Anda di halaman 1dari 19

Pendalaman Materi UP No.

1-30

1. Menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap


bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya dalam
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap nasionalisme.

2. Mempertahankan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa


dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan
dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap nasionalisme.

3. Menjunjung tinggi keunggulan bangsa Indonesia dalam mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap patriotisme.

4. Mengembangkan sikap rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa dalam
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap patriotisme.

5. Menciptakan persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap


manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, dan warna kulit dalam mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap menghargai perbedaan.

6. Mengkarakteristikkan keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan


secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan kepentingan bersama dalam mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap mengutamakan kepentingan bersama.

7. Mempertahankan kekayaan alam Indonesia dalam mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap mempertahankan kekayaan alam Indonesia.

8. Mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga memperkuat jati diri bangsa
Indonesia dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga memperkuat jati diri bangsa Indonesia.
9. Menunjukkan keberanian dalam membela kebenaran dan keadilan pada proses
mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap berwibawa.

10. Mengembangkan pribadi yang taat serta menghormati hukum dan aturan pada
proses mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap berwibawa.

11. Mengatakan benar atau salah sesuai dengan yang sebenarnya dalam
mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap tegas.

12. Menampilkan perilaku yang bijaksana meskipun dalam situasi yang sulit pada
proses mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap tegas.

13. Memberikan penghargaan atau hukuman kepada peserta didik sesuai tata tertib
sekolah dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap disiplin.

14. Menampilkan sikap senang dan nyaman dalam mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap penuh panggilan jiwa.

15. Menunjukkan sikap kesiap-siagaan dalam proses mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap samapta.

16. Menampilkan tanggapan sebagaimana yang dihayati peserta didik dalam mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik.
Sikap kesepenuhhatian.

17. Merancang berbagai usaha untuk menuntaskan pekerjaan dalam mendidik,


mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik
Sikap kesepenuhhatian.

18. Menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap kebutuhan peserta didik dalam
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap kemurahhatian.
19. Mendeteksi situasi yang membutuhkan bantuan dalam mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap kemurahhatian.

20. Mendemonstrasikan sikap tanggung jawab pribadi terhadap situasi yang


membutuhkan bantuan dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap kemurahhatian.

