Anda di halaman 1dari 26

Laporan kasus

ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh :

dr. Jessy Latni Gusniarta

Pembimbing :
dr. Nur Ikhwani

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KECAMATAN MANDAU


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
mediator inflamasi yang ditandai adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di
dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran
pernafasan kronik. World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta
penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus
bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan
bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus
meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani
dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi
lagi pada masa akan datang serta mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan
kualitas hidup pasien.1
Penyakit ini diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat ringan
sampai berat, dan beberapa kasus dapat menyebabkan kematian. Asma merupakan
penyakit kronis yang sering muncul pada masa kanak-kanak dan usia muda sehingga
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan berpotensi mengganggu tumbuh
kembang anak.1
Asma memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering menyebabkan
anak tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta aktivitas seluruh
keluarga, juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat, menurunkan kualitas hidup
penderitanya, dan menimbulkan masalah pembiayaan. Selain itu, mortalitas asma
relatif tinggi. WHO memperkirakan terdapat 250.000 kematian akibat asma.1
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan
tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk

2
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan
frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah
menghindari faktor penyebab.2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperaktivitas saluran respiratori dengan derajat yang
bervariasi. 1
Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada
tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung
memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.1,2

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2014),
prevalensi  penyakit asma pada anak usia di bawah 18 tahun adalah 6.292 orang atau
8,6% di USA. Prevalensi asma di Indonesia umur 5-14 tahun adalah sekitar
16,78%.3,4

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko2


Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor host
-genetik
- obesitas
-jenis kelamin
2. Faktor lingkungan
(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, jamur)
(b) Alergen di luar ruangan (tepung sari)
(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan
laut, susu sapi, telur)
(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)
(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
(f) Ekspresi emosi berlebih

4
(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
(i) Exercise induced asthma, asama yang kambuh ketika melakukan aktivitas
tertentu
(j) Perubahan cuaca

2.4 Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai
oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas
hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan
penyakit atopik mengidap asma. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran
respiratori serta sel goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma,
terutama yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma,
memperlihatkan perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat
menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori.6

Patofisiologi asma

A. Obstruksi saluran respiratori

5
Penyempitan saluran napas terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang
diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Mediator tersebut
antara lain histamin, triptase, prostaglandin D2, dan leukotriene C4 yang dikeluarkan
oleh sel mast. Penyempitan saluran napas mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial, maksimal sampai bronkus kecil dengan diameter 2-5 mm. Resistensi
saluran pernapasan mengalami peningkatan dan laju ekspirasi maksimal mengalami
penurunan yang mempengaruhi volume paru secara keseluruhan. Penyempitan
saluran napas pada daerah perifer menyebabkan peningkatan volume residu. Salah
satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran napas adalah kecenderungan
untuk bernapas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih besar
yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks. 6

B. Hiperaktivitas saluran respiratori


Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan
penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan
dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh
terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding
saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut.6
C. Hipersekresi mukus
Hipersekresi mukus pada pasien asma melibatkan dua mekanisme
patofisiologi yaitu sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia hingga
terjadi sekresi sel granulasi. Mediator penting yang dikeluarkan oleh sel goblet, yang
mengalami metaplasia dan hiperplasia merupakan bagian dari rantai inflamasi. 7

2.5 Klasifikasi Asma


Klasifikasi menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 20152
Gejala Karakterikstik
Wheezing, batu, sesak napas, dada - biasanya lebih dari 1 gejala
tertekan, produksi sputum respirataori

6
- gejala berfluktuasi intensitasnya
seiring waktu
- gejala memberat pada malam atau
dini hari
- gejala timbul bila ada pencetus
konfirmasi adanya limitasi aliran udara
ekspirasi
Gambaran obstruksi saluran respiratori FEV1 rendah (<80% nilai prediksi )
FEV1/FVC <90%
Uji reversibilitas (pascabronkodilator) Peningkatan FEV1 >12%
Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13%
Uji provokasi Penurunan FEV1 >20%, atau PEFR
>15%

Klasifikasi derajat asma menurut PNAA 20152


Derajat asma Uraian kekerapan gejala asma
intermiten Episode gejala asma <6x/ tahun atau jarak antar gejala >6
minggu
Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan,<1xminggu
Persisten sedang Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari
Persisten berat Episode gejala asma hamper tiap hari

Perbedaan klasifikasi PNAA 2004 dan PNAA 20152


PNAA 2004 PNAA 2015
Episodik jarang intermiten
Episodik sering Persisten ringan
Persisten Persisten sedang
Persisten berat

