Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


PNEUMONIA

Oleh :

Annisa Pratiwi P07120216031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KELAS A

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
DENPASAR
2020
Laporan Pendahuluan Pneumonia Pada Anak

A. Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi karena


eksudat yang mengisi alveoli dan bronkiolus (Terry & Sharon, 2013). Pneumonia
adalah keadaan akut pada paru yang disebabkan oleh karena infeksi atau iritasi
bahan kimia sehingga alveoli terisi oleh eksudat peradangan (Mutaqin, 2008).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2015).
Pneumonia adalah peradangan pada baru yang tidak saja mengenai jaringan paru
tapi dapat juga mengenai jaringan paru tapi dapat juga mengenai bronkioli
(Nugroho, 2011).

B. Klasifikasi Pneumonia

Menurut Nurarif (2015), klasifikasi pneumonia terbagi berdasarkan anatomi


dan etiologis dan berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui
usia :
1. Pembagian anatomis

a) Pneumonia lobularis, melibat seluruh atau suatu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena maka dikenal sebagai pneumonial
bilateral atau ganda.
b) Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir
bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsulidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga
pneumonia lobularis.
c) Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di dalam
dinding alveolar (interstinium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

2. Pembagian etiologis

a) Bacteria: Diploccocus pneumonia, pneumococcus, streptokokus


hemolytikus, streptococcus aureus, Hemophilus infuinzae, Bacilus
Friedlander, Mycobacterium tuberculosis.
b) Virus: Respiratory Syncytial Virus, Virus Infuinza, Adenovirus.

c) Jamur: Hitoplasma Capsulatum, Cryptococus Neuroformans, Blastornyces


Dermatitides

d) Aspirasi: Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,benda


asing
e) Pneumonia Hipostatik

f) Sindrom Loeffler

3. Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia:

a) Usia 2 bulan – 5 tahun

1) Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
2) Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia
2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5
tahun 40 x/menit atau lebih.
3) Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat
disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah
dan tanpa adanya nafas cepat.
b) Usia 0 – 2 bulan

1) Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.

2) Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah
dan tidak ada nafas cepat.
C. Etiologi

Menurut Nugroho.T (2011), pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam


etiologi seperti:
1. Bakteri: stapilococus, sterptococcus, aeruginosa.

2. Virus: virus influenza, dan lain-lain.


3. Micoplasma pneumonia

4. Jamur: candida albicans

5. Benda asing

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan


tubuh yang menurun misalnya akibat Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit
menahun, trauma pada paru, anestesia, aspirasi, dan pengobatan dengan antibiotik
yang tidak sempurna (Ngastiyah, 2015)

D. Gejala Klinis

Gambaran klinis pneumonia bervariasi, yang bergantung pada usia anak,


respon sitemik anak terhadap infeksi,agen etiologi, tingkat keterlibatan paru, dan
obstruksi jalan napas. Tanda dan gejala anak yang mengalami pneumonia antara
lain : takipnea, demam, dan batuk disertai penggunaan otot bantu nafas dan suara
nafas abnormal (Terry & Sharon, 2013).

Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia
melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi
inflamasi hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari
reaksi inflamasi akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis.
Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi,
edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis
dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat
daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan
meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi,
kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi
hipoksemia.

Dari penjelasan diatas masalah yang muncul yaitu: nyeri (akut), hipertermi,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, bersihan jalan nafas tidakk efektif,
gangguan pola tidur, pola nafas tak efekif dan intoleransi aktivitas

E. Patofisiologi
Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi
karena eksudat yang mengisi elveoli dan brokiolus. Saat saluran nafas bagian
bawah terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi, disertai dengan jalan obstruksi
nafas (Terry & Sharon, 2013).

Sebagian besar pneumoni didapat melalui aspirasi partikel inefektif seperti


menghirup bibit penyakit di udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan
normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung, atau
terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia disaluran napas. Bila
suatu partikel dapat mencapai paru- paru , partikel tersebut akan berhadapan
dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik dan
humoral.

Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme


pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka
terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah
besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten
limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral. Jaringan paru
menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran
darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-
to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia.
Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan
hiperkapnia (Nugroho.T, 2011).
F. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Mutaqin (2008), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan


pada orang dengan masalah pneumonia adalah:
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktura (misal: lobar, bronchial),
dapat juga menyatakan abses.
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis

6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi

7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kasus pneumonia menurut Mutaqin (2008) antara lain:

1. Manajemen Umum

a. Humidifikasi: humidifier atau nebulizer jika sekret yang kental dan


berlebihan.
b. Oksigenasi: jika pasien memiliki PaO2 <60 mmHg.

c. Fisioterapi: berperan dalam mempercepat resolusi pneumonenia pasti;


pasien harus didorong setidaknya untuk batuk dan bernafas dalam untuk
memaksimalkan kemampuan ventilator.
d. Hidrasi: Pemantauan asupan dan keluaran; cairan tambahan untuk
mempertahankan hidrasi dan mencairkan sekresi.
2. Operasi
Thoracentesis dengan tabung penyisipan dada: mungkin diperlukan jika
masalah sekunder seperti empiema terjadi.

3. Terapi Obat

Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya: Penicillin G
untuk infeksi pneumonia staphylococcus, amantadine, rimantadine untuk infeksi
pneumonia virus. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin untuk infeksi
pneumonia.

H. Komplikasi

Menurut Mutaqin (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan
pneumonia adalah:
1. Pleurisi
2. Atelektasis
3. Empiema
4. Abses paru
5. Edema pulmonary
6. Infeksi super perikarditis
7. Meningitis
8. Arthritis
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara


subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa
dan data objektif (data hasil pengukuran atau observasi). Menurut Nurarif (2015),
pengkajian yang harus dilakukan adalah :
a. Indentitas: Nama, usia, jenis kelamin,

b. Riwayat sakit dan kesehatan

1) Keluhan utama: pasien mengeluh batuk dan sesak napas.

2) Riwayat penyakit sekarang: pada awalnya keluhan batuk tidak produktif,


tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus
purulen kekuning-kuningan, kehijau- hiajuan, kecokelatan atau
kemerahan, dan serring kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh
mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan
berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritits, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, dan nyeri kepala.
3) Riwayat penyakit dahulu: dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti ISPA, TBC paru, trauma. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
4) Riwayat penyakit keluarga: dikaji apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab pneumoni
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
5) Riwayat alergi: dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap
beberapa oba, makanan, udara, debu.
c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: tampak lemas, sesak napas


2) Kesadaran: tergantung tingkat keprahan penyakit, bisa somnolen

3) Tanda-tand vital:

a) TD: biasanya normal

b) Nadi: takikardi

c) RR: takipneu, dipsneu, napas dangkal

d) Suhu: hipertermi

e) Kepala: tidak ada kelainan Mata: konjungtiva nisa anemis


f) Hidung: jika sesak, ada pernapasan cuping hidung Paru:
g) Inspeksi: pengembangan paru berat dan tidak simetris, ada penggunaan
otot bantu napas
h) Palpasi: adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremitus pada daerah yang
terkena.
i) Perkusi: pekak bila ada cairan, normalnya timpani

j) Auskultasi: bisa terdengar ronchi.

k) Jantung: jika tidak ada kelainan, maka tidak ada gangguan

l) Ekstremitas: sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi, kelemahan

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Nurarif (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada


anak dengan masalah pneumonia:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan yang ditandai dengan jumlah sputum dalam jumlah yang
berlebihan, dispnea,sianosis, suara nafas tambahan (ronchi).
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
yang ditandai dengan dispena, dispena, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan cuping hidung.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kalpier yang ditandai dengan dispnea saat istirahat, dispneu saat
aktifitas ringan, sianosis.

