129-File Utama Naskah-208-1-10-20210102
129-File Utama Naskah-208-1-10-20210102
E-mail: openmydoorsky@gmail.com
Abstrak
Pengurangan Risiko Bencana telah menjadi fokus dalam penanganan bencana secara
global. Manajemen risiko bencana difokuskan untuk mencegah munculnya risiko baru dan
mengurangi risiko yang ada. Kelompok rentan yang merupakan kelompok dengan risiko paling
tinggi terhadap bencana selama ini dipandang hanya sebagai korban yang butuh penanganan
dan perhatian khusus. Pengurangan risiko terhadap kelompok rentan harus melibatkan kelompok
itu sendiri karena melalui partisipasi mereka kebutuhan dan arah kebijakan pengurangan risiko
bencana dapat dirumuskan dengan lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhannya. Pemberdayaan
dan partisipasi kelompok rentan dalam pengurangan risiko bencana dapat mengurangi kerentanan
dan menguatkan ketahanan masyarakat.
Kata Kunci : Kelompok kerentanan, Pengurangan Risiko Bencana, Partisipasi Anak, Orang
Lanjut Usia.
Abstract
Disaster Risk Reduction has become the focus in handling disasters globally. Disaster risk
management is focused on preventing new risks and reducing existing risks. Vulnerable groups
which are the group with the highest risk of disaster have been seen as only victims who need
special care and attention. Risk reduction for vulnerable groups must involve the group itself
because through their participation the needs and direction of disaster risk reduction policies
are formulated more precisely and according to their needs. Empowerment and participation of
vulnerable groups in disaster risk reduction can reduce vulnerability and strengthen community
resilience.
Keywords : Vulnerability group, Disaster Risk Reduction, Children Participation, Older People.
30 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 10, No. 1 Tahun 2019 Hal. 30-38
global akan mengacu pada kerangka tersebut, Upaya pengurangan risiko bencana pada
tidak terkecuali juga dengan Indonesia. (SFDR, kelompok rentan dapat dilakukan dengan
2015) pengelolaan risiko yang ada pada kelompok
Upaya mengurangi risiko bencana yang rentan tersebut. Mengelola risiko yang ada
sudah ada maupun mencegah terjadinya risiko pada kelompok rentan akan lebih efektif
baru dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan melibatkan mereka kedalam kegiatan
ketangguhan masyarakat. Masyarakat pengurangan risiko bencana karena akan
sebagai korban terdampak bencana memiliki lebih mau menggali kebutuhan mereka
risiko yang dapat berupa kematian, luka, secara mendalam sehingga kebijakan dan
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, aksi pengurangan risiko bencana dapat
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, diselenggarakan tanpa mengabaikan
dan gangguan kegiatan masyarakat risiko kebutuhan kelompok rentan tersebut.
tersebut dapat dikurangi ataupun dicegah
apabila ketangguhan telah terbentuk dalam 1.2. Tujuan
diri masyarakat (Kemenkes, 2017). Sejalan
dengan langkah prioritas Sendai Framework Tujuan dari penulisan ini adalah
for Disaster Risk Reduction 2015-2030 memaparkan upaya yang dapat dilakukan
masyarakat yang tangguh dapat terbentuk dalam rangka pengurangan risiko pada
apabila telah memahami risiko bencana serta kelompok rentan dengan melibatkan kelompok
mampu mengelola risiko yang terdapat didalam rentan itu sendiri .
diri dan lingkungannya.
