Asma
Asma
ASMA BRONKIAL
Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Nur Ikhwani
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan
frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah
menghindari faktor penyebab.2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperaktivitas saluran respiratori dengan derajat yang
bervariasi. 1
Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada
tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung
memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.1,2
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2014),
prevalensi penyakit asma pada anak usia di bawah 18 tahun adalah 6.292 orang atau
8,6% di USA. Prevalensi asma di Indonesia umur 5-14 tahun adalah sekitar
16,78%.3,4
4
(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
(i) Exercise induced asthma, asama yang kambuh ketika melakukan aktivitas
tertentu
(j) Perubahan cuaca
2.4 Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai
oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas
hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan
penyakit atopik mengidap asma. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran
respiratori serta sel goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma,
terutama yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma,
memperlihatkan perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat
menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori.6
Patofisiologi asma
5
Penyempitan saluran napas terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang
diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Mediator tersebut
antara lain histamin, triptase, prostaglandin D2, dan leukotriene C4 yang dikeluarkan
oleh sel mast. Penyempitan saluran napas mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial, maksimal sampai bronkus kecil dengan diameter 2-5 mm. Resistensi
saluran pernapasan mengalami peningkatan dan laju ekspirasi maksimal mengalami
penurunan yang mempengaruhi volume paru secara keseluruhan. Penyempitan
saluran napas pada daerah perifer menyebabkan peningkatan volume residu. Salah
satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran napas adalah kecenderungan
untuk bernapas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih besar
yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks. 6
6
- gejala berfluktuasi intensitasnya
seiring waktu
- gejala memberat pada malam atau
dini hari
- gejala timbul bila ada pencetus
konfirmasi adanya limitasi aliran udara
ekspirasi
Gambaran obstruksi saluran respiratori FEV1 rendah (<80% nilai prediksi )
FEV1/FVC <90%
Uji reversibilitas (pascabronkodilator) Peningkatan FEV1 >12%
Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13%
Uji provokasi Penurunan FEV1 >20%, atau PEFR
>15%
7
Klasifikasi serangan asma menurut PNAA 20152
Asma serangan ringan Asma serangan berat Serangan asma dengan
sedang ancaman henti napas
- bicara dalam kalimat - bicara dalam kata - -mengantuk
- lebih senang duduk - duduk bertopang - letargi
daripada berbaring lengan
- tidak gelisah - gelisah
- frekuensi napas - frekuensi napas
meningkat meningkat
- frekuensi nadi - frekuensi nadi
8
meningkat meningkat
- retraksi minimal - retraksi jelas
- spO2 (udara kamar)
90-95%
- PEF >50% prediksi
terbaik
9
- Apakah mengi memburuk atau anak menjadi irritable setelah makan dan
bertambah buruk jika berbaring, muntah atau tersedak?
- Apakah terdapat gejela atau gambaran klinis kelainan imunodefisiensi
sistemik?
- Apakah gejala berlangsung kontinu dan tidak berkurang atau membaik?
10
b. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
c. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
d. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
e. Respons terhadap pemberian bronkodilator
f. Riwayat keluarga
g. Riwayat alergi
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela
iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal) dan sianosis.
b. Palpasi : palpasi pada asma biasanya tidak ditemukan kelainan, tetapi pada
serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus.
c. Perkusi : pada perkusi biasanya tidak di temukan kelainan.
d. Auskultasi : pada auskultasi di dapatkan ekspirasi memanjang, mengi
Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP)
melalui prosedur standar yang bergantung pada kemampuan penderita. Untuk
mendapatkan nilai akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi saluran pernapasan dapat diketahui
dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1< 80% nilai prediksi.9
2. Arus Puncak Respirasi (APE)
Pemeriksaan ini dapat menggunakan spirometri atau dengan alat peak
expiratory flow meter (PEF). Alat PEF ini dapat digunakan di rumah untuk
memantau kondisi asma pasien. 9
3. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus sebaiknya dilakukan pada penderita dengan gejala
asma dan faal paru normal. Uji ini mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi
11
spesifisitasnya rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis
asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut
asma. Hasil positif dapat ditemukan pada penyakit lain seperti rinitis alergika,
PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis kistik.11
4. Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi dalam asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut dapat membantu untuk
mengetahui faktor pencetus. 11
5. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukanPenilaian untuk awal
menyingkirkan penyakit lain. Pada
Riwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila
mungkin faal paru (APE atau VEP1). AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi.
serangan asma ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.11
Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam
6. Darah Rutin Jiwa
13
peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vascular, dan berkurangnya
pelepasan mediator dari sel mast. Reseptor B1 terutama terdapat di jantung
sedangkan B2 berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel
inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, serta hepar dan pancreas. Golonan
obat ini terdiri dari epinefrin/adrenalin dan b2 agonis selektif.7,8,9
2. Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi
β2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1
cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam.
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia
diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah
kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan :
Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang
cukup lama.
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid
hirupan sebagai kontroler.
Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
14
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi
kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid
minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4
sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis
dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8
jam.7,8,9
Obat – obat Pengontrol7,8,9
Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin,
cromones, dan long acting oral β2-agonist.
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling
efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal
dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam
pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi
pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-
gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di
rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial,
dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis,
mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya
down regulation receptor β2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari
(respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan
sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.
2. Long acting β2 Agonist (LABA)
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian
ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV 1
pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway
remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi
fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol
15
(Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini
mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.7,8,9
3. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan
glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid
inhalasi dosis rendah. 7,8,9
Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan
SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung.
Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi
dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai
10mg/kgBB/hari.
16
Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat
perenggang (spacer)
5-8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
>8 tahun Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler
17
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. MA
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 10 Desember 2018
ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Diberikan oleh : Ibu pasien
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS
18
Riwayat Penyakit Dahulu
- Sebelumnya tidak diketahui riwayat alergi
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga memiliki riwayat asma
- Ibu pasien memiliki riwayat alergi dingin
- Riwayat TB (-)
Riwayat Imunisasi : lengkap
Riwayat sosial ekonomi :
Tinggal di pemukiman padat
Ayah seorang karyawan
Ibu seorang ibu rumah tangga
Memiliki 2 saudara
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Tanda-tanda vital
TD :100/70 mmhg
Suhu : 36,4
Nadi :106 x/menit
Nafas : 39 x/menit
BB : 16,4 kg
Kepala :Normocephali
Mata
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : isokor
Refleks cahaya : +/+
Telinga : dalam batas normal
19
Hidung : dalam batas normal
Mulut
Bibir : basah
Selaput lendir : basah
Palatum : utuh
Lidah : tidak kotor
Gigi : karies (-), berlubang (-)
Leher
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kaku kuduk : tidak ada
Toraks
Paru:
o Inspeksi : - Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
- retraksi suprasternal (+), retraksi subcostal (+)
o Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri simetris
o Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
o Auskultasi : Vesikuler +/+, Wheezing (+/+) di seluruh lapangan paru,
ronkhi (-/-)
Jantung :
o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis tidak teraba
o Perkusi :
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri linea midklavikula sinistra
o Auskultasi : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, venektasi (-), scar (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal 8x/menit
20
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2detik, Edema (-).
Status neurologis : Refleks fisiologis (-)
Refleks patologis (-)
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 12,9 g/dL
Hematokrit : 38,1%
Leukosit : 10.460
Trombosit : 410.000
N/L/M/E/B : 78/12/8/2/0
CRP Kualitatif (+)
CRP Kuantitatif : +24 mg/l
21
Foto Toraks
Interprestasi
• Trakea di tengah, tidak ada deviasi
• Tulang klavikula, skapula, iga,
vetebrae intak
• Sela iga tidak melebar
• Sudut kostofrenikus kanan dan kiri
lancip
• Diafragma kanan licin dan kiri sulit
dinilai
• Corakan brokovaskular meningkat,
infiltat(-)
• CTR < 50%
• Kesan :
Bronkitis
jantung dalam batas normal
Interpretasi
• Trakea di tengah, tidak ada deviasi
• Tulang klavikula, skapula, iga, vetebrae intak
• Sela iga tidak melebar
• Sudut kostofrenikus kanan dan kiri lancip
• Diafragma kanan licin dan kiri sulit dinilai
• Corakan brokovaskular dikedua lapangan paru meningkat, tidak tampak infiltrat
• CTR < 50%
• Kesan :
Bronkitis 22
Jantung dalam batas normal
Diagnosis : Asma bronkial serangan akut derajat sedang
Terapi di IGD
• O2 kanul nasal 2L/menit
• IVFD kaen 1B 18 tpm makro
• Nebu ventolin 1 respul + Nacl 0,9% 2,5 cc per 2 jam
• Inj Dexametason 8 mg extra dilanjutkan 3x3 mg
• Rawat inap
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
23
Follow Up
O KU: tampak sakit KU: tampak sakit KU: tampak sakit KU: tampak
sedang sedang sedang sakit sedang
Kes : komposmentis Kes : komposmentis Kes : komposmentis Kes :
TD : 100/70 mmhg, TD : 100/70 mmhg, TD : 100/70 mmhg, komposmentis
nadi 110x/menit. nadi 109x/menit. nadi 108x/menit. TD : 100/70
Rr;38 x/menit, T : Rr;36 x/menit, T : Rr;28 x/menit, T : mmhg, nadi
36,8 36,9 37.0 90x/menit.
Mata : konjuntiva Mata : konjuntiva Mata : konjuntiva Rr;27 x/menit, T
anemis (-/-), pupil anemis (-/-), pupil anemis (-/-), pupil : 37.0
isokor isokor isokor Mata :
Mulut : erosi lidah Mulut : erosi lidah Mulut : erosi lidah konjuntiva
(-) (-) (-) anemis (-/-),
Paru : vesikuler Paru : vesikuler (+/ Paru : vesikuler (+/ pupil isokor
(+/+), rhonki (-/-), +), rhonki (-/-), +), rhonki (-/-), Mulut : erosi
wheezing (+/+) wheezing (-/-) wheezing (-/-) lidah (-)
Paru : vesikuler
(+/+), rhonki
(-/-), wheezing
(-/-)
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Yani FF. Renewing diagnosis and classification of asthma in children. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unand-RS M Djamil. 2015.
4. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asma.pdf .
(diakses tanggal 29 mai 2016)
7. Makmuri MS. Patofisiologi asma. Dalam Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : UKK Respirologi
IDAI. 2015.h.98-101
25
10. Indawati W. diagnosis and classification asthma in children. UKK respirologi IDAI-
Tim revisi PNAA 2015.h.19
11. Rahajoe N, Kartasasmista CB, Supriyanto B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma
Anak. Edisi kedua. Jakarta UKK respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015.
h.25-33
12. Indawati W. diagnosis and classification asthma in children. UKK respirologi IDAI-
Tim revisi PNAA 2015.h.18
13. Rahajoe N, Kartasasmista CB, Supriyanto B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma
Anak. Edisi kedua. Jakarta UKK respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015.
h.59-71
14. Rahajoe N, Kartasasmista CB, Supriyanto B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma
Anak. Edisi kedua. Jakarta UKK respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015.
h.35-47
26