Kriteria terkendali menurut PNAA 20158

7
Klasifikasi serangan asma menurut PNAA 20152
Asma serangan ringan Asma serangan berat Serangan asma dengan
sedang ancaman henti napas
- bicara dalam kalimat - bicara dalam kata - -mengantuk
- lebih senang duduk - duduk bertopang - letargi
daripada berbaring lengan
- tidak gelisah - gelisah
- frekuensi napas - frekuensi napas
meningkat meningkat
- frekuensi nadi - frekuensi nadi

8
meningkat meningkat
- retraksi minimal - retraksi jelas
- spO2 (udara kamar)
90-95%
- PEF >50% prediksi
terbaik

2.5 Manifestasi klinis7


Anamnesis harus dilakukan dengan cermat agar didapatkan riwayat penyakit
yang akurat mengenai gejala sulit bernapas, mengi atau dada terasa berat yang
bersifat episodik dan berkaitan dengan musim, serta adanya riwayat asma atau
penyakit atopi pada anggota keluarga. Beberapa pertanyaan berikut sangat berguna
dalam pertimbangan diagnosis asma :
- apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?
- Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?
- Apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah berolahraga?
- Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat, atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
- Apakah jika mengalami pilek anak membutuhkan >10 hari untuk sembuh?
- Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan anti-asma?
Pada anak dengan gejala batuk rekuren dan mengi, ada beberapa hal yang
harus ditanyakan untuk memperikirakan diagnosis banding, yaitu :
- Apakah anak atau orangtua benar-benar menjelaskan apa yang disebut
dengan mengi?
- Apakah terdapat gejala saluran napas atas: mendengkur, rhinitis,
rinosinusitis?
- Apakah gejala timbul sejak hari pertama kehidupan?
- Apakah awitan gejala sangat tiba-tiba atau mendadak?
- Apakah terdapat batuk berdahak yang kronik atau disertai produksi
sputum?

9
- Apakah mengi memburuk atau anak menjadi irritable setelah makan dan
bertambah buruk jika berbaring, muntah atau tersedak?
- Apakah terdapat gejela atau gambaran klinis kelainan imunodefisiensi
sistemik?
- Apakah gejala berlangsung kontinu dan tidak berkurang atau membaik?

2.6 Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik dalam keadaan stabil tanpa gejala, biasanya tidak
ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat
terdengar wheezing baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau yang
terdengar dengan stetoskop.

2.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas akibat
obstruksi, hipereaktivitas dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya atopi pada
pasien.
a. Uji fungsi paru dengan sirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk menilai
variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan dengan pemeriksaan peak
flow meter.
b. Akin test prick, eosinophil darah, pemeriksaan IgE pesifik
c. Uji inflamasi saluran respiraori
d. Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan hipertonik

2.8 Diagnosis Asma


Diagnosis asma ditemukan gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat
di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca, makan, pengukuran faal paru.11
Anamnesis
Riwayat penyakit / gejala :
a. Bersifat episodik, sering kali reversible dengan atau tanpa pengobatan

10
b. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
c. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
d. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
e. Respons terhadap pemberian bronkodilator
f. Riwayat keluarga
g. Riwayat alergi

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela
iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal) dan sianosis.
b. Palpasi : palpasi pada asma biasanya tidak ditemukan kelainan, tetapi pada
serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus.
c. Perkusi : pada perkusi biasanya tidak di temukan kelainan.
d. Auskultasi : pada auskultasi di dapatkan ekspirasi memanjang, mengi

Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP)
melalui prosedur standar yang bergantung pada kemampuan penderita. Untuk
mendapatkan nilai akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi saluran pernapasan dapat diketahui
dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1< 80% nilai prediksi.9
2. Arus Puncak Respirasi (APE)
Pemeriksaan ini dapat menggunakan spirometri atau dengan alat peak
expiratory flow meter (PEF). Alat PEF ini dapat digunakan di rumah untuk
memantau kondisi asma pasien. 9
3. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus sebaiknya dilakukan pada penderita dengan gejala
asma dan faal paru normal. Uji ini mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi

11
spesifisitasnya rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis
asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut
asma. Hasil positif dapat ditemukan pada penyakit lain seperti rinitis alergika,
PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis kistik.11
4. Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi dalam asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut dapat membantu untuk
mengetahui faktor pencetus. 11
5. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukanPenilaian untuk awal
menyingkirkan penyakit lain. Pada
Riwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila
mungkin faal paru (APE atau VEP1). AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi.
serangan asma ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.11
Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam
6. Darah Rutin Jiwa

Pada asma, eosinofil total akan meningkat dalam darah.11


diawal
Pengobatan
Oksigenasi dengan nasal kanul
7. Analisa
Inhalasi β2Gas Darah
agonis kerja singkat (nebulisasi) setiap 20 menit dalam 1 jam atau β 2 agonis injeksi (Terbutalin 0,5
ml SK atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK)
Pemeriksaan analisasistemik:
Kortikostreroid gas darah dilakukan pada pasien asma yang sangat berat dan
Serangan asma berat
ditemukan
Tidak hiperkapnia
ada respons segeradengan PaCO2>
dengan pengobatan 45 mmHg, hipoksemia dan asidosis
bronkoldilator
Dalam kortikosteroid oral
respiratorik.
Penilaian ulang setelah 1 jam
Pem.Fisik, saturasi O2, dan pem. Lain atas indikasi

Respons baik Respons tidak sempurna Respons buruk dalam 1 jam


Respons baik dan stabil dalam 60 Risiko tinggi distres Risiko tinggi distress
menit Pem. Fisik: gelaja ringan-sedang Pem fisik: berat, gelisah, dan
Pem. Fisik normal APE > 50% tetapi < 70% kesadaran menurun
APE > 70%/prediksi nilai terbaik Saturasi O2 tidak ada perbaikan APE <30%
Saturasi O2> 90% (95% pada PaCO2 >45%
anak) PaO2 <60%

2.9 Tatalaksana serangan asma


Algoritma tatalaksana serangan asmadi11RS
Di Rawat Di Rawat di ICU
Pulang
Pengobatan dilanjutkan dengan Inhalasi β2 agonis ± anti-kolinergik Inhalasi β2 agonis ± anti-
inhalasi β2 agonis Kortikosteroid sistemik kolinergik
Membutuhkan kortikosteroid oral Aminofilin drip Kortikosteroid IV
Edukasi penderita: Terapi O2 pertimbangkan nasal Pertimbangkan β2 agonis injeksi
Memakai obat yang benar kanul atau masker venturi SC/IM/IV
Ikuti rencana pengobatan Pantau APE, sat. O2, nadi, kadar Terapi O2 menggunakan masker
selanjutnya teofilin venturi
Aminofilin drip
Mungkin perlu intubasi dan
ventilasi mekanik
Pulang Perbaikan Tidak
Bila APE> 60% prediksi/terbaik.
Di Rawat di ICU 12
perbaikan
Tetap berikan pengobatan oral atau
inhalasi Bila tidak perbaikan dalam
6-12 jam
Gambar 3. Tatalaksana serangan asma
2.10 Terapi medikamentosa
1. Bronkodilator
Beta adrenergik agonis merupakan terapi fundamental dan obat pilihan pada
seranagn asma. Stimulasi terhadap reseptor-reseptor beta adrenergik menyebabkan
perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas
yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain juga dapat terjadi, seperti

13
peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vascular, dan berkurangnya
pelepasan mediator dari sel mast. Reseptor B1 terutama terdapat di jantung
sedangkan B2 berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel
inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, serta hepar dan pancreas. Golonan
obat ini terdiri dari epinefrin/adrenalin dan b2 agonis selektif.7,8,9

2. Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi
β2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1
cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam.
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia
diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah
kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan :
 Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang
cukup lama.
 Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid
hirupan sebagai kontroler.
 Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.

Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai


perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang
di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2
mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari.7
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini
bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis
eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan
paru dan menurunkan permeabilitas vascular.7,8,9

14
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi
kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid
minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4
sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis
dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8
jam.7,8,9
Obat – obat Pengontrol7,8,9
Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin,
cromones, dan long acting oral β2-agonist.
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling
efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal
dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam
pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi
pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-
gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di
rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial,
dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis,
mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya
down regulation receptor β2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari
(respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan
sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.
2. Long acting β2 Agonist (LABA)
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian
ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV 1
pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway
remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi
fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol

15
(Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini
mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.7,8,9
3. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan
glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid
inhalasi dosis rendah. 7,8,9
Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan
SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung.
Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi
dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai
10mg/kgBB/hari.

2.11 Terapi Suportif


a. Terapi oksigen
Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula
hidung, masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen,
sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).
b. Terapi cairan
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya
asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic
teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi
peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya
retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang
memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5
kali kebutuhan rumatan.8,9

2.11.1 Cara Pemberian Obat8,9

UMUR ALAT INHALASI


< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

16
Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat
perenggang (spacer)
5-8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
>8 tahun Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler

2.12. Prevensi dan Intervensi Dini


- Pengendalian lingkungan : menghindarkan anak dari asap rokok, tidak
memelihara hewan berbulu, memperbaiki ventilasi ruangan, mengurangi
kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.
- Menghindari makanan berpotensi alergen, menghindari resiko batuk

17
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : An. MA
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 10 Desember 2018

ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Diberikan oleh : Ibu pasien

Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


- 2 hari SMRS, ibu pasien mengeluhkan anaknya batuk. Batuk berdahak, dahak
berwarna putih kental, tidak bercampur darah dan sulit untuk dikeluarkan
sehingga saat tidur berbunyi banyak lendir. Batuk semakin berat jika pada
malam hari terutama saat cuaca dingin.
- 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak napas, sesak muncul pada malam hari
hingga pasien terbangun dari tidurnya. Sesak napas dirasakan terus menerus dan
memberat hingga dini hari. Sesak napas tidak hilang dengan beristirahat, suara
napas terdengar bunyi ”ngik”. Sesak tidak diserati dnegan nyeri dada, pasien
lebih nyaman pada posisi duduk dari pada berbaring. Pasien hanya bisa bicara
per kalimat saat sesak. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan ini
- Mual dan muntah tidak ada. Demam (-), pilek (-) BAB dan BAK tidak ada
keluhan.

18
Riwayat Penyakit Dahulu
- Sebelumnya tidak diketahui riwayat alergi
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga memiliki riwayat asma
- Ibu pasien memiliki riwayat alergi dingin
- Riwayat TB (-)
Riwayat Imunisasi : lengkap
Riwayat sosial ekonomi :
Tinggal di pemukiman padat
Ayah seorang karyawan
Ibu seorang ibu rumah tangga
Memiliki 2 saudara

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Tanda-tanda vital
TD :100/70 mmhg
Suhu : 36,4
Nadi :106 x/menit
Nafas : 39 x/menit
BB : 16,4 kg

Kepala :Normocephali
Mata
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : isokor
Refleks cahaya : +/+
Telinga : dalam batas normal

19
Hidung : dalam batas normal
Mulut
Bibir : basah
Selaput lendir : basah
Palatum : utuh
Lidah : tidak kotor
Gigi : karies (-), berlubang (-)

Leher
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kaku kuduk : tidak ada
Toraks
 Paru:
o Inspeksi : - Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
- retraksi suprasternal (+), retraksi subcostal (+)
o Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri simetris
o Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
o Auskultasi : Vesikuler +/+, Wheezing (+/+) di seluruh lapangan paru,
ronkhi (-/-)
 Jantung :
o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis tidak teraba
o Perkusi :
 Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
 Batas jantung kiri linea midklavikula sinistra
o Auskultasi : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Perut tampak datar, venektasi (-), scar (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal 8x/menit

20
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani

Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2detik, Edema (-).
Status neurologis : Refleks fisiologis (-)
Refleks patologis (-)

Pemeriksaan Penunjang
Hb : 12,9 g/dL
Hematokrit : 38,1%
Leukosit : 10.460
Trombosit : 410.000
N/L/M/E/B : 78/12/8/2/0
CRP Kualitatif (+)
CRP Kuantitatif : +24 mg/l

21
Foto Toraks
Interprestasi
• Trakea di tengah, tidak ada deviasi
• Tulang klavikula, skapula, iga,
vetebrae intak
• Sela iga tidak melebar
• Sudut kostofrenikus kanan dan kiri
lancip
• Diafragma kanan licin dan kiri sulit
dinilai
• Corakan brokovaskular meningkat,
infiltat(-)
• CTR < 50%
• Kesan :
Bronkitis
jantung dalam batas normal

Interpretasi
• Trakea di tengah, tidak ada deviasi
• Tulang klavikula, skapula, iga, vetebrae intak
• Sela iga tidak melebar
• Sudut kostofrenikus kanan dan kiri lancip
• Diafragma kanan licin dan kiri sulit dinilai
• Corakan brokovaskular dikedua lapangan paru meningkat, tidak tampak infiltrat
• CTR < 50%
• Kesan :
Bronkitis 22
Jantung dalam batas normal
Diagnosis : Asma bronkial serangan akut derajat sedang

Terapi di IGD
• O2 kanul nasal 2L/menit
• IVFD kaen 1B 18 tpm makro
• Nebu ventolin 1 respul + Nacl 0,9% 2,5 cc per 2 jam
• Inj Dexametason 8 mg extra dilanjutkan 3x3 mg
• Rawat inap

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

23
Follow Up

10-12-2018 11-12-2018 12-12-2018 13-12-2018


S Sesak (+), sbatuk Sesak berkurang Sesak (-), batuk (+), Sesak (-), batuk
(+), demam (-) batuk (+), demam demam (-) berkurang,
(-) demam (-)

O KU: tampak sakit KU: tampak sakit KU: tampak sakit KU: tampak
sedang sedang sedang sakit sedang
Kes : komposmentis Kes : komposmentis Kes : komposmentis Kes :
TD : 100/70 mmhg, TD : 100/70 mmhg, TD : 100/70 mmhg, komposmentis
nadi 110x/menit. nadi 109x/menit. nadi 108x/menit. TD : 100/70
Rr;38 x/menit, T : Rr;36 x/menit, T : Rr;28 x/menit, T : mmhg, nadi
36,8 36,9 37.0 90x/menit.
Mata : konjuntiva Mata : konjuntiva Mata : konjuntiva Rr;27 x/menit, T
anemis (-/-), pupil anemis (-/-), pupil anemis (-/-), pupil : 37.0
isokor isokor isokor Mata :
Mulut : erosi lidah Mulut : erosi lidah Mulut : erosi lidah konjuntiva
(-) (-) (-) anemis (-/-),
Paru : vesikuler Paru : vesikuler (+/ Paru : vesikuler (+/ pupil isokor
(+/+), rhonki (-/-), +), rhonki (-/-), +), rhonki (-/-), Mulut : erosi
wheezing (+/+) wheezing (-/-) wheezing (-/-) lidah (-)
Paru : vesikuler
(+/+), rhonki
(-/-), wheezing
(-/-)

A Asma bronkial Asma bronkial Asma bronkial Asma bronkial


serangan akut serangan akut serangan akut serangan akut
derajat sedang derajat sedang derajat sedang derajat sedang
dalam perbaikan dalam perbaikan perbaikan

P IVFD Kaen 1B 18 IVFD Kaen 1B 18 IVFD Kaen 1B 18 Boleh Pulang


tpm makro tpm makro tpm makro - ambroxol 8
-Nebu ventolin 1 -ambroxol 8 mg - ambroxol 8 mg mg
respul + Nacl Salbutamol 1,6 Salbutamol 1,6 Salbutamol
0,9% 2,5 cc per 2 mg mg 1,6 mg
jam Trilac 4 mg Mf dtd pulv 3 dd Mf dtd pulv 3
-Inj Mf dtd pulv 3 dd pulv 1 dd pulv 1
Dexametason pulv 1 - cetirizin syr 1x - cetirizin syr
3x3 mg - cetirizin syr 1x cth1 1x cth1
cth1 -azitromicin syr -Azitromicin
1x 4cc syr 1x4 cc

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Yani FF. Renewing diagnosis and classification of asthma in children. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unand-RS M Djamil. 2015.

2. Indawati W. diagnosis and classification asthma in children. UKK respirologi IDAI-


Tim revisi PNAA 2015.h5-7.

3. Center for disease control and prevention. Available from


http://www.cdc.gov/asthma/asthmadata.htm. (diakses tanggal 1 juni 2016)

4. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asma.pdf .
(diakses tanggal 29 mai 2016)

5. Arvin BK. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi 15. 2000.h.775-90.


6. Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. dalam:
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.
edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.85-96

7. Makmuri MS. Patofisiologi asma. Dalam Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : UKK Respirologi
IDAI. 2015.h.98-101

8. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno


B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI ; 2015. h.120-32.

9. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto


DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI ; 2015. h.98-104.

25
10. Indawati W. diagnosis and classification asthma in children. UKK respirologi IDAI-
Tim revisi PNAA 2015.h.19

11. Rahajoe N, Kartasasmista CB, Supriyanto B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma
Anak. Edisi kedua. Jakarta UKK respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015.
h.25-33

12. Indawati W. diagnosis and classification asthma in children. UKK respirologi IDAI-
Tim revisi PNAA 2015.h.18

13. Rahajoe N, Kartasasmista CB, Supriyanto B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma
Anak. Edisi kedua. Jakarta UKK respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015.
h.59-71

14. Rahajoe N, Kartasasmista CB, Supriyanto B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma
Anak. Edisi kedua. Jakarta UKK respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015.
h.35-47

26

Anda mungkin juga menyukai