21. Diberikan contoh kasus mengenai lingkungan yang dapat dijadikan sebagai sumber
belajar, peserta mampu menerapkan media pembelajaran yang tepat untuk sumber
belajar tersebut
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sumber
belajar. Sumber belajar dikatagorikan meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik dan
lingkungan. Sumber belajar ada yang harus dirancang (by design) dan memanfaatkan
sumber belajar yang ada (by utilization).
Saudara adalah guru abad 21 sehingga sumber belajar dalam format digital dapat
dimanfaatkan, tentunya perlu Anda seleksi, kemas dan didesain menggunakan
prinsip-prinsip disain pesan sehingga menarik.
Pada dasarnya semua jenis lingkungan yang ada di sekitar siswa dapat dimanfaatkan
untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar sepanjang relevan dengan
kompetensi dasar dan hasil belajar yang bisa berupa lingkungan alam atau lingkungan
fisik, lingkungan sosial dan lingkungan budaya atau buatan.
Pembelajaran yang sedang dikembangkan sekarang adalah pembelajaran yang
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang dikenal dengan pembelajaran
konteksual.
Guru dalam mengajar tidak terikat pada buku teks, dan menjelaskan kepada siswa
tentang konsep-konsep, istilah-istilah dan teori-teori di kelas secara abstrak dan siswa
berusaha untuk memahami jalani pikiran guru. Guru menjadi satu-satunya sember
belajar dan pembelajaran berpusat pada guru.
Dalam pembelajaran konteksual materi pembelajaran yang akan disampaikan oleh
guru dikaitkan dengan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Siswa mempelajari
materi pelajaran dengan cara memahami konteksnya, sehingga pada siswa akan
muncul pemahaman sendiri tentang apa yang dipelajari yang bersifat idiosinkratik.
Jadi pengetahuan atau pemahaman dibangun atau dibentuk sendiri oleh siswa bukan
hasil dari apa yang dijelaskan oleh guru. Sebagai contoh untuk memahami tentang
pelanggaran hak azasi manusia, maka siswa ditugaskan untuk mengamati kasus-kasus
pelanggaran hak azasi manusia yang terjadi di lingkungannya. Dengan mempelajari
kasus tersebut maka siswa akan memahami makna dari pelanggaran hak azasi
manusia itu.
Jenis-Jenis Lingkungan Sebagai Sumber Belajar:
1. Lingkungan alam
Lingkungan alam atau lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang sifatnya alamiah,
seperti sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan), tumbuh-tumbuhan dan
hewan (flora dan fauna), sungai, iklim, suhu, dan sebagainya.
Lingkungan alam sifatnya relatif menetap, oleh karena itu jenis lingkungan ini akan
lebih mudah dikenal dan dipelajari oleh siswa. Sesuai dengan kemampuannya, siswa
dapat mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dan dialami dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk juga proses terjadinya.
Dengan mempelajari lingkungan alam ini diharapkan siswa akan lebih memahami
gejala-gejala alam yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari, lebih dari itu
diharapkan juga dapat menumbuhkan kesadaran sejak awal untuk mencintai alam,
dan mungkin juga siswa bisa turut berpartisipasi untuk menjaga dan memelihara
lingkungan alam.
2. Lingkungan Sosial
Hal-hal yang bisa dipelajari oleh siswa dalam kaitannya dengan pemanfaatan
lingkungan sosial sebagai sumber belajar ini misalnya:
a). Mengenal adat istiadat dan kebiasaan penduduk setempat di mana anak tinggal.
b) Mengenal jenis-jenis mata pencaharian penduduk di sektiar tempat tinggal dan
sekolah.
c). Mengenal organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat sekitar tempat
tinggal dan sekolah.
d). Mengenal kehidupan beragama yang dianut oleh penduduk sekitar tempat tinggal
dan sekolah.
e). Mengenal kebudayaan termasuk kesenian yang ada di sekitar tempat tinggal dan
sekolah.
f). Mengenal struktur pemerintahan setempat seperti RT, RW, desa atau kelurahan
dan kecamatan.
Pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar dalam kegiatan belajar
mengajar sebaiknya dimulai dari lingkungan yang terkecil atau paling dekat dengan
siswa
3. Lingkungan budaya
Di samping lingkungan sosial dan lingkungan alam yang sifatnya alami, ada juga yang
disebut lingkungan budaya atau buatan yakni lingkungan yang sengaja diciptakan atau
dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Anak dapat mempelajari lingkungan buatan dari berbagai aspek seperti
prosesnya, pemanfaatannya, fungsinya, pemeliharaannya, daya dukungnya, serta
aspek lain yang berkenaan dengan pembangunan dan kepentingan manusia dan
masyarakat pada umumnya.
Agar penggunaan lingkungan ini efektif perlu disesuaikan dengan rencana kegiatan
atau program yang ada. Dengan begitu, maka lingkungan ini dapat memperkaya dan
memperjelas bahan ajar yang dipelajari dan bisa dijadikan sebagai laboratorium
belajar siswa.

22. Diberikan narasi tentang karakteristik bahan ajar, peserta mampu memilih bahan
ajar yang memenuhi kriteria penyajian
Menurut National Centre for Competency Based Training (2007)
• Pengertian bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran
• Bahan yang dimaksudkan dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis.
• bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis
maupun tidak tertulis, sehingga tercipta suatu lingkungan atau suasana yang
memungkinkan siswa belajar.
Menurut Koesnandar (2008) jenis bahan ajar terbagi menjadi:
1. berdasarkan subjeknya terdiri dari dua jenis antara lain:
a. bahan ajar yang sengaja dirancang untuk belajar, seperti buku, handouts, LKS
dan modul;
b. bahan ajar yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar,
misalnya kliping, koran, film, iklan atau berita.
2. Ditinjau dari fungsinya, maka bahan ajar yang dirancang terdiri atas tiga kelompok
yaitu
a. bahan presentasi,
b. bahan referensi, dan
c. bahan belajar mandiri.
3. Berdasarkan teknologi yang digunakan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Atas (2008: 11) mengelompokkan bahan ajar menjadi empat kategori, yaitu :
a. bahan ajar cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kegiatan
siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan model/maket.
b. Bahan ajar dengar (audio) antara lain kaset, radio, piringan hitam, dan
compact disk audio.
c. Bahan ajar pandang dengar ( audio visual) seperti video compact disk, dan
film.
d. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI
(Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran
interaktif dan bahan ajar berbasis web (web based learning material).
e. Dalam satu topik pembelajaran, dalam hal ini, diperlukan sejumlah sumber
belajar yang sesuai dengan jumlah Standar Kompetensi yang merupakan
jumlah bidang studi yang tercakup di dalamnya. Jika pembelajaran dalam satu
topik tersebut mencakup seluruh SK (4 Standar Kompetensi), maka ia akan
memerlukan bahan ajar yang mencakup empat bidang studi yakni
Sosiologi/Antroplogi, Geografi, Sejarah, dan Ekonomi.
Sumber belajar utama yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS Terpadu:
1. dapat berbentuk teks tertulis seperti buku, majalah, brosur, surat kabar, poster
dan informasi lepas, atau berupa lingkungan sekitar seperti: lingkungan alam,
lingkungan sosial sehari-hari.
2. Bahan yang akan digunakan dapat berbentuk buku sumber utama
Sosiologi/Antropologi, Geografi, Sejarah, dan Ekonomi maupun buku penunjang
lainnya.
3. bahan bacaan penunjang seperti jurnal, hasil penelitian, majalah, koran, brosur,
serta alat pembelajaran yang terkait dengan indikator dan Kompetensi Dasar
ditetapkan. Sebagai bahan penunjang, dapat juga digunakan disket, kaset, atau
CD yang berisi cerita atau tayangan yang berkaitan dengan bahan yang akan
dipadukan

