Al-Kasani,Badai Ash-Shanai fi Tartib Asy-syarai, juz 5, CD room, Al-Fiqh
„Ala Al-madzahib Al-Arba‟ah, Silsilah Al-„Iim An-Nafi, Seri 9, Al-Ishadar Al-Awwal, 1426,
hlm. 195.
2) Apabila syarat tersebut tidak sejalan dengan akad, seperti syarat yang

tidak ada kemashalatannya atau tidak ada tujuannya. Maka akad

gadai hukumnya sah, tetapi syaratnya batal (tidak berlaku).

3) Apabila syarat tersebut merugikan murtahin dan menguntungkan

rahin, seperti syarat harta jaminan tidak boleh di jual ketika utang

jatuh tempo, maka syarat dan akad gadai hukumnya batal.

4) Apabila syarat tersebut menguntungkan murtahin dan merugikan

rahin, seperti syarat harta jaminan boleh di ambil manfaatnya oleh

murtahin, maka hukumnya di perselisihkan oleh para ulama. Menurut

pendapat yang lebih zhahir, syarat dan akad hukunya batal karena

syarat bertentangan dengan tujuan akad. Menurut pendapat yang

kedua, syaratnya batal tetapi akad gadainya tetap sah, karena gadai

merupakan akad tabarru‟, sehingga tidak terpengaruh oleh syarat

yang fasid.15

Malikiyah berpendapat bahwa syarat yang tidak bertentangan dengan

tujuan akad hukumnya sah. Adapun syarat yang bertentangan dengan

tujuan akad maka syarat tersebut fasid dan dapat membatalkan akad

gadai. Contohnya rahin mensyaratkan agar barang jaminan tetap di

tangan rahin dan tidak di serahkan kepada murtahin. Hanabilah

pendapatnya sama dengan malikiyah, yaitu membagi syarat kepada

shahih dan fasid.16

15
Abu Al-Abbas Ahmad Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, Juz 4, Dar Al-fikr, Beirut, 2004,
hlm. 235.
16
Wabah Zuhaili, ., juz 5,hlm. 191-192.
c. Syarat Marhun

Para ulama sepakat bahwa syarat – syarat marhun (barang yang di

gadaikan) sama dengan syarat – syarat jual beli. Artinya, semua barang

yang sah di perjual belikan sah pula di gadaikan. Secara rinci hanafiah

mengemukakan bahwa syarat – syarat marhun adalah sebagai berikut.

1) Barang yang di gadaikan bisa di jual, yakni barang tersebut harus ada

pada waktu akad dan mungkin untuk di serahkan. Apabila barangnya

tidak ada maka akad gadai tidak sah.

2) Barang yang di gadaikan harus berupa mal (harta). Dengan demikian,

tidak sah menggadaikan barang yang tidak bernilai mal, seperti

bangkai.

3) Barang yang di gadaikan harus mal mutaqawwim, yaitu barang yang

boleh di ambil manfaatnya menurut syara‟, sehingga memungkinkan

dapat di gunakan untuk melunasi utangnya.

4) Barang yang di gadai harus di ketahui (jelas), seperti halnya dalam

jual beli.

5) Barang tersebut di miliki oleh rahin, syarat ini menurut hanafiah

bukan syarat jawaz atau sahnya rahn, melainkan syarat nafadz

(dilangsungkannya) rahn. Olejh karena itu, dibolehkan menggadaikan

harta milik orang lain tampa izin dengan adanya wilayah (kekuasaan)

syar‟iyah, seperti oleh bapak dan washiy yang menggadaikan harta

anaknya sebagai jaminan utang si anak dan utang dirinya. Akan

tetapi, menurut syafi‟iyah dan hanabilah tidak sah hukumnya


menggadaikan harta milik orang lain tampa izinnya (si pemilik),

karena jual belinya juga tidak sah, dan barangnya nanti tidak bisa di

serahkan.

6) Barang yang di gadaikan harus kosong, yakni terlepas dari hak rahin.

Oleh karena itu, tidak sah menggadaikan pohon kurma yang ada

buahnya tampa di serahkan buahnya itu.

7) Barang yang di gadaikan harus sekaligus bersama – sama dengan

pokoknya (yang lainnya). Dengan demikian, tidak sah menggadaikan

buah – buahnya saja tampa di sertai dengan pohonya, karena tidak

mungkin menguasai buah – buahan tampa menguasai pohonnya.

8) Barang yang di gadaikan harus terpisah dari hak milik orang lain,

yakni bukan milik bersama. Oleh karena itu, tidak di bolehkan

menggadaikan separuh rumah, yang separuhnya lagi milik orang lain.

Kecuali kepada teman syarikatnya.17 Akan tetapi,menurut malikiyah,

syafi‟iya, dan hanabilah, barang milik bersama bersama boleh di

gadaikan. Pendapat ini juga merupakan pendapat Ibnu Abi Laila, An-

Nakha‟i Auza‟i, dan Abu Tsaur.18

Syafi‟iyah, di samping mengemukakan syarat umum yang berlaku

dalam akad jual beli dan berlaku juga dalam akad gadai, dan di sepakati

oleh para fuqaha, sebagaimana telah penulis kemukakan Di atas juga

17
Ibid., hlm.201-206
18
Sayid Sabiq. ., hlm. 188. Lihat pendapat syafi‟iyah dalam : ahmad Ar-ramli, op. Cit.
Juz 4, hlm. 239. Habnabilah lihat : Syamsuddin bin qudamah Al-Maqdisi, Asy-Syarh Al-
Kabir, juz 2, Dar Al-Fikr,t.t., hlm. 488.
mengemukakan syarat yang rinci untuk akad gadai antara lain sebagai

berikut.

1) Barang yang di gadaikan harus berupa „ain (benda) yang sah di

perjual belikan, walaupun hanya di sifati dengan sifat salam, bukan

manfaat dan bukan pula utang. Dengan demikian, manfaat tidak sah

di gadaikan karena manfaat akan hilang sedikit demi sedikit. Syarat

ini juga di kemukakan oleh hanabilah.

2) Barang yang di gadaikan harus di kuasai oleh rahin, baik sebagai

pemilik atau wali, atau pemegang wasiat (washiy). Syarat ini juga di

kemukakan oleh hanabilah.

3) Barang yang di gadaikan bukan barang yang cepat rusak, minimal

sampai batas waktu utang jatuh tempo.

4) Benda yang di gadaikan harus suci.

5) Benda yang di gadaikan harus benda yang bisa di

manfaatkan,walaupun pada masa datang, seperti binatang yang

masih kecil.

Malikiyah mengemukakan syarat secara umum, yaitu bahwa setiap

barang yang di perjualbelikan, sah pula di gadaikan. Hanya saja ada

pengecualian yaitu dalam barang – barang yang ada gharar (tipuan)

karena belum jelas adanya, seperti janin dalam perut induknya. Dalam
khasus semacam ini, meskipun barang tersebut tidak sah

diperjualbelikan, namun sah untuk di gadaikan.19

d. Syarat marhun bih

Marhun bih adalah suatu hak yang karenanya barang gadaian

diberikan sebagai jaminan kepada rahin. Menurut hanafiah, marhun bih

harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut.

1) Marhun bih harus berupa hak yang wajib di serahkan kepada

pemiliknya, yaitu rahin, karena tidak perlu memberikan jaminan

tampa ada barang yang di jaminnya. Syarat ini di ungkapkan oleh

ulama selain hanafiah dengan redaksi, “marhun bih harus berupa

utang yang di tanggungkan (di bebankan penggantiannya) kepada

rahin”.20

2) Pelunasan utang memungkinkan untuk di ambil dari marhun bih.

Apabila tidak memungkinkan pembayaran utang dari marhun bih,

maka rahn (gadai) hukumnya tidak sah. Dengan demikian, tidak sah

gadai dengan qishash atas jiwa atau anggota badan, kafalah bin nafs,

syuf‟ah, dan upah atas perbuatan yang di larang.21

Syarat marhun bih menurut malikiyah pada dasarnya sama dengan

pendapat syafi‟iyah dan hanabilah, yaitu marhun bih harus berupa utang

19
Ibid., hlm. 325-326.
20
Wahbah Zuhaili, op. Cit, Juz 5, hlm. 193.
21
Ibid., hlm. 198-199.
yang ada dalam tanggungan, dan utang tersebut harus utang yang mengikat

(lazim) atau mendekati mengikat, seperti dalam masa khiyar.22

4. Pemanfaatan Rahn

Dalam pengambilan manfaat barang-barang yang digadaikan, para ulama

berpandapat diantaranya jumhur Fuqaha dan Ahmad. Jumhur Fuqaha

berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil manfaat barang-barang

gadai tersebut, sekalipun rahin mengizinkannya, menurut Imam Ahmad,

Ishak, al-Laits, dan al-Hasan, jika barang gadai berupa kendaraan yang

dapat dipergunakan atau binatang ternak yang bisa diambil hasilnya, maka

penerima gadai dapat mengambil manfaat dari kedua benda gadai tersebut

disesuaikan dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkannya selama

kendaraan atau binatang ternak itu ada padanya.

ِ‫هلل ػَهَُْهِ وَسََّهمَ انسَهْىهُ َسْ َكةُ تِ َى َفقَتِه‬


ُ ‫ل زَسُىْلِ اهللِ طَمَّ ا‬
َ ‫ػهْ اَتٍِ ُهسَ َْسَجَ قَا‬
َ

ُ‫ش َسبُ تِ َى َفقَتِهِ اِذَا كَانَ َمسْهُىْوًا وَػَهًَ انَّرِ َسْ َكة‬
ْ َُ ِّ‫اِذَاكَانَ َمسْهُىْوًا وَنَ َثهُ اندَّز‬

ُ‫انى َفقَح‬
َّ ُ‫ش َسب‬
ْ َ َ‫و‬

Abu Hurairah r.a berkata bahwa Nabi Rasulullah saw. bersabda,

“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan

menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah

susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan

kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan

pemeliharaan". (HR riwayat Jamaah kecuali Muslim dan Nasa'i)

22
Wahbah Zuhaili, ., hlm. 201.
5. Akibat – Akibat Hukum Gadai

a. Adanya hubungan antara hutang dengan barang/jaminan.

b. Hak untuk menahan barang/jaminan.

c. Pembiayaan atas barang.

d. Menjaga barang

e. Mengambil manfaat terhadap barang terbagi menjadi 2 yaitu pemanfaatan

oleh rahin dan pemanfaatan oleh murtahin.

6. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 25/Dsn-Mui/Iii/2002

Menimbang :

a. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi


kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang
sebagai jaminan utang;
b. bahwa lembaga keuangan syari'ah (LKS) perlu merespon kebutuhan
masyarakat tersebut dalam berbagai produknya;
c. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
syari‟ah, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa
untuk dijadikan pedoman tentang Rahn, yaitu menahan barang sebagai
jaminan atas utang.