Salah satu risiko yang paling tinggi 2. METODE
didalam masyarakat yang perlu dikelola
adalah kelompok rentan. Kelompok rentan Artikel ini disusun dengan menggunakan
merupakan merupakan Kelompok masyarakat studi literatur dan dokumen, yaitu literatur
berisiko tinggi, karena berada dalam situasi barupa buku-buku, jurnal, peraturan hukum,
dan kondisi yang kurang memiliki kemampuan ataupun jenis tulisan lainnya dan juga kajian
mempersiapkan diri dalam menghadapi risiko terhadap berbagai macam dokumen yang
bencana atau ancaman bencana. Kelompok terkait dengan topik kelompok rentan pada
ini berisiko tinggi karena pada saat bencana bencana. Penulis melakukan ekstraksi data dan
terjadi akan merasakan dampak yang lebih melakukan analisis secara tematik, selanjutnya
besar daripada kelompok masyarakat lainnya. data disusun sesuai dengan analisis tema dan
Undang-undang Nomor 24 Tahun disusun dalam bentuk makalah yang naratif .
2007 menyebutkan bahwa salah satu
penyelenggaraan penanggulangan bencana 3. HASIL DAN PEMBAHASAN.
pada saat tanggap darurat adalah perlindungan
terhadap kelompok rentan. Kelompok rentan 3.1
.
Populasi Kelompok Rentan
bencana menurut Undang-undang ini adalah di Indonesia
bayi, balita, dan anak-anak, ibu yang sedang
mengandung atau menyusui, penyandang Populasi kelompok rentan di Indonesia
cacat dan orang lanjut usia. Perlindungan yang terdiri dari bayi, balita, dan anak-anak,
terhadap kelompok rentan dilakukan dengan ibu yang sedang mengandung atau menyusui
memberikan prioritas kepada kelompok rentan dan lansia menurut data profil kesehatan
berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, Indonesia digambarkan pada tabel. Dari
pelayanan kesehatan, dan psikososial data tersebut dapat dilihat bahwa kelompok
(UU No 24,2007). Perlindungan terhadap rentan terbesar di Indonesia adalah anak-
kelompok rentan tersebut masih terfokus pada anak dan diurutan kedua adalah lansia.
penanganan saat terjadi bencana atau masa Anak-anak merupakan segmen terbesar dari
tanggap darurat saja. populasi negara berkembang dan seringkali
Keterangan: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2017, Hasil Estimasi Data
Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019.
32 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 10, No. 1 Tahun 2019 Hal. 30-38
3.2.1. Anak-anak pada ibu hamil dan menyusui saja. Defenisi
Ibu hamil menurut Kemenkes adalah ibu yang
Anak menurut psikologi perkembangan mengandung sampai usia kehamilan 42 minggu.
adalah periode perkembangan yang merentang Perempuan menjadi bagian dari kelompok
dari masa bayi hingga usia lima atau enam rentan karena memerlukan pemulihan yang
tahun, periode ini biasanya disebut dengan lebih lama dan menghadapi masa yang lebih
periode pra sekolah. Sedangkan menurut sulit pascabencana dari pada laki-laki. Stress
kemenkes kelompok anak meliputi bayi, balita, yang meningkat pada masa bencana menjadi
anak, prasekolah dan anak usia sekolah SD penyebab gangguan kehamilan, melahirkan,
atau setingkat (Wibowo, 2014). Anak memiliki dan produksi ASI pada masa bencana. Hal
karakteristik yang membedakannya dengan ini jelas berdampak pada janin, bayi, ataupun
orang dewasa yakni : usia, harapan, kebutuhan, anak yang sedang diasuh ibu. Anak-anak
pendidikan, ketrampilan, pengalaman hidup, banyak mengalami malnutrisi karena ibunya
tekanan sosial yang berbeda, kerentanan, juga mengalami malnutrisi akibat kurangnya
peluang dipekerjakan, tanggung jawab, asupan makanan bergizi pada masa bencana.
masalah kesehatan, hak dan perlindungan Perempuan memiliki kerentanan yang tinggi
hukum, otoritas dalam membuat keputusan, bukan hanya pada ibu hamil dan menyusui saja,
kemampuan untuk melindungi diri, risiko namun setiap perempuan selalu menjadi lebih
kecelakaan, kemampuan fisik yang berbeda, dirugikan dan lebih merasakan dampak dari
pengelolaan emosi, kebutuhan akan cinta bencana dibandingkan lelaki. Dampak langsung
dan perhatian, risiko terhadap kurang gizi dan dari bencana dapat dilihat dari kecenderungan
berisiko terhadap tindak kekerasan (Reachout, wanita umumnya paling banyak menjadi korban
2005). yang butuh perawatan di fasilitas kesehatan,
Pada kondisi bencana anak-anak dengan jumlah korban meninggal akibat bencana
karakteristiknya menjadi rentan terhadap juga lebih banyak perempuan, menjadi cacat
dampak yang ditimbulkan oleh bencana. akibat terluka. Bencana menyebabkan banyak
Anak-anak seringkali menjadi korban terbesar perempuan menjadi miskin , perempuan juga
dalam setiap kejadian bencana karena mengalami marjinalisasi dalam penanganan
ketidakmampuannya melindungi diri dan berada bencana. Perempuan dikonstruksi sebagai
diluar jangkauan pengawasan orangtuanya. kelompok tersubordinasi oleh laki-laki
Pada saat terjadi bencana anak-anak juga sehingga perempuan mengalami kesulitan
rentan terhadap penyakit yang muncul saat untuk akses terhadap informasi ketika
bencana karena daya tahan tubuh mereka yang terjadi bencana maupun pada saat mitigasi.
lemah serta asupan gizi yang buruk pada masa Perempuan juga memiliki keterbatasan akses
bencana. Anak-anak seringkali berhadapan terhadap sumberdaya seperti jaringan sosial,
dengan dampak dari kerusakan seperti sulitnya transportasi, informasi, ketrampilan, kontrol
akses terhadap makanan, tempat penampungan sumberdaya alam dan ekonomi, mobilitas
sementara, hilangnya dukungan sosial, akses individu, tempat tinggal dan pekerjaan. (Hastuti,
terhadap pelayanan kesehatan. Anak-anak juga 2016)
dapat menjadi ketakutan atau trauma, anak-anak
juga berisiko terpisah dari keluarganya, tanpa 3.2.3. Penyandang Cacat / Disabilitas
identitas yang jelas, dan berpotensi menjadi
korban kekerasan dan kejahatan (Babugara , Penyandang cacat menurut Undang-
2008 Taylor 2014, Muzenda 2016). undang No.4 Tahun 1997 adalah setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang
3.2.2. Perempuan dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan baginya untuk melakukan secara
Undang-undang No.24 Tahun 2007 selayaknya, yang terdiri dari penyandang cacat
membatasi kelompok rentan perempuan hanya fisik, penyandang cacat mental, penyandang
34 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 10, No. 1 Tahun 2019 Hal. 30-38
3.3.1. Partisipasi Anak-anak dalam pengurangan risiko bencana. Namun terdapat
Pengurangan Risiko Bencana kekurangan dalam pengetahuan anak terhadap
pengurangan risiko bencana walaupun mereka
United Nations Convention on the Rights merasa telah memahami bahaya disekitarnya
of the Child (UNCRC, 1989) menyebutkan dan merasa mampu untuk menyelamatkan
terdapat empat area yang menjadi hak anak diri. Ketertarikan anak-anak ini terhadap
yang harus ditegakkan, yakni kelangsungan pengurangan risiko bencana ditunjukkan
hidup, pertumbuhan, perlindungan dan dengan ketertarikan mereka untuk mempelajari
partisipasi. Partisipasi anak merupakan hak pengurangan risiko bencana dan kesediaan
yang seringkali tidak mendapatkan dukungan mereka untuk membantu memastikan sekolah
dibandingkan tiga hak lainnya, padahal anak- maupun rumah mereka aman dari bencana
anak dapat diberdayakan sebagai penyampai (Amri et al, 2017).
informasi ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan bencana telah menjadi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prioritas komitmen global dalam upaya
melibatkan anak dalam pengurangan risiko pengurangan risiko bencana yang dituangkan
bencana dapat mengurangi dampak bencana dalam kerangka kerja Sendai. Upaya
dan juga meningkatkan ketahanan masyarakat. membekali anak-anak dengan pengetahuan
Selama ini anak-anak dianggap dan ketrampilan terhadap pengurangan
sebagai korban yang tidak berdaya pada saat risiko bencana dapat dilakukan dengan
terjadi bencana. Dalam lapisan masyarakat mengintegrasikannya kedalam kurikulum
anak-anak merupakan anggota masyarakat pendidikan. Pendidikan pengurangan risiko
yang paling terakhir didengar dan dimintai bencana di sekolah dapat meningkatkan kedua
pendapatnya serta jarang diberi kesempatan hak anak untuk selamat dan turut berpartisipasi.
untuk didengar terkait kekhawatiran dan
pengalaman mereka terkait bencana (Jabry, 3.3.2. Penguatan Peran Perempuan dalam
2005, Babugura, 2008 dalam Muzenda et al, Mitigasi Bencana
2016). Padahal anak-anak mempunyai potensi
untuk dilibatkan dalam mitigasi bencana Perempuan merupakan kelompok
dan kesiapsiagaan. Keterlibatan anak-anak yang paling rentan dan yang paling dirugikan
dalam pengurangan risiko bencana akan selama terjadi bencana sejak itu juga beban
menjamin keselamatan mereka. Anak-anak mereka meningkat, kebutuhan perempuan
sebagai kelompok yang paling rentan perlu jarang disediakan, kapasitas mereka seringkali
didorong dan dimotivasi untuk menciptakan diabaikan dan partisipasi mereka didalam
dunia sebagai tempat yang aman untuk hidup. bagian dari pembuat keputusan tidak diminta.
Anak-anak merupakan agen pembaharuan Perempuan tidak memiliki kemampuan untuk
yang membawa perubahan jika mereka menikmati haknya secara penuh, pembatasan
dilibatkan. Mereka bisa memaksimalkan terhadapan personal autotomi dan ekspresi
adaptasi kapasitas yang dibutuhkan terhadap politik, pembatasan literasi, pendidikan,
risiko bencana. Ketika anak-anak dibekali kesempatan kerja dan training, keterbatasan
dengan pengetahuan dan ketrampilan anak- kesehatan wanita, waktu dan keamanan diri
anak dapat menjadi penyampai informasi. merupakan faktor-faktor yang mengurangi
(Muzenda et al, 2016) kemampuan perempuan untuk mengantisipasi,
Penelitian yang dilakukan oleh Amri siaga untuk bertahan hidup untuk merespon dan
et al, menyimpulkan bahwa kebanyakan memulihkan diri dari bencana (Enerson, 2015).
anak-anak di Indonesia menyadari adanya Pengurangan risiko bencana pada
ancaman bahaya disekitar mereka, mereka perempuan dapat diupayakan dengan
juga memiliki keyakinan bahwa mereka mampu melibatkan peran perempuan dalam strategi
menyelamatkan diri dari bahaya, anak-anak pengurangan risiko bencana, hal ini dapat
juga memiliki keinginan untuk dilibatkan dalam dilakukan melalui peningkatan (Hastuti, 2016) :
36 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 10, No. 1 Tahun 2019 Hal. 30-38
penyandang disabilitas dan membiarkannya identitas sosial mereka sendiri sehubungan
berada dalam kerentanan akan dampak dengan kemampuan fisik dan mentalnya.
bencana. (Phibbs et al, 2012 dalam Ronoh, Menjadi relawan juga mengubah konsep lansia
2016) atas diri mereka sendiri yang awalnya merasa
Kerentanan disabilitas dapat dikurangi sebagai penerima bantuan menjadi penyedia
dengan melihat keberadaan mereka serta bantuan. Lansia merasa kepercayaan diri
melibatkan mereka kedalam pembuatan mereka turut meningkat ketika menjadi
keputusan. Melibatkan orang dengan disabilitas relawan mereka mendapatkan pengakuan dari
dalam rencana pengurangan risiko bencana teman sebahanya maupun masyarakat luas.
dapat menciptakan strategi pengurangan risiko Kesehatan lansia juga mengalami peningkatan
yang sesuai dengan kebutuhan disabilitas. ketika mereka turut berpartisipasi sebagai
relawan.
3.3.4.
Memberdayakan Lansia dalam Partisipasi lansia sebagai relawan
Pengurangan Risiko Bencana mampu mengurangi kerentanan mereka
terhadap dampak bencana baik dari segi
Menurut sejarah kebanyakan pembuat kesehatan mental maupun fisik. Melibatkan
kebijakan, praktisi maupun masyarakat lansia dalam kegiatan sosial dapat membuka
menganggap bahwa lansia merupakan sebuah kesempatan untuk meningkatkan keadaan
masalah populasi rentan (Harvard School menjadi lebih baik diantara kelompok rentan
Public Health, 2004) dan bukan sebagai warga yang kehilangan rumah, komunitas dan harta
negara yang berfungsi dan bermanfaat yang bendanya. Sudah saatnya lansia dipandang
memiliki ketrampilan dan keahlian yang dapat sebagai kelompok masyarakat yang dapat
dimaksimalkan (Minkler and Holstein, 2008; diberdayakan saat bencana bukan hanya
Zedlewski and Butrica 2007). Hal tersebut sebagai korban yang membutuhkan perhatian
merupakan gambaran negatif dari lansia baik khusus. Lansia dapat berkontribusi dalam
pada kondisi normal maupun pada kondisi pengurangan risiko bencana baik risiko yang
terjadi bencana. Pada komunitas psikologi dan ada dalam dirinya maupun sekelilingnya
gerontologi pemahaman terhadap partisipasi dengan melibatkan mereka sebagai relawan
sosial telah melalui perubahan paradigma yang memberi support kepada sesama korban
dari proteksi dengan dasar pendekatan bencana. (Yotsui et al, 2015).
memandang lansia sebagai kelompok rentan
ke pemahaman bahwa lansia merupakan aset 4. KESIMPULAN DAN SARAN
sosial yang bernilai (Geiss, 2007) .
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Paradigma terhadap kelompok rentan
melibatkan lansia kedalam kegiatan sosial baik yang selama ini dianggap sebagai korban
perorangan maupun kelompok bukan hanya yang butuh perhatian dan penanganan khusus
sebagai bentuk dukungan terhadap lansia sudah saatnya mengalami pergeseran.
namun juga dapat menurunkan perasaan Pengurangan risiko terhadap kelompok
kesepian dan cemas, namun juga dapat rentan harus melibatkan kelompok rentan itu
meningkatkan kekuatan fisik serta kepercayaan sendiri. Keterbatasan yang dimiliki kelompok
diri yang dibangun melalui persahabatan dan rentan bukan berarti menjadikan kelok rentan
peningkatan ketrampilan dan pengetahuan hanya sebagai kelompok yang hanya bisa
(Yotsui et al, 2015). menerima bantuan tanpa mampu berbuat apa-
Dalam penelitiannya Yotsui et al apa. Kelompok rentan mampu mengurangi
menemukan bahwa lansia yang dipekerjakan risiko yang ada pada diri mereka dan juga
sebagai relawan (volunter) merasa lingkungannya dengan melibatkan mereka
mendapatkan sebuah kesempatan yang baru dalam kegiatan pengurangan risiko bencana
untuk mendukung dan mendorong orang baik pada masa pra bencana, tanggap darurat
lain disekelilingnya dan membangun kembali maupun pascabencana.
38 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 10, No. 1 Tahun 2019 Hal. 30-38