Anda di halaman 1dari 13

I.

Deskripsi ampibi (kodok dan katak)


A. Klasifikasi
Amphibia

Amphibia merupakan hewan yang melalui masa hidupnya di dua alam (perairan dan daratan).
Pada saat telur dan berudu, Amphibia hidup di air dan pada saat sudah dewasa hidup di darat.
Oleh karena itu, alat pernapasan Amphibia juga berubah dari insang (saat masih berudu)
menjadi paru-paru (pada masa dewasa). Oleh karena proses perubahan bentuk ini, Amphibia
dikenal sebagai hewan yang melakukan metamorfosis. Amphibia mempunyai kulit yang
halus tanpa sisik. Kulit ini juga digunakan untuk pertukaran gas-gas. Salah satu contoh
Amphibia yang banyak hidup di Indonesia adalah katak.

Amphibia mempunyai nilai penting bagi manusia, walaupun secara tidak langsung. Sebagai pemakan
serangga, katak merupakan hewan yang berjasa untuk mengendalikan pertambahan jumlah serangga-
serangga yang merugikan. Meskipun tidak terlalu lazim, katak ada juga yang

B. Kehidupan kodok dan katak


Kodok dan katak mengawali hidupnya sebagai telur yang diletakkan induknya di air, di
sarang busa, atau di tempat-tempat basah lainnya. Beberapa jenis kodok pegunungan
menyimpan telurnya di antara lumut-lumut yang basah di pepohonan. Sementara jenis kodok
hutan yang lain menitipkan telurnya di punggung kodok jantan yang lembab, yang akan
selalu menjaga dan membawanya hingga menetas bahkan hingga menjadi kodok kecil.Sekali
bertelur katak bisa menghasilkan 5000-20000 telur, tergantung dari kualitas induk dan
berlangsung sebanyak tiga kali dalam setahun.

Telur-telur kodok dan katak menetas menjadi berudu atau kecebong (b. Inggris: tadpole),
yang bertubuh mirip ikan gendut, bernafas dengan insang dan selama beberapa lama hidup di
air. Perlahan-lahan akan tumbuh kaki belakang, yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya
kaki depan, menghilangnya ekor dan bergantinya insang dengan paru-paru. Setelah masanya,
berudu ini akan melompat ke darat sebagai kodok atau katak kecil.

Kodok dan katak kawin pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat bulan mati atau pada
ketika menjelang hujan. Pada saat itu kodok-kodok jantan akan berbunyi-bunyi untuk
memanggil betinanya, dari tepian atau tengah perairan. Beberapa jenisnya, seperti kodok
tegalan (Fejervarya limnocharis) dan kintel lekat alias belentung (Kaloula baleata), kerap
membentuk ‘grup nyanyi’, di mana beberapa hewan jantan berkumpul berdekatan dan
berbunyi bersahut-sahutan. Suara keras kodok dihasilkan oleh kantung suara yang terletak di
sekitar lehernya, yang akan menggembung besar manakala digunakan.

Pembuahan pada kodok dilakukan di luar tubuh. Kodok jantan akan melekat di punggung
betinanya dan memeluk erat ketiak si betina dari belakang. Sambil berenang di air, kaki
belakang kodok jantan akan memijat perut kodok betina dan merangsang pengeluaran telur.
Pada saat yang bersamaan kodok jantan akan melepaskan spermanya ke air, sehingga bisa
membuahi telur-telur yang dikeluarkan si betina.

Telur kodok Dua ekor berudu Kodok tegalan dewasa

Habitat dan makanan


Kodok dan katak hidup menyebar luas, terutama di daerah tropis yang berhawa panas. Makin
dingin tempatnya, seperti di atas gunung atau di daerah bermusim empat (temperate), jumlah
jenis kodok cenderung semakin sedikit. Salah satunya ialah karena kodok termasuk hewan
berdarah dingin, yang membutuhkan panas dari lingkungannya untuk mempertahankan
hidupnya dan menjaga metabolisme tubuhnya.

Dendrobates pumilio, kodok berukuran 18–22 mm dengan kulit beracun dari Amerika
Tengah.

Hewan ini dapat ditemui mulai dari hutan rimba, padang pasir, tepi-tepi sungai dan rawa,
perkebunan dan sawah, hingga ke lingkungan pemukiman manusia. Bangkong kolong,
misalnya, merupakan salah satu jenis katak yang kerap ditemui di pojok-pojok rumah atau di
balik pot di halaman. Katak pohon menghuni pohon-pohon rendah dan semak belukar,
terutama di sekitar saluran air atau kolam.
Kodok memangsa berbagai jenis serangga yang ditemuinya. Kodok kerap ditemui
berkerumun di bawah cahaya lampu jalan atau taman, menangkapi serangga-serangga yang
tertarik oleh cahaya lampu tersebut.

Sebaliknya, kodok juga dimangsa oleh pelbagai jenis makhluk yang lain: ular, kadal, burung-
burung seperti bangau dan elang, garangan, linsang, dan juga dikonsumsi manusia.

Kodok membela diri dengan melompat jauh, mengeluarkan lendir dan racun dari kelenjar di
kulitnya; dan bahkan ada yang menghasilkan semacam lendir pekat yang lengket, sehingga
mulut pemangsanya akan melekat erat dan susah dibuka.

Jenis-jenis kodok dan katak


Beberapa jenis kodok yang umum didapatkan di Indonesia, di antaranya adalah

 bangkong bertanduk (Megophrys montana), di gunung-gunung


 bangkong serasah (Leptobrachium hasseltii), di hutan
 bangkong sungai (Bufo asper), di sekitar sungai
 bangkong kolong (B. melanostictus), di lingkungan rumah
 belentung (Kaloula baleata)
 kongkang kolam (Rana chalconota), di sekitar kolam, saluran air dan sungai
 kongkang gading (Rana erythraea), di kolam dan telaga
 bancet hijau (Occidozyga lima), di sawah-sawah
 kodok tegalan (Fejervarya limnocharis), di sawah dan tegalan
 kodok sawah (Fejervarya cancrivora), di sawah dan pematang
 kodok batu (Limnonectes macrodon), di sekitar sungai dan saluran air di kebun
 katak-pohon bergaris (Polypedates leucomystax), di dekat kolam dan genangan di kebun
 precil jawa (Microhyla achatina)

Kodok hutan:

 kongkang racun (Rana hosii), di hutan pedalaman


 kodok-puru hutan (Ingerophrynus biporcatus)
 katak kepala-pipih kalimantan (Barbourula kalimantanensis), berstatus terancam
kepunahan, satu-satunya kodok yang tidak berparu-paru
 bangkong tuli (Limnonectes kuhlii), di tepi sungai atau aliran air

Berikut adalah beberapa jenis kodok yang berstatus kritis dan terancam di Indonesia.

 kodok merah (Leptophryne cruentata), berstatus kritis, endemik Jawa Barat


 kodok pohon ungaran (Philautus jacobsoni), kritis, endemik hutan Jawa Tengah
 kongkang jeram (Hula masonii), berstatus rentan, endemik Taman Nasional Gunung
Halimun
 kodok pohon mutiara (Nytixalus margaritifer), rentan, endemik Taman Nasional
Gunung Halimun
 kodok pohon kaki putih (Philautus pallidipes), rentan, endemik Taman Nasional
Gunung Halimun
 kodok pohon jawa (Rhacophorus javanus), rentan, endemik Taman Nasional Gunung
Halimun
 Bufo valhallae, endemik di Pulau Weh.

SISTEM PENCERNAAN PADA KATAK.

Katak merupakan salah satu jenis hewan amphibi yang sepertinya paling akrab dengan
kehidupan manusia. Katak memiliki kebiasaan hidup di daerah yang lembab dan kotor.
Sistem pencernaan pada katak sama dengan sistem pencernaan yang dimiliki oleh hewan
amphibi lainnya. 

Bagi sebagian orang, khususnya anak kecil, katak adalah hewan yang lucu. Dia berjalan
dengan cara melompat. Katak juga tidak menggigit. Namun, ada jenis katak yang bisa juga
membahayakan. Katak jenis ini mengandung air seni yang beracun, dan akan berbahaya bila
mengenai mata manusia. 

Di Indonesia, istilah katak (bangkong) sebanding dengan kodok. Yang membedakaan antara
keduanya adalah bentuk tubuh dan jenis kulit. Tekstur kulit yang dimiliki kodok lebih halus,
bentuk tubuhnya pendek, bulat gempal atau bahkan kurus.

Kodok juga pada umumnya memiliki kaki bagian belakang yang lebih panjang dibanding
kaki depan. Bagian belakang tubuhnya cenderung membungkuk dan tidak memiliki ekor. 

Sedangkan untuk katak (bangkong), memiliki kulit yang lebih kasar, bentol-bentol dan tidak
mulus, dan mempunyai kaki belakang yang lebih pendek. Cara paling mudah membedakan
keduanya adalah dengan memperhatikan cara ‘mereka’ melompat. Siapa yang dapat
melompat lebih jauh maka dapat dipastikan ia adalah kodok, sedangkan yang memiliki
kekuatan lompat rendah ia adalah katak.

Seperti kebanyakan hewan-hewan amphibi, katak juga berasal dari telur. Biasanya oleh para
indukan katak, telur tersebut diletakkan di daerah lembap. Dalam sekali penetasan, telur yang
dihasilkan sebanyak 5000 hingga 20.000 butir telur. Mereka menetas sebanyak tiga kali
dalam satu tahun.

Telur katak yang sudah menetas kemudian berubah bentuk menjadi kecebong yang bernafas
dengan insang. Kemudian barulah tumbuh menjadi katak dewasa. Dalam pemenuhan
kebutuhannya, katak mengkonsumsi berbagai jenis serangga.
Makanya tidak heran bila kita sering menemukan katak berada di pojok-pojok ruangan, di
bawah sinar lampu, atau di semak-semak belukar, karena di situlah ia dapat memuaskan
perutnya yang kelaparan.  

Serangga yang telah di makan tersebut, kemudian di proses oleh sistem pencernaan pada
katak. Sistem pencernaan pada katak terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan.

Berikut adalah perjalanan serangga selama berada di sistem pencernaan katak:

 Perjalanan pertama serangga dalam tubuh katak berada di rongga mulut. Katak
mempunyai gigi berbentuk agak aneh (kerucut), dan lidah yang berguna untuk
menangkap mangsanya (serangga).

 Selanjutnya menuju esofagus. Esofagus adalah saluran pendek yang menghubungkan


rongga mulut dengan ventrikulus.

 Ventrikulus. Selayaknya manusia, katak rupanya juga memiliki lambung. Bentuk


lambung katak seperti kantung yang diciptakan untuk menampung serangga-serangga.

 Intestinum. Selain lambung, katak juga memiliki usus. Ususnya pun meliputi usus
halus dan usus tebal. Usus halus yang dimiliki katak, terdiri dari duodenum, jejenum,
dan ileum. Sedangkan usus besar katak berujung di rektum dan menuju saluran
pencernaan selanjutnya bernama kloaka.

 Kloaka. Kloaka bisa dikatakan sebagai


tempat terakhir sistem pencernaan pada
katak. Di sini, semuanya berkumpul jadi satu,
mulai dari hasil pencernaan makanan hingga
saluran reproduksi.  

C. SISTEM REPRODUKSI
1. Sistem Genitalia Amphibi Jantan
Pada amphibi jantan, testis berjumlah sepasang, berwarna putih kekuningan yang
digantungkan oleh mesorsium. Sebelah kaudal dijumpai korpus adiposum, terletak di bagian
posterior rongga abdomen.
Saluran reproduksinya yaitu, Tubulus ginjal akan menjadi duktus aferen dan membawa
spermatozoa dari testis menuju duktus mesonefrus. Di dekat kloaka, duktus mesonefrus pada
beberapa spesies akan membesar membentuk vasikula seminalis (penyimpan sperma
sementara). Vesikula seminalis akan membesar hanya saat musim kawin saja. Vasa aferen
merupakan saluran-saluran halus yang meninggalkan testis, berjalan ke medial menuju ke
bagian kranial ginjal. Duktus wolf keluar dari dorsolateral ginjal, ia berjalan di sebelah lateral
ginjal. Kloaka kadang-kadang masih jelas dijumpai.
Pada urodela lebih panjang daripada salientia yang berbentuk oval sampai bulat dan lebih
kompak. Pada caecilian, strukturnya panjang seperti rangkaian manik-manik. Pada
salamander testis terlihat lebih pendek dengan permukaan yang tidak rata. Badan lemak
terlihat pada gonad jantan.

2. Sistem Genitalia Amphibi Betina


Pada betina, ovarium berjumlah sepasang, pada sebelah kranialnya dijumpai jaringan lemak
berwarna kuning (korpus adiposum). Baik ovarium maupum korpus adiposum berasal dari
plica gametalis, masing-masing gonalis, dan pars progonalis. Ovarium digantungkan oleh
mesovarium.
Saluran reproduksi berupa oviduk yang merupakan saluran berkelok-kelok. Oviduk dimulai
dengan bangunan yang mirip corong (infundibulum) dengan lubangnya yang disebut oskum
abdominal. Oviduk di sebelah kaudal mengadakan pelebaran yang disebut dutus mesonefrus.
Dan akhirnya bermuara di kloaka. (Buku SH II, diktat asistensi Anatomi Hewan).

3. Pembuahan Eksternal
Sistem reproduksi pada amphibi, pembuahannya terjadi secara eksternal, artinya penyatuan
gamet jantan dan gamet betina terjadi di luar tubuh. Pada pembuahan eksternal biasanya
dibentuk ovum dalam jumlah besar, karena kemungkinan terjadinya fertilisasi lebih kecil dari
pada pembuahan secara internal.
Pada katak betina menghasilkan ovum yang banyak, kalau kita membedah katak betina yang
sedang bertelur, kita akan menjumpai bentukan berwarna hitam yang hampir memenuhi
rongga perutnya, itu merupakan ovarium yang penuh berisi sel telur, jumlahnya mencapai
ribuan.
Pada katak betina juga ditemukan semacam lekukan pada bagian leher, yang berfungsi
sebagai tempat ”pegangan” bagi katak jantan ketika mengadakan fertilisasi. Hal ini diimbangi
oleh katak jantan dengan adanya struktur khusus pada kaki depannya, yaitu berupan telapak
yang lebih kasar. Fungsinya untuk memegang erat katak betina ketika terjadi fertilisasi.

Sumber:

Tenzer, Amy. 2003. Petunjuk Praktikum Struktur Hewan II. Malang. Jurusan Biologi UM
Tim Asistensi. 1990. Diktat Asistensi Anatomi Hewan-Zoologi. Yogyakarta. Jurusan Zoologi
UGM
II. SISTEM PEREDARAN DARAH

DARAH
Darah katak terdiri dari plasma darah dan sel-sel darah. Plasma darah mengandung air,
protein, darah, dan garam-garam mineral. Sel-sel darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah)
dan leukosit (sel darah putih). Eritrosit pada katakmemiliki inti dan mengandung hemoglobin
untuk mengikat oksigen. Leukosit pada katak juga memiliki inti. Selain memiliki sitem
peredaran darah, katak juga memilki sistem peredaran limfe. System peredaran limfe
berperdan penting dalam pengambilan cairan tubuh ke dalam peredaran darah.

Sistem peredaran darah pada katak terdiri dari, jantung beruang tiga, arteri, vena, sinus,
venosus, kelenjar limfa, dan cairan limfa.darah katak tersusun dari plasma darah yang terang
(cerah) dan berisi sel – sel darah (korpuskula), yakni sel – sel darah merah , sel darah putih
dan keeping sel darah.
Jantung katak terdiri dari:
1. Sebuah bilik yang berdinding tebal dan letaknya disebelah posterior
2. Dua buah serambi , yakni serambi kanan (atrium dekster) dan serambi kiri (atrium sinister)
3. Sinus venosus yang berbentuk segitiga dan terletak disebelah dorsal dari jantung
4. Trunkus arteriosus berupa pembuluh bulat yang keluar dari bagian dasar anterior bilik.

     Untuk mencegah berbaliknya, aliran darah, di antara serambi dan bilik terdapat katup
(valve), sedangkan antara serambi kanan dan kiri terdapat sekat (septum). Di dalam trunkus
arteriosus terdapat katup spiralis. Darah yang mengandung CO2, dari seluruh tubuh masuk ke
jantung melalui vena kava (pembuluh balik tubuh). Darah ini mula – mula berkumpul di
sinus venosus, dan kemudian karena adanya kontraksi maka darah akan masuk serambi
kanan. pada saat itu, darah yang mengandung O2, yang berasal dari paru-paru masuk ke
serambi kiri. Bila kedua serambi berkontraksi maka darah akan terdorong ke dalam bilik.
Dalam bilik terjadi sedikit percampuran darah yang kaya O2 dan miskin O2.
    Untuk selanjutnya, darah yang kaya O2 dalam bilik dipompa melalui trunkus arteriosus
menuju arteri hingga akhirnya sampai di arteri yang sangat kecil (kapiler) diseluruh jaringan
tubuh. Dari seluruh jaringan tubuh, darah akan kembali kejantung melewati pembuluh balik
yang kecil (venula) dan kemudian ke vena dan akhirnya ke jantung, sementara itu, darah yang
miskin dipompa keluar melewati arteri konus tubular.
Pada katak dikenal adanya sistem porta , yaitu suatu sistem yang dibentuk oleh pembuluh
balik (vena ) saja.

Sistem Peredaran Darah Katak


Sistem peredaran darah katak berupa system peredaran darah tertutup dan peredaran
darah ganda. Pada system peredaran darah ganda, darah melalui jantung dua kali dalam satu
kali peredaran. Pertama, darah dari jantung menuju ke paru-paru kemudian kembali ke
jantung. Kedua, darah dari seluruh tubuh menuju ke jantung dan diedarkan kembali ke
seluruh tubuh.

Jantung katak terdiri dari tiga ruang, yaitu dua atrium (atrium kanan dan atrium kiri)
dan sebuah ventrikel. Di antara atrium dan ventrikel terdapat klep yang mencegah agar darah
di ventrikel tidak mengalir kembali ke atrium.

Darah yang miskin oksigen dari berbagai jaringan dan organ-organ tubuh mengalir ke
sinus venosus menuju atrium kanan. Darah dari atrium kanan mengalir ke ventrikel,
kemudian menuju ke arteri pulmonalis dan masuk ke paru-paru. Di paru-paru, karbon
dioksida dilepaskan dan oksigen diikat. Dari paru-paru darah mengalir ke vena pulmonalis,
kemudian menuju atrium kiri. Peredaran darah yang terjadi ini merupakan peredaran darah
kecil. selanjuntnya, dari atrium kiri darah mengalir ke ventrikel. Di dalam ventrikel terjadi
pencampuran darah yang mengandung oksigen dengan darah yang mengandung karbon
dioksida, meskipun dalam jumlah yang sedikit. Dari ventrikel, darah keluar melalui traktus
arteriosus (batang nadi) ke aorta yang bercabang ke kiri dan ke kanan. Masing-masing aorta
ini bercabang-cabang menjadi tiga arteri pokok, yaitu arterior (karotis) mengalirkan darah ke
kepala dank e otak, lengkung aorta mengalirkan darah ke jaringan internal dan alat dalam
tubuh, dan arteri posterior mengalirkan darah ke kulit dan paru-paru.

Sistem peredaran darah pada katak terdiri dari, jantung beruang tiga, arteri, vena, sinus,
venosus, kelenjar limfa, dan cairan limfa.darah katak tersusun dari plasma darah yang terang
(cerah) dan berisi sel – sel darah (korpuskula), yakni sel – sel darah merah , sel darah putih
dan keeping sel darah.
Jantung katak terdiri dari:
1. Sebuah bilik yang berdinding tebal dan letaknya disebelah posterior
2. Dua buah serambi , yakni serambi kanan (atrium dekster) dan serambi kiri (atrium sinister)
3. Sinus venosus yang berbentuk segitiga dan terletak disebelah dorsal dari jantung
4. Trunkus arteriosus berupa pembuluh bulat yang keluar dari bagian dasar anterior bilik.
     Untuk mencegah berbaliknya, aliran darah, di antara serambi dan bilik terdapat katup
(valve), sedangkan antara serambi kanan dan kiri terdapat sekat (septum). Di dalam trunkus arteriosus
terdapat katup spiralis. Darah yang mengandung CO2, dari seluruh tubuh masuk ke jantung.

III. KESIMPULAN

Ilmu biologi mempelajari berbagai macam sistem peredaran pada hewan salah satunya pada
makalah ini menjelaskan sistem peredaran darah pada katak.

Katak merupakan hewan ampibi yang memiliki sistem peredaran darah tertutup dan ganda.
Daftar pustaka
 (en) Duellman, William E., Schlager, Neil (2003). "Animal Life Encyclopedia:
Volume 6 Amphibians". Thomson-Gale ISBN 0-7876-5782-4
 Id.wikipedia.prg/wiki/kodok_dan_katak.
 www.anneahira.com/sistem_pencernaan_pada_katak.
 www. Wikipedia.com
Makalah Biologi

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA AMPHIBI


(KATAK)
SMA INFORMATIKA KOTA SERANG
Jl. KH. Amin Jasuta no.15b kaloran brimob serang

XI IPA 1
Kelompok 3 :
 Putri kitrianti
 Tuti handayani
 Lina gustiana
 M. faris
 Jaelani
 Yuliana R
 Ratu rizki A
 Nita N
 Agung Junio S

Anda mungkin juga menyukai