Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Selama tiga dasawarsa terakhir, dunia pendidikan Indonesia secara kuantitatif telah
berkembang sangat cepat. Pada tahun 1965 jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 53.233 dengan
jumlah murid dan guru sebesar 11.577.943 dan 274.545 telah meningkat pesat menjadi 150.921
SD dan 25.667.578 murid serta 1.158.004 guru (Pusat Informatika, Balitbang Depdikbud, 1999).
Jadi dalam waktu sekitar 30 tahun jumlah SD naik sekitar 300%. Sudah barang tentu
perkembangan pendidikan tersebut patut disyukuri. Namun sayangnya, perkembangan
pendidikan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan yang sepadan.
Akibatnya, muncul berbagai ketimpangan pendidikan di tengah-tengah  masyarakat, termasuk
yang sangat menonjol adalah: a) ketimpangan antara kualitas output pendidikan dan kualifikasi
tenaga kerja yang dibutuhkan, b) ketimpangan kualitas pendidikan antar desa dan kota, antar
Jawa dan luar Jawa, antar pendudukkaya dan penduduk miskin. Di samping itu, di dunia
pendidikan juga muncul dua problem yang lain yang tidak dapat dipisah dari problem pendidikan
yang telah disebutkan di atas.
Pertama, pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial. Kedua, pendidikan sistem
persekolahan hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut the dead knowledge,
yakni pengetahuan yang terlalu bersifat text-bookish sehingga bagaikan sudah diceraikan baik
dari akar sumbernya maupun aplikasinya.
Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, tetapi sejauh ini belum menampakkan hasilnya. Mengapa kebijakan pembaharuan
pendidikan di tanah air kita dapat dikatakan senantiasa gagal menjawab problem masyarakat?
Sesungguhnya kegagalan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan di tanah air kita bukan
semata-mata terletak pada bentuk pembaharuan pendidikannya sendiri yang bersifat erratic,
tambal sulam, melainkan lebih mendasar lagi kegagalan tersebut dikarenakan ketergantungan
penentu kebijakan pendidikan pada penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan
sosial yang sudah usang. Ketergantungan ini menyebabkan adanya harapan-harapan yang tidak
realistis dan tidak tepat terhadap efikasi pendidikan.  

1
1.2  Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan paradigma ?
2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan ?
3. Bagaimanakah kriteria guru masa depan ?
4. Bagaimanakah meningkatkan kualitas guru dalam proses belajar mengajar ?
5. Bagaimanakah mempersiapkan guru untuk masa depan ?

1.3  Tujuan Penulisan
Beberapa tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui apa itu paradigma.
2. Mengetahui apa itu pendidikan.
3.  Mengetahui bagaimana kriteria guru di masa depan.
4. Mengetahui bagaimana meningkatkan kualitas guru dalam proses belajar mengajar.
5.  Mengetahui bagaimana mempersiapkan guru untuk masa depan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN PARADIGMA
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik
tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan
akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu.
Istilah paradigma ilmu pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn melalui bukunya yang
berjudul “The Structur of Science Revolution”. Kuhn menjelaskan paradigma dalam dua
pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keselurahan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik
yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma
menunjukkan sejenis unsur pemecahan teka-teki yang konkrit yang jika digunakan sebagai
model, pola atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara eksplisit sebagai atau
menjadi dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang belum tuntas.
Paradigma merupakan elemen primer dalam progress sains. Seorang ilmuwan selalu bekerja
dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar.
Melalui sebuah paradigma seorang ilmuwan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir
dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke
dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhadap ilmu
tersebut. Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang secara open-ended (sifatnya selalu terbuka
untuk direduksi dan dikembangkan). Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok
dengan situasi sejarah dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu
dan aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurut Kuhn ilmu harus berkembang secara revolusioner
bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasionalis dan empiris klasik sehingga
dalam teori Kuhn faktor sosiologis historis serta psikologis ikut berperan.
Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari,
persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan
jawaban yang diperoleh.

3
Berikut adalah beberapa pengertian paradigma menurut beberapa ahli:
  Pengertian paradigma menurut Patton(1975) : “A world view, a general perspective, a way
of  breaking down of the complexity of the real world” (suatu pandangan dunia, suatu cara
pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata).
  Pengertian paradigma menurut Robert Friedrichs(1970) : Suatu pandangan yang mendasar
dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.
  Pengertian paradigma menurut George Ritzer(1980) : Pandangan yang mendasar dari para
ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu
cabang atau disiplin ilmu pengetahuan.
Lebih lanjut Ritzer mengungkapkan bahwa paradigma membantu merumuskan tentang apa
yang harus dipelajari, persoalan-persoalan yang harus dijawab, bagaimana harus menjawabnya,
serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang harus
dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut. Dari
pengertian ini dapat disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan terdapat
beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa komunitas ilmuwan yang
masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang menurutnya menjadi pokok persoalan
yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh cabang ilmu pengetahuan tersebut.
Berkaitan dengan peranan pendidikan dalam pembangunan nasional muncul dua paradigma
yang menjadi kiblat bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan kebijakan pendidikan:
Paradigma Fungsional dan paradigma Sosialisasi. Paradigma fungsional melihat bahwa
keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan masyarakat tidak mempunyai cukup penduduk
yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan sikap modern. Menurut pengalaman masyarakat di
Barat, lembaga pendidikan formal sistem persekolahan merupakan lembaga utama
mengembangkan pengetahuan, melatih kemampuan dan keahlian, dan menanamkan sikap
modern para individu yang diperlukan dalam proses pembangunan. Bukti-bukti menunjukkan
adanya kaitan yang erat antara pendidikan formal seseorang dan partisipasinya dalam
pembangunan. Perkembangan lebih lanjut muncul, tesis Human lnvestmen, yang menyatakan
bahwa investasi dalam diri manusia lebih menguntungkan, memiliki economic
rate of return yang lebih tinggi dibandingkan dengan investasi dalam bidang fisik.
Sejalan dengan paradigma Fungsional, paradigma Sosialisasi melihat peranan pendidikan
dalam pembangunan adalah: a) mengembangkan kompetensi individu, b) kompetensi yang lebih
tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas, dan c) secara urnum, meningkatkan

4
kemampuan warga masyarakat dan semakin banyaknya warga masyarakat yang memiliki
kemampuan akan meningkatkan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu,
berdasarkan paradigma sosialisasi ini, pendidikan harus diperluas secara besar-besaran dan
menyeluruh, kalau suatu bangsa menginginkan kemajuan.
Paradigma Fungsional dan paradigma Sosialisasi telah melahirkan pengaruh besar dalam
dunia pendidikan paling tidak dalam dua hal. Pertama, telah melahirkan paradigma pendidikan
yang bersifat analis-mekanistis dengan mendasarkan pada doktrin reduksionisme dan mekanistik.
Reduksionisme melihat pendidikan sebagai barang yang dapat dipecah-pecah dan dipisah-pisah
satu dengan yang lain. Meka Fns melihat bahwa pecahan-pecahan atau bagian-bagian tersebut
memiliki keterkaitan linier fungsional, satu bagian menentukan bagian yang lain secara
langsung. Akibatnya, pendidikan telah direduksi sedemikian rupa ke dalam serpihan-serpihan
kecil yang satu dengan yang lain menjadi terpisah tiada hubungan, seperti, kurikulum, kredit
SKS, pokok bahasan, program pengayaan, seragam, pekerjaan rumah dan latihan-latihan. Suatu
sistem penilaian telah dikembangkan untuk menyesuaikan dengan serpihan-serpihan tersebut:
nilai, indeks prestasi, ranking, rata-rata nilai, kepatuhan, ijazah.
Paradigma pendidikan lnput-Proses-Output, telah menjadikan sekolah bagaikan proses
produksi. Murid diperlakukan bagaikan raw-input dalam suatu pabrik. Guru, kurikulum, dan
fasilitas diperlakukan sebagai instrumental input. Jika raw-input dan instrumental input baik,
maka akan menghasilkan proses yang baik dan akhirnya baik pula produkyang dihasilkan.
Kelemahan paradigma pendidikan tersebut nampak jelas, yakni dunia pendidikan diperlakukan
sebagai sistem yang bersifat mekanik yang perbaikannya bisa bersifat partial, bagian mana yang
dianggap tidak baik. Sudah barang tentu asumsi tersebut jauh dari realitas dan salah.
Implikasinya, sistem dan praktek pendidikan yang mendasarkan pada paradigma pendidikan
yang keliru cenderung tidak akan sesuai dengan realitas. Paradigma pendidikan tersebut di atas
tidak pernah melihat pendidikan sebagai suatu proses yang utuh dan bersifat organik yang
merupakan bagian dari proses kehidupan masyarakat secara totalitas.
Kedua, para pengambil kebijakan pemerintah menjadikan pendidikan sebagai engine of
growth, penggerak dan loko pembangunan. Sebagai penggerak pembangunan maka pendidikan
harus mampu menghasilkan invention dan innovation, yang merupakan inti kekuatan
pembangunan. Agar berhasil melaksanakan fungsinya, maka pendidikan harus diorganisir dalam
suatu lembaga pendidikan formal sistem persekolahan, yang bersifat terpisah dan berada di atas
dunia yang lain, khususnya dunia ekonomi. Bahkan pendidikan harus menjadi panutan dan