23. Diberikan narasi mengenai teori belajar Behavioristik, peserta dapat memberi
contoh teori dari Clark Leaonard Hull
Behaviorisme memiliki beberapa akar atau sumber ideologi atau filsafat yaitu
realisme dan positivisme. Behaviorisme pendidikan memandang perilaku siswa
ditentukan oleh stimulus dan respon.
Tokoh dari konsep ini adalah Pavlov, Skinner dan Thorndike.
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori
koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning
(reinforcement).
Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang
bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang
dapat dilihat dan diamati. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan
stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L.
Thorndike.
Teori belajar behavioristik dikenal juga dengan teori belajar perilaku, karena analisis
yang dilakukan pada perilaku yang tampak, dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Belajar merupakan perubahan perilaku manusia yang disebabkan karena pengaruh
lingkungannya. Behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku individu
yang belajar dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan, artinya lebih menekankan
pada tingkah laku manusia. Teori ini memandang individu sebagai makhluk reaktif
yang memberi respon terhadap lingkungannya (Schunk, 1986).
Pengalaman dan pemeliharaan akan pengalaman tersebut akan membentuk perilaku
individu yang belajar. Dari hal ini, munculah konsep “manusia mesin” atau Homo
mechanicus (Ertmer & Newby, 1993).
Behavioristik memandang bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antar stimulus dan respon (Robert, 2014).
Sehingga, dapat kita pahami bahwa belajar merupakan bentuk dari suatu perubahan
yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan
cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Peserta didik dianggap telah melakukan belajar jika dapat menunjukkan perubahan
tingkah lakunya. Contohnya, peserta didik dapat dikatakan bisa membaca jika ia
mampu menunjukkan kemampuan membacanya dengan baik. Menurut teori
behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat
diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru
merupakan stimulus, dan apa saja yang dihasilkan peserta didik merupakan respon,
semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur.
Behavioristik mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Ciri dari
teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,
mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R (Stimulus
– Respon) psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran
atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian
dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural
dengan stimulusnya.
Pendidik yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku peserta
didik merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Behaviorisme, pertama kali didefinisikan dengan jelas oleh Watson seorang ahli
bidang psikologi yang fokus pada peran pengalaman dalam mengatur perilaku
(Robert, 2014), dalam kajian ini akan dibahas beberapa tokoh behavioristik. Tokoh-
tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skiner.
Clark L. Hull (1943) mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi
oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku seseorang berfungsi
untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan
biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull (1943, 1952), kebutuhan
dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa
nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan denagan kebutuhan
biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya. Teori ini
terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata tidak banyak dipakai
dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen dalam
laboratorium. Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian belajar.
Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti
halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga
agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan
biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting
dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
(stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-
macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan
dengan kondisi biologis.
Teori belajar yang dikembangkan oleh Hull sama dengan para ahli fungsionalis
lainnya, yaitu menggunakan tipe belajar hubungan Stimulus-Respon (S-R). Menurut
pandangan ini, belajar tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi karena adanya hubungan
S-R. Namun menurut Hull, selain hubungan antara S-R, perilaku juga dipengaruhi oleh
suatu proses yang terjadi dalam diri organisme, yang tidak dapat diamati. Variabel ini
kemudian dikenal dengan nama variabel intervening (intervening variable).
Clark Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori
belajar. Prinsip-prinsip yang digunakan mirip dengan apa yang dikemukakan oleh para
behavior, yaitu dasar stimulus dan adanya penguat (reinforcement).
Clark Hull mengemukakan teorinya yaitu bahwa suatu kebutuhan atau keadaan
terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi dan ambisi) harus ada dalam diri
seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar
pengurangan kebutuhan. Dalam hal ini, efesiensi belajar tergantung pada besarnya
tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha
belajar oleh respon-respon yang dibuat individu tersebut.
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar Hull adalah adanya motivasi
intensif (incentive motivation) dan pengurangan stimilus pendorong (drive stimulus
reduction). Penggunaan secara praktis teori belajar Hull untuk kegiatan di dalam kelas
adalah sebagai berikut :
1. Teori belajar didasarkan pada drive-reduction atau drive stimulus reduction.
2. Instruksional objektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
3. Ruangan kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya
proses belajar.
4. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana atau mudah menuju kepada yang
kebih kompleks atau sulit.
5. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar. Latihan harus
didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi (kelelahan tidak
boleh mengganggu belajar).
6. Urutan mapel harus diatur sedemikian rupa sehingga mapel yang terdahulu tidak
menghambat, tapi justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar
mapel berikutnya.

24. Diberikan narasi mengenai teori belajar kognitif, peserta dapat menentukan
contoh penerapan teori belajar kognitif dalam pembelajaran
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya.
Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Jika teori belajar behavioristik mempelajari
proses belajar sebagai hubungan stimulus-respon, teori belajar kognitif merupakan
suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Teori belajar
kognitif memandang bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang nampak.
Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak,
terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung dan menyeluruh (
Siregar & Hartini, 2010).
Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai usaha untuk mangerti
sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh peserta didik. Keaktifan itu dapat
berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati
lingkungan, mempratekkan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Para psikolog
kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat
menentukan keberhasilan mempelajari informasi/pengetahuan yang baru. Teori
kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan
dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi
situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan
mempelajarinya secara terpisahpisah, akan kehilangan makna.
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang
diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan
terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-
pengalaman sebelumnya.
Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-
rumusan seperti: “Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J. Piaget,
Advance organizer oleh Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarkhi belajar
oleh Gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya.

Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran


Teori kognitif menekankan pada proses perkembangan peserta didik. Meskipun
proses perkembangan peserta didik mengikuti urutan yang sama, namun kecepatan
dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda. Dalam proses
pembelajaran, perbedaan kecepatan perkembangan mempengaruhi kecepatan
belajar peserta didik, oleh sebab itu interaksi dalam bentuk diskusi tidak dapat
dihindarkan. Pertukaan gagasan menjadi tanda bagi perkembangan penalaran
peserta didik. Perlu disadari bahwa penalaran bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan
secara langsung, namun perkembangannya dapat disimulasikan.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang
berkaian dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal.
Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak
digunakan.
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan
pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan
behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses
belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi peserta didik.
Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Peserta didik bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya
b. Anak usia para sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik,
terutama jika menggunakan benda-benda konkrit.
c. Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena
hanya dengan mengaktifkan peserta didik maka proses asimilasi dan akomodasi
pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
d. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan
pengalaman atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si
belajar.
e. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
f. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar
bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Tugas guru adalah menunjukkan
hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui
peserta didik.
g. Adanya perbedaan individual pada diri peserta didik perlu diperhatiakan, karena
faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik. Perbedaan
tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan
awal, dan sebagainya.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwasanya dalam teori belajar yang
dikembangkan oleh bruner melalui 3 tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik dan
tahap simbolik. Penerapan teori Bruner dalam pembelajaran dapat menjadikan
peserta didik lebih mudah dibimbing dan diarahkan.
Adapun tahapan dalam teori Bruner sebagai berikut:
1. tahap enaktif; pada tahap ini pengetahuan dipelajari secara aktif dengan
menggunakan bendabenda konkret atau dengan menggunakan situasi nyata,
2. tahap ikonik; pada tahapa ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk
bayangan visual atau gambar yang menggambarkan kegiatan konkret yang
terdapat pada tahap enaktif, dan
3. tahap simbolik; pada tahap ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk
simbol-simbol. Kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan intelekstual peserta didik
sangat menetukan untuk dapat tidaknya suatu konsep dipelejari dan dipahami
peserta didik.
Terdapat dua fase dalam menerapkan teori belajar Ausubel (Sulaiman, 1988), yaitu:
1) Fase perencanaan
a) Menetapkan Tujuan Pembelajaran, tahapan pertama dalam kegiatan perencanaan
adalah menetapkan tujuan pembelajaran. Model Ausubel ini dapat digunakan untuk
mengajarkan hubungan antara konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi. Model
Ausubel tidak dirancang untuk mengajarkan konsep atau generalisasi, melainkan
untuk mengajarkan “Organized bodies of content” yang memuat bermacam konsep
dan generalisasi.
b) Mendiagnosis latar belakang pengetahuan peserta didik, model Ausubel ini
meskipun dirancang untuk mengajarkan hubungan antar konsep-konsep dan
generalisasi-generalisasi dan tidak untuk mengajarkan bentuk materi pengajaran itu
sendiri, tetapi cukup fleksibel untuk dipakai mengajarkan konsep dan generalisasi,
dengan syarat guru harus menyadari latar belakang pengetahuan peserta didik,
Efektivitas penggunaan model ini akan sangat tergantung pada sensitivitas guru
terhadap latar belakang pengetahuan peserta didik, pengalaman peserta didik dan
struktur pengetahuan peserta didik. Latar belakang pengetahuan peserta didik dapat
diketahui melalui pretes, diskusi atau pertanyaan.
c) Membuat struktur materi, membuat struktur materi secara hierarkis merupakan
salah satu pendukung untuk melakukan rekonsiliasi integratif dari teori Ausubel.
d) Memformulasikan Advance Organizer. Advance organizer dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu: 1) mengkaitkan atau menghubungkan materi pelajaran dengan
struktur pengetahuan 108 peserta didik. 2) mengorganisasikan materi yang dipelajari
peserta didik
2) Fase pelaksanaan Setelah fase perencanaan
Guru menyiapkan pelaksanaan dari model Ausubel ini. Untuk menjaga agar peserta
didik tidak pasif miaka guru harus dapat mempertahankan adanya interaksi dengan
peserta didik melalui tanya jawab, memberi contoh perbandingan dan sebaginya
berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu Guru hendaknya mulai dengan
advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran sebagai pedoman
untuk mengembangkan bahan pengajaran. Langkah berikutnya adalah menguraikan
pokokpokok bahan menjadi lebih terperinci melalui diferensiasi progresif.
Setelah guru yakin bahwa peserta didik mengerti akan konsep yang disajikan maka
ada dua pilihan langkah berikutnya yaitu:
1) Menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui rekonsiliasi
integrative dan
2) Melanjutkan dengan difernsiasi progresif sehingga konsep tersebut menjadi lebih
luas. Untuk mempelajari lebih dalam tentang implikasi teori kognitif dalam
pembelajaran anda dapat mengakses link: http://bit.ly/36Jzwu3
25. Diberikan tujuan pembelajaran IPS, peserta dapat menentukan kegiatan apersepsi
yang tepat
Appersepsi:
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan sebelumnya yang relevan
dengan materi yang akan dipelajari Ada baiknya Anda selaku guru mengenal fitur dari
beberapa program, game, film, tokoh, musik, hobi, topik yang sedang viral di media
sosial. Pengalaman siswa dan berbagai hal yang sedang menjadi perbicangan hangat
(trending topic) akan direspon baik.
26. Diberikan narasi mengenai sasaran penilaian pada aspek psikomotor, peserta
dapat menyimpulkan salah satu sasaran penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan
indikator. Di dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting yang harus
jelas yaitu;
(a) teknik penilaian,
(b) bentuk instrumen, dan
(c) contoh instrumen.
Penilaian pembelajaran abad 21 bisa menggunakan;
(1) penilaian otentik sesuai materi dan keterampilan yang sedang dipelajari.
Instrumennya bisa menggunakan daftar ceklist, skala sikap, rubrik penilaian produk,
daftar periksa peringkat produk dan sebagainya,
(2) Penilaian portfolio untuk menilai kumpulan karya nyata dalam bentuk fisik
maupun e-portofolio (singkatan dari electronic portfolio). E-portfolio adalah rekaman
elektronik atau digital yang disusun oleh pengguna dan biasanya disimpan di internet
untuk menunjukkan kemampuan, pencapaian dan pertumbuhan di satu atau lebih
area. Catatan elektronik bisa memuat berbagai artefak seperti grafik, audio, video,
multimedia, dan teks,
(3). Penilaian tradisional untuk mendemonstrasikan tingkat pengetahuan namun
sebaiknya guru lebih banyak untuk menggunakan kedua bentuk penilaian
sebelumnya. Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar dan merupakan
sub-kompetensi dasar. Indikator dirumuskan menggunakan kata kerja operasional
yang terukur dan dapat diamati sehingga dapat dipergunakan sebagai acuan
penilaiannya. Rumusan tujuan pembelajaran diusahakan memenuhi unsur ABCD
(Audience, Behavior, Condition, Degree).
Memastikan seluruh dimensi belajar (sikap, pengetahuan, dan keterampilan).
Pengembangan sikap sebaiknya menekankan proses afeksinya mulai dari menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Pengembangan
pengetahuan hendaknya sampai menciptaa (create) sehingga disarankan
menggunakan penyingkapan, penyelidikan (inkuiri) dan pembelajaran yang dikemas
dalam bentuk proyek dan pemecahan masalah. Contoh proyek untuk menciptakan
teknologi sederhana di bidang pertanian.
Keterampilan diperoleh melalui keterampilan proses yaitu kegiatan mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan
subtopik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong siswa
melakukan proses pengamatan hingga penciptaan. Disarankan pembelajaran yang
menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan dan penelitian, pembelajaran
berbasis pemecahan masalah, dan pembelajaran berbasis proyek.
27. Diberikan rumusan indikator , peserta dapat memilih bentuk tugas kinerja atau
rubrik penilaian yang sesuai

Contoh Penilaian Praktik dalam Penilaian Kinerja


Target pencapaian hasil belajar dalam penilaian kinerja dapat meliputi aspek-aspek:
1) pengetahuan
2) praktik dan aplikasi pengetahuan;
3) kecakapan dalam berbagai jenis keterampilan komunikasi, visual, karya seni, dan
lain-lain;
4) produk (hasil karya); dan
5) sikap (berhubungan dengan perasaan, sikap, nilai, minat, motivasi).
Jadi dalam hal ini penilaian kinerja dapat mengukur kompetensi yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Penilaian kinerja mempunyai dua karakteristik dasar, yaitu:
(1) mempraktikkan kemampuan membuat suatu produk (proses) atau terlibat dalam
suatu aktivitas (perbuatan) dan
(2) menghasilkan produk dari tugas kinerja yang diminta.
Berdasarkan kedua karakteristik dasar tersebut, penilaian kinerja dapat menilai
proses, produk, atau keduanya (proses dan produk).
Untuk menentukan bentuk penilaian kinerja yang tepat tergantung pada karakteristik
materi yang dinilai dan kompetensi yang diharapkan harus dicapai oleh peserta didik.

Prinsip-prinsip Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip:
(1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran;
(2) mencerminkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dan masalah
dunia sekolah;
(3) menggunakan berbagai metode dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan
esensi pengalaman belajar;
(4) bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran
(pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
Bentuk-Bentuk Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja meliputi dua aktivitas pokok, yaitu:
1) pengamatan/observasi saat berlangsungnya unjuk kinerja atau keterampilan dan
2) penilaian hasil dari tugas kinerja yang diberikan.
Penilaian kinerja dilakukan dengan mengamati saat peserta didik melakukan aktivitas
atau menciptakan suatu hasil karya
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, atau mengamati hasil/produk dari tugas
kinerja yang diberikan, atau keduanya.
Keterampilan yang ditunjukkan peserta didik merupakan aspek yang akan dinilai.
Penilaian terhadap keterampilan didasarkan pada kualitas kinerja peserta didik
dengan target yang telah ditetapkan.
Proses penilaian dilakukan mulai persiapan dan pelaksanaan tugas sampai dengan
hasil akhir yang dicapai.

28. Diberikan contoh kasus tentang kecerdasan majemuk, peserta dapat menyimpulkan
narasi tersebut menjadi salah satu kecerdasan majemuk
Kecerdasan majemuk merupakan kemampuan seseorang, dalam memecahkan
masalah dan juga menciptakan produk yang memiliki nilai budaya. Atau anak yang
dapat menghasilkan sesuatu yang juga bisa dinikmati di dalam kehidupan manusia.
Pada umumnya kecerdasan ini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
bertindak, dan juga berperilaku sesuai dengan apa yang dihadapi.
Menurut Gardner manusia yang bisa berarti siapa saja, kecuali yang cacat atau
memiliki kelainan pada otak sedikitnya memiliki 8-9 kecerdasan. Kecerdasan manusia
pada saat ini tak hanya diukur dari kepandaiannya saja dalam menyelesaikan soal
matematika, atau menggunakan suatu bahasa. Kerana ada banyak kecerdasan
lainnya, yang diidentifikasi di dalam diri manusia tersebut. berikut ini 9 kecerdasan
yang terdapat dalam diri manusia :

1. Kecerdasan Linguistik. Merupakan kemampuan dalam menggunakan kata dengan


cara yang efektif, baik untuk memengaruhi ataupun untuk memanipulasi sesuatu.
Di dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan lingusitik bermanfaat untuk berbicara,
mendengarkan, membaca dan menulis.
2. Kecerdasan logis-matematis. Adalah kecerdasan yang melibatkan keterampilan
dalam mengolah angka, atau kemahirannya dalam menggunakan logika dan akal
sehat. Di dalam kehidupan sehari-hari ini bermanfaat untuk menganalisa laporan
keuangan, memahami perhitungan utang nasional, atau mencerna laporan
sebuah penelitian.
3. Kecerdasan visual dan spasial. Yaitu kecerdasan yang melibatkan kemampuan
seseorang dalam memvisualisasikan gambar, di dalam kepalanya. Dengan cara
dibayangkan atau menciptakannya ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
Kecerdasan ini juga sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-
hari, contohnya saat menghias rumah atau merancang taman, menggambar atau
melukis, menikmati karya seni.
4. Kecerdasan musik. Yaitu yang melibatkan kemampuan seseorang dalam
menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, memunyai kepekaan akan irama,
atau sekedar menikmati musik. Manfaat dari kecerdasan musik ini dalam
kehidupan sehari-hari diantaranya yaitu ketika menyanyi, memainkan alat musik,
menikmati musik di TV/ Radio.
5. Kecerdasan intrapersonal. Adalah yang melibatkan kemampuan dalam
memahami diri sendiri, serta kecerdasan untuk mengetahui siapa dirinya yang
sebenarnya, dan untuk mengetahui apa kekuatan dan kelemhan dalam dirinya.
Hal itu juga termasuk dalam kecerdasan dalam merenungkan tujuan hidupnya
sendiri, dan untuk memercayai diri sendiri.
6. Kecerdasan kinestetik. Adalah kecerdasan dari seluruh tubuh an kecerdasan
tangan. Di dalam kehidupan sehari-hari, kecerdasan ini sangat dibutuhkan.
Contohnya pada saat membuka tutup botol, memasang lampu di rumah,
memerbaiki mobil, olah raga, dan berdansa.
7. Kecerdasan naturalis. Adalah kecerdasan yang melibatkan kemampuan dalam
mengenali bentuk alam di sekitarnya. Kecerdasan ini dalam kehidupan sehari-hari
dapat berbentuk berkebun, berkemah, atau melakukan proyek ekologi.
8. Kecerdasan eksistensial. Yaitu kemampuan dan juga kepekaaan pada seseorang
dalam menjawab segala persoalan yang terdalam, tentang keberasaan manusia.
Contohnya seringnya muncul pertanyaan mengapa aku ada? Apa makna dari
hidup ini? Bagaimana seseorang bisa mencapai tujuan hidupnya? Dan kenapa
seseorang harus mati, jikapun mati harus ke mana.
9. Kecerdasan interpersonal. Yaitu yang melibatkan kemampuan seseorang dalam
memahami serta bekerja dengan orang lain. Kecerdasan ini juga mellibatkan
banyak hal contohnya kemampuan berempati, kemampuan memanipulasi,
kemampuan “membaca orang”, kemampuan berteman.
Ciri Kecerdasan Majemuk
Kecerdasan Linguistik
Seorang anak yang mempunyai kecerdasan linguistik, akan memiliki kepribadian yaitu
peka pada bahasa, bisa berbicara dengan teratur dan sistematis, dan mempunyai
penalaran yang tinggi. Ia juga mampu mendengarkan, membaca dan menulis, lancar
dalam mengucapkan kata-kata dan suka bermain kata-kata sertamemiliki ingatan
perbendaharaan kata yang kuat.
Kecerdasan logis-matematis
Anak yang memiliki kecerdasan logis matematis mempunyai ciri kepribadian yaitu
senang berpikir abstrak, suka dengan keakuratan, dan menikmati tugas hitung
menghitung. Dapat memecahkan soal dan komputer, serta suka melakukan penelitian
dengan cara yang logis, dan dengan catatan yang tersusun dengan rapi.

Kecerdasan visual dan spasial


Ciri dari kepribadian yang satu ini yang cukup menonjol adalah anak yang bisa berpikir
dengan menciptakan sebuah sketsa/gambar, mudah dalam membaca peta dan
diagram, mudah ingat saat melihat sebuah gambar, mempunyai cita warna yang tinggi
dan mampu menggunakan seluruh panca inderanya dalam melukiskan suatu hal.
Kecerdasan musik
Beberapa sifat yang terlihat dalam diri seorang anak yang memiliki kecerdasan musik
adalah anak tersebut peka terhadap nada, irama dan warna suara. Serta peka
terhadap nuansa emosi pada suatu musik, dan peka juga terhadap gubahan musik
yang bervariasi dan biasanya sangat spiritual.
Kecerdasan interpersonal
Sifat yang menonjol pada seorang anak dengan kecerdasan interpersonal adalah ahli
dalam berunding, pintar bergaul, serta mampu membaca niat orang lain saat sedang
menikmati momen bersama orang lain. Ia juga mempunyai banyak teman, pintar
berkomunikasi, suka dengan kegiatan kelompok, gemar bekerja sama dan menjadi
mediator serta pandai membaca situasi.
Kecerdasan intrapersonal
Sifat yang dimiliki oleh seorang anak dengan kecerdasan ini adalah peka terhadap nilai
yang dimiliki, sangat memahami diri, sadar betul emosi dirinya, peka terhadap tujuan
hidupnya, mampu mengembangkan kepribadiannya, bisa memotivasi diri sendiri,
sangat sadar akan kekuatan dan kelemahanannya.
Kecerdasan kinestetik
Ciri anak yang berkepribadian dengan kecerdasan kinestetik adalah anak bisa bersikap
rileks, suka olah raga fisik dan suka menyentuh, ahli bermain peran, belajar dengan
bergerak-gerak dan berperan serta dalam proses belajar. Selain itu anak tersebut juga
peka dengan kondisi lingkungan fisik, gerak-gerik tubuh terlatih dan
terkendali dan suka bermain dengan sesuatu benda sambil mendengarkan orang lain
berbicara dan sangat berminat dengan bidang mekanik.
Kecerdasan naturalis
Sifat yang dimiliki oleh anak yang memiliki kecerdasan naturalis adalah suka dengan
alam sekitarnya, lebih senang berada di alam terbuka dibanding di dalam ruangan. Ia
juga suka dengan pertualangan dan menjelajah hutan. Bahkan anak tersebut bisa
marah bila ada orang yang membantai binatang langka, merusak dan membakar
hutan, mencemari laut dan sungai sehingga menimbulkan kematian flora dan fauna.
Ia juga lebih senang mengkonsumi jamu atau obat tradisional dibanding obat dari
pabrik. Anak itu lebih senang dengan bahan-bahan alami dan hal yang tidak
menimbulkan polusi lingkungan.
Kecerdasan eksistensial
Sifat yang dimiliki oleh anak yang memiliki kecerdasan eksistensial adalah ia senang
bertanya tentang kebenaran, inti persoalan, kritis, suka merenung dan melakukan
refleksi diri serta senang berdiskusimengenai hakekat hidup.

Strategi Pembelajaran di Sekolah dengan Menggunakan Kecerdasan Majemuk


Dalam memaksimalkan proses pembelajaran di kelas dibutuhkan strategi
pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat kecerdasan yang majemuk. Yang
dimiliki oleh masing-masing anak tersebut. strategi pembelajaran yang tepat akan
menolong si anak, dalam menangkap pelajaran dengan baik.
Ketika mengajar anak dengan kecerdasan linguistik maka metode yang digunakan
adalah bercerita, curah gagasan (brainstorming) dan dengan tape
recorder atau menulis jurnal. Dan anak dengan kecerdasan logis-matematis
menggunakan kalkulasi dan kuantifikasi, klasifikasi dan kategoriatau penalaran ilmiah.
Untuk anak dengan kecerdasan visual dan spasial gunakan strategi pembelajaran
dengan visualisasi, penggunaan warna, gