Anda di halaman 1dari 7

Tafsir Bi al-Ma’tsur Wa Bi al-Ra’yi

Oleh Ernawan Priarto

Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang yang berilmu. (QS. 29:43)

Sesungguhnya telah kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya
terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu.
Maka apakah kamu tiada memahaminya (QS. 21:10)

Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran. (QS. 38:29)

.Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan, (QS.
16:44)

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar


kamu memahaminya. (QS. 12:2)

Dan demikianlah, Kami telah menurunkan al-Qur'an itu sebagai peraturan (yang benar)
dalam bahasa Arab… (QS. 13:37)

Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia
dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muahammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa
Arab yang jelas. (QS. 26:192-195)

A – Pendahuluan
Allah SWT menerangkan dalam Al-Qur’anul Karim bahwasanya untuk memahami Al-
Qur’an, kita diharuskan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan benar. Kita
diwajibkan memperhatikan makna dibalik setiap ayat dalam Al-Qur’an agar kita dapat
menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita, sehingga kita mendapatkan
keberkahan yang banyak.

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, agar kita mudah memahami setiap perintah
dan larangan Allah SWT dan mudah untuk menjalankan agama yang lurus. Kewajiban
kita mempelajari Al-Qur’an tidak terlepas dari kewajiban kita mempelajari dan
memahami bahasa Arab dengan benar. Oleh sebab itu, marilah kita tingkatkan
kemampuan kita dalam bahasa Arab dan mempeluas wawasan ilmu agama kita.

Al-Qur’anul Karim diturunkan kepada Rasulullah, Muhammad SAW untuk membawa umat
manusia menuju ketaqwaan kepada Allah SWT. Kitab ini merupakan pedoman bagi umat
manusia untuk menuju jalan yang lurus, agama yang diridhoi Allah SWT, agar manusia
mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat.

Rasulullah SAW menyampaikan Al-Qur’an kepada para sahabatnya, orang-orang Arab


asli. Mereka dapat memahami Al-Qur’an berdasarkan naluri mereka. Bilamana mereka
menemui kesulitan memahami suatu ayat, mereka akan datang kepada Rasulullah SAW
dan mendapatkan uraian penjelasan langsung dari beliau.

Halaman 1 dari 7
Tafsir Bil Ma’tsur Wa Bir Ra’yi

Setelah Rasulullah SAW wafat, Al-Qur’an diajarkan dari generasi ke generasi, dari bangsa
Arab kepada bangsa selain bangsa Arab, dari Sahabat kepada Tabi’in; lalu dari Tabi’in
kepada Tabi’it Tabi’in dan seterusnya hingga sampai kepada kita yang hidup 14 abad
setelah wafatnya Rasulullah.

Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, sumber penafsiran suatu ayat dilakukan dengan
ayat lain dalam Al-Qur’an, atau dengan penjelasan langsung oleh Rasulullah SAW dalam
hadits-hadits beliau. Pada generasi sahabat, Al-Qur’an ditafsirkan berdasarkan dua
sumber tersebut, ditambah pula dengan penjelasan para Sahabat. Disini unsur penalaran
Sahabat sudai mulai berperan dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.

Demikian selanjutnya perkembangan ilmu tafsir semakin diperbaharui dengan penalaran


para ulama ahli tafsir, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Bagi orang-
orang yang bertaqwa, perkembangan ilmu pengetahun ini akan memperdalam
pemahaman mereka terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan memperkokoh keimanan mereka.
Untuk itu, dalam perkembangannya, kita mengenal dua metode pokok penafsiran Al-
Qur’an,

B – Perbedaan Tafsir Bil Ma’tsur dan Tafsir Bir Ra’yi


1 – Tafsir Bil Ma’tsur

Metode bil Ma’tsur menafsirkan Al-Qur’an dengan merujuk pada pemahaman yang
langsung diberikan oleh Rasulullah kepada para sahabat, lalu turun menurun kepada
tabi’in; tabi’it tabi’in, dan seterusnya hingga masa sekarang. Metode ini mendasarkan
tafsir pada kutipan-kutipan yang shahih sesuai urutan-urutan persyaratan bagi para
mufasir. Yaitu:

a - Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an:

