Anda di halaman 1dari 46

MODUL PRAKTIKUM

KEPERAWATAN KRITIS

Penyusun:

BENNY ARIEF SULISTYANTO

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN PEKALONGAN
2020/2021
PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-

Nya sehingga kami dapat menyelesaikan modul keperawatan gawat darurat ini. Semoga buku

ini dapat memberikan manfaat untuk mahasiswa sarjana keperawatan Universitas

Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.

Kami menyadari, modul yang kami buat ini juga masih jauh dari kata sempurna baik segi

penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik

dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi

lebih baik lagi di masa mendatang.

Pekalongan, November 2021

Penulis,

Benny Arief Sulisytanto

2
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS

VISI:

“Menjadi Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners yang Unggul
dalam Asuhan Keperawatan pada kasus Non-Communicable Disease di Tingkat Nasional
Berdasarkan Nilai-Nilai Islam pada Tahun 2029”.

MISI:

1. Menyelenggarakan pembinaan keimanan dan ketaqwaan berdasarkan Al Islam dan


Kemuhammadiyahan.
2. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bidang keperawatan pada umumnya dan
kekhususan Asuhan Keperawatan pada kasus Non-Communicable Disease pada jenjang
sarjana dan profesi Ners berdasarkan standar keilmuan nasional dan internasional terkini
yang terintegrasi dengan nilai-nilai islam.
3. Meningkatkan dan mengembangkan penelitian program studi Asuhan Keperawatan pada
kasus kasus Non-Communicable Disease serta publikasi sesuai perkembanganilmu
pengetahuan keperawatan terkini.
4. Meningkatkan dan mengembangkan pengabdian masyarakat berdasarkan hasil penelitian
keunggulan program studi Asuhan keperawatan pada kasus kasus Non-Communicable
Disease, perkembangan IPTEK Keperawatan dan tanggung jawab sosial.

3
DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................................................. 2
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN
PROFESI NERS ........................................................................................................................ 3
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 4
PENGAMBILAN DARAH ARTERI (BGA) ............................................................................ 5
PERAWATAN ETT .................................................................................................................. 8
PERAWATAN TRAKHEOSTOMY ...................................................................................... 10
PENGHITUNGAN DOSIS DAN PEMBERIAN OBAT PADA PERAWATAN KRITIS .... 13
PEMBERIAN OBAT DENGAN MENGGUNAKAN SYRINGE PUMP ............................. 16
PENGUNAAN INFUSE PUMP .............................................................................................. 18
MONITORING CENTRAL VENOUS PRESSURE (CVP) ................................................... 20
INTERPRETASI EKG ............................................................................................................ 25
ACLS ....................................................................................................................................... 43

4
PENGAMBILAN DARAH ARTERI (BGA)

PENGERTIAN Pengambilan darah arteri untuk pemeriksaan analisa gas darah.


TUJUAN 1. Untuk menilai status oksigenasi klien.
2. Untuk menilai keseimbangan asam-basa.
3. Untuk menilai efektivitas penggunaan ventilator.
No Tahapan Tindakan 0 1
A. Tahapan Pra Interaksi
1 Memastikan program terapi pasien
2 Mencuci tangan
3 Menyiapkan alat :
1. Bak injeksi
2. Sarung tangan disposable
3. Spuit 2cc dan penutup jarum khusus/gabus (spuit BGA)
4. Heparin
5. Kassa steril
6. Kapas alkohol dalam tempatnya
7. Plester dan gunting
8. Wadah yang berisi es
9. Bengkok
10. Pulpen
11. Lembar dokumentasi / buku catatan
B. Tahap Orientasi
1 Memberikan salam dan menanyakan nama pasien (identifikasi).
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
4 Menanyakan persetujuan/ kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
1 Menjaga privasi pasien.
2 Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman.
3 Memakai handscoon
4 Mengaspirasi heparin ke dalam spuit sampai membasahi seluruh spuit (jika
memakai spuit BGA tidak perlu dilakukan)

5
5 Meraba arteri radialis, brachialis atau femoralis yang akan menjadi area
penyuntikan

6 Melakukukan test allen

7 Meraba kembali arteri dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan jari tangan
dan telunjuk

6
8 Disinfeksi daerah yang akan dilakukan suntikan dengan kapas alkohol dengan
gerakan sirkular dari arah dalam ke luar dengan diameter 5cm. Tunggu sampai
kering.
9 Menyuntikkan jarum ke arteri dengan sudut 90o. Bila jarum masuk ke dalam
arteri, darah akan keluar tanpa dihisap dan darah berwarna merah terang.

10 Setelah darah terhisap (kira-kira 2 ml) tarik spuit dan tekan bekas tusukan arteri
5 – 10 menit. Bila klien mendapat heparin, tekan selama 15 menit lalu tekan
dengan balutan tekan.
11 Menusukkan jarum spuit pada gabus atau karet.
12 Meletakkan spuit pada wadah berisi es atau segera kirimkan ke laboratorium
bersama formulir pemeriksaan.
D. Tahap Terminasi
1 Melakukan evaluasi tindakan.
2 Berpamitan dengan pasien.
3 Membereskan alat-alat.
4 Buka sarung tangan dan cuci tangan
5 Mencatat Saturasi O2 (SPO2), Terapi O2, ID pasien, dll yang diberikan pada
lembar pemeriksaan BGA
TOTAL :

Pekalongan, ………………………………
Evaluator

( )

7
PERAWATAN ETT

PENGERTIAN Perawatan rutin yang diberikan pada pasien yang terpasang endotracheal
tube untuk mencegah terjadinya penumpukan secret, infeksi (kolonisasi
bakteri), memelihara hygiene dan memastikan selang pada posisi yang
benar.
TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mencegah terjadinya
penumpukan secret pada ETT, infeksi, dan memelihara hygiene pasien.
No Tahapan Tindakan 0 1
A. Tahapan Pra Interaksi
1 Memastikan program terapi pasien
2 Mencuci tangan
3 Menyiapkan alat :
1. Suction
2. Kateter penghisap dengan ukuran yang sesuai
3. Kom steril
4. Handuk
5. Perlak karet
6. Sarung tangan
7. Ambu bag dengan penghubung ke sumber oksigen
8. Plester adhesive / tahan air
9. Gunting
10. Hydrogen peroksida (H2O2)
11. Sikat pembersih
B. Tahap Orientasi
4 Memberikan salam dan menanyakan nama pasien (identifikasi).
5 Memperkenalkan diri
6 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
7 Menanyakan persetujuan/ kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
8 Menjaga privasi pasien.
9 Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman.
10 Memakai handscoon

8
11 Kaji status pernafasan klien termasuk kebutuhan akan penghisapan dan
perawatan endotracheal
12 Dekatkan alat ke pasien
13 Bentangkan handuk diatas dada pasien
14 Atur peralatan penghisap
15 Buka dan letakkan alat-alat hygiene oral, termasuk lap, handuk dan baskom
16 Tuangkan 50 ml hydrogen peroksida steril ke dalam kom sedang
17 Siapkan selalu kateter penghisap yang steril
18 Lakukan tindakan penghisapan sesuai kebutuhan
19 Jika terpasang OPA (mayo/guedel) lepaskan dan letakkan dalam mangkok yang
berisi hydrogen peroksida
20 Lepaskan semua plester sekitar pipa dengan hati-hati dan cermat, kemudian
buang di bengkok.
21 Lakukan oral hygiene pada sisi mulut yang tidak terhalang oleh pipa, gerakkan
dengan perlahan kemudian bersihkan sisi yang lain
22 Basuh wajah dan area sekitar leher menggunakan waslap bersabun, bilas dengan
air basah, dan keringkan menggunakan handuk
23 Dengan sikat, bersihkan OPA dan bilas dengan bersih menggunakan air (atau
ganti OPA bila tersedia).
24 Pasang kembali plester anti air atau plaster adhesive secara tepat dan cermat
25 Periksa tekanan cuff dan pasang kembali OPA dengan tepat
26 Atur kembali posisi klien
D. Tahap Terminasi
27 Melakukan evaluasi tindakan (Status pernapasan klien, kenyamanan)
28 Berpamitan dengan pasien.
29 Membereskan alat-alat.
30 Buka sarung tangan dan cuci tangan
31 Dokumentasikan kegiatan dalam lembar catatan perawatan
TOTAL :
Pekalongan, ………………………………
Evaluator

( )

9
PERAWATAN TRAKHEOSTOMY

PENGERTIAN Perawatan rutin yang diberikan pada pasien yang terpasang trakheostomy
tube untuk mencegah terjadinya penumpukan secret, infeksi (kolonisasi
bakteri), dan memelihara hygiene.
TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mencegah terjadinya
penumpukan secret pada TT, infeksi, dan memelihara hygiene pasien.
No Tahapan Tindakan 0 1
A. Tahapan Pra Interaksi
1 Memastikan program terapi pasien
2 Mencuci tangan
3 Menyiapkan alat :
1. Suction
2. Kateter penghisap dengan ukuran yang sesuai
3. Kom steril
4. Handuk
5. Perlak karet
6. Sarung tangan
7. Ambu bag dengan penghubung ke sumber oksigen
8. Plester adhesive / tahan air
9. Gunting
10. Hydrogen peroksida (H2O2)
11. Sikat pembersih
B. Tahap Orientasi
1 Memberikan salam dan menanyakan nama pasien (identifikasi).
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
4 Menanyakan persetujuan/ kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
1 Mencuci tangan dengan 7 langkah
2 Menjaga privasi pasien
Mengkaji pernapasan klien, termasuk kebutuhan klien akan pengisapan dan
3 pembersihan trakeostomi

10
4 Meninggikan tempat tidur sampai ketinggian yang nyaman untuk bekerja
5 Membantu klien untuk mengambil posisi semi fowler atau terlentang
6 Meletakkan handuk melintang di dada klien
Membuka set atau peralatan penghisap. Buka juga bungkus alat-alat yang
7
diperlukan untuk pembersihan trakheostomi
8 Meletakkan perlak paling bawah dan atur peralatan penghisap
9 Mengatur mangkuk steril kedua dekat. Jangan sentuh bagian dalam mangkuk
Menuangkan 50 ml hidrogen peroksida ke mangkuk kedua. Jangan sampai
10 menetes ke perlak
Membuka sikat steril dan meletakkan di sebelah mangkuk yang berisi hidrogen
11 peroksida
Membuka ketiga bungkus kasa 10 x 10 cm. pertahankan sterilitas kasa.
12 Tuangkan hidrogen peroksida di atas kasa pertama dan normal salin di kasa
kedua. Biarkan kasa ketiga tetap kering
13 Mengeringkan daerah meatus uretra dengan kapas kering
Membuka swab berujung kapas. Tuangkan hidrogen peroksida pada satu paket
14
swab dan normal salin pada paket swab lainnya
Menetapkan panjang tali pengikat trakheostomi yang diperlukan dengan
15 menggandakan lingkar leher dan menambah 5 cm dan gunting tali pada
panjang tersebut
Melakukan prosedur pengisapan. Pastikan bahwa anda telah menggunakan
16
mantel pelindung dan sarung tangan steril
Melepaskan sarung tangan yang sudah basah dan kenakan sarung tangan steril
17 yang baru. Tangan dominan anda harus tetap steril sepanjang prosedur
dilakukan.
Membersihkan atau mengganti kanul trakheostomi dalam sekali pakai
18 (dispossible inner-canula).
Membersihkan jalan udara sehingga pembersihan trakheostomi menjadi lebih
19 efisien. Pengisapan merupakan prosedur steril. Mantel pelindung mencegah
kontak dengan cairan tubuh klien.
Membersihkan kulit di sekitar trakeostomi tanpa melepas tali pengikat
20 trakeostomi
21 Meletakkan kasa sebagai bantalan trakheostomi
Mengganti tali pengikat trakheostomi dan biarkan tali yang lama tetap di
22
tempatnya sementara memasang tali yang baru.

11
Memeriksa untuk memastikan bahwa tali pengikat tidak terlalu ketat tetapi pipa
23
trakheostomi telah dengan aman tertahan di tempatnya.
24 Merapikan pasien dan alat
25 Mencuci tangan dengan 7 langkah
D. Tahap Terminasi
27 Melakukan evaluasi tindakan (Status pernapasan klien, kenyamanan)
28 Berpamitan dengan pasien.
29 Membereskan alat-alat.
30 Buka sarung tangan dan cuci tangan
31 Dokumentasikan kegiatan dalam lembar catatan perawatan
TOTAL :
Pekalongan, ………………………………
Evaluator

( )

12
PENGHITUNGAN DOSIS DAN PEMBERIAN OBAT PADA
PERAWATAN KRITIS

Dalam memberikan obat-obatan pada pasien yang dirawat di ICU, perawat diharuskan untuk
menghitung dosis secara tepat dan juga harus cepat dikarenakan kondisi pasien yang
mengancam nyawa. Banyak obat-obatan yang diberikan secara IV seperti antiarithmia
(amiodarone, lidocaine, and procainamide); vasodilators (sodium nitroprusside and
nitroglycerin), dan adrenergik (norepinephrine dan dopamine) diberikan dalam situasi yang
mengancam nyawa. Oleh karena itu, tugas perawat adalah untuk menyiapkan obat-obatan
emergency, memberikan ke pasien, dan mengobservasi untuk evaluasi efektifitas obat-obat
tersebut.

Dalam keperawatan kritis terdapat beberapa perbedaan dalam pemberian obat diantaranya obat
yang diberikan biasanya dalam dosis mikro (titrasi) yang diberikan dalam waktu yang lama
(terus menerus). Namun demikian pada dasarnya dalam pemberian obat mempunyai prinsip
yang sama, yaitu (1) menghitung konsentrasi obat, (2) menghitung obat yang diberikan dalam
satuan ml atau cc.

1. Menghitung konsentrasi obat

Untuk menghitung konsentrasi sangatlah mudah, yaitu dengan menghitung obat yang
diencerkan (dilarutkan) dengan pelarut obat (aquabidest/NaCl/RL/D5%) dalam ml.
Kemudian dihitung kandungan obat dalam mg (jika mcg tinggal dikali 1.000) dalam 1 ml.

Misal:

a. Jika sediaan dopamine tiap ampule mengandung 200 mg (1 amp = 10 ml = 200 mg)
dilarutkan menjadi 50 ml.
Jadi setiap 50 cc mengandung 200 mg dopamine.
50 ml = 200 mg
1 ml = 4 mg atau 4.000 mcg
Jadi, Konsentrasi obat tiap ml adalah 4 mg atau 4.000 mcg.

b. Jika sediaan heparin tiap vial (5 ml) mengandung 25.000 unit (1 ml = 5.000 unit)
dilarutkan menjadi 50 ml.
Maka setiap 50 ml mengandung 25.000 Unit
50 ml = 25.000 unit

13
1 ml = 500 unit
Jadi, konsentrasi obat tiap ml mengandung 500 unit heparin.

2. Menghitung kebutuhan obat


Untuk menghitung dapat disesuaikan dengan dosis yang diberikan oleh dokter. Khusus
untuk obat-obat yang diberikan melalui syringe pump, kecepatan obat yang diberikan
adalah ml/jam. Jadi, jika dosis yang diberikan dalam satuan menit maka perlu dikalikan
60 (karena 1 jam = 60 menit).
Untuk menghitung kecepatan obat yang diberikan dalam ml/jam (rate) dapat dihitung
dengan menggunakan rumus dibawah ini.

𝑫𝑶𝑺𝑰𝑺 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒙 𝟔𝟎 (𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒅𝒐𝒔𝒊𝒔 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒎𝒆𝒏𝒊𝒕)


Rate (ml/jam) =
𝑲𝒐𝒏𝒔𝒆𝒏𝒕𝒓𝒂𝒔𝒊 𝑶𝒃𝒂𝒕

Misal:

a. Jika BB pasien 50 kg dan dosis dopamine yang tertulis adalah 2 mcg/kgBB/menit.


Jika sediaan dopamine tiap ampule mengandung 200 mg (1 amp = 10 ml = 200 mg)
dilarutkan menjadi 50 ml.

Maka:

𝐷𝑂𝑆𝐼𝑆 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑥 60


Rate (ml/jam) =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝑏𝑎𝑡

2 𝑥 50 𝑥 60
= 4000

= 1,5 ml/jam

Jadi, kecepatan obat yang diberikan melalui syringe pump adalah 1,5 ml/jam

b. Jika BB pasien 50 kg dan dosis heparin yang tertulis adalah 60 U/kgBB. Jika sediaan
heparin tiap vial (5 ml) mengandung 25.000 unit (1 ml = 5.000 unit) dilarutkan
menjadi 50 ml.