3. Intervensi Keperawatan

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan asuhan Latihan Btuk efektif
tidak efektif (D.0001) keperawatan selama
Observasi
…… x …….… maka
 Identifikasi kemampuan
Definisi : bersihan jalan nafas tidak
batuk
Secret ketidakmampuan efektif teratasidengan kriteria
membersihkan atau hasil :  Monitor adanya retensi
obstruksi jalan nafas  Produksi sputum sputum
untuk mempertahankan menurun (5)
jalan nafas tetappaten  Monitor tanda dan gejala
 Mengi menurun (5) infeksi saluran nafas
Penyebab :
 Wheezing menurun (5)  Monitor input dan output
Fisiologis
cairan ( mis. Jumlah dan
 Spasme jalan  Mekonium menurun (5)
karakteristik )
nafas
 Dispnea menurun (5)
 Hipersekresi jalan
nafas  Ortopnea menurn (50 Terapeutik
 Disfungsi  Atur posisi semi-fowler
 Tidak sulit bicara (5)
neuromuskular atau fowler
 Benda asing  Sianosis menurun (5)
 Pasang perlak dan
dalam jalan nafas
 Gelisah menurun (5) bengkok letakan di
 Adanya jalan
pangkuan pasien
nafas buatan  Frekuensi napas
 Sekrresi yang membaik (5)  Buang secret pada
tertahan  Pola nafas membaik (5) tempat sputum
 Hyperplasia
dinding jalan
Edukasi
nafas
 Jelaskan tujuan dan
 Proses infeksi
prosedur batuk efektif
 Respon alergi
 Efek agen  Anjurkan tarik nasaf

farmakologias dalam melalui hidung

( mis. Anastesi selama 4 detik, ditahan


selam 2 detik, kemudian

Situasional keluarkan dai mulut

 Merokok aktif dengan bibir mencucu

 Merokok pasif (dibulatkan) selam 5


detik
 Terpajan polutan

 Anjurkan mengulangi
Gejala dan Tanda
tarik nafas dalam hingga
Minor
3 kali
Subjektif : -
Objektif :  Anjurkan batuk dengan
 Batuk tidak kuat langsung setelah
efektif tarik nafas dalam yang
 Tidak mampu ke-3
batuk
Kolaborasi
 Sputum berlebih
 Kolaborasi pemberian
 Mengi,wheezing
mukolitik atau
dan/atau ronkhi
ekspektoran, jika perlu.
kering

Gejala dan Tanda Manajemen Jalan Nafas


Mayor Observasi
Subjektif :  Monitor posisi selang
 Dispnea endotraceal (EET),
 Sulit bicara terutama setelah
 Ortopnea mengubah posisi
Objektif :
 Monitor tekanan balon
 Gelisah
EET setiap 4-8 jam
 Sianosis
 Bunyi nafas  Monitor kulit area stoma

menurun trakeostomi (mis.


Kemerahan, drainase,
 Frekuensi nafas
perdarahan)
berubah
 Pola nafas
berubah Terapeutik
 Kurangi tekanan balon
Kondisi Klinis Terkait :
secara periodic setiap
 Gullian Barre
Shift
Syndrome
 Pasang oropharingeal
 Skelrosis multipel
airway (OPA) untuk
 Myasthenia gravis
mencegah EET tergigit
 Prosedur diagnostik
( mis. Bonkoskopi,  Cegah EET terlipat
transesophageal, (kinking)
echocardiography
 Beriak pre-oksigenasi
(TEE)
100% selama 30 detik
 Depresi system
(3-6 kali ventilasi)
saraf pusat
sebelum dan sesudah
 Cedera kepala
penghisapan
 Stroke
 Beriak volume pre-
 Kuadriplegia
oksigen (bagging atau
 Sindrom aspirasi
ventialasi mekanik) 1,5
mekonium
kali volume tidal
 Infeksi saluran
nafas  Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik jika diperlukan
(bukan secara
berkala/rutin)

 Ganti fiksasi EET setiap


24 jam

 Ubah posisi EET secara


bergantian (kiri dan
kanan) setiap 24 jam

 Lakukan perawatan
mulut (mis. Dengan sikat
gigi, kasa, plembab bbir)

 Lakukan perawatan
stoma trakeostomi

Kolaborasi
 Jelaksan pasien
dana/atau keluarga
tujuan dan prosedur
pemasangan jalan nafas
buatan.