5
penentu perkembangan dunia yang lain, khususnya, dan bukan sebaliknya perkembangan
ekonomi menentukan perkembangan pendidikan. Dalam lembaga pendidikan formal inilah
berbagai ide dan gagasan akan dikaji, berbagai teori akan dluji, berbagai teknik dan metode akan
dikembangkan, dan tenaga kerja dengan berbagai jenis kemampuan akan dilatih.
Sesuai dengan peran pendidikan sebagai engine of growth, dan penentu bagi perkembangan
masyarakat, maka bentuk sistem pendidikan yang paling tepat adalah single track dan diorganisir
secara terpusat sehingga mudah diarahkan untuk kepentingan pembangunan nasional. Lewat
jalur tunggal inilah lembaga pendidikan akan mampu menghasilkan berbagai tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh dunia kerja. Agar proses pendidikan efisien dan etektif, pendidikan harus
disusun dalam struktur yang bersifat rigid, manajemen (bersifat sentralistis, kurikulum penuh
dengan pengetahuan dan teori-teori (text bookish).

2.2 PENGERTIAN PENDIDIKAN


Secara umum Pengertian Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf
hidup atau  untuk kemajuan lebih baik. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah proses
pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan membuat manusia lebih kritis
dalam berpikir.

Secara Etimologi atau asal-usul, kata pendidikan dalam bahasa inggris disebut
dengan education, dalam bahasa latin pendidikan disebut dengan educatum yang tersusun dari
dua kata yaitu E dan Duco dimana kata E berarti sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau
dari sedikit menjadi banyak, sedangkan Duco berarti perkembangan atau sedang berkembang.
Jadi, Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri
sendiri dan kekuatan individu.  Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal dan non formal. Pendidikan secara formal
diperoleh dengan mengikuti program-program yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu

6
institusi, departemen atau kementerian suatu negara. Sedangkan pendidikan non formal adalah
pengetahuan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang
dialami atau dipelajari dari orang lain.

Berikut adalah pengertian pendidikan menurut para ahli, yaitu :

 Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia): Menurut Ki Hajar


Dewantara bahwa pengertian pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
 Gunning dan Kohnstamm: Pengertian pendidikan menurut Gunning dan Kohnstamm
adalah proses pembentukan hati nurani. Sebuah pembentukan dan penentuan diri secara etis yang
sesuai dengan hati nurani.
 Stella Van Petten Henderson: Menurut Stella Van Petten Henderson bahwa pendidikan
adalah kombinasi pertumbuhan, perkembangan diri dan warisan sosial. 
 Carter. V.Good: Pengertian pendidikan menurut Carter V. Good bahwa pendidikan
adalah proses perkembangan kecakapan individu dalam sikap dan perilaku bermasyarakat.
Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terorganisir, seperti
rumah atau sekolah, sehingga dapat mencapai perkembangan diri dan kecakapan sosial. 
 Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun
2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.  
Tujuan Pendidikan 
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi bahwa tujuan pendidikan yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsadan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa.

7
Berdasarkan MPRS No. 2 Tahun 1960 bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk
pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD
1945 dan isi UUD 1945.
Berdasarkan UU. No.20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal
3, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.

2.3  PROFIL GURU MASA DEPAN


Pendidikan merupakan suatu rekayasa untuk mengendalikan pembelajaran guna mencapai
tujuan yang direncanakan secara efektif dan efisien. Dalam proses rekayasa ini peranan
"teaching" amat penting, karena merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai kepada siswa sehingga apa yang ditransfer
memiliki makna bagi diri sendiri, dan berguna tidak saja bagi dirinya tetapi juga bagi
masyarakatnya.
Mengajar hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati
pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan guru. Dengan kata lain,
mengajar merupakan suatu profesi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
masyarakat, muncul dua kecenderungan: Pertama, proses mengajar menjadi sesuatu kegiatan
yang semakin bervariasi, kompleks, dan rumit. Kedua, ada kecenderungan pemegang otoritas
structural, ingin memaksakan kepada guru untuk mempergunakan suatu cara mengajar yang
kompleks dan sulit. Sebagai akibat munculnya dua kecenderungan di atas, maka guru dituntut
untuk menguasai berbagai metode mengajar dan diharuskan menggunakan metode tersebut.
Misalnya, mengharuskan mengajar dengan CBSA. Untuk itu, guru harus dilatih dengan berbagai
metode dan perilaku mengajar yang dianggap canggih. Demikian pula, di lembaga pendidikan
guru, para mahasiswa diharuskan menempuh berbagai mata kuliah yang berkaitan dengan
mengajar. Namun sejauh ini perkembangan mengajar yang semakin kompleks dan rumit belum
memberikan dampak terhadap mutu siswa secara signifikan.

8
A.    Profesi mengajar
Pekerjaan profesional dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Hard profession dan
Soft Profession. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaan
tersebut dapat didetailkan dalam perilaku dan langkah-langkah yang jelas dan relatif pasti.
Pendidikan yang diperlukan bagi profesi ini adalah menghasilkan output pendidikan yang dapat
distandarisasikan. Artinya, kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun pendidikan itu
berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan akan terus mampu
melaksanakan tugas profesinya secara mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan dokter
dan pilot merupakan contoh yang tepat untuk mewakili kategori hard profession. Sebaliknya,
kategori soft profession adalah diperlukannya kadar seni dalam melaksanakan pekerjaan
tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan secara detail dan pasti. Sebab, langkah-
langkah dan tindakan yang harus diambil, sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu.
Implikasi kategori soft profession tidak menuntut pendidikan yang dapat menghasilkan lululsan
dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan kemampuan minimal.
Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas
pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service
framing bagi soft-profession amat penting. Barangkali, wartawan dan advokat, merupakan
contoh dari kategori profesi ini.
Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-
nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi
lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah
orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik,
mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas norma-norma yang ditegakkan secara
konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi para siswa. Kebesaran jiwa,
wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan para
siswa untuk dapat berpikir melewati batasbatas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa
depan yang lebih baik. Dalammelaksanakan tugas tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai
problem yang muncul dan sebagian besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta
diputuskan pemecahannya oteh guru itu sendiri pada waktu itu pula. Sebagai konsekuensinya,
yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur
yang baku.

9
Agar transfer tersebut dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling tidak harus
senantiasa melakukan tiga hal: a) menggerakkan, membangkitkan dan menggabungkan seluruh
kemampuan yang dimiliki siswa; b) menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang
menantang diri siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation untuk mempelajarinya; dan, c)
mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan keterkaitan dengan
pengetahuan yang lain.
Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession. Karena dalam
mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu
prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art" memegang peran yang amat penting. Misalnya,
mungkin saja seorang guru mengajar dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang
kemudian baru dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan
menyampaikan bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu baru
kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan menghasilkan
kecelakaan.
Namun, dewasa ini pekerjaan mengajar diperlakukan sebagai hard profession, sehingga
mengajar menjadi suatu proses yang sedemikian kompleks. Sebagai konsekuensinya, maka perlu
disusun suatu prosedur perilaku baku dalam mengajar. Secara sadar atau tidak, proses
pembakuan prosedur mengajar ini mematikan kreativitas guru. Akibat lebih jauh adalah
pekerjaan mengajar bersifat inhuman, diperlakukan sebagai suatu bagian dalam proses industri,
yang dapat dikendalikan dan diatur dengan serangkaian Juklak dan Juknis. Kematian kreativitas
guru sebagai suatu kehilangan yang patut ditangisi. Sebab, kreativitas adalah merupakan "ruh"
dalam proses belajar mengajar.

B.     Dimensi mengajar
Proses transfer pengetahuan atau sering dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar
(PBM) memiliki dua dimensi. Pertama adalah aspek kegiatan siswa: Apakah kegiatan yang
dilakukan siswa bersifat individual atau bersifat kelompok. Kedua, aspek orientasi guru atas
kegiatan siswa: Apakah difokuskan pada individu atau kelompok. Berdasarkan dua dimensi yang
masing-masing memiliki dua kutub tersebut terdapat empat model pelaksanaan PBM. Pertama,
apa yang disebut Self-Study. Yakni, kegiatan siswa dilaksanakan secara individual dan orientasi
guru dalam mengajar juga bersifat individu. Model pertama ini memusatkan perhatian pada diri
siswa. Agar siswa dapat memusatkan perhatian perlu diarahkan oleh dirinya sendiri dan

10
bantuan  dari luar, yakni guru. Siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan yang baru
diterima ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki. Untuk pelaksanaan model Self-Study ini
perlu didukung dengan peralatan teknologi, seperti komputer. Keberhasilan model ini ditentukan
terutama oleh kesadaran dan tanggung jawab pada diri sendiri.
Kedua, apa yang dikenal dengan istilah cara mengajar tradisional. Model ini memiliki
aktivitas siswa bersifat individual dan orientasi guru mengarah pada kelompok. Pada model ini
kegiatan utama siswa adalah mendengar dan mencatat apa yang diceramahkan guru. Seberapa
jauh siswa dapat mendengar apa yang diceramahkan guru tergantung pada ritme guru
membawakan ceramah itu sendiri. Siswa akan dapat mengintegrasikan apa yang didengar ke
dalam pengetahuan yang telah dimiliki apabila siswa dapat mengkaitkan pengetahuan dengan
apa yang diingat. Model ini sangat sederhana, tidak memerlukan dukungan teknologi, cukup
papan tulis dan kapur. Keberhasilan model ini banyak ditentukan oleh otoritas guru.
Ketiga, apa yang disebut model Persaingan. Model ini memiliki aktivitas yang bersifat
kelompok, tetapi orientasi guru bersifat individu. Model ini menekankan partisipasi siswa dalam
kegiatan PBM, semua siswa harus aktif dalam kegiatan kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa
dapat berpartisipasi dalam kegiatan akan ditentukan oteh seberapa jauh kegiatan memiliki
kebebasan dan dapat membangkitkan semangat kompetisi. Pengetahuan yang diperoleh dan
dapat dihayati merupakan hasil diskusi dengan temannya. Model ini memerlukan teknologi baik
berupa alat ataupun berupa manajemen seperti bentuk konferensi dan seminar. Keberhasilan
model ini terutama ditentukan oleh adanya saling hormat dan saling mempercayai di antara
siswa. CBSA, merupakan salah satu contohnya.
Keempat, apa yang dikenal dengan istilah Model Cooperative-Collaborcitive. Model ini
memiliki aktivitas siswa yang bersifat kelompok dan orientasi guru juga bersifat kelompok.
Model ini menekankan kerjasama di antara para siswa, khususnya. Kegiatan siswa di arahkan
untuk mencapai tujuan bersama yang telah merupakan konsensus di antara mereka. Konsensus
ini didasarkan pada nilai-nilai yang dihayati bersama. Oleh karena itu, dalam kelompok akan
senantiasa dikembangkan pengambilan keputusan. Kebersamaan dan kerjasama dalam
pembelajaran merupakan kerjasama di antara para siswa untuk mencapai tujuan belajar bersama.
Di samping tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran
ini juga di arahkan untuk mengembangkan kemampuan kerjasama di antara para siswa. Dengan
pendekatan ini, guru tidak selalu memberikan tugas-tugas secara individual, melainkan secara
kelompok. Bahkan penentuan hasil evaluasi akhirpun menggunakan prinsip kelompok. Artinya,

11
hasil individu siswa tidak hanya didasarkan kemampuan masing-masing, tetapi juga dilihat
berdasarkan hasil prestasi kelompok. Dengan demikian, siswa yang pandai akan menjadi tutor
membantu siswa yang kurang pandai demi prestasi kelompok sebagai satu kesatuan. Setiap siswa
tidak hanya bertanggung jawab atas kemajuan dan keberhasilan dirinya, tetapi juga bertanggung
jawab atas keberhasilan dan kemajuan kelompoknya.
Keempat model tersebut tidak ada yang lebih baik satu atas yang lain. Sebab modal
mengajar yang baik adalah model mengajar yang cocok dengan karakteristik materi, kondisi
siswa, kondisi lingkungan dan kondisi fasilitas. Di samping itu pula, di antara keempat model
tersebut tidaklah bersifat saling meniadakan. Artinya, sangat mungkin dalam mengajar
memadukan berbagai model tersebut di atas.
Keempat model tersebut pada intinya menekankan bahwa dalam proses belajar mengajar
apa yang dilaksanakan memiliki empat aspek, yakni: a) menyampaikan informasi, b) memotivasi
siswa, c) mengkontrol kelas, dan, d) merubah social arrangement.