14
Maka:

𝐷𝑂𝑆𝐼𝑆 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛


Rate (ml/jam) = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝑏𝑎𝑡
(NB: Dosis tidak dikali 60 karena bukan

dosis per menit)

60 𝑥 50
= 500

= 6 ml/jam

Jadi, kecepatan obat yang diberikan melalui syringe pump adalah 6 ml/jam

TUGAS

Hitung konsentrasi obat

1. DOBUTAMINE, dengan sediaan 1 amp (5 mL) = 50 mg/ml dan diencerkan menjadi


50 ml.
2. VASCON (nor epinephrine), dengan sediaan 1 amp = 4cc = 4 mg dan diencerkan
menjadi 50 ml.

15
PEMBERIAN OBAT DENGAN MENGGUNAKAN SYRINGE PUMP

PENGERTIAN Pemberian obat titrasi dengan menggunakan mesin (syringe pump)


TUJUAN Untuk pemberian obat secara IV yang diberikan secara terus menerus
dengan dosis yang telah ditentukan
No Tahapan Tindakan 0 1
A. Tahapan Pra Interaksi
1 Memastikan program terapi pasien
2 Memastikan OBAT yang prinsip 6 benar dan menghitung dosis obat
3 Mencuci tangan
4 Menyiapkan alat :
1. Spuit 50 cc
2. Extention tube
3. Three way stop-cock
4. Set syringe pump
5. Set infus
6. Sarung tangan
7. Pelarut obat (aquabidest / RL/NaCl/D5%)
B. Tahap Orientasi
4 Memberikan salam dan menanyakan nama pasien (identifikasi pasien).
5 Memperkenalkan diri
6 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
7 Menanyakan persetujuan/ kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
8 Menjaga privasi pasien.
9 Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman.
10 Memakai handscoon
11 Mengambil obat ke Spuit (bila perlu dilarutkan) sesuai kebutuhan
12 Menghubungkan extention tube dengan spuit
13 Mengeluarkan udara yang ada di selang (extention tube)
14 Menyambungkan selang syringe pump (extention tube) ke Three-way
15 Meletakkan spuit ke mesin syringe pump

16
16 Memencet tombol ON pada mesin syringe pump
17 Memastikan tree-way terpasang pada posisi yang benar
18 Memberikan obat sesuai dosis (ml/jam)
19 Evaluasi syringe pump berjalan dengan benar
20 Melepas handscoon dan cuci tangan
D. Tahap Terminasi
21 Melakukan evaluasi tindakan (Status pernapasan klien, kenyamanan)
22 Berpamitan dengan pasien.
23 Membereskan alat-alat.
24 Buka sarung tangan dan cuci tangan
25 Dokumentasikan kegiatan dalam lembar catatan perawatan
TOTAL :

Pekalongan, ………………………………
Evaluator

( )

17
PENGUNAAN INFUSE PUMP

PENGERTIAN Pemberian cairan infus dengan menggunakan mesin (infuse pump)


TUJUAN Untuk pemberian cairan secara IV yang diberikan secara terus menerus
dengan jumlah yang telah ditentukan
No Tahapan Tindakan 0 1
A. Tahapan Pra Interaksi
1 Memastikan program terapi pasien
2 Mencuci tangan
3 Menyiapkan alat :
1. Set infus
2. Three way stop-cock
3. Sarung tangan
B. Tahap Orientasi
4 Memberikan salam dan menanyakan nama pasien (identifikasi pasien).
5 Memperkenalkan diri
6 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
7 Menanyakan persetujuan/ kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
8 Cuci tangan dan Menggunakan alat proteksi diri
9 Memasang infuse set
10 Memasang tree way pada ujung selang infuse
11 Mengeluarkan udara yang ada di selang infuse
12 Memasang inset (abocath) pada tangan bagian distal (diutamakan)
13 Menghubungkan tree-way (selang infuse) dengan inset (abocath)
14 Mengalirkan infus (guyur terlebih dahulu)
15 Memasang selang infus pada infuse pump
16 Memasang indikator tetesan pada tabung tetesan infuse (diatas permukaan air)
17 Memastikan tree-way terpasang pada posisi yang benar
18 Menyalakan mesin infuse pump
19 Setting volume infuse
20 Setting tetesan infuse (ml/jam)

18
21 Evaluasi tetesan infus berjalan dengan benar
22 Melepas handscoon dan cuci tangan
D. Tahap Terminasi
21 Melakukan evaluasi tindakan (Status pernapasan klien, kenyamanan)
22 Berpamitan dengan pasien.
23 Membereskan alat-alat.
24 Buka sarung tangan dan cuci tangan
25 Dokumentasikan kegiatan dalam lembar catatan perawatan
TOTAL :

Pekalongan, ………………………………
Evaluator

( )

19
MONITORING CENTRAL VENOUS PRESSURE (CVP)

PENGERTIAN
TUJUAN 1. Untuk memeriksa fungsi jantung, evaluasi arus balik vena ke
jantung, dan untuk memperkirakan baik atau tidaknya fungsi pompa
jantung secara tidak langsung.
2. Untuk mendapatkan akses pembuluh darah besar secara cepat,
pemberian cairan dengan volume besar, dan untuk memfasilitasi
pengambilan darah untuk sampel laboratorium.
No Tahapan Tindakan 0 1
A. Tahapan Pra Interaksi
1 Memastikan program terapi pasien
2 Memastikan OBAT yang prinsip 6 benar dan menghitung dosis obat
3 Mencuci tangan
4 Menyiapkan alat :
1. Manometer
2. Water pas/ pipa U
3. Set infuse dan Cairan yang akan digunakan
4. Three way/ stopcock
5. Extension tubing
Persiapan Pasien:
1. Pasien diberitahu dan menjelaskan tentang tujuan dan hal – hal yang
akan dilakukan.
2. Posisi pasien disesuaikan dengan kebutuhan.
CVP Normal berkisar antara 5 sampai 10 cmH2O atau 2 hingga 6 mmHg
B. Tahap Orientasi
4 Memberikan salam dan menanyakan nama pasien (memastikan dengan melihat
gelang ID pasien).
5 Memperkenalkan diri
6 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
7 Menanyakan persetujuan/ kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
8 Menjaga privasi pasien.

20
9 Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman.
10 Memakai handscoon
11 Posisikan pasien datar telentang dengan satu bantal, tangan di samping. Jika
pasien tidak dapat menoleransi posisi datar, pasien dapat diposisikan semi
fowlers.
12 Ubah stopcock pada posisi off dan secara perlahan isi manometer dengan cairan
IV hingga level air berada pada posisi 10 hingga 20 cmH2O lebih tinggi dari
pada nilai CVP pasien (Jangan mengisi air berlebihan).
13 Ubah stopcock pada posisi off terhadap cairan IV dan buka stopcock pada posisi
klien. Level cairan di manometer akan turun. Ketika level air sudah mulai
berhenti, lever air akan sedikit berfluktuasi sesuai dengan pernapasan
14 Catat CVP pada akhir ekspirasi, ketika tekanan intratorakal sedikit berefek pada
selang CVP dan fluktuasi pada level tertinggi.

15 Setelah mendapatkan nilai CVP, ubah stopcock untuk melanjutkan infus IV


(jika diperlukan)

21
16 Laporkan kepada dokter jika fluktuasi nilai CVP lebih dari 2 cmH2O
D. Tahap Terminasi
17 Melakukan evaluasi tindakan (Status pernapasan klien, kenyamanan)
18 Berpamitan dengan pasien.
19 Membereskan alat-alat.
20 Buka sarung tangan dan cuci tangan
21 Dokumentasikan kegiatan dalam lembar catatan perawatan
TOTAL :

Pekalongan, ………………………………
Evaluator

( )

22
PEMASANGAN EKG 12 LEADS
PENGERTIAN Pemasangan elektrokardiogram 12 sadarapn
TUJUAN Untuk mengetahui kondisi kelistrikan jantung
No Tahapan Tindakan 0 1
A. Tahapan Pra Interaksi
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan alat :
1. Set EKG
2. Jelly
3. Pencukur rambut (bila terdapat bulu dada yang tebal)
4. Sarung tangan
B. Tahap Orientasi
1. Berikan salam dan senyum kepada pasien
2. Memperkenalkan diri perawat kepada pasien
3. Menyapa pasien untuk memastikan identitas pasien
4. Menjelaskan tujuan tindakan
5. Menjelaskan prosedur menggunakan bahasa yang dimengerti pasien
6. Menanyakan kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
1 Melakukan cuci tangan dengan 7 langkah
2 Menjaga privasi pasien dengan menutup tirai, pintu dan jendela
3 Memakai sarung tangan bersih
4 Membaca bismillah yang dikeraskan
5 Mengatur posisi pasien supinasi dan mebuka pakaian pasien
6 Membersihkan area ekstremitas dan dada dengan kapas alkohol. Bila perlu cukur
rambut yang tebal.
7 Memasang sadapan ekstremitas
a. Kabel merah (RA) pada lengan kanan
b. Kabel kuning (LA) pada lengan kiri
c. Kabel Hijau (LF) pada kaki kiri
d. Kabel Hitam (Netral) pada kaki kanan

23
8 Memasang sadapan prekordial
a. V1: pada ICS ke-4 garis parasternal dekstra
b. V2: pada ICS ke-4 garis parasternal sinistra
c. V3: diantara V2 dan V4
d. V4: pada ICS ke-5 garis midclavicularis sinistra
e. V5: horizontal terhadap V5, linea aksilaris anterior sinistra
f. V6: horizontal terhadap V6, pada linea midaksilaris
9 Menghubungkan kabel listrik mesin EKG ke sumber listrik
10 Menyalakan power ON mesin EKG
11 Mengatur kecepatan gelomang pada 25 mm per detik
12 Melakukan kalibarasi voltage 1 mV
13 Melakukan rekaman EKG 12 lead
14 Setelah selesai, mematikan power mesin EKG dan melepaskan eloktroda pada
tubuh klien
15 Membersihkan sisa jelly pada tubuh klien dengan tissue
16 Merapikan klien dan alat
17 Melepas sarung tangan dan Mencuci tangan
D. Tahap Terminasi
21 Melakukan evaluasi tindakan (Status pernapasan klien, kenyamanan)
22 Berpamitan dengan pasien.
23 Membereskan alat-alat.
24 Buka sarung tangan dan cuci tangan
25 Dokumentasikan kegiatan dalam lembar catatan perawatan
TOTAL :

Pekalongan, ………………………………
Evaluator

( )

24
INTERPRETASI EKG

REVIEW NILAI NORMAL EKG

Gelombang P Normal

• Letak : sebelum komplek QRS


• Tinggi : 2 – 3 mm (2-3 kotak kecil)
• Durasi : 0,06 – 0,12 detik ( 1,5 – 3 kotak kecil)
• Bentuk : melengkung keatas

25
• Defleksi : positif (kecuali di V1 dan aVR)

Interval PR

• Letak : dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS


• Durasi : 0,12 – 0,20 detik (3 – 5 kotak kecil)

Kompleks QRS

• Lokasi : setelah interval PR


• Tinggi : 5 – 30 mm (berbeda-beda tiap lead)
• Durasi : 0,06 – 0,10 detik (1,5 – 3 kotak kecil)
• Bentuk : terdiri dari gelombang Q, R, dan S
• Defleksi : positif di lead I, II, III, aVL, aVF, dan V4 dan V6 dan negatif di lead
aVR dan V1-V3

Segmen ST

• Letak : mulai awal gelombang S hingga awal gelombang T


• Defleksi : sejajar dengan garis isoelektris (± 1 mm)

Gelombang T

• Letak : setelah gelombang S


• Tinggi : 0,5 mm (lima kotak kecil) di lead I, II, dan III dan hingga 10 mm (10
kotak kecil) di lead precordial
• Bentuk : melengkung ke atas
• Defleksi : positif kecuali di aVR

Interval QT

• Lokasi : dari awal kompleks QRS hingga akhir gelombang T


• Durasi : berbeda-beda, dalam rentang 0,36 – 0,44 detik (9 – 11 kotak kecil)

Gelombang U

• Lokasi : setelah gelombang T


• Defleksi : positif (melengkung ke atas)

26
8 Langkah menginterpretasikan EKG

1. Langkah 1: Menentukan Irama


Untuk menentukan irama atrial atau ventricular dapat menggunakan alat pencil dan kertas
atau dengan jangka. Untuk irama atrial, ukur interval P-P’. Normalnya, jarak P dan P’
adalah sama dan teratur, mungkin ada sedikit perbedaan akibat efek respirasi. Kemudian
bandingkan dengan gelombang P yang selanjutnya secara berurutan. Kemudian untuk
menentukan irama ventrikel dapat di ukur jarak R – R’. Sama seperti irama atrial, irama
ventrikel normal adalah teratur (jarak R ke R’ adalah sama). Sebagai gambaran dapat
melihat gambar di bawah ini.

2. Langkah 2: Menentukan kecepatan (HR)


Ada beberapa cara untuk menghitung heart rate (HR), diantaranya:
• Menghitung kotak kecil

Hitung kotak kecil jarak antara R ke R’, kemudian masukkan ke dalam rumus di
bawah:
1500
HR = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

• Menghitung kotak besar


Hitung berapa kotak besar jarak antara R ke R’, kemudian masukkan ke dalam
rumus di bawah:
300
HR = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟

• Untuk irama yang tidak teratur

27
Jika irama tidak teratur maka tidak dapat menggunakan rumus seperti di atas.
Oleh karenanya, penghitungan HR dapat dilakukan dengan cara mencetak
gelombang EKG yang diperpanjang selama 6 detik (beberapa mesin EKG terdapat
setting untuk EKG yang diperpanjang). Kemudian hitung jumlah gelombang R
(dari strip ekg 6 detik tersebut) kemudian dikalikan 10 (karena satu menit adalah
60 detik, dan strip EKG yang kita ukur adalah 6 detik maka perlu dikali 10 untuk
mendapatkan HR satu menit).
• Menentukan HR secara cepat
Kebanyakan mesin EKG saat ini sudah terdapat keterangan HR pada EKG strip
yang sudah dicetak (beberapa mesin ada juga yang melampirkan interpretasi
EKG). Oleh karenanya, untuk menentukan HR tinggal melihat strip EKG yang
sudah kita cetak. Jika tidak ada nilai HR pada strip EKG yang kita cetak, kita
masih dapat mengidentifikasi HR secara cepat yaitu dengan memperkirakan
(menghitung) kotak besar jarak R ke R’. HR normal adalah berkisar antara 3 – 5
kotak besar, oleh karenanya jika jarak R-R’ < 3 kotak besar maka HR pasti cepat
(takikardia), kemudian jika jarak R-R’ > 5 kotak besar maka HR pasti lambat
(bradikardia).
3. Langkah 3: Evaluasi gelombang P
Ketika memeriksa gelombang P pada irama strip EKG. Amati: apakah gelombang P ada?
Apakah gelombang P mempunyai bentuk normal? Apakah gelombang P mempunyai
ukuran dan bentuk yang sama? Apakah terdapat gelombang P pada setiap kompleks
QRS?

4. Langkah 4: Ukur Interval PR


Untuk mengukur interval PR, hitunglah jumlah kotak kecil antara awal gelombang P dan
awal kompleks QRS; kemudian jumlah kotak kecil tersebut kalikan 0.04 detik. Amati:
apakah durasi normal 0,12 – 0,20 detik (3-5 kotak kecil)? Apakah jarak interval PR
konstan?

28
5. Langkah 5: Menentukan durasi kompleks QRS
Ketika menentukan durasi QRS, pastikan untuk mengukur pada akhir interval PR hingga
akhir gelombang S. Ingat bahwa kompeks QRS tidak mempunyai garis horizontal. Amati:
apakah durasi QRS normal yaitu 0,06 – 0,10 detik (kurang dari 3 kotak kecil)? Apakah
semua kompleks QRS memiliki ukuran dan bentuk yang sama? Apakah kompleks QRS
ada setelah gelombang P?

6. Langkah 6: Memeriksa gelombang T


Amati gelombang T pada strip EKG. Apakah gelombang T ada? Apakah gelombang T
mempunyai bentuk yang normal? Apakah semua gelombang T mempunyai amplitudo
yang sama? Apakah gelombang T mempunyai defleksi yang sama dengan kompleks
QRS?

7. Langkah 7:Mengukur durasi interval QT


Ukur jumlah kotak kecil mulai awal kompleks QRS hingga akhir gelombang T. amati:
apakah mempunyai durasi normal yaitu 0,36-0,40 detik (9-10 kotak kecil)?

29
8. Langkah 8: Memeriksa denyut ektopik dan abnormal
Periksa denyut ektopik dan ketidaknormalan. Periksa juga ketidaknormalan ST segmen
(elevasi/depresi), dan periksa adanya gelombang U. Catat temuan anda dan
interpretasikan dengan menamai irama sesuai dengan salah satu atau semua dari temuan-
temuan dibawah ini:
- Asal dari Irama (misal: Sinus, atria, AV node, atau Ventricles)
- Karakteristik kecepatan (Misal: Bradikardi, atau takikardi)
- Ketidaknormalan irama (Misal: flutter, fibrilasi, blok jantung, escape rhythm, atau
aritmia lainnya).

Algoritma berikut dapat menjadi referensi untuk lebih memahami interpretasi EKG

30
(Mirtajaddini, 2017)

31
EKG EMERGENCY

Meskipun perawat tidak mempunyai wewenang dalam memberikan pengobatan, akan tetapi
pemahaman tentang EKG yang mengancam nyawa dapat memberikan dampak signifakan
terhadap keselamantan pasien. Kondisi gangguan kelistrikan jantung (EKG) yang diketahui
lebih dini dapat dilaporkan kepada dokter penanggung jawab sehingga mendapatkan
penanangan lebih baik. Berikut ini beberapa daftar EKG yang harus diwaspadai.

1. SINOATRIAL NODES ARRHYTHMIAS


a. Sinus Pause (Sinus Arrest)

 SA node gagal berdenyut dan kemudian kembali


 Aktifitas listrik kembali dengan sendirinya atau ketika pacemaker kembali
berdenyut.
 Waktu interval pause (arrest) bukan kelipatan interval P-P normal.
 Rate: Normal atau lambat; tergantung irama
 Rhythm: Irregular di mana pause (arrest) block terjadi
 Gelombang P: Normal (ke atas, sama/uniform kecuali pada area pause/arrest)
 Interval PR Normal (0,12–0,20 sec)
 Kompleks QRS: Normal (0,06–0,10 sec)

NB: Curah jantung dapat menurun dan menyebabkan sinkope/pusing

b. Sinoatrial (SA) Block

32
 Blok terjadi pada beberapa interval P-P’
 Setelah dropped beat (denyut yang hilang), siklus kembali normal
 Rate: Normal atau lambat; tergantung durasi dan frekuensi SA blok
 Rhythm: Irregular di mana SA block terjadi
 Gelombang P: Normal (ke atas, sama/uniform kecuali pada area dropped beat)
 Interval PR Normal (0,12–0,20 sec)
 Kompleks QRS: Normal (0,06–0,10 sec)

2. ATRIAL ARRHYTHMIAS
a. Supraventricular Tachycardia (SVT)

 Denyut Atrial yang cepat mengambil alih SA node dan menjadi pacemaker utama
 Beberapa gelombang ST dan T mungkin muncul
 Rate: 150–250 bpm
 Rhythm: Regular
 Gelombang P: terkubur gelombang T (sulit ditentukan)
 PR Interval: sulit diukur
 QRS: Normal (0.06–0.10 sec) tapi mungkin melebar jika letak kelainan di ventrikel

NB: SVT mungkin berkaitan dengan konsumsi caffeine, nicotine, stress, atau ansietas pada
dewasa sehat. Beberapa pasien mengalami angina, hipotensi, pusing, palpitasi dan asietas.

b. Atrial Flutter

33
 Impuls AV node muncul pada gelombang 2:1, 3:1, 4:1, atau lebih.
 Derajat AV block dapat menetap atau bervariasi
 Rate: Atrial: 250–350 bpm; ventricular: bervariasi
 Rhythm: Atrial: regular; ventricular: bervariasi
 Gelombang P: gelombang flutter nampak seperti gigi gergaji
 PR interval: bervariasi
 Kompleks QRS: seringkali normal (0,06-0,10)

NB: Adanya flutter dapat sebagai indikasi awal penyakit jantung. Tanda dan gejala
tergantung pada kecepatan respon ventrikular.

c. Atrial Fibrillation

 Kelistrikan yang dihasilkan berasal dari denyut ektopik atrial yang cepat
 Tidak adanya depolarisasi atrial yang terorganisir
 Rate: Atrial: ≥350 bpm; ventricular: bervariasi
 Rhythm: ireguler
 Gelombang P: tidak normal, berantakan
 PR interval: -
 Kompleks QRS: seringkali normal (0,06-0,10)

34
NB: Adanya flutter dapat sebagai indikasi awal penyakit jantung. Tanda dan gejala
tergantung pada kecepatan respon ventrikular.

3. VENTRICULAR ARRHYTHMIAS
a. Idioventricular Rhythm

 Rate: 20–40 bpm


 Rhythm: Regular
 Gelombang P: tidak ada
 PR interval: tidak ada
 Kompleks QRS: lebar (>0,10), bizzare

NB: Tidak adanya curah jantung dikarenakan HR yang lambat. Idioventricular rhythm
dengan HR dibawah 20 bpm disebut irama agonal yang merupakan keadaan
terminal/irama terakhir sebelum asystole.

b. Premature Ventricular Contraction (PVC)

 PVC dapat mempunyai bentuk yang sama (uniform), atau bentuk yang berbeda
(Multiform).
 Rate: tergantung irama dasar
 Rhythm: irregular ketika PVC ada
 Gelombang P: tidak ada pada PVC

35
 PR interval: tidak ada yang berkaitan dengan PVC
 Kompleks QRS: lebar (>0,10), bizzare

Contoh PVC lain:

 Premature Ventricular Contraction: Uniform

 Premature Ventricular Contraction: Multiform

 Premature Ventricular Contraction: Ventricular Bigeminy

 Premature Ventricular Contraction: Ventricular Trigeminy

36
 Premature Ventricular Contraction: Ventricular Quadrigeminy

 Premature Ventricular Contraction: Couplets

 Premature Ventricular Contraction: R On T Phenomenon

NB: dalam situasi iskemia akut, fenomena R on T menjadi berbahaya karena ventrikel
dapat berubah menjadi VT atau VF.

c. Ventricular Tachycardia (VT): Monomorphic

37
 Rate: 100 – 250 bpm
 Rhythm: regular
 Gelombang P: tidak ada
 PR interval: tidak ada
 Kompleks QRS: lebar (>0,10), bizzare

NB: Penting untuk dipastikan teraba tidaknya nadi, karena VT monomorfik mungkin
terdapat perfusi atau tidak ada perfusi. VT monomorfik dapat memburuk menjadi VF
atau VT tidak stabil jika tidak ditangani.

 Bentuk lain Ventricular Tachycardia (VT): Polymorphic

d. Torsade de Pointes

 Rate: 200 – 250 bpm

38
 Rhythm: regular atau Irregular
 Gelombang P: tidak ada
 PR interval: tidak ada
 Kompleks QRS: lebar (>0,10), bizzare

NB: Torsade de pointes dapat memburuk menjadi VF atau Asystole.

e. Ventricular Fibrillation (VF)

 Rate: tidak dapat dihitung


 Rhythm: tidak beraturan/berantakan
 Gelombang P: tidak ada
 PR interval: tidak ada
 Kompleks QRS: tidak ada

NB: VF tidak dapat teraba nadi atau tidak adanya curah jantung. Oleh karananya, semakin
lama penanganan akan semakin menurunkan kesempatan untuk berubah menjadi normal.

f. Pulseless Electrical Activity (PEA)

Kondisi PEA terjadi dimana sistem kelistrikan jantung masih ada tetapi tidak dapat
jantung memompa darah ke seluruh tubuh sehingga nadi tidak dapat teraba. Irama dapat
berupa sinus, atrial, junctional, atau ventricular.

39
g. Asystole

 Tidak adanya aktivitas listrik pada ventrikel.


 Pastikan elektroda terpasang dengan benar
4. ATRIOVENTRICULAR DAN BUNDLE BRANCH BLOCKS
a. First-Degree AV Block

 Rate: tergantung irama dasar


 Rhythm: regular
 Gelombang P: normal
 PR interval: memanjang (> 0,20 detik)
 Kompleks QRS: normal

NB: AV blok derajat I tidak berbahaya, tetapi jika berkaitan dengan AMI dapat memicu
kerusakan AV. Blok AV juga disebabkan oleh pemanjangan konduksi AV yang meliputi
konsumsi obat digoxin, penyakat kanal kalsium, dan beta blocker.

b. Second-degree AV Block: Type I (Mobitz I atau Wenckebach)

40
 Rate: tergantung irama dasar
 Rhythm: Atrial: regular; ventricular: irregular
 Gelombang P: normal, gel. P lebih banyak dari QRS
 PR interval: memanjang progresif hingga gel. P diblok dan QRS hilang
 Kompleks QRS: normal
c. Second-degree AV Block: Type II (Mobitz II)

 Rasio konduksi (Gelombang P dan kompleks QRS): 2:1, 3:1, 4:1, atau bervariasi.
 Kompleks QRS seringkali lebar karena blok biasanya melibatkan kedua cabang
berkas (bundle branches).
 Rate: Atrial: usually 60–100 bpm; ventricular: lebih rendah dari atrial
 Rhythm: Atrial: regular; ventricular: regular/irregular
 Gelombang P: normal, gel. P lebih banyak dari QRS
 PR interval: normal atau memanjang konstan
 Kompleks QRS: normal/lebar
d. Third-degree AV Block (Complete)

41
 Tidak terdapat konduksi antara atria dan ventrikel karena adanya blok total.
 Rate: atrial: 60–100 bpm; ventricular: 40–60 bpm (pada irama junctional), <40
bpm (pada irama ventricular)
 Rhythm: biasanya regular, tetapi atrial dan ventrikel terpisah
 Gelombang P: normal; mungkin dapat tertutup pada kompleks QRS atau gel. P
 PR interval: bervariasi
 Kompleks QRS: normal/lebar (jika junctional), lebar (ventricular)
e. Bundle Branch Block (BBB)

 Rate: tergantung irama dasar


 Rhythm: regular
 Gelombang P: normal
 PR interval: normal
 Kompleks QRS: lebar dengan bisa terdapat cekungan/menyerupai bentuk M

42
ACLS
Gambar 1 Algoritme Henti Jantung Dewasa.

43
Gambar 2 Algoritma Perawatan Pasca-Henti Jantung

44
Gambar 3 Henti Jantung pada Algoritma ACLS Kehamilan di Rumah Sakit.

45
Gambar 1 Algoritme Henti Jantung Anak-anak.

46

Anda mungkin juga menyukai