Mengingat :

a. Firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 283 :

         

"Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh


seorang juru tulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang ..."
b. Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a., ia berkata:

ٍ‫هلل ػَهَُْهِ وَسَّهَمَ اشْ َتسَي طَؼَامًا ِمهْ َهُىْدٌٍِّ إِنًَ أَجَم‬
ُ ‫نَ زَسُىْلَ اهللِ طَهًَّ ا‬ ّ ‫َأ‬
ٍ‫زػًا مِهْ حَدَِْد‬
ْ ‫ َوزَهَىَهُ ِد‬.
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan dengan
berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju
besi kepadanya."
c. Hadits Nabi riwayat al-Syafi'i, al-Daraquthni dan Ibnu Majah dari Abu
Hurairah, Nabi s.a.w. bersabda:

ُ‫غسْمُه‬
ُ ‫ نَ ُه غُىْمُهُ وَػََهُْ ِه‬،ُ‫ٌ زَهَىَه‬
ْ ِ‫الَ َُغْهَق انسَّ ْههُ ِمهْ طَاحِثِهِ انَّر‬.
"Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang
menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung
resikonya."
d. Hadits Nabi riwayat Jama'ah, kecuali Muslim dan al-Nasa'i, Nabi s.a.w.
bersabda:

َ‫ش َسبُ تِ َى َفقَتِهِ إِذَا كَان‬


ْ َُ ِّ‫ وَنَ َثهُ ان ّدَز‬،‫انظَّ ْهسُ َُسْ َكةُ تِ َىفَقَتِهِ إِذَا كَانَ َمسْهُىْوًا‬
ُ‫ش َسبُ ان ّىَ َفقَح‬
ْ َ َ‫ َوػَهًَ انَّرٌِْ َسْ َكةُ و‬،‫ َمسْهُىْوًا‬.
"Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Orang yang
menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajib
menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan."
e. Ijma:
Para ulama sepakat membolehkan akad Rahn. (al-Zuhaili, al-Fiqh al-
Islami wa Adillatuhu, 1985, V: 181)
f. Kaidah Fiqih:

‫حسَِْمِهَا‬
ْ َ‫الخِ اْإلِتَاحَحُ إِالَّ َأنْ َدُلَّ دَنُِْمٌ ػَهًَ ت‬
َ ‫ األَطْمُ فٍِ انْمُؼَا َم‬.
Pada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.
Memperhatikan :
a. Pendapat Ulama tentang Rahn antara lain:
ٍ‫ن ػَهًَ جَىَاشِ انسَّ ْههِ فٍِ اْنجُمْهَحِ (انمغى‬
َ ‫وَأَمَّا اإلِجْمَاعُ فَأَجْمَغَ اْنمُسْهِمُ ْى‬
363 ‫ ص‬، 4 ‫ ج‬،‫)الته قدامح‬
Mengenai dalil ijma', ummat Islam sepakat (ijma') bahwa secara garis
besar akad rahn (gadai/penjaminan utang) diperbolehkan.
ٍ‫ة ػَهَُْهِ َوقْضُ اْن َمسْهُ ْىنِ (مغى‬
ُ َ‫نِهسَّا ِههِ كُمُّ اوْ ِتفَاعٍ تِانسَّ ْههِ الَ َتَسَ ّت‬
131 ‫ ص‬2 ‫ ج‬،ٍ‫)انمحتاج نهشستُى‬
Pemberi gadai boleh memanfaatkan barang gadai secara penuh
sepanjang tidak mengakibatkan berkurangnya (nilai) barang gadai
tersebut.
ِ‫ٍءٍ ِمهَ انسَّهْه‬
ْ ‫ش‬
َ ِ‫َسَي انْجُمْهُ ْى ُز غَ ُْسُ انْحَىَاتِهَحِ أَوَّهُ نَُْسَ نِهْمُسْتَ ِههِ َأنْ َىْ َتفِغَ ت‬
Mayoritas Ulama selain mazhab Hanbali berpendapat bahwa penerima
gadai tidak boleh memanfaatkan barang gadai sama sekali.

b. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari


Kamis, 14 Muharram 1423 H./ 28 Maret 2002 dan hari Rabu, 15 Rabi'ul
Akhir 1423 H. / 26 Juni 2002.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG RAHN


Pertaman : Hukum
Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang
dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
Kedua : Ketentua Umum

1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk


menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang
menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada
prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali
seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya
itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi
kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan
biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh
ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan Marhun

a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk


segera melunasi utangnya.
b. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya,
maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya
penjualan.
d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban Rahin.

Ketiga : Ketentuan Tertutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya. 23

7. Dasar Hukum Gadai (Rahn)

Gadai (rahn) hukumnya di bolehkan berdasarkan Al-quran,sunnah, dan

ijma‟. Adapun dasar dari al-qur‟an tercantum dalam surah Al-Baqarah (2)

ayat 283:

             

            

          

“jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalat tidak secara tunai )


sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang di pegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang di
percayai itu menunaikan amanahnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada allah tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.24

a. Hadits anas :
ٌِّ‫هلل ػَهَُْهِ وَسََّهمَ ِد ْزػًا ػِىْدَ َهُىْد‬
ُ ‫ه زَسُىْلُ اهلل طَهًَّ ا‬ َ ‫ زَ َه‬: َ‫ػهْ اَ وَسٍ قَال‬ َ
.ِ‫تِانمَدَِْىَحِ وَاَخَرَ مِىْهُ شَؼِ ُْسًا نِاَهْهِه‬
“Dari anas ia berkata: rasulullah SAW menggadaikan baju perang
kepada seorang yahudi di madinah, dan dari orang yahudi itu beliau
mengambil sya‟ir (jagung) untuk keluarganya.” (HR.Ahmad,Al-
Bukhari,Nasa‟i dan ibnu majah)25

23
Fatwa DSN MUI No. 25/ DSN- MUI/ III. 2002 tentang Rahn.
24
Al-Baqarah (2) :283
25
Muhammad bin Ali Asy-Syaukani,Nayl Al-Authar,Juz 5, Dar Al-Fikr,t.t., hlm.351.
Dari ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa gadai (rahn) hukumnya di

perbolehkan, baik bagi orang yang sedang dalam perjalanan maupun orang

yang tinggal di rumah. Memang dalam surah Al-Baqarah (2) ayat (283),

gadai di kaitkan dengan safar (perjalanan). Akan tetapi, dalam hadits

tersebut Nabi SAW melaksanakan gadai (rahn) ketika sedang di madinah.

Ini menunjukkan bahwa gadai (rahn) tidak terbatas hanya dalam perjalanan

saja, tetapi juga bagi orang yang tinggal di rumah. Pendapat ini di

kemukakan oleh jumhur ulama. Sedangkan menurut imam mujahid,

dhahhak, dan zhahiriyah,gadai (rahn) hanya di perbolehkan bagi orang-

orang yang sedang dalam perjalanan, sesuai dengan ayat 283 Surah

Al-Baqarah (2) tersebut di atas.26

F. Tinjauan Pustaka

Demi mendukung penyusunan yang lebih komprehensif, penulis

melakukan penelaahan awal terhadap pustaka atau karya – karya terdahulu

yang relevan dengan topik yang akan di teliti. Masalah pratek akad gadai dan

hukum mengambil manfaat dari lahan gadai.

Selain itu penyusun juga menemukan beberapa dalam bentuk judul skripsi

tentang praktik gadai kebun kayu kulit manis, diantaranya dari Kopriadi

mahasiswa angkatan 2013 jurusan mu‟amalat IAIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi. Dengan judul skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Gadai

Kebun Kayu Kulit Manis. Dalam skripsi tersebut mengkaji bagaimana sistem

gadai yang di lakukan masyarakat Rantau Suli. Gadai adalah utang uang

26
Sayid Sabiq, ., Juz 3,hlm. 188.
dengan jaminan sesuatu barang sebagai penguat dan barang tersebut bisa dijual

bila mana utangnya tidak di bayar sampai jatuh tempo. Dalam pelaksanaan

gadai yang di lakukan masyarakat Desa Rantau Suli adalah melakukan proses

kesepakatan dari pihak penggadai kepada pihak piutang.

Dalam pandangan hukum Islam tentang pelaksanaan dalam praktek gadai

mengenai yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Rantau Suli. Di pihak lain

tidak sesuai dengan aturan – aturan yang ada dalam hukum islam. Di mana

selama kebun di gadaikan, hasil atau manfaat diambil oleh yang memberi

hutang dan juga kebanyakan masyarakat melakukan perjanjian syarat

berbunga, apa bila hutang telah jatuh tempo tidak di bayar maka kebun kulit

manis itu langsung di jual oleh pihak pemegang gadai (piutang).27

Kemudian dalam skripsi Joner Oktavianus mahasiswa UIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan tahun 2017

dengan judul skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai Lahan

Kelapa Sawit (Studi di Desa Teluk Leban Kecamatan Maro Sebo Ulu

Kabupaten Batang Hari) yang mana dalam pembahasan skripsinya membahas

tentang proses pelaksanaan gadai pada masyarakat Desa Teluk Leban

Kecamatan Maro Sebo Ulu ialah merupakan transaksi antara pihak yang

berhutang dan yang memberikan pinjaman dengan jaminan tanah pihak yang

berhutang baik yang sudah di kelolah maupun belum, dan dikembalikan saat

ada uang, tidak ada jangka waktu yang di tentukan. Tanah gadai dapat

dimanfaatkan oleh murtahin apabila mendapatkan izin dari rahin tampa

27
Kopriadi, Tinjauan hukum islam terhadap praktek gadai kebun kayu manis,
Skripsi,Jurusan Muamalat : IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2013.
mengabaikan hak rahin sebagai pemilik tanah, sedangkan hasilnya dapat di

bagi sesuai dengan kesepakatan, namun, tidak sedikit juga masyarakat yang

belum mengerti tentang gadai dalam syariat islam. Sehingga banyak terjadi

pelanggaran – pelanggaran dalam pelaksanaannya.

Tinjauan hukum Islam terhadap praktik gadai lahan kelapa sawit di Desa

Teluk Leban adalah mubah atau boleh selama tidak bertentangan dengan

hukum Islam, namun ada unsur yang menyebabkan transaksi itu di larang baik

dari pelaksanaan akad tijarah ada unsur riba dari pemanfaatan hasil.28

Selain itu, peneliti menemukan juga skripsi Iti‟ anah, Mahasiswi Fakultas

Syari‟ah, Jurusan Muamalat: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta angkatan tahun 2009 yang berjudul “Praktek Gadai Tanah Sawah

di Tinjau dari Hukum Islam (Studi di Desa HarJawinangun Kec. Balapulang

Kab. Tegal )”.29Dalam pembahasannya tanah sawah yang dijadikan agunan

dimanfaatan sepenuhnya oleh penerima gadai (murtahin) tanpa adanya bagi

hasil dengan pihak penggadai ( rahin). Berbeda dengan peneliti yang

membahas tentang praktek gadai lahan yang tertuju pada praktek keseluruhan

lahan pertanian kelapa sawit dan tinjauan hukum Islamnya.

Dari ketiga skripsi yang penulis telaah,ada beberapa persamaan dan

perbedaan yang signifikan diantaranya masih didalam ruang lingkup gadai

akan tetapi memiliki versi yang berbeda – beda.

28
Joner Oktavianus, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai Lahan Kelapa Sawit
(Studi Di Desa Teluk Leban Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten Batang Hari),
Skripsi,Jurusan Hukum Ekonomi Syariah : Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, 2017.
29
Iti‟anah, Praktek Gadai Tanah Sawah di Tinjau dari Hukum Islam (Studi di Desa
HarJawinangun Kec. Balapulang Kab. Tegal ), Skripsi,Jurusan Muamalat : Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kembang Seri Baru, Kecamatan Maro

Sebo Ulu Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi Jenis Penelitian yang di

gunakan adalah penelitian Kualitatif Deskriptif, yaitu dengan menggambarkan

atau melukiskan keadaan subyek atau objek penelitian (geografis, masyarakat,

dan lain-lain), berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagainya.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis

deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukis tentang sesuatu hal

di daerah tertentu dan pada saat tertentu.30 Analisis deskriptif kualitatif

ditunjukan untuk mendapatkan informasi tentang beberapa kondisi dan

menjelaskan serta menggabarkan hasil penelitian yang dilakukan di lingkungan

tempat peneliti.

C. Sumber Dan Jenis Data

Sumber data adalah objek dimana data di peroleh. Adapun yang menjadi

sumber data dalam penelitian ini adalah orang dan materi yang ada di Desa

Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten Batang Hari.

30
Bambang Waluyo , Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), hlm 8-9.
1. Sumber Data

a. Kepala Desa Kembang Seri Baru

b. Toko Agama

c. Yang memberi gadai

d. Yang menerima gadai

2. Jenis Data

Secara umum jenis data dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu :

a. Data Primer

Data primer adalah data penelitian yang dikumpulkan diolah sendiri oleh

suatu organisasi atau perorangan langsung dari objeknya. 31 Data primer

biasanya di sebut dengan data asli atau data yang baru diperoleh secara

langsung yang didapatkan dari tempat penelitian. Untuk memperoleh data

primer penelitian harus mendapatkannya secara langsung atau tidak bisa di

peroleh sumber data perantara atau pihak kedua dan seterusnya.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpulan dan misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.32 Data

ini diperoleh dengan cara mengutip dari sumber lain, sehingga tidak

bersifat autentik karena memperoleh dari tangan kedua, ketiga dan

seterusnya. Data sekunder mencakup dokumen – dokumen resmi, buku –

buku dari hasil penelitian yang berwujud laporan.33

31
Ibid hlm 102
32
Ibid hlm. 193
33
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (jakarta : PT Raja
GrafindoPersada, 2004), hlm. 30.
D. Instrument Pengumpulan Data

Instrument Pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data dan fakta penelitian. Untuk penelitian kualitatif yang

utama digunakan adalah orang peneliti itu sendiri. Dalam hal ini penelitian

tidak bisa di gunakan atau di gantikan oleh orang lain yang melakukan

penelitiannya. Jadi penelitian terjun langsung dengan menggunakan alat – alat

pengumpulan data seperti.

a. Observasi

Observasi adalah proses pengamatan dan pencatatam secara sistematis

mengenai gejala – gejala yang di teliti. Obsevasi ini menjadi salah satu

dari teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian,

yang direncanakan dan di catat secara sistematis, dalam menggunakan

teknik observasi, hal terpenting yang harus diperhatikan ialah

mengandalkan pengamatan dan ingatan si peneliti.34

b. Wawancara (interview)

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan secara lisan dan bertatap

muka sebagai teknik pengumpulan data, pengumpulan data dilakukan

dengan secara langsung berhadapan (tatap muka secara langsung) dan

memberikan pertanyaan – pertanyaan yang diajukan kepada narasumber

agar memperoleh informasi dari terwawancara dan jawaban – jawabannya

dicatat dan direkam.35

c. Dokumentasi

34
Wawancara dengan Sulimah,Ketum kopma,Tgl 18-09-2019
35
Sugiono, metode penelitian bisnis, hlm.194.
Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan

dokumen – dokumen menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan

sumber – sumber informasi khusus dari karangan/tulisan, wasiat, buku,

undang – undang, dan sebagainya. Dalam aritan umum dokumentasi

merupakan sebuah pencarian, pengawetan, penguasaan, pemakaian dan

penyediaan dokumen. Dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan

keterangan dan penerangan pengetahuan dan bukti. Dalam hal ini termasuk

kegunaan arsip perpustakaan dan kepustakaan. Dokumentasi biasanya

digunakan dalam sebuah laporan pertanggung jawaban dalam sebuah

acara.

E. Teknis Analisis Data

Analisis Data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis,

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi

atau bahan – bahan yang mudah dipahami.36 Bahan lainnya sehingga dengan

cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit –

unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting

dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri dan orang lain. Tahap analisis data yang penulis gunakan

adalah :

a. Deduktif

Analisis dari kesimpulan umum generasi yang diuraikan menjadi cotoh –

contoh kongkrit atau fakta – fakta yang menjelaskan kesimpulan atau

36
Ibid, hlm. 427.
generalisasi tersebut. Misalnya : yang memberikan pinjaman sebagai

piutang lalu mengambil manfaatnya sehingga terdapat keuntungan di

dalamnya. Kemudian di jabarkan fakta – fakta tentang angka – angka

produksi dibandingkan dengan pinjaman, dan sebagainya. Secara garis

besar yaitu mengenai Tinjauan Hukum Islam Tentang Pengambilan

Manfaat Dari Lahan Gadai.

b. Induktif

Kebalikkan dari metode deduktif. Contoh – contoh kongkrit dan fakta –

fakta diuraikan terlebih dahulu, baru kemudian dirumuskan menjadi suatu

kesimpulan atau generalisasi. Pada metode induktif data dikaji melalui

proses yang berlangsung dari fakta.

c. Komparatif

Analisis yang bersifat membandingkan. Penelitian ini digunakan untuk

membandingkan persamaan dan perbedaan data – data informasi dari hasil

observasi dan wawancara serta dokumentasi yang terfokus pada masalah

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai Lahan Kelapa Sawit.

F. Sistematika Penulisan.

Agar Penulis skripsi ini dapat keluar dari jalur pembahasan, maka penulis

membuat sistematika penulisan yang akan menjadi panduan dalam penulisan

skripsi ini dan menjadi ringkasan dari pembahasan – pembahasan yang ada dari

setiap babnya berikut ini :


Bab I : merupakan bab yang membahas mengenai pendahuluan skripsi yang di

dalamnya berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah,

tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan tinjauan pustaka.

Bab II : metode penelitian yang didalamnya membahas mengenai pendekatan

penelitian,jenis dan sumber data, instrument pengumpulan data, teknik analisis

data serta sistematika penulisan.

Bab III : gambaran umum tentang kondisi masyarakat Di Desa Kembang

Seri Baru, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang Hari.

Bab IV : pembahasan dan hasil penelitian didalamnya membahas permasalahan

Analisis Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai Lahan Kelapa Sawit

Di Desa Kembang Seri Baru, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang

Hari.

Bab V : Penutup, bab ini berisikan :

A. Kesimpulan yang berupa pernyataan atau jawaban langsung dari

permasalahan yang dirumuskan dari bab pertama sampai bab keempat.

B. Saran yang merupakan tanggapan dari identifikasi masalah.


G. Jadwal Penulisan

Tahun 2020
Jenis Kegiatan Mei juni Jul Agust
1 2 3 41 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
Judul x x
Pembuatan
Proposal
Perbaikan xx x
Proposal Dan
Seminar x x
Surat Izin Riset x
Pengumpulan data x x
Tahun 2020
Sep Okt Nov Des
1 2 3 41 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan
Skripsi x x
Bimbingan Dan
Perbaikan x x
Agenda dan
Ujian Skripsi
BAB III

GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

A. Geografis Desa Kembang Seri Baru

1. Sejarah Desa Kembang Seri Baru

Dari hasil wawancara peneliti dengan pemuka masyarakat Desa Kembang

Seri Baru tentang asal muasal desa Tanjung mempunyai pandangan yang sama

namun dalam versi yang berbeda-beda. Seperti hasil yang dikemukakan oleh

tokoh masyarakat desa Kembang Seri Baru tentang asal mula penduduk desa

Kembang Seri Baru adalah sebagai berikut :

Asal mula Desa Kembang Seri Baru yang dikemukakan oleh M. Ali

Siamin terdiri dari tiga kelompok yaitu:

a. Berasal dari Desa Kembang Sekaki

Desa Kembang Sekaki ini dulunya masih hutan belantara dan pada masa

itu kurang lebih tiga abad sebelum nama Kembang Sekaki berubah menjadi

Kembang Seri.

b. Berasal dari Desa Kembang Seri

Penduduk asli Desa Kembang Seri ini terletak diantara dua desa,

perbatasan utara dengan Desa Bulu Kasab dan di sebelah baratnya berbatasan

dengan Desa Rengas Sembilan.

Penduduk asli Desa Kembang Seri yang dulunya Desa Kembang Sekaki

kini telah melakukan pemekaran desa sehingga desa Kembang Seri terpecah
menjadi Dua yaitu Desa Kembang Seri Dan Desa Kembang Seri Baru yang

berbatasan dengan sungai batang hari.37

Sebagaimana keterangan yang penulis peroleh dari bapak M. Ali Siamin

selaku Ketua Adat desa Kembang Seri Baru mengemukakan tentang asal mula

desa kembang seri baru sebagai berikut :

Penduduk yang berasal dari Kembang Sekaki tersebut mula-mula ada

Seorang, namanya Datuk Janggut yang berasal dari jawa setelah itu disusul

dengan datuk tiga beranak yang datangnya dari jambi dengan menggunakan

perahu mengarungi sungai terlihatlah didaratan ada puntung api, sehingga

datuk tiga beranak menyimpulkan kalau didaerah tersebut ada tanda-tanda

kehidupan yang sekarang sungai tersebut dinamakan dengan batang hari,

setelah itu mereka mencari orang yang ada didaerah tersebut hingga

berminggu-minggu lamanya.

dengan bermodalkan anjing dan dua senjata untuk membuat jalan yang

ditutupi oleh semak- semak belukar, nama senjata tersebut dulunya pedang

jahawi dan sekarang namanya berubah menjadi pedang seperbau. setelah

sekian lamanya akhirnya datuk tiga beranak menemukan sebuah rumah yang

terletak didalam hutan sehingga memicu anjing datuk tiga beranak tadi untuk

menggonggong terus – menerus. setelah dilihat di dalam rumah tersebut ada

dua orang wanita yang sangat cantik sedang main ayunan, dan rambut-rambut

wanita tersebut sangat panjang.

37
Wawancara, bapak M. Ali Siamin, Ketua Adat masyarakat desa Kembang Seri Baru,
kecamatan Maro Sebo Ulu, kabupaten Batang Hari, 13 November 2020.
Melihat dari cantiknya dua wanita yang tinggal dihutan tersebut maka

penduduk menamai daerah itu dengan sebutan Kembang Sekaki yang kini

berubah menjadi Kembang Seri dan setelah pemekaran desa menjadi Kembang

Seri Baru.38

Adapun nama-nama kepala desa Kembang Seri dari dulu hingga Setelah

Pemekaran menjadi desa Kembag Seri Baru adalah :

1) Yunus 1976 - 1981

2) Asan neng 1981 - 1986

3) Ngebeh leman 1986 - 1991

4) Hasan 1991 - 1996

5) Sulaiman 1996 - 2001

6) Ajianang 2001 - 2006

7) Aswan 2006 - 2011

8) M. Nusi 2011 - 2016

9) Munajad Sudrajad S.Pd.i 2016 s/d sekarang39

2. Letak Geografis Desa Kembang Seri Baru

Desa Kembang Seri Baru merupakan desa yang sangat strategis letaknya.

Dari dahulunya desa Kembang Seri Baru merupakan lintasan dari empat

penjuru, yaitu arah Barat, Timur, Utara dan Selatan. Desa Kembang Seri Baru

merupakan sebuah desa yang sekarang ini berada dalam wilayah Kecamatan

38
Wawancara, bapak M. Ali Siamin, Ketua Adat masyarakat desa Kembang Seri Baru,
kecamatan Maro Sebo Ulu, kabupaten Batang Hari, 13 November 2020.
39
Wawancara, bapak M. Ali Siamin, Ketua Adat masyarakat desa Kembang Seri Baru,
kecamatan Maro Sebo Ulu, kabupaten Batang Hari, 13 November 2020.
Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang Hari. Adapun letak georafis desa Kembang

Seri Baru sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatas dengan Desa Bukit Bakar

b. Sebelah Selatan berbatas Desa Kembang Seri

c. Sebelah Timur Berbatas dengan Desa Bulu Kasab

d. Sebelah Barat berbatas dengan Desa Rengas Sembilan.40

Desa Kembang Seri Baru terletak dilintasan jalan darat Lintas Sumatera,

dan memiliki jarak-jarak tertentu dengan ibu kota administrasi, yaitu ;

a. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan adalah 18 Km.

b. Jarak dari ibuota Kabupaten adalah 74 Km

c. Jarak dari ibuota Propinsi adalah 170 Km.41

Desa Kembang Seri Baru mempunyai luas wilayah sebesar 26.319 Ha

yang sebagian besar dari area tersebut digunakan sebagai lahan perkebunan dan

pertanian rakyat. Adapun pemanfaatan lahan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Area Hutan Produksi/HP 13.677 Ha.

b. Area Pemukiman Penduduk 245 Ha.

c. Area Persawahan 1.4 Ha.

d. Area Perkebunan/Pertanian 12.197 Ha.

e. Area Pemakaman/Kuburan 0.6 Ha.42

40
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
41
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
42
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
Keadaan iklim desa Kembang Seri Baru termasuk kategori beriklim

sedang, dikatakan demikian karena siang harinya tidak terlalu panas dan pada

malam harinya tidak terlalu dingin. Sementara itu, tidak jauh berbeda dengan

daerah tropis lainnya diprovinsi Jambi, maka keadaan musim didesa Kembang

Seri Baru hampir sama yakni mengalami dua musim yaitu musim panas dan

musim hujan. Kondisi suhu pada siang hari mencapai 36° C dan malam hari

mencapai 21º C. Kalau dilihat dari sinar matahari, biasanya terjadi pada bulan

Juni sampai bulan Agustus yang merupakan bulan-bulan yang relatif kering

dimana penyinarannya lebih tinggi dari pada bulan Oktober sampai April yang

relatif basah. Bagi masyarakat, matahari digunakan keperluan rumah tangga

seperti untuk mengeringkan pakaian dan lain-lain sebagainya.

Rata-rata penyinaran matahari didesa Kembang Seri Baru sebesar 5l %

yaitu setara dengan 4,28 jam perhari dan rata setiap bulan yang tertinggi

terdapat pada bulan Juni sebesar 65 %, setara dengan 5,41 jam perhari dan

yang terendah pada bulan September sebesar 42 % setara dengan 3,5 jam

perhari. Sumber air bersih tergantung pada sumur dan sungai penduduk desa

Kembang Seri Baru, sumber air yang berasal dari sumur galian tanah, mereka

menggunakan air tersebut untuk memasak, mandi, mencuci dan keperluan

lainnya. Kalau musim kemarau datang biasanya mereka menggali sumur atau

mendalami kedalaman sumur mereka, tujuannya agar air tetap keluar dan

cukup untuk keperluan sehari-hari.43

B. Demografis Desa Kembang Seri Baru

43
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
1. Keadaan Penduduk

Dari sekian ribu penduduk yang bertempat tinggal di desa Kembang Seri

Baru, mendiami Tiga (3) Dusun, yaitu Dusun Tanah Lonsor, Dusun Kembang

Seri Baru, Dusun Kembag Seri. Rata-rata masih menggantungkan hidup pada

lahan pertanian (bertani). Dengan latar belakang kehidupan yang sudah

heterogen tersebut sehingga masyarakat Kembang Seri Baru masih menjunjung

tinggi nilai-nilai kebersamaan dan rasa kegotong royongan di tengah-tengah

masyarakat. Hal ini tampak dari saling bantu membantu serta tolong menolong

dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai mana contoh, apa bila ada salah satu

warga terkena musibah maka mereka siap membantu dan meringankan beban

yang dialami oleh warga masyarakat tersebut, terlebih kalau ada yang

meninggal dunia, para warga masyarakat secara bersamaan datang bertakziah

dengan membawa beras dan sebagainya untuk menghibur keluarga yang

ditinggalkan dan sebagai ungkapan turut berduka cita.

Sedangkan jumlah penduduk desa Kembang Seri Baru berdasarkan Kepala

Keluarga (KK) berjumlah 477 Kepala Keluarga dan penduduk biologis

berjumlah 1,853 jiwa yang terdiri dari Dusun Tanah Lonsor, Dusun Kembang

Seri Baru, Dusun Kembang Seri.

Mengenai kondisi selengkapnya penduduk Desa Kembang Seri Baru

dapat dilihat pada tabel berikut ini :


Tabel 1. Jumlah Kepala Keluarga Desa Kembang Seri Baru Tahun 202044

Penduduk
No Nama Dusun Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1 Dusun Tanah lonsor 128 7 135
2 Dusun Kembang Seri Baru 151 9 160
3 Dusun Kembang Seri 165 15 180
Jumlah Kepala Keluarga 444 31 471

Tabel 2. Keadaan Penduduk Desa Kembang Seri Baru Tahun 202045

Penduduk
No Nama Dusun Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1 Dusun Tanah lonsor 233 183 416
2 Dusun Kembang Seri Baru 350 372 722
3 Dusun Kembang Seri 393 323 716
Jumlah Kepala Keluarga 973 878 1.853

2. Sarana dan Prasarana

a. Sarana Pemerintahan.

Adapun sarana pemerintahan yang terdapat di desa sebagai proses

berjalannya roda pemerintahan Desa Kembang Seri Baru adalah terdiri dari,

yaitu kantor Desa, kantor BPD, dan organisasi kepemudaan. Mengenai sarana

pemerintahan desa Kembang Seri Baru dapat di lihat pada tabel di bawah ini ;

Tabel 3. Sarana Pemerintahan Desa Kembang Seri Baru Tahun 202046

44
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
45
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
No Sarana Pemerintahan Jumlah

1 Kantor Desa 1 Buah

2 Kantor BPD 1 Buah

3 Kantor/Sekretariat Karang Taruna 1 Buah

b. Sarana Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Untuk

itu dalam mencerdaskan kehidupan manusia diperlukan sebuah pendidikan.

Untuk menerapkan sebuah pendidikan ketengah masyarakat di perlukan sebuah

lembaga pendidikan di tengah masyarakat agar proses pendidikan dapat

berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Adapun sarana-sarana pendidikan yang ada di Desa Kembang Seri Baru

baik pendidikan formal maupun non-formal mulai dari Taman Kanak-kanak

(TK), Sekolah Dasar (SD), Dan Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTS).

Sedangkan pendidikan non formal bergerak di bidang pengajian atau majlis

taklim.

Adapun pendidikan formal yang ada di Desa Kembang Seri Baru hingga

tahun 2020 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

46
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
Tabel 4. Sarana Pendidikan Formal Desa Kembang Seri Baru Tahun 202047

No Sarana Pendidikan Formal Jumlah

1 PAUD 2 Buah
2 TK 2 Buah
3 SD 3 Buah
4 MTS 1 Buah

Sementara pendidikan yang bersifat non formal berupa majlis taklim.

Adapun majlis Taklim yang terdapat di desa Tanjung untuk lebih jelas dapat di

lihat pada tabel dibawah ini ;

Tabel 5. Sarana Pendidikan Non-Formal Desa Kembang Seri Baru Tahun 202048

No Sarana Pendidikan Non-Formal Jadwal

1 Majlis Taklim Desa Kembang Seri Baru Minggu Pagi

2 Majlis Taklim PKK Kamis Malam

3 Majlis Taklim Nazom Jum‟at Sore

c. Sarana Peribadatan

47
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
48
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
Masyarakat Desa Kembang Seri Baru yang berjumlah penduduk 1.853

jiwa terdiri dari 99 % beragama Islam dan 1 % beragama lainnya. Pada

umumnya masayarakat Kembang Seri Baru bermayoritas beragama Islam

sudah tentu mempunyai rumah peribadatan. Untuk mengatahui sarana

peribadatan yang ada di Desa Kembang Seri Baru tersebut dapat dilihat melalui

tabel di bawah ini :

Tabel 6. Sarana Peribadatan Desa Kembang Seri Baru Tahun 202049

No Sarana Peribadatan Jumlah

1 Masjid 4 Buah

2 Musholla 5 Buah

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa mayoritas masyarakat desa

Kembang Seri Baru sepenuhnya memeluk agama islam ada beberapa

masyarakat desa Kembang Seri Baru yang beragama kristen dan peribadatan

mereka tidak terletak di desa Kembang Seri Baru melainkan di daerah

Tembesi.50

Selain itu berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2020 dan keterangan

di atas, penduk desa Kembang Seri Baru tidak hanya bergama Islam, akan

49
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
50
Wawancara, Sudrajad Munajad, S.Pd.I ,Kepala Desa Kembang Seri Baru, Kecamatan
Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang Hari, 15 November 2020
tetapi ada juga yang beragama selain Islam. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 7. Jumlah Pemeluk Agama di Desa Kembang Seri Baru Tahun 202051

No Agama Jumlah

1 Islam 1.851 Orang

2 Kristen Katholik 2 Orang

3 Kristen Protestan -

4 Hindu -

5 Budha -

C. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Kembag Seri Baru

Suatu wilayah desa biasanya mempunyai tiga persyaratan unsur penting

yaitu ada rakyat, pimpinan dan daerah. Maka demikian halnya dengan desa

Kembang Seri Baru. Desa Kembang Seri Baru dipimpin oleh seorang kepala

desa. Berjalan atau tidaknya pemerintah desa sangat bergantung pada

kemampuan, kemauan dan kecakapan dari pemimpinnya. Sebagaimana pada

umumnya, masyarakat desa belum begitu maju, sehingga kepala desa dan

aparat desa serta lainnya harus berkerja keras memajukan desa tersebut. Oleh

51
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2020
karena itu, untuk kelancaran tugas pemerintah sehari-hari, maka kepala desa

dibantu oleh sekretaris desa dan dua kepala urusan (kaur).

STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA KEMBAG SERI BARU TAHUN 201952

Kepala Desa
Munajad Sudrajad, S.Pd.I

Sekretaris Desa
M. Alawi

Seksi Pemerintahan Seksi Kesejahteraan Dan Kaur Umum Dan Urusan Keuangan
Pelayanan Perencanaan
M. Showi Bustami Marwiyah Fitri M.Sholihin, S.Pd.I

Kadus I Kadus II Kadus III


Muhamad Asnawi Supriyanto M. Fauzan

Ketua Rt 1 Ketua Rt 4 Ketua Rt 7


Siti Hasnah M. Sukri Siti Kori‟ah
Ketua Rt 2 Ketua Rt 5 Ketua Rt 8
M. Riva‟i M. Zar‟ih Amerudin
Ketua Rt 3 Ketua Rt 6
M. Atin Mashuri

Adapun tugas atau fungsi masing-masing bidang tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Kepala Desa bertugas untuk memimpin desa secara keseluruhan dalam

membantu segala kegiatan dalam desa.

52
Dokumentasi Desa Kembang Seri Baru Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang
hari Tahun 2019
2) Sekretaris Desa adalah staf yang membantu kepala desa dalam

menjalankan tugas-tugas yang berupa hak, wewenang dan kewajiban

sebagai pemimpin desa terutama dalam bidang administrasi desa.

3) BPD adalah menampung aspirasi masyarakat, membuat peraturan desa

bersama pemerintah, mengontrol pemerintah desa, mengusul kepada

Bupati untuk memberhentikan kepala desa jika kepala desa bermasalah.

4) Kaur merupakan staf desa yang bertugas masing-masing sesuai dengan

bidangnya.

5) Kadus atau kepala dusun merupakan unsur pelaksanaan tugas kepala desa

dengan wilayah kerja tertentu dalam membantu melaksanakan tugas-tugas

kepala desa wilayah masing-masing.

6) Ketua RT merupakan unsur pelaksanaan tugas kepala dusun dengan

wilayah kerja tertentu dalam membantu kadus.

D. Ekonomi dan Sosial Budaya Desa Kembang Seri Baru

1. Keadaan Ekonomi Desa Kembang Seri Baru

Masyarakat Desa Kembang Seri Baru memiliki aktivitas ekonomi sehari-

hari. Hal itu tentu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mayoritas

penduduk Desa Kembang Seri Baru adalah bertani dan berkebun. Tetapi ada

sebagian penduduk Desa Kembang Seri Baru yang memiliki kegiatan ekonomi

berbeda selain bertani dan berkebun. Untuk mengetahui keadaan mata

pencaharian penduduk Desa Kembang Seri Baru berikut penulis lampirkan

tabel keadaan mata pencarian mereka:


Tabel 8. Keadaan Mata Pencarian di Desa Kembang Seri Baru

No Mata Percaharian Jumlah


1 Pedagang 75
2 Guru 112
3 Pegawai Negeri 23
4 Pertukangan 13
5 Sopir 84
6 Karyawan 385
7 Buruh Tani 1656

Jumlah 2348

b. Keadaan Sosial Budaya Desa Kembang Seri Baru

Penduduk yang menetap di Desa Kembang Seri Baru dalam kehidupan

sehari-hari mereka saling tolong-menolong satu sama lainnya. Dalam

pergaulan sehari-hari mereka masih memperhatikan adat-istiadat. Adat-istiadat

merupakan pedoman yang dipegang teguh oleh orang tua dan anak Desa

Kembag Seri Baru.

Adat yang dimaksud di sini adalah adat yang berupa peraturan tata cara

yang berasal dari nenek moyang, ataupun nenek mamak, tua tenganai serta

pemuka masyarakat yang bersendikan Serentak Bak Regam sehingga tidak

dapat merusak dan mempengaruhi nilai-nilai aqidah maupun syariat itu sendiri.

Adat yang diadatkan adalah mupakat para penghulu berserta cerdik pandai

negeri. Kesepakatan ini dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman yang
patut, dan adat yang terdapat adalah kebiasaan yang diadakan dikalangan

masyarakat itu sendiri.

disisi lain masyarakat Desa Kembang Seri Baru juga memiliki jiwa sosial

yang baik. Untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan, 1 sampai 2

kali dalam sebulan warga Desa Kembang Seri Baru melakukan kerja bakti

membersihkan lingkungan, parit dan sarana umum lainnya terdapat di Desa

Kembang Seri Baru. Pemuda dan orang tua membaur menjadi suatu kerja

membersihkan tempat mereka hidup dan tempat tinggal disana, tepatnya di

Desa Kembang Seri Baru dalam berbagai hal, seperti kegiatan pesta pernikahan

dimana diantara masyarakat saling bantu membantu dalam kegiatan tersebut.

Penduduk yang berdomisili di Desa Kembang Seri Baru mempunyai suatu

tata cara dan aturan-aturan, dalam hal ini adalah berupa adat yang sudah

dijalani sejak lama. Tata cara atau aturan tersebut itulah yang dinamakan adat-

istiadat yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat. Adapun ciri-ciri adat-

istiadat yang ada dalam masyarakat Desa Kembang Seri Baru ini adalah,

karena mayoritas penduduknya adalah beragama Islam, untuk segala adat dan

aturan yang dilakukan dalam masyarakat bersendikan Islam dan keagamaan

seperti pelaksanaan dalam acara-acara perkawinan, pernikahan, pembacaan

do‟a, selamatan, pencukuran, aqikah atau mengkhitankan anak.


BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Praktik Gadai Lahan Kelapa Sawit Di Desa Kembang Seri Baru,

Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang Hari.

Islam mewajibkan kepada setiap muslim khususnya yang mempunyai

tanggungan untuk bekerja atau berusaha (berbisnis). Bekerja merupakan salah

satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki hasrat kekayaan.

Untuk memungkin manusia berusaha mencari nafkah. Allah SWT

melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat

dimanfaatkan untuk mencari rezeki.

Bagi masyarakat mendengar kata gadai bukanlah hal yang aneh lagi,

mereka mengetahui bahwa gadai merupakan ajaran yang ada dalam agama

Islam, khususnya pada masyarakat di Desa Kembang Seri Baru, Kecamatan

Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari yang sudah menjadi suatu kebiasaan.

Dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari masyarakat di Desa

Kembang Seri Baru, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang Hari,

mereka biasa melakukan praktek gadai dengan cara yang sangat sederhana

yang dilakukan antara kerabat dekat, tetangga, ataupun orang yang dapat

dipercaya. Mereka menganggap bahwa proses gadai tersebut lebih mudah dan

cepat untuk mendapat pinjaman dibandingkan mereka harus meminjam kepada

pegadaian ataupun bank. Meski begitu mereka menganggap bahwa barang

gadai tersebut adalah sebagai antisipasi bila hutang atau pinjamannya jika tidak

dibayar, maka barang gadai tersebutlah yang digunakan untuk menutupi


hutangnya. Dan merekapun tahu bahwa hutang adalah hak semua orang yang

harus dibayar sebelum mati.

Menurut masyarakat desa Kembang Seri Baru Gadai adalah sama dengan

jaminan pinjaman atas utang yang mana suatu barang yang dijadikan peneguh

atau penguat kepercayaan dalam utang piutang. Barang tersebut boleh diambil

atau dijual jika utang tak dapat dibayar, hanya penjualan hendaknya dengan

keadilan (dengan harga yang berlaku pada waktu itu). Biasanya masyarakat

desa Kembang Seri Baru melakukan transaksi gadai dengan cara mereka

datang kerumah saudara, tetangga dan toke/bos untuk meminjam uang dan

sebagai jaminannya adalah barang-barang berharga yang bernilai tinggi yang

mereka miliki seperti lahan kelapa sawitnya, lahan karet, sertifikat tanah,rumah

dan barang lainnya.

Mayoritas masyarakat desa Kembang Seri Baru bermata pencaharian

sebagai petani diantaranya petani sawit. Di desa Kembang Seri Baru ada

beberapa tempat penjual atau toke kelapa sawit, yang mana ditempat

tersebutlah biasanya petani sawit di desa Kembang Seri Baru melakukan

peminjaman atau menggadaikan uang dengan cara datang kerumah toke atau

penjual sawit tersebut dengan alasan tertentu dan kemudian menggadaikan

lahan kelapa sawitnya. 53

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan di lapangan dapat ditarik suatu

garis besar bahwa dalam prektek gadai lahan pertanian kelapa sawit yang

terjadi dimasyarakat khususnya masyarakat di Desa Kembang Seri Baru,

53
Observasi, tgl 20 november 2020
Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari yang telah dilakukan

berdasarkan hasil dari wawancara dengan masyarakat, tokoh agama, serta

orang yang melakukan gadai/ jaminan terdapat beberapa hal yang melatar

belakangi serta sebab akibat yang terjadi terhadap Praktek dan Sistem Gadai

dengan masalah yang berbeda.

Dalam hal ini peneliti akan memaparkan tentang hal-hal yan berkenaan

dengan permasalahan – permasalahan yang terjadi pada prektek gadai lahan

pertanian kelapa sawit khususnya masyarakat di Desa Kembang Seri Baru,

Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari. Berdasarkan hasil

penelitian di lapangan ada beberapa hal yang berkenaan dengan

permasalahan – permasalahan yang terjadi pada Praktek dan sistem Gadai

Lahan Pertanian Kelapa Sawit yang terjadi dimasyarakat, khususnya

masyarakat di Desa Kembang Seri Baru, Kecamatan Maro Sebo Ulu,

Kabupaten Batanghari penulis menemukan ada 3 bos atau toke kelapa sawit

dan ada beberapa anak buahnya yang melakukan gadai lahan pertanian kelapa

sawit dengan permasalahan – permasalahan tertertu, diantaranya: Berdasarkan

wawancara peneliti dengan Bapak Eko Sudarto sebagai toke/ bos sawit dan

sekalian sebagai murtahin, Bapak Eko Sudarto menceritakan bahwa:

“Dalam hal gadai ini dilakukan oleh 3 orang anak buah saya, yang mana
mereka datang kerumah, dengan niat ingin meminjam uang, ada yang datang
kerumah untuk saya bisa membantu membayar bank setiap bulannya dan
jaminannya lahan kelapa sawit dan permasalahan-permasalahan lainnya dengan
jaminan lahan kelapa sawitnya kepada saya”.54

54
Wawancara dengan Bapak Eko Sudarto ,Penerima gadai, 16 November 2020.
Dalam hal ini peneliti akan memaparkan permasalahan, praktek dan sistem

yang dilakukan anak buah – anak buah Bapak Eko Sudarto yang melakukan

gadai lahan kelapa sawit, yaitu: Transaksi gadai yang dilakukan oleh Bapak

Abu sebagai (rahin) dengan Bapak Eko Sudarto ( Murtahin). Menurut

wawancara yang dilakukan peneliti kepada Bapak Abu menjelaskan:

“Bahwa saya datang kerumah Bapak Eko Sudarto dengan niat meminjam
uang Rp.200 juta untuk keperluan Pembangunan Rumah serta biaya pelunasan
hutang yang ada di bank, sebagai jaminannya lahan kelapa sawit saya di
kelolah oleh Bapak Eko Sudarto Selama batas waktu yang tidak di tentukan.
dari perawatan, pemupukan serta pemanenan kelapa sawit tersebut juga di
bebankan kepada bapak eko sudarto sebagai pelunasannya hanya di tentukan
dari hasil panen dan hutang yang di pinjam lunas”.55

Hal yang sama dilakukan juga oleh Bapak Darma (rahin) dengan Bapak

Eko Sudarto (murtahin). Dari hasil wawancara dengan Bapak Darma

menjelaskan bahwa:

“Saya meminjam uang ke bank Rp. 50 juta untuk memenuhi kebutuhan


anak saya yang baru masuk sekolah, dan saya mau membeli motor guna untuk
anak saya sebagai alat transportasi pergi kesekolah. Kemudian saya datang
kerumah Bapak Eko Sudarto dengan niat mengadaikan lahan kelapa sawit saya
4 hettar dan pengahasilan 3 ton setiap kalipemanen, itu sebagai jaminan untuk
Bapak Eko Sudarto mau membnatu dengan membayar pinjaman uang saya
kepada bank yang harus dibayar setiap bulannya Rp. 2 juta selama 30 bulan
(2,5 tahun). Transaksi saya lakukan secara pembicaraan antara saya dan Bapak
Eko saja, tanpa adanya surat perjanjian. Dan dalam Pelunasan hutang, tanpa
adannya Jangka waktu pembayaran yang kami tentukan, penjualan atas
pemanfaatan lahan kelapa sawit dijual sedikit lebih murah dari tempat biasanya
di tempat Bapak Eko Sudarto, pemeliharan lahan kelapa sawit keseluruhannya
ditangung saya sendiri”.56

55
Wawancara dengan Bapak Abu ,Pengadai, 20 November 2020
56
Wawancara dengan Bapak Darma , Pengadai , 20 November 2020.
Gadai yang dilakukan juga oleh Ibu Ningsih sebagai(rahin) dan Bapak Eko

Sudarto sebagai (murtahin).Dari hasil wawancara penulis dengan Ibu Ningsih,

menjelaskan bahwa:

“Saya membeli mobil dengan harga 250 juta dan dp 45 juta dengan kredit
perbulannya Rp. 3800.000 selama 3 tahun. Setelah itu saya datang kerumah
Bapak Eko dengan niat mengadaikan lahan kelapa sawitnya untuk membantu
membayar kredit mobil setiap bulannya, jaminannya adalah lahan kelapa sawit
saya 5 hettar dengan penghasilan 4 ton setiap kali pemanenan, hasil kelapa
sawit, saya serahkan kepada Bapak Eko untuk melunasi hutang saya, yang
mana pemanenannya dilakukan setiap 2 minggu sekali, kemudian pemanenan,
perawatan dan pembersihan lahan kelapa sawit saya rawat sendiri, namun alat
untuk perawatannya seperti rondap (pembasmi rumput), pupuk di tanggung
Bapak Eko dan dibayar dengan hasil kelapa sawit tersebut. Pelunasan hutang
pinjaman, dibayar dari hasil lahan kelapa sawit tersebut dengan cara cicilan,
setelah semua dari hasil dihitung, dan semuanya dibagi atas alat-alat yang
digunakan untuk pemeliharaan kelapa sawit, pemanenan kelapa sawit dan
seletelah itu barulah selebihnya untuk pembayaran atas utang saya”. 57

Wawancara peneliti dengan Bapak Sofyan sebagai toke/bos yang berbeda,

dengan menjelaskan gadai yang dilakukan oleh anak buahnya:

“Bahwasanya hanya 1 anak buah saya yang melakukan gadai yang mana
dia datang kerumah dengan tujuan memimjam uang sebagai jaminannya lahan
kelapa sawit untuk keperluan pernikahan anaknya, dan anak buah saya yang
lainya hanya meminjam uang saja”.

Dalam hal ini peneliti akan memaparkan permasalahan praktek dan sistem

yang dilakukan anak buah Bapak Sofyan yang melakukan gadai lahan kelapa

sawit, Transaksi gadai yang dilakukan Pak Sofyan dengan Bapak Andirman,

Dari Hasil Wawancara Penulis dengan Bapak Sofyan yang ia menjelaskan:

“Bahwa Bapak Andirman datang kerumah saya denga niat agar saya dapat
membantu permasalahannya, yang mana ia mau meminjam uang Rp. 37 juta
untuk keperluan pernikahan anaknya, sebagai jaminanannya lahan kelapa sawit
saya. Peminjaman tersebut dilakukan hanya percakapan antara saya dan Bapak
Andirman saja, peminjaman tersebutpun tanpa adanya surat perjanjian.

57
Wawancara dengan Ibu Ningsih, Pengadai , 20 November 2020.
Pelunasan utang pinjamannya pun dilakukan dengan dibayar secara cicilan
melalui hasil dari kelapa sawit, yang setiap kali pemanen diserahkan kepada
saya. Lama pelunasan hutangpun tidak kami tentukan dikarenakan tergantung
pada pendapatan kelapa sawit, jika kelapa sawit menghasilkan banyak, maka
hutang akan cepat lunas Dan sebaliknya. Kelapa sawit semuanya saya urus
sendiri mulai dari pemanenanya, pemupukan maupun hal-hal lainnya”.58

Selanjutnya wawancara peneliti dengan Bapak Badar sebagai toke/bos

sawit dan juga Murtahin, ia menjelaskan;

“Bahwasanya anak buah saya hanya 2 orang yang melakukan gadai,


mereka datang kerumah saya dan berbicara untuk meminjam uang, katanya
untuk keperluan keluarga yang sakit dan untuk pernikahan anaknya sebagai
jaminannya lahan kelapa sawit, mereka menjelaskan bahwa pemabayaran
utang dengan hasil kelapa sawitnya yang setiap kali pemanen masuk ke
saya”.59

Dalam hal ini penulis akan memaparkan praktek dan sistem gadai yang

dilakukan anak buah dari Pak Badar, yaitu: Transaksi yang dilakukan Pak Joko

dengan Pak Badar, wawancara peneliti dengan Bapak Joko:

“Bahwasanya saya datang kerumah Bapak Badar dengan tujuan untuk


meminjam uang Rp.45 juta untuk mengobati anak saya yang sakit sebagai
jaminannya kelapa sawit saya, dalam hal pembayaran utang pinjman saya, saya
bayar secara cicilan dengan hasil dari kelapa sawit yang setiap kali
pemanenannya saya serah ke Bapak Badar. Semua urusan kelapa sawit saya
urus sendiri Tanpa di bantu oleh Bapak Badar”.60

Penjalasan dari hasil wawancara peneliti dengan Bapak Adhar sebagai

toke/bos sawit:

“Bahwa tidak ada anak buah saya yang melakukan gadai atau hal semajam
itu, dikarenakan saya tidak memiliki modal lebih, untuk melakukahnnya,
modal saya hanya cukup untuk pembelian dan pembayaran kelapa sawit saja,
biasanya anak buah saya juga hanya datang kerumah untuk meminjam uang
tidak lebih dari itu”.61

58
Wawancara dengan Bapak Sofyan (Penerima Gadai), 21 November 2020
59
Wawancara dengan Bapak Badar (Penerima Gadai), 21 November 2020
60
Wawancara dengan Bapak Joko (Pengadai), 21 November 2020
61
Wawancara dengan Bapak Adhar, Toke/bos Sawit , 22 November 2020.
Dari hasil wawancara peneliti, dapat diketahui bahwa praktek gadai lahan

pertanian Kelapa sawit di desa Kembang Seri Baru , Kecamatan Maro Sebo

Ulu, Kabupaten Batanghari dilakukan dengan suatu transaksi antara penggadai

dan penerima gadai, yang mana pengadai datang kerumah penerima gadai

dengan tunjuan meminjamkan uang dengan jaminan lahan kelapa sawitnya,

transaksi yang dilakukan secara lisan tanpa adanya surat perjanjian,

Pemeliharaan dan pemanfaatan barang gadai ditanggung oleh penerima gadai

(murtahin/Eko Sudarto) tampa pembatasan waktunya dan ada juga

pemanfaatan lahan kelapa sawit dimanfaatkan oleh penggadai, hasil dari

pemanfaatan tersebut diserahkan kepada murtahin untuk pelunasan atas hutang

gadai tersebut. Hutang gadai dibayar secara cicilan, tidak ada waktu tempo

pembayaran yang ditentukan.


B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai Lahan Kelapa Sawit

di Desa Kembang Seri Baru, Kabupaten Batanghari.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap Praktek

dan Sistem Gadai Lahan Pertanian Kelapa Sawit Di Desa Kembang Seri Baru,

Kecamatan Maro Sebo Ulu Kabupaten Batanghari secara keseruluhannya,

penulis menyimpulkan bahwa ada permasalahan-permasalahan tertentu yang

terjadi yaitu: Pertama, sifatnya sosial dengan maksud membantu dan tolong-

menolong antara penggadai (rahin) Dan penerima gadai (murtahin), tetapi

disini dalam transaksinya tersebut dilakukan secara lisan tanpa adanya surat

perjanjian antara kedua belah pihak dan penerima barang gadai (murtahin)

tidak melihat barang yang digadaikan.

Dalam hal transaksi yang dilakukan masyarakat desa Kembang Seri Baru

secara lisan tanpa adanya surat perjanjian kedua belah pihak antara pengadai

(rahin) dan penerima gadai (murtahin), disini ada kekeliruan penafsiran/

pemahaman yang mana dalam islam sudah di terangkan dalam firman Allah:

             

             

         

Artinya:

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak secara tunai


sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya
ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”.62

Pada ayat diatas dijelaskan bahwa sebaiknya jika kita melakukan transaksi

gadai atau hal semacamnya lebih baik membuat surat perjajian antara kedua

belah pihak, dan ada orang yang menjadi saksi terhadapnya, demi untuk

memperkuat akad gadai, agar tidak terjadi permasalahan, perselisihan dan

pemahaman yang tidak diinginkan dikemudian hari.

Praktek gadai lahan pertanian di Desa Kembang Seri Baru berdasarkan

dari ayat diatas tidak sesuai menurut hukum Islam. Yang mana sudah

ditegaskan bahwa seharusnya dalam transaksi harus adanya surat perjanjian

antara kedua belah pihak dan ada orang yang menjadi saksi, namun

kenyataannya yang terjadi sebaliknya. Dilihat dari segi rukun dan syarat gadai

sebagai berikut:

1. Rukun Gadai (rahn) meliputi:

Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki beberapa rukun,

antara lain:

a. Akad ijab dan Kabul

b. Aqid, yaitu yang mengadaikan (rahn) dan yang menerima (murtahin).

c. Barang yang dijadikan jaminan, syarat pada benda yang di jadikan

jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus

dibayar.

62
Al-Baqarah (2) : 283.
d. Ada utang, disyaratkan keadaan utang telah tetap.63

2. Syarat-Syarat gadai (rahn)

a. Shighat

Syarat Shighat tidak boleh berkaitan dengan syarat tertentu dan

waktu yang akan datang. Sighat yaitu ucapan berupa (ijab-kabul) serah-

terima antara penggadai dengan penerima gadai.

b. Pihak-Pihak yang Berakad Cakap Menurut Hukum

Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum mempunyai

pengertian bahwa pihak rahin dan marhun cakap melakukan perbuatan

hukum, yang ditandai dengan aqil baliqh, berakal, sehat, dam mampu

melakukan akad.

c. Utang (Marhun Bih)

Uang (Marun Bih) mempunyai pengertian bahwa:

1) utang adalah kewajiban bagi pihak berutang untuk membayar

kepada pihak yang memberi piutang;

2) merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak

bermanfaat maka tidak sah;

3) barang tersebut dapat dihitunng jumlahnya.

d. Marhun (barang yang digadaikan)

Marhun adalah harta yang dipegang oleh Murtahin (penerima gadai)

atau wakilnya, sebagai jaminan utang. Para ulama menyepakati bahwa

63
Ibid, hlm. 107 - 108
syarat yang berlaku pada barang gadai adalah syarat yang berlaku pada

barang yang dapat diperjual belikan, yang ketentuannya adalah:

1) Agunan itu harus bernilai dan dapat dimanfaatkan menurut

ketentuan syariat Islam; sebaliknya agunan yang bernilai dan tidak

dapat dimanfaatkan menurut syariat Islam maka tidak dapat

dijadikan agunan.

2) Agunan itu harus dapat dijual dan nilainya seimbang dengan

besarnya utang;

3) agunan itu harus jelas dan tertentu (harus dapat ditentukan secara

spesifik);

4) Agunan itu milik sah debitur;

5) Agunan itu tidak terkait dengan hak orang lain ( bukan milik

orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya).

6) Agunan itu harus harta yang utuh, tidak berada di beberapa tempat.

7) agunan itu dapat diserahkan kepada pihak lain, baik materinya

maupun manfaatnya.64

Dilihat dari rukun dan syarat gadai diatas sudah jelas bagaimana ketentuan

gadai, namun dalam prektek gadai lahan pertanian yang terjadi di Desa

Kembag Seri Baru ada kekeliruan penafsiran/pemahaman pada masyarakat

yang mana dalam rukun dan syarat gadai, ijab-qabul yang hanya dilakukan

menggunakan bahasa mereka sendiri tanpa adanya surat perjanjian. Hal

demikian bisa membuat transaksi gadai yang mereka lakukan menjadi batal,

64
Hendi Suhendi, fiqih Mumamalah, hlm. 107-108
tidak sah. Transaksi yang dilakukan dengan lisan tanpa adanya surat perjanjian,

seharusnya dalam transaksi tersebut dilakukan harus jelas adanya surat

perjanjian agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.

Mengenai orang yang mengadaikan (rahin) dan yang menerima gadai

(murtahin) telah sesuai dengan ketentuan hukum Islam karena kedua belah

pihak adalah orang-orang yang sudah baligh, berakal dan cakap terhadap

hukum. Dari segi marhun menurut Islam juga sah kerena lahan kelapa sawit

tersebut merupakan barang sah diperjual belikan jadi sah pula untuk

digadaikan, namun disisi serah terima tidak dibenarkan menurut hukum Islam

karena rahin tidak menyerahkan sertifikat lahan kelapa sawit yang akan

digadaikan, begitupula dengan murtahin tidak melihat lokasi lahan kelapa sawit

tersebut, sedangkan menurut ketentuann dalam rukun dan syaratnya harus

menyerahkan sertifikat lahan kelapa sawit sebagai bukti karena lahan kelapa

sawit merupakan kategori benda yang tidak bergerak. Jadi hal ini tidak sah

menurut hukum Islam. Mengenai marhun bih (utang) sudah terpenuhi.

Permasalahan yang Kedua, sifatnya komersial dalam praktek

pemanfaatan lahan kelapa sawit, dengan maksud penggadai (rahin) boleh

mengambil manfaat dari lahan tersebut dengan ketentuan hasil dari

pemanfaatan harus diserahkan kepada penerima gadai (murtahin) untuk

pelunasan atas utangnya. Begitupula dengan pemeliharaan dan perawatan atas

lahan kelapa sawit tersebut ditanggung sendiri oleh penggadai (rahin). alat-alat

yang digunakan untuk pemeliharan dan perawatan lahan kelapa sawit tersebut
diambil dari penerima gadai (murtahin), dan kemudian barang dibayar dengan

melalui hasil pemanfaatan barang gadai tersebut.

Ulama Hanabilah mempunyai pendapat yang sama dengan ulama

Hanafiyah, yaitu menelantarkan barang gadai bertentangan dengan syara.

Karena itu, rahin dan murtahin harus, melakukan kesepakatan-kesepakatan

dalam pemanfaatan barang gadai (marhun). Menurut mereka rahin tidak

berhak memanfaatkan marhun seperti mengendarai, menempati rumah,

mengambil air susu binatang ternak dan lain sebagiannya yang masih dalam

perjanjian tanpa seizin murtahin. Ketika rahin dam murtahin tidak mencapai

kesepakatan dalam penentuan batas-batas kebolehan pemanfaatan, maka

barang gadai harus dibiarkan kerena merupakan barang yang tertahan dari

pemanfaatan sampai rahin melunasi utangnya. Pandangan ulama Hanabilah

dimaksud, berdasarkan pada paradigma bahwa barang gadaian dan seluruh

manfaatnya adalah harta yang bertahan (mahbusah).

Ulama Malikiyah mempunyai pendapat tentang pelarangan pemanfaat

barang gadai oleh rahin, bahkan walaupun pihak murtahin mengizinkan

pemanfaatan barang gadaian maka status untuk memanfaatkan barang gadai

maka menurut mereka akad gadai menjadi batal karena tidak terpenuhinya

kondisi penahanan terhadap barang gadai. Untuk memanfaatkan barang gadai

menurut ulama Malikiyah bisa dilakukan oleh murtahun sebagai wakil dari

rahin. Sedangkan ulama safi‟ iyah mempunyai pandangan yang berbeda

dengan mayoritas ulama. Menurut mereka rahin boleh memanfaatkan barang

gadai (marhun) sepanjang tidak, menguragi atau merusak nilai materiil dari
barang gadai seperti mengendarai kendaraan, menempati rumah, mamakai baju

dan lain sebagiannya dari harta barang gadaian. Kebolehan ini berdasarkan

dalil hukum bahwa manfaat dan hasil dari barang gadai tersebut adalah milik

rahin dan tidak bisa dikaitkan dengan utang yang ditanggungnya.65 Mereka

menguatkan pendapatnya berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW Yang

berbunyi:

ِ‫انظَّهْسُ َسْكَةُ ِتىَفَ َقتِه‬

Artinya:

“Unta apabila digadaikan boleh dinaiki berdasarkan nafkahnya”.(HR.


Ibnu Majah)66
Berdasarkan hadis diatas sudah jelas gadai yang dimanfaatkan oleh rahin

boleh dimanfaatkan, namun ada Jenis pemanfaatan barang gadai yang dilarang

menurut mereka adalah pemanfaatan yang mengurangi nilai barang gadai,

seperti membangun gedung atau mengolah tanah yang masih dalam status

gadai. Namun, pemanfaatan jenis ini pun dibolehkan apabila rahin

mengizinkan. Bagi ulama Safi‟ iyah, bila barang yang digadaikan itu sesuatu

yang sangat berarti bagi kehidupan rahin seperti rumah atau kendaraan yang

setiap hari dipakai, maka rahin boleh memanfaatkan barang-barang tersebut

sampai kebutuhannya terpenuhi.

Berdasarkan dari beberapa pendapat ulama di atas, maka dalam penelitian

ini , peneliti dapat meyimpukan bahwa Menurut Hanafiah dan Hanabilah, rahin

65
Ibid.,hlm 308-310.
66
Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, (ttp:Dar Al-Fikr, 1995) Juz 2, hlm 286.
tidak boleh mengambil manfaat atas barang kecuali dengan persetujuan

murtahin. Malikiyah tidak membolehkan pemanfaatan oleh rahin secara

mutlak. Bahkan menurut mereka (Malikiyah) apabila murtahin mengizinkan

kepada rahin untuk mengambil manfaat atas barang, maka gadai menjadi batal.

Syafi‟ iyah berbeda pendapat degan jumhur. Menurut Sayafi‟iyah, rahin boleh

mengambil manfaat atas barang, asal tidak mengurangi nilai marhun (barang).

Hal itu karena manfaat barang dan pertambahannya merupakan hak milik

rahin, dan tidak ada kaitannya dengan utang.

Menurut peneliti dalam praktek gadai lahan kelapa sawit di Desa

Kembang Seri Baru dalam pemanfaatan barang gadai, sudah jelas bahwasanya

pemanfaatan gadai atas rahin yang dilakukan boleh dimanfaatkan, karena telah

disetujui kedua belah pihak antara rahin dan murtahin, yang mana mayoritas

ulama juga membolehkan terutama ulama Syafi‟ iyah dengan ketentuan

selama murtahin mengizinkan rahin untuk memanfaatkan barang gadai dan

pemanfaatan barang gadai yang dilakukan rahin dan tidak menghilangkan

kepemilikan marhun serta asal tidak mengurangi nilai barang.

Dalam pelunasan atas hutang pinjaman, dibayar dengan pemanfaatan dari

hasil lahan kelapa sawit tersebut, secara cicilan, setelah semua dari hasil

pemanfaatan dihitung, dan semuanya dibagi atas alat-alat yang digunakan

untuk pemeliharaan kelapa sawit, pemanenan kelapa sawit dan seletelah itu

barulah selebihnya untuk pembayaran atas utang yang dipinjamnya. Jangka

waktu pembayaran tidak ditentukan, karena itu tergantung dengan hasil

pemanfaatan lahan kelapa sawit tersebut, jika pendapatan hasil pemanfaatan


tersebut banyak dan dijual dengan harga mahal maka secepatnya hutang

tersebut akan lunas, tapi sebaliknya jika pendapatan hasil dari pemanfaatan

tersebut sedikit dan harganya murah, maka pelunasan atas hutang akan lama

dan menjadi berlarut-larut.

Dalam pelunasan hutang (gadai) dilihat dari syarat dan rukun gadai diatas,

praktek gadai lahan pertanian kelapa sawit Desa Kembag Seri Baru tidak ada

kejelasan yang mana jangka waktu pembayaran ditentukan dari waktu yang

telah di sepakati, yang membuat penggadai maupun penerima gadai dapat

menguntungkan salah satunya serta bisa merusak rukun dan syarat gadai. Dan

menurut ketentuan Umum Fatwa DSN MUI No. 25/ DSN- MUI/ III. 2002 No.

5 huruf a: “Apabila jatuh tempo murtahin harus memperingatkan rahin untuk

segera melunasi hutangnya.67 Sedangkan dalam pelunasan hutang (gadai) yang

terjadi tidak adanya tempo pembayaran.

Menurut pendapat ahli hukum (fuqaha Hukum), gadai pada umumnya

dibagi menjadi 2 bagaian, yaitu sah dan tidak sah. Gadai sah adalah gadai yang

memenuhi persyaratan sebagaiman dalam gadai, sedangkan gadai tidak sah

adalah gadai yang tidak terpenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam Islam.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa gadai tidak sah terbagi menjadi dua

macam, yaitu: pertama, batal (tidak sah) karena tidak memenuhi persyaratan

67
Fatwa DSN MUI No. 25/ DSN- MUI/ III. 2002 tentang Rahn.
pada pokok perjanjian. Kedua, gadai tidak sah (fasid), karena tidak terpenuhi

persyaratan pada sifat perjanjiannya. 68

Dalam prekatek gadai lahan pertanian kelapa sawit Desa Kembang Seri

Baru yang terjadi termasuk gadai yang tidak sah, karena praktek gadai yang

dilakukan bisa menimbulkan jahalah (ketidak jelasan) dan tidak terpenuhinya

rukun dan syarat gadai dalam ijab-qabul serah terima barang yang dilakukan

hanya dengan percakapan saja tanpa adanya surat perjanjian, tanpa adanya

sertifikat tanah dan tanpa adanya tempo waktu pembayaran yang membuat

syarat dan rukunnya cacat, hal ini tergolong kedalam U‟rf fasid yaitu kebiasaan

masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan dan dalil-dalil syara‟.

Para ulama telah sepakat bahwa U‟rf Fasid tidak dapat menjadi landasan

hukum dan kebiasaan tersebut batal demi hukum. Oleh karena itu, dalam

rangka meningkatkan pemasyarakatan dan pengalaman hukum Islam pada

masyarakat, sebaiknya dilakukan dengan cara yang ma‟ruf, di upayakan

mengubah adat kebiasaan yang bertentangan dengan ketentuan ajaran Islam

tersebut, dan menggantikannya dengan adat kebiasaan yang sesuai dengan

syariat Islam.69

Sesuai dengan Firman Allah SWT :

       

68
Abu Azam Al Hadi, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Depok: PT Grafindon
Persada, 2017),. Hlm 170.
69
Abd Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, hlm. 210.
Artinya:

“Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang-orang yang mengerjakan


yang ma‟ruf serta berpalinglah dari orang yang bodoh”.70

70
Al-A‟raf (7): 199.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah peneliti melakukan analisis mengenai permasalah-masalah

terhadap gadai lahan pertanian kelapa sawit di Desa Kembang Seri Baru,

Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini,

yaitu:

1. Praktik Gadai Lahan Pertanian Kelapa sawit di desa Kembang Seri Baru ,

Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari ialah merupakan suatu

transaksi antara penggadai dan penerima gadai, yang mana pengadai datang

kerumah penerima gadai dengan tunjuan meminjakan uang dengan jaminan

lahan kelapa sawitnya, pemeliharan barang gadai ditanggung oleh penerima

gadai dan dalam pemanfaatan lahan kelapa sawit dimanfaatkan oleh

penggadai, hasil dari pemanfaatan tersebut diserahkan kepada penerima

untuk pelunasan atas hutang gadai tersebut. Hutang gadai dibayar secara

cicilan, tidak ada waktu tempo pembayaran yang ditentukan.

2. Menurut hukum Islam terhadap praktik gadai lahan kelapa sawit di Desa

Kembang Seri Baru, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari

termasuk gadai yang tidak sah, karena praktik gadai yang di lakukan bisa

menimbulkan jalalah (ketidak jelasan) menurut hukum Islam. Para ulama

telah sepakat bahwa U‟rf Fasid tidak dapat menjadi landasan hukum dan

kebiasaan tersebut batal demi hukum. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan pemasyarakatan dan pengalaman hukum Islam pada

masyarakat, sebaiknya dilakukan dengan cara yang ma‟ruf, dan telah

dijelaskan dalam Surah Al-A‟raf (7): 199. Ada diantara rukun dan syaratnya

tidak terpenuhi, yaitu dalam ijab-qabul dan serah terima barang yang mana

seharunya adanya surat perjanjian antara kedua belah pihak dan adanya

sertifikat tanah sebagai jaminan atas hutang, agar tidak terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan dikemudian hari.

B. Saran

1. Gadai yang dilakukan masyarakat Desa Kembang Seri Baru tidak

dilakukan adanya surat perjanjian antara kedua belah pihak, seharusnya

demi menjaga kemaslahatan dalam transaksi hendaknya dilakukan dengan

adanya bukti surat perjanjian antara kedua belah pihak, sebagai

memperkuat akad dalam transaksi.

2. Bagi masyarat dalam melakukan transaksi gadai harus dapat

memperhatikan terlebih dahulu ketentuan-ketentuan objek akad, rukun dan

syarat-syarat atau lain sebagiannya, agar tidak terjadinya suatu hal yang

dapat merugikan salah satu pihak yang melakukan transaksi dikemudian

hari.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Al-Abbas Ahmad Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, Juz 4, Dar Al-fikr, Beirut,

2004.

Alauddin Al-Kasani,Badai Ash-Shanai fi Tartib Asy-syarai, juz 5, CD room, Al-

Fiqh „Ala Al-madzahib Al-Arba‟ah, Silsilah Al-„Iim An-Nafi, Seri 9, Al-

Ishadar Al-Awwal, 1426.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (jakarta : PT

Raja GrafindoPersada, 2004).

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Grafindo Persada,

2011.

Bambang Waluyo , Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,

2008.

Chairuman Pasaribu Suharwadi K Lubis. Hukum Perjajnjian dalam Islam. Cet. 2.

Jakarta:Sinar Grafika

Fatwa DSN MUI No. 25/ DSN- MUI/ III. 2002 tentang Rahn.

Gulo, Metode Penelitian, Jakarta: PT Grasindo, 2002.

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 20120

Ibrahim Anis,et.al., Al-Mu‟jam Al-Wasith, Juz 2, Dar Ihya At-turats Al-

Arabiy,Kairo, cet. II,1972.

Iti‟anah, Praktek Gadai Tanah Sawah di Tinjau dari Hukum Islam (Studi di Desa

HarJawinangun Kec. Balapulang Kab. Tegal ), Skripsi, Jurusan Muamalat :

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.

Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, Nayl Al-Authar, Juz 5, Dar Al-Fikr,t.t.


Sayid Sabiq, Fiqh As-sunnah, Juz 3, Dar Al- Fikr, Beirut, Cet, III,1981.

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, III ( Beirut: Dar al- Fikr, t.t ).

Heri Sudarsono 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta :

Ekonisia.

Sugiono, metode penelitian bisnis.

Wahbah Zuhaili, Al-fiqh Al-islamiy wa Adillatuh, Juz 4, Dar Al-fikr,

Damaskus,cet.III, 1989.
DOKUMENTASI

Dokumentasi dengan Bapak Eko Sudarto (sebagai Penerima Gadai toke/bos)

Dokumentasi dengan Bapak Sofyan (sebagai Penerima Gadai toke/bos)

Dokumentasi dengan Bapak Andirman (sebagai Anak buah Bapak

Sofyan/penggadai)
Dokumentasi dengan Bapak Abu (sebagai Penggadai)

Dokumentasi dengan Bapak Darma (sebagai Anak buah Bapak

Sofyan/penggadai)

Dokumentasi dengan Bapak badar (sebagai Toke/bos dan juga Tokoh Masyarakat

Desa Kembang Seri Baru)


DAFTAR RIWAYAT (CURRICULUM VITAE)

A. Identitas Diri
Nama : Fernandes Eka Wijaya
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Kembang Seri, 06 Desember 1997
Alamat Asal : Kembang Seri Baru
Alamat Sekarang : Dusun III Tanah Lonsor Rt.08 Desa
Kembang Seri Baru Kec. Maro Sebo Ulu.
No. Telp/HP : 082223892114
Nama Ayah : Eko Sudarto
Nama Ibu : Sulimah

B. Riwayat Pendidikan
SD/MI, Tahun Lulus : SDN 188/1 Kembag Seri 2010
SMP/MTs, Tahun Lulus : Pondok Pesantren Modren Baabussalam, Simpang
Niam 2013
SMA/MA, Tahun Lulus : Pondok Pesantren Nurul Ikhsan,Amplu Mudo 2016

Anda mungkin juga menyukai