 Kolaborasi intubasi
ulang jika terbentuk
mucous plug yang tidak
dapat dilakuikan
penghisapan

Pemantaun Respirasi
Observasi
 Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan
upaya nafas

 Monitor pola nafas


(seperti bradipnea.
Takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-
Stoke,Biot, atasik)

 Monitor kemampuan
batuk efektif

 Monitor adanya produksi


sputum

 Monitor adanya
sumbatan jalan nafas

 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru

 Auskultasi bunyi nafas

 Monitor saturasi oksigen

 Monitor nilai AGD

 Monitor hasil x-ray


toraks

Terapeutik
 Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan

Kolaborasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

 Informaskan hasil
pemantauan, jika perlu

2 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas


Efektif selama ... x... menit, maka Observasi :
Definisi : pola napas membaik dengan  Monitor pola napas
Inspirasi dan/atau kriteria hasil : (frekuensi, kedalaman,
ekspirasi yang tidak  Ventilasi semenit (5) usaha napas)
memberikan ventilasi  Monitor bunyi napas
 Kapasitas vital (5)
adekuat. tambahan (mis. gurgling,
Penyebab :  Diameter thoraks anterior mengi, wheezing, ronkhi
 Depresi pusat kering)
posterior (5)
pernapasan  Monitor sputum (jumlah,
 Tekanan ekspirasi (5)
warna, aroma)
 Hambatan upaya napas
 Tekanan inspirasi (5) Terapeutik :
(mis. nyeri saat
 Pertahankan kepatenan
bernapas, kelemahan  Dispnea (5)
jalan napas dengan head-
otot pernapasan)
 Penggunaan otot bantu tilt dan chin-lift (jaw-
 Deformitas dinding napas (5) thrust jika curiga trauma
dada cervical)
 Pemanjangan fase ekspirasi
 Posisikan semi-Fowler
 Deformitas tulang dada (5)
atau Fowler
 Gangguan  Ortopnea (5)  Berikan minum hangat
neuromuscular  Lakukan fisioterapi dada,
 Pernapasan pursed-tip (5)
jika perlu
 Gangguan neurologis
(mis.  Pernapasan cuping hidung  Lakukan penghisapan
elektroensefalogram (5) lendir kurang dari 15 detik
[EEG] positif, cedera  Lakukan hiperoksigenasi
 Frekuensi napas (5)
kepala, gangguan sebelum penghisapan
kejang)  Kedalaman napas (5) endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
 Imaturitas neurologis  Ekskursi dada (5)
benda padat dengan forsep
 Penurunan energy McGill
 Berikan oksigen, jika
 Obesitas
perlu
 Posisi tubuh yang Edukasi :
menghambat ekspansi  Anjurkan asupan cairan
paru 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Sindrom hipoventilasi
 Ajarkan teknik batuk
 Kerusakan inervasi efektif
diafragma (kerusakan Kolaborasi :
saraf C5 ke atas)  Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
 Cedera pada medulla
ekspektoran, mukolitik,
spinalis
jika perlu
 Efek agen
farmakologis Pemantauan Respirasi
Observasi :
 Kecemasan
 Monitor frekuensi, irama,
Gejala dan Tanda kedalaman dan upaya
Mayor napas
Subjektif :  Monitor pola napas
 Dispnea (seperti : bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
Objektif :
kussmaul, cheyne-stokes,
 Penggunaan otot bantu
biot, ataksik)
pernapasan  Monitor kemampuan
batuk efektif
 Fase ekspirasi
 Monitor adanya produksi
memanjang
sputum
 Pola napas abnormal  Monitor adanya sumbatan
(mis. takipnea, jalan napas
bradipnea,  Paplasi kesimetrisan
hiperventilasi, ekspansi paru
kusmaul, cneyne-  Auskultasi bunyi napas
stokes)  Monitor saturasi oksigen

Gejalan dan Tanda  Monitor nilai AGD

Minor  Monitor hasil X-ray


Subjektif : thoraks

 Ortopnea Terapeutik :
 Atur interval pemantauan
Objektif :
respirasi sesuai kondisi
 Pernapasan pursed-lip
pasien

 Pernapasan cuping  Dokumentasikan hasil

hidung pemantauan
Edukasi :
 Diameter thoraks
 Jelaskan tujuan dan
anterior-posterior
prosedur pemantauan
meningkat
 Informasikan hasil
 Ventilasi semenit pemantauan, jika perlu
menurun

 Kapasitas vital
menurun

 Tekanan ekspirasi
menurun

 Tekanan inspirasi
menurun

 Ekskursi dada berubah

Kondisi Klinis Terkait :


 Depresi sistem saraf
pusat

 Cedera kepala

 Trauma thoraks

 Gullian barre
syndrome

 Multiple sclerosis

 Myastenial gravis

 Stroke

 Kuadriplegia

 Intoksikasi alcohol

20 Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi


Gas keperawatan selama ……… Observasi
(D.0003) x…….. maka gangguan  Monitor frekuensi
Definisi : pertukaran gas teratasi ,irama ,kedalaman dan
Kelebihan atau dengan kriteria hasil : upaya napas
kekurangan oksigenasi  Dispnea menurun (5)  Monitor pola napas
dan/atau eleminasi  Bunyi napas tambahan ( seperti
karbondioksida pada menurun (5) bradipnea,takipnea,hiper
membrane alveolus-  Pusing menurun (5) ventilasi
kaplier  Penglihatan kabur ,kussmaul,cheyne-
Penyebab : menurun (5) stokes, biot,ataksik)
 Ketidakseimbang  Diaforesis menurun (5)  Monitor kemampuan
an ventilasi- batuk efektif
perfusi  Gelisah menurun (5)  Monitor adanya
 Perubahan  Napas cuping hidung produksi spuntum
membrane menurun (5)  Monitor adanya
alveolus-kaplier  PCO2 membaik (5) sumbatan jalan napas
 PO2 membaik (5)  Palpasi kesimetrisan
 Takikardia membaik (5) ekspansi paru
Gejala dan Tanda  Auskultasi bunyi napas
 PH arteri membaik (5)
Mayor  Monitor saturasi oksigen
 Sianosis membaik (5)
Subjektif :  Monitor nilai AGD
 Pola napas membaik (5)
 Dispnea  Monitor hasil x-ray
Warna kulit membaik (5)
toraks
Objektif : Terapeutik
 PCO2  Atur interval
meningkat/menur pemantauan respirasi
un sesuai kondisi pasien
 PO2 menurun  Dokumetasi hasil
 Takikardia pemantauan
 pH arteri Edukasi
meningkat/menur  Jelaskan tujuan dan
un prosedur pemantauan
 Bunyi napas  Informasi hasi
tambahan pemantauan ,jika perlu
Terapi oksigen
Gejala dan Tanda Observasi
Minor  Monitor kecepatan
Subjektif : aliran oksigen
 Pusing  Monitor posisi alat
 Penglihatan kabur terapi oksigen
 Monitor aliran terapi
Objektif : oksigen secara periodic
 Sianosis dan pastikan fraksi yang
 Diaforesis diberikan cukup
 Gelisah  Monitor efektifitas
 Napas cuping terapi oksigen (mis.
hidung Oksimetri, analisa gas
 Pola napas darah) ,jika perlu
abnormal  Monitor kemampuan
( cepat/lambat, melepaskan oksigen saat
regular/ireguler, makan
dalam/dangkal)  Monitor tanda-tanda
 Warna kulit hipoventilasi
abnormal (mis.  Monitor tanda dan
Pucat ,kebiruan) gejala toksikasi oksigen
 Kesadaran dan atelectasis
menurun  Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
Kondisi Klinis Terkait : oksigen
 Penyakit paru  Monitor integritas
obstruktif kronis mukosa hidung akibat
(PPOK) pemasangan oksigen
 Gagal jantung Terapeutik
kongestif  Bersikan secret pada
 Asma mulut, hidung dan
 Pneumonia trakea, jika perlu

 Tuberkulosis paru  Pertahankan kepatenan

 Penyakit jalan napas

membrane hialin  Siapkan dan atur

 Asfiksia peralatan pemberian

 Persistent oksigen

pulmonary  Berikan oksigen

hypertension of tambahan ,jika perlu

newborn (PPHN)  Tetap berikan oksigen

 Prematuritas saat pasien


ditransportasi
 Infeksi saluran  Gunakan prangkat
napas oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilisasi pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ke empat dalam proses keperawatan


yang merupakan serangkaian kegiatan/tindakan yang dilakukan oleh
perawat secara langsung pada klien. Tindakan keperawatan dilakukan
dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan yang
telah ditetapkan/ dibuat.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah
keperawatan telah teratasi atau tidak teratasi dengan mengacu pada kriteria
evaluasi.
Asuhan Keperawatan Pada An. K dengan Pneumonia

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan keperawatan

pada anak dengan Pneumonia, maka penulis menyajikan suatu kasus yang penulis

amati mulai tanggal 7 Juli 2020 jam 10.00 WITA. Anamnesa diperoleh dari Ibu

Klien dan file No. Registrasi 365031 sebagai berikut :

1. Pengkajian

a. Indentitas:

1) Nama : An. K

2) Usia : 6 bulan

3) Jenis kelamin : Laki-laki

4) Agama : Hindu

b. Riwayat sakit dan kesehatan


1) Keluhan utama: pasien mengeluh batuk dan sesak napas.
2) Riwayat penyakit sekarang: ibu klien mengatakan bahwa klien mengalami
batuk-batuk namun tidak dapat mengeluarkan dahak, demam, sesak nafas
dan batuk. Ibu klien lalu membawa klien menuju rumah sakit.
3) Riwayat penyakit dahulu: ibu klien mengatakan bahwa pada saat berumur
1 bulan, klien pernah dirawat dirumah sakit karena demam, batuk, pilek,
dan kejang.
4) Riwayat persalinan : selama masa kehamilan, ibu memeriksakan
kandungan sebanyak 5 kali. Ibu melahirkan di puskesmas pembantu
dengan usia kehamilan 32 minggu dan ditolong oleh bidan, jenis
persalinan spontan. Bb lahir bayi 2800 gram dan kulit berwarna merah.
Klien mendapat ASI sampai usia 2 bulan, pada usia 3 bulan sudah
mendapat susu formula.
5) Riwayat alergi: klien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan, dan susu
formula.
6) Status imunisasi : Klien sudah mendapat imunisasi HB0, BCG, Polio 1.
c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: klien tampak sesak napas

2) Tanda-tand vital:

TD: -

Nadi: 103x/menit

RR: 59x/menit

Suhu: 37,7oC

3) Kepala: tidak ada kelainan

4) Mata: konjungtiva tidak anemis, sclera putih, pupil isokor

5) Mulut : tampak pucat, bersih


6) Hidung: ada pernapasan cuping hidung
7) Paru:
Inspeksi: retraksi dinding dada
Palpasi: -
Perkusi: pekak
Auskultasi: ronchi.
8) Jantung: jika tidak ada kelainan
9) Abdomen : simetris, tidak teraba massa, bising usus 36x/menit.
10) Ekstremitas: sendi bergerak bebas.

d. Pemeriksaan laboratorium :
1) Hemoglobin 12.0 g/dL
2) Eritrosit 5.60 10^6/uL
3) Hematokrit 39.9%
4) Monosit 10.8%
5) Neutrofil 3.25 10^3/uL
6) Limfosit 7.79 10^3/uL
7) Trombosit 276 10^3/uL.
e. Terapi :
1) Dextrose 5% ½ NaCl 1000cc/24 jam (14 tetes per menit)
2) Dexametazole 2 x 2 mg per IV
3) Amoxycilin 3x 1½ ctg
4) Cefotaxime 3 x 300 mg per IV.

2. Analisa Data
No Analisa data Etiologi Masalah
1 DS : Ibu klien Bersihan jalan
mengatakan, klien nafas tidak
mengalami batuk-batuk efektif
namun tidak dapat
mengeluaran dahak.

DO : Klien
tampak batuk,
sesak nafas,
terdengar bunyi
nafas ronchi
TTV :-
RR : 59x/menit,
Suhu : 37.7oC,
Nadi : 103x/menit

2 DS : Ibu klien Pola nafas tidak


efektif
mengatan klien
mengalami sesak nafas.

DO: Terdapat
pernapasan cuping
hidung, retraksi dinding
dada dan penggunaan
otot bantu nafas,
terpasang O2 masker
5 liter per menit
RR: 59x/menit.

Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebihan


yang ditandai dengan klien mengalami batuk-batuk namun tidak dapat
mengeluaran dahak, klien tampak batuk, sesak nafas, terdengar bunyi nafas
ronchi, TTV :- , RR : 59x/menit, suhu : 37.7oC, nadi : 103x/menit.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan


yang ditandai ibu klien mengatan klien mengalami sesak nafas, terdapat
pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada dan penggunaan otot bantu
nafas, terpasang O2 masker 5 liter per menit, RR: 59x/menit.
3. Intervensi
No Tujuan / Kriteria Intervensi

Dx Hasil

1. Setelah dilkukan tindakan 1. Atur posisi fowler/semi fowler


keperawatan selama 2x24 jam untuk meminimalkan ventilasi

diharapkan suhu badan klien menurun 2. lakukan fisioterapi dada jika


dan stabil dengan perlu

Kriteria Hasil: 3. observasi adanya bunyi nafas


tambahan,
1. Batuk berkurang
4. monitor tanda-tanda vital,
2. Tidak terdapat mukus
5. ajarkan nafas dalam dan batuk
3. Ttv dalam batas normal
efektif
6. keluarkan sekret dengan batuk
atau suction,
7. kolaborasi pemberian terapi uap
8. kolaborasi pemberian terapi
intavena.

1. Observasi irama, kedalaman,


dan kesulitan bernapas.
Setelah dilkukan tindakan 2. Catat pergerakan dada
2.
keperawatan selama 2x24 jam 3. Catat ketidaksimetrisan,
diharapkan suhu badan klien menurun penggunaan otot bantu nafas,
dan stabil dengan dan retraksi otot
Kriteria Hasil : supraclavikulas
1. Sesak nafas berkurang 4. Monitor pola nafas
2. Tidak ada pernafasan cuping 5. Atur posisi semi fowler
hidung 6. Kolaborasi pemberian O2 dan
3. Tidak ada tarikan dinding dada bronchodilator.
4. Tidak ada penggunaan otot
bantu nafas

4. Implementasi

No Dx Tanggal/Jam Implementasi TTD


1 7 Juli 2020/ Melakukan fisioterapi dada
11.00 wita
1 11.20 Memberi terapi nebulizer combivent
2 11.50 Mengobservasi kecepatan, irama, dan
adanya pernafasan cuping hidung
2 11. 55 Mengatur posisi semifowler
2 12.00 Memberi injeksi dexamethason 2mg/iv
2 12.05 Mengobservasi TTV
RR : 71x/menit
N : 122x/menit
S : 37,3 o C
1 8 Juli 2020/ Melakukan fisioterapi dada
08.30
1 09.00 Memberikan terapi nebulizer combivent
2 10.00 Mengobservasi adanya bunyi nafas
tambahan
2 10.05 Memberi posisi semifowler
2 12.00 Memberi injeksi dexamethason 2mg/iv
2 12.10 Mengobservasi TTV
RR : 65x/menit
S: 37,5 o C

5. Evaluasi

Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf


8 Juli 2020 bersihan jalan nafas tidak S : Ibu mengatakan klien
efektif berhubungan masih batuk
dengan mukus yang
berlebihan O : terdapat mucus pada
hidung, terdengar bunti
ronchi
RR : 65x/menit

A : masalah belum
teratasi

P : intervensi dilanjutkan
8 Juli 2020 pola nafas tidak efektif S : ibu mengatakan klien
berhubungan dengan masih sesak
keletihan otot
pernapasan O : klien tampak sesak,
ada pernafasan cuping
hidung, ada retraksi otot
dada.
RR : 65x/menit

A : MAsalah belum
teratasi

P : lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification. Yogyakarta:


Mocomedia

Moorhead, Sue dkk. 2013. Nursing Outcome Classification. Yogyakarta:


Mocomedia

Muttaqin, Arif .2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan, Salemba Medika, Jakarta.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M. Wilson . 2005 . Patofisiologi:


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol 2 ed 1 . Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran (EGC).

Smeltzer, Suzzane C . 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


& Suddarth vol 1 ed 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Anda mungkin juga menyukai