Yang pertama-tama adalah dengan mendahulukan penafsiran Al-Qur’an dengan Al-


Qur’an, misalnya dalam surat Al-An’am ayat 82: “Orang-orang yang beriman dan
tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman”. Ketika ayat ini
turun, para sahabat merasa gelisah, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah tentang apa
maksud kata “zhalim” dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah menerangkan bahwa
Zhalim disini bukanlah seperti apa yang dipahami para sahabat, melainkan seperti apa
yang disebutkan dalam surat Luqman ayat 13, yang berarti: “sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar".1

Jadi maksud dari kata Kezhaliman dalam surat Al-An’am ayat 82 adalah Kemusyrikan.

b – Menafsirkan Al-Qur’an dengan As-Sunnah:

Tahap selanjutnya adalah dengan mencari penafsiran berdasarkan As-Sunnah, karena


sesungguhnya As-Sunnah berfungsi sebagai pensyarah dan penjelas Al-Qur’an. Misalnya
seperti dalam Hadits riwayat Muslim dan para perawi lainnya yang diambil dari Uqbah
bin ‘Amir:

“Aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas mimbar: “Dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi… (QS. 8:60). Ingatlah
bahwa Kekuatan disini adalah Memanah”.

c - Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat para sahabat:

1
Disarikan dari Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim.

Halaman 2 dari 7
Tafsir Bil Ma’tsur Wa Bir Ra’yi

Sahabat adalah seorang yang hidup pada masa Rasulullah hidup, berjumpa dengan
beliau, lalu beriman hingga akhir hidupnya. Mereka inilah yang menyaksikan langsung
Qarinah dan kondisi ketika ayat Al-Qur’an diturunkan. Sehingga bilamana tidak terdapat
penjelasan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atas suatu ayat, maka disyaratkan untuk
menafsirkan ayat tersebut dengan menggali pendapat para sahabat.

d - Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat para Tabi’in:

Apabila tidak pula terdapat penafsiran dari para Sahabat, disyaratkan untuk menafsirkan
ayat Al-Qur’an dengan pendapat dari para Tabi’in. Diantara para Tabi’in ada yang
menerima seluruh penafsiran dari Sahabat. Namun, tidak jarang pula yang
mendapatkannya secara istinbat, yaitu penyimpulan, dan istidlal, yaitu penalaran dalil.
Tetapi, yang dapat dijadikan pedoman hanyalah pada penafsiran yang dinukilkan secara
sahih.

Tafsir bil Ma’tsur adalah tafsir yang harus diikuti dan dijadikan pedoman karena
mengandung pengetahuan yang benar dan merupakan jalan yang paling aman untuk
menjaga diri dari ketergelinciran dan kesesatan dalam memahami kitabullah.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Tafsir itu ada empat macam; tafsir yang dapat
dipahami orang Arab melalui bahasa mereka; tafsir yang harus diketahui oleh setiap
orang; tafsir yang hanya diketahui oleh para ulama; dan tafsir yang tidak mungkin
diketahui siapapun selain oleh Allah SWT.

2 – Tafsir Bir Ra’yi

Metode bir Ra’yi menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan rasio/ akal manusia, dan
sangat tergantung kepada proses penalaran mufasir. Seringkali tergantung kepada
situasi dan kondisi aktual yang dihadapi demi kepuasan ataupun kepentingan mufasir.

Metode ini memungkinkan terjadinya penyimpangan dalam makna dari suatu ayat dan
dalam pengambilan suatu kesimpulan (istinbat). Seringkali pula, penafsiran hanya
didasarkan kepada logika manusia tanpa didukung dengan dalil-dalil yang mencukupi,
hal seperti ini adalah haram, sehingga dilarang untuk dilakukan, sesuai firman Allah dan
Hadits berikut ini:

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggunganjawabnya. (QS. 17:36)

Barangsiapa berkata tentang Al-Qur’an menurut pendapatnya sendiri atau menurut apa
yang tidak diketahuinya, hendaklah ia menempatkan tempat duduknya di dalam neraka.
2

Dalam Al-Qur’an terdapat banyak kisah-kisah para Nabi dan umat terdahulu yang bisa
dijadikan pelajaran dan nasihat untuk umat masa sekarang. Kisah-kisah ini seringkali
dapat ditemukan pula dalam kitab-kitab Taurat dan Injil dengan penjelasan yang lebih
panjang lebar dan perincian yang detail. Kisah-kisah ini seringkali tercampur dalam
pemahaman dan penalaran mufasir yang hanya bersandarkan pada Ra’yi belaka,
sehingga menodai penafsiran yang benar.

Mensikapi hal ini Rasulullah mengatakan: “Janganlah kamu membenarkan keterangan


Ahli Kitab dan jangan pula mendustakannya, tetapi katakanlah, “Kami beriman kepada
Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami…”3 Seringkali para mufasir tidak
2
Hadits Riwayat Tirmidzi, Nasa’I dan Abu Daud. Menurut Tirmidzi, hadits ini bersifat
hasan.
3
Hadits Riwayat Bukhari.

Halaman 3 dari 7
Tafsir Bil Ma’tsur Wa Bir Ra’yi

mengkoreksi terlebih dahulu kisah-kisah Isra’iliyat ini, sehingga penukilan yang tidak
benar dan batil tercampur menjadi satu dengan penukilan yang sahih.

Oleh karena itu, bilamana kita membaca kitab-kitab tafsir yang banyak menukil kisah-
kisah Isra’iliyat, hendaknya kita meninggalkan hal-hal yang tidak berguna dan tidak
mengutip kembali kisah tersebut, kecuali terbukti kesahihannya dan kebenarannya.

Pata ahli sufi pun banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan makna yang berbeda
disesuaikan dengan teori-teori tasauf mereka. Diantara kelompok sufi ini ada yang
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memgambil makna-makna batin dibalik makna
zhahir. Makna zhahir adalah segala sesuatu yang segera dapat dipahami dengan akal
pikiran, sedangkan makna batin adalah isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik makna
zhahir. Tafsir Isyari ini diperbolehkan asalkan memenuhi empat syarat, yaitu:

a. Tidak bertentangan dengan makna zhahir ayat.


b. Maknanya itu sendiri Shahih.
c. Lafaz yang ditafsirkan terdapat indikasi timbulnya makna isyari.
d. Diantara makna isyari dan makna zhahir terdapat hubungan yang erat.

Jadi, penafsiran dengan metode Ra’yi ini dapat dibenarkan selama mengikuti kaidah-
kaidah yang dibenarkan, sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama-ulama terdahulu,
diantaranya: Imam Abu Ja’far Ath-Thabari dalam pembukaan tafsirnya Jami’ Bayan Al-
Qur’an; Imam Abu Muhammad Ibnu Qutaibah dalam kitab Takwil Musykilul Qur’an; Imam
Al-Baihaqi dalam kitab Al-Madkhal; dan juga Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin dan
Adab Tilawatil Qur’an. 4

3 – Tafsir Mu’asir

Para ulama terdahulu telah banyak berjasa membuahkan karya-karya besar dalam
bidang ilmu tafsir dengan kajian-kajian yang meliputi Tata Bahasa; Balaghah; Nahwu;
Fiqih; Mazhab; Ilmu Pengetahuan; dan juga Falsafah. Sehingga pada masa sekarang ini,
semangat dan kreativitas ulama kotemporer adalah dengan meringkas; menukil;
melemahkan; menguatkan; dan bahkan menmbahasnya dengan menguhubungkannya
dengan situasi masa kini.

C – Kitab-kitab Tafsir Yang Terkenal


1 – Contoh-contoh Tafsir Yang Terkenal

Tafsir Bil Ma’tsur


• Tafsir yang dinisbahkan kepada Ibn Abbas
• Tafsir Ibn ‘Uyainah
• Tafsir Ibn Abi Hatim
• Tafsir Abusy Syaikh bin Hibban
• Tafsir Abul Lais As-Samarqandi: Bahrul ‘Ulum
• Tafsir Abul Fida Al-Hafidz Ibn Katsir: Tafsirul Qur’anil ‘Azim

Tafsir Bir Ra’yi


• Tafsir Abdurrahman bin Kaisan Al-Asam
• Tafsir Abu ‘Ali Al-Jubai
• Tafsir Abdul Jabbar
• Tafsir Zamakhsyari
• Tafsir Fakhruddin Ar-Razi

4
Qaradhawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur’an (terjemahan), Gema Insani Press, Jakarta.
Hal. 299.

Halaman 4 dari 7
Tafsir Bil Ma’tsur Wa Bir Ra’yi

• Tafsir Al-Jalalain
• Tafsir Al-Qurtubi

Tafsir Mu’asir
• Tafsir Sayyid Quthb: Fi Zhilallil Qur’an
• Tafsir Syaikh Tantawi Jauhari: Al-Jawahir Fi Tafsiril Qur’an.
• Tafsir Sayid Muhammad Rasyid Rida: Tafsir Al-Manar.

2 - Tafsir yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas

Ibnu Abbas adalah seorang sahabat yang terkenal dengan julukan Turjumanul Qur’an.
Umar bin Khaththab pun sangat menghormati dan mempercayai tafsir-tafsir beliau. Tafsir
Ibnu Abbas ini dikumpulkan oleh Abu Tahir Muhammad bin Ya’qub Al-Fairuzabadi Asy-
Syafi’I dalam kitab yang diberi judul Tanwifrul Miqbas min Tafsiri Idn Abbas.

Dalam beberapa bagian tafsirnya, Ibnu Abbas terkadang mengutip keterangan Ahli Kitab
yang sesuai diantara dengan Al-Qur’an; Taurat dan Injil. Beliau hanya mengutip
keterangan-keterangan yang tidak diragukan kebenarannya mengenai kisah dan cerita di
masyarakat.

Ibnu Abbas adalah seorang yang sangat luas pengetahuannya dalam sastera Arab kuno,
sehingga dalam memahami makna lafaz–lafaz, beliau sering pula merujuk pada syair-
syair Arab kuno.

Riwayat-riwayat dari Ibnu Abbas sangat banyak dan dapat dibedakan tingkat kualitasnya
mulai dari yang shahih hingga yang dha’if. Diantaranya jalan perawi yang masyhur
diantaranya adalah melalui Muawiyyah bin Shalih dari ‘Ali bin Abi Thalhah; melalui Qais
bin Muslim Al-Kufi dari ‘Ata’ bin As-Sa’ib dari Sa’id bin Jubair.; melalui Ibn Ishaq dari
Muhammad bin Muhammad keluarga Zaid bin Tsabit dari ‘Ikrimah atau Sa’id bin Jubair;
dll.

3 – Tafsirul Qur’anil ‘Azhim karya Ibnu Katsir

KitabTafsir ini merupakan salah satu dari kitab-kitab Tafsir yang paling terkenal yang
pernah ditulis sepanjang sejarah. Kitab ini ditulis oleh seorang Imam Besar Al-Hafidz,
bernama ‘Imaduddin Abul Fida Ismail bin ‘Amr bin Katsir. Beliau adalah murid dari Imam
Besar Ibnu Taimiyah. Beliau adalah seorang yang berpengetahuan luas terutama dalam
bidang Tafsir; Hadits dan Sejarah.

Kitab ini ditafsirkan dengan menggunakan hadits dan asar yang disandarkan kepada
pemiliknya, dengan membicarakan masalah jarh dan ta’dil yang diperlukan,
mentarjihkan sebagian pendapat atas yang lain dan menetapkan hadits yang shahih dan
hadits yang lemah.

Kitab ini banyak mengingatkan riwayat-riwayat Isra’iliyat yang munkar. Juga


mendiskusikan hukum fiqh dari beberapa mazhab dengan dalil yang dikemukakan oleh
masing-masing mazhab.

4 – Mafatihul Ghaib karya Fakhruddin Ar-Razi

Fakhruddin Ar-Razi adalah seorang ulama yang menguasai banyak bidang ilmu, sehingga
mahir dalam menghubungkan naqli dengan ‘aqli. Beliau menulis tafsir ini dalam 8 jilid
besar yang tebal-tebal, tetapi diakhiri sampai dengan surat Al-Anbiya, sehingga sebagian
ulama berpendapat bahwa tafsir beliau belum selesai.

Halaman 5 dari 7
Tafsir Bil Ma’tsur Wa Bir Ra’yi

Kemudian Syihabuddin Al-Khaubi meneruskan penulisan ini, tetapi beliaupun tidak


selesai menuliskannya, sehingga diteruskan dan disempurnakan oleh Najmuddin Al-
Qauli.

Tafsir ini menerangkan korelasi antara satu ayat dengan ayat lainnya, juga antara ayat
dengan ilmu pengetahuan, juga mengkaji masalah ketuhanan menurut para filosof yang
rasional. Namun, sebagian besar hal ini tidaklah diperlukan dalam ilmu tafsir, sehingga
karya ini lebih cocok disebut sebagai ensiklopedia ilmiah tentang ilmu kalam. kosmologi,
dan fisika, dan hilang relevansinya sebagai kitab tafsir.

5 – Fi Zilalil Qur’an karya Sayyid Quthb

Sayyid Quthb merupakan salah satu ulama besar abad ini yang telah syahid di tiang
gantungan pemerintahan sekuler. Beliau merupakan tokoh utama gerakan Ikhwanul
Muslimin di Mesir, sebuah gerakan kebangkitan Islam terbesar masa kini.

Kitab ini merupakan sebuah tafsir yang sempurna tentang kehidupan dibawah cahaya Al-
Qur’an dan petunjuk Islam. Kitab ini telah menyingkapkan ajaran-ajaran Islam yang
sebenarnya dan membangkitkan pemikiran dan kesadaran umat tentang arti sebenarnya
Al-Islam. Telah memberikan semangat para pemuda untuk mencurahkan segala
potensinya untuk berkhidmat kepada Islam, menjunjung tinggi syari’atnya, meninggikan
kalimatnya, membangun kejayaannya dan mengembalikan kekuasaannya.

Beliau telah meresapi keindahan Al-Qur’an dan mengungkapkan perasaannya dengan


jujur, sehingga sampai pada kesadaran bahwa kekacauan umat manusia saat ini adalah
tidak lain karena perang ideologi dan perang fisik yang merusak dan menindas umat
manusia, sehingga segala sesuatunya harus dikembalikan kepada Al-Islam.

Kembali kepada Allah, sebagai nampak dibawah Naungan Al-Qur’an, hanya mempunyai
satu bentuk dan jalan, yaitu kembali kepada Sistem Allah, berhukum dengan hukum
Allah, berundang-uandang dengan undang-undang Allah, berperikehidupan sesuai
pedoman yang telah digariskan dalam Kitabullah, Al-Qur’anul Karim.

Tafsir ini menggunakan metode tertentu dalam penulisannya, yaitu setiap surah diawali
dengan sebuah “Naungan” untuk mengkaitkan dan mempertemukan antara bagian-
bagiannya, serta menjelaskan maksud dan tujuannya. Kemudian menafsirkan ayat-ayat
dengan asar-asar yang shahih, disertai dengan kajian bahasa secara singkat, lalu beralih
kepada membangkitkan kesadaran, membetulkan pemahaman, dan mengaitkan Islam
dengan kehidupan.

Kitab ini merupakan karya monumental dan menjadi kekayaan intelektual sosial yang
besar yang diperlukan setiap Muslim pada masa kini.

D – Penutup
Demikian sekilas pembahasan dan perbandingan antara Tafsir bil Ma’tsur dengan Tafsir
bir Ra’yi dan sedikit pembahasan tentang Tafsir Mu’asir. Disertai pula dengan sedikit
pemaparan dari beberapa tafsir yang terkenal. Bilamana ada kesalahan itu tentunya
datangnya dari penulis, untuk itu kami mohon maaf, dan bilamana ada kebenaran
tentunya datangnya hanya dari Allah SWT semata.

Wallahu A’lam Bish Showab.

Halaman 6 dari 7
Tafsir Bil Ma’tsur Wa Bir Ra’yi

Daftar Kepustakaan

1. Al-Qur’an, Terjemahan Departemen Agama R.I.


2. Al-Qattan, Manna’ Khalil: Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, diterjemahkan oleh drs.
Mudzakkir A.S. dari judul asli: Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, Pustaka Lentera, Bogor.
Cetakan ke-6, tahun 2001.
3. Qaradhawi, DR. Yusuf: Berinteraksi Dengan Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Abul
Hayyie Al-Kattani dari judul asli: Kaifa Nata’amalu Ma’a Al-Qur’anil ‘Azhim. Geme
Isnasi Press, Jakarta. 1999.

Halaman 7 dari 7

Anda mungkin juga menyukai