C.     Kemampuan yang dibutuhkan


Agar dapat melaksanakan empat langkah tersebut di atas, guru hanya memerlukan tiga
kemampuan dasar, yakni a) didaktik, yakni kemampuan untuk menyampaikan sesuatu secara
oral atau ceramah, yang dibantu dengan buku teks, demontrasi, tes, dan alat bantu tradisional
lain; b) coaching, di mana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan
mempraktikan keterampilannya, mengamati sejauh mana siswa mampu mempraktekkan
keterampilan tersebut, serta segera memberikan umpan balik atas apa yang dilakukan siswa; dan,
c) socratic atau mauitic question, di mana guru menggunakan pertanyaan pengarah untuk
membantu siswa mengembangkan pandangan dan internalisasi terhadap materi yang dipelajari.
Tanpa menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, ibaratnya pemain sepakbola yang tidak
memiliki kemampuan dasar bermain bola, seperti bagaimana menendang atau heading yang baik
dan benar, betapapun dididik dengan gaya samba Brazil atau gerendel Italia tetap saja tidak akan
dapat memenangkan pertandingan. Demikian pula untuk guru, tanpa memiliki tiga kemampuan
dasar tersebut, betapapun para guru dilatih berbagai metode mengajar yang canggih tetap saja
prestasi siswa tidak dapat ditingkatkan. Sebaliknya, dengan menguasai tiga kemampuan dasar
tersebut, metode mengajar apapun akan dapat dilaksananakan dengan mudah oleh yang
bersangkutan. Sudah barang tentu apabila guru telah menguasai dengan baik materi yang akan
disampaikan.

12
Sudah saatnya posisi mengajar diletakan kembali pada profesi yang tepat, yakni sebagai
soft profession, di mana unsur art dan sense memegang peran yang amat penting. Oleh karena
itu, untuk pembinaan dan pengembangan profesional kemampuan guru yang diperlukan
bukannya instruksi, juklak dan juknis serta berbagai pedoman lain,  yang cenderung akan
mematikan kreativitas guru. Melainkan, memperbaiki dan meningkatkan tiga kemampuan dasar
yang harus dimiliki guru sebagaimana tersebut di atas, serta memberikan kebebasan kepada guru
untuk berinovasi dalam melaksanaakan proses belajar mengajar.

2.4 MENINGKATKAN KUALITAS GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

A. Tantangan dunia pendidikan


Proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari, dengan
segala berkah dan mudhoratnya. Bangsa dan negara akan dapat memasuki era globalisasi dengan
tegar apabila memiliki pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan, terutama ditentukan
oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di ruang-ruang kelas. Dalam proses belajar
mengajar tersebut guru memegang peran yang penting. Guru adalah kreator proses belajar
mengajar. la adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji
apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas
norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model
bagi anak didik. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembaagan
masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas
kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Tugas utama guru adalah mengembangkan potensi siswa secara maksimal lewat
penyajian mata pelajaran. Setiap mata pelajaran, dibalik materi yang dapat disajikan secara
jelas,  memiliki nilai dan karakteristik tertentu yang mendasari materi itu sendiri. Oleh karena
itu, pada hakekatnya setiap guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran harus menyadari
sepenuhnya bahwa seiring menyampaikan materi pelajaran, ia harus pula mengembangkan watak
dan sifat yang mendasari dalam mata pelajaran itu sendiri.
Materi pelajaran dan aplikasi nitai-nilai terkandung dalam mata pelajaran tersebut
senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Agar guru senantiasa
dapat menyesuaikan dan mengarahkan perkembangan, maka guru harus memperbaharui dan

13
meningkatkan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara terus menerus. Dengan kata lain,
diperlukan adanya pembinaan yang sistematis dan terencana bagi para guru.

            B. Karakteristik kerja guru


Semua di antara kita sudah sangat akrab dengan guru, baik sering berhubungan,
membawahi ataupun jadi guru sendiri. Tetapi, berapa banyak di antara kita yang pernah
merenungkan sesungguhnya bagaimana kerja guru itu? Pemahaman akan hakekat kerja guru ini
sangat penting sebagai landasan dalam mengembangkan program pembinaan dan pengembangan
guru. Kalau direnungkan secara mendalam, maka kita akan dapat menemukan beberapa
karakteristik kerja guru, antara lain: 
         Karakteristik pertama, pekerjaan guru bersifat individualistis non colaboratif, memiliki arti
bahwa guru dalam melaksanakan tugas-tugas pengajarannya memiliki tanggung jawab secara
individual, tidak mungkin dikaitkan dengan tanggung jawab orang lain. Pekerjaan guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar dari waktu ke waktu dihadapkan pada pengambilan
keputusan dan melakukan tindakan. Dalam pengambilan keputusan dan tindakan itu harus
dilaksanakan oleh guru secara mandiri. Sebagai contoh, di tengah proses belajar mengajar
berlangsung terdapat siswa yang tertidur sehingga siswa yang lain berisik. Guru harus
mengambil keputusan dan menentukan tindakan saat itu, dan tidak mungkin meminta
pertimbangan teman guru yang lain. Oleh karena itulah, wawasan dan kecermatan sangat penting
bagi seorang guru.
         Karakteristik kedua,  pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang
terisolir dan menyerap seluruh waktu. Hal ini sudah diketahui bersama, bahwa hampir seluruh
waktu guru dihabiskan di ruang-ruang kelas bersama para siswanya. Implikasi dari hal ini adalah
bahwa keberhasilan kerja guru tidak hanya ditentukan oleh kemampuan akademik, tetapi juga
oleh motivasi dan dedikasi guru untuk terus dapat hidup dan menghidupkan suasana kelas.
         Karakteristik ketiga, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak
akademis antar guru rendah. Bisa dicermati, setiap hari berapa lama guru bisa berinteraksi
dengan sejawat guru. Dalam interaksi ini apa yang paling banyak dibicarakan. Banyak bukti
menunjukkan bahwa interaksi akademik antar guru sangat rendah. Kalau dokfer ketemu dokter
yang paling banyak dibicarakan adalah tentang penyakit, penemuan teknik baru dalam
pengobatan. Kalau insinyur ketemu insinyur, yang dibicarakan adalah adanya teknik baru dalam
membangun jembatan, penemuan untuk meningkatkan daya bangunan air, dan sebagainya.

14
Tetapi apabila guru ketemu guru, apa yang dibicarakan? Rendahnya kontak akademik guru ini di
samping dikarenakan soal waktu guru yang habis diserap di ruang-ruang kelas, kemungkinan
juga karena kejenuhan guru berinteraksi akademik dengan para siswanya.
         Karakteristik keempat, pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik. Umpan balik
adalah informasi baik berupa komentar ataupun kritik atas apa yang telah dilakukan dalam
melaksanakan proses belajar mengajar, yang diterima oleh guru. Berdasarkan umpan balik inilah
guru akan dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajarnya.
         Karakteristik kelima, pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di
ruang kelas. Waktu kerja guru tidak terbatas hanya di ruang-ruang kelas saja. Dalam banyak hal,
justru waktu guru untuk mempersiapkan proses belajar mengajar di ruang kelas lebih lama.
Berkaitan dengan padatnya waktu guru itu, muncul pertanyaan kapankah guru dapat
merenungkan melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan bagi para siswanya?
Di samping karakteristik pekerjaan guru, karakteristik disiplin ilmu pengetahuan sangat
penting artinya untuk difahami, khususnya oleh guru sendiri. Sebab, guru harus menjiwai
disiplin ilmu yang harus diajarkan. Di Amerika Serikat, misalnya, kalau ada konferensi guru-
guru, orang akan segera dapat membedakan guru berdasarkan disiplin ilmu yang diajarkan: mana
guru matematik dan mana guru ilmu sosial.
Berdasarkan karakteristik kerja guru sebagaimana dikemukakan di atas, berbagai cara
pembinaan guru telah dilaksanakan. Teknik pembinaan yang telah dikembangkan dan diterapkan
adalah dengan sistem PKG. Di samping itu, telah dikembangkan pula MGMP dan SKG. Untuk
meningkatkan dan memperdalam penguasaan materi telah dilaksanakan pula Kursus Pendalaman
Materi (KPM), dan untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi telah dilatihkan pemanfaatan
komputer dalam pengajaran matematika.

15
2.5 MEMPERSIAPKAN GURU UNTUK MASA DEPAN
Sudah begitu banyak upaya dan kegiatan untuk meningkatkan mutu guru, hasil-hasil
evaluasi tahap akhir siswa menunjukkan bahwa nilai mereka belum mengalami kenaikan yang
berarti. Kalau kita menggunakan pola pikir linier:
Penataran Guru ---» Mutu Guru Meningkat ---» Kualitas Kerja Guru Meningkat ---» Mutu Siswa
Meningkat
Sudah barang tentu dapat disimpulkan bahwa penataran yang telah dilaksanakan telah
berhasil meningkatkan mutu guru, tetapi belum berhasil meningkatkan mutu kerja guru, sehingga
mutu siswa belum meningkat. Barangkali dilihat dari semboyan PKG: Dari Guru-Oleh Guru-
Untuk Guru, tujuan PKG sudah dicapai. Mungkin semboyannya perlu diubah, menjadi: Dari
Guru, Oleh Guru, Untuk Guru dan Siswa. Mengapa mutu guru telah berhasil ditingkatkan tetapi
kemampuan kerja guru belum meningkat? Salah satu jawaban bisa kita kembalikan pada salah
satu karakteristik kerja guru, yakni guru adalah pekerjaan yang tidak pernah mendapatkan umpan
balik. Hal ini logis, karena tanpa umpan balik guru tidak tahu kualitas apa yang dikerjakan, tidak
tahu di mana kelemahan dan kelebihannya, dan akibatnya guru tidak tahu mana yang perlu
ditingkatkan.
Oleh karena itu, nampaknya di samping meneruskan kegiatan pembinaan yang telah ada
selama ini, pembinaan guru diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem dan teknik bagi guru
untuk bisa mendapatkan umpan balik dari apa yang dikerjakan dalam proses belajar mengajar.
Dua model peningkatan mutu yang perlu dipertimbangkan adalah a) memperkuat hidden
curriculum dan b) mengembangkan teknik refleksi diri (seff-reffection).

A. Hidden Curriculum
Hidden curriculum adalah proses penanaman nilai-nilai dan sifat-sifat pada diri siswa.
Proses ini dilaksanakan lewat perilaku guru selama melaksanakan proses belajar mengajar.
Untuk menanamkan sikap disiplin, guru harus memberikan contoh bagaimana perilaku mengajar
yang disiplin. Misalnya, memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya. Kalau guru
bertujuan menanamkan kerja keras pada diri siswa, maka guru memberikan tugas-tugas yang
memadai bagi siswa dan segera diperiksa dan dikembalikan kepada siswa dengan umpan balik.
Pengembalian tugas-tugas siswa tanpa ada umpan balik pada kertas pekerjaan secara langsung
akan menanamkan sifat tidak usah kerja keras. Karena siswa beranggapan kerja mereka tidak
dibaca guru.

16
Kegiatan pembinaan yang diperlukan adalah:
1.      Mengkaji  secara  lebih  mendalam  makna hidden  curriculum.
2.      Secara sadar merancang pelaksanaan hidden curriculum.
3.      Mengidentifikasi momen untuk melaksanakan hidden curriculum.
B. Self-Reflection
Self-reflection adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang
telah dilaksanakan untuk mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dilakukan. Umpan balik
tersebut antara lain berupa: a) pemahaman siswa tentang apa yang telah disampaikan, b) perilaku
guru yang tidak efisien dan tidak efektif, c) perilaku guru yang efisien dan efektif, d) perilaku
yang perlu diperbaiki, e) perilaku yang diinginkan oleh siswa dan, f) perilaku yang seharusnya
dikerjakan. Berdasarkan self-reflection inilah guru akan memperbaiki perilaku dalam proses
belajar mengajar.
Paling tidak ada dua cara bagi guru untuk melakukan self-reflection, yakni: a) guru
menampung pendapat siswa pada setiap akhir kuartal dan, b) guru malaksanakan action research.
Cara yang pertama dilakukan lewat cara guru mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang
mengungkap bagaimana perilaku selama mengajar, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan
tersebut untuk dijawab oleh siswa. Berdasarkan jawaban tersebut guru akan mendapatkan
gambaran diri pada waktu melaksanakan proses belajar mengajar.
Action research, sebagai cara kedua, merupakan kegiatan meneliti sambil mengajar atau
mengajar yang diteliti. Siapa yang mengajar dan siapa yang meneliti? Guru sendiri yang
melakukan keduanya datam waktu yang sama.

17
18
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik
tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan
akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Istilah paradigma ilmu
pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn melalui bukunya yang berjudul “The Structur of
Science Revolution”.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.  
Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai
yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi
lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah
orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik,
mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas norma-norma yang ditegakkan secara
konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi para siswa.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://elanurlaela.blogspot.co.id/2011/03/pengertian-paradigma.html (diakses pada tanggal 12


november 2021)
http://umum-pengertian.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-pendidikan-secara-umum-
adalah.html (diakses pada tanggal 12 ovember 2021)
http://enewsletterdisdik.blogspot.co.id/2012/02/paradigma-pendidikan-masa-depan.html (dia
kses pada tanggal 12 november 2021)
http://roziqsyaifudin.blogspot.co.id/2011/12/paradigma-pendidikan-masa-depan.html (diakse
s pada tanggal 23 november 2016)

20

Anda mungkin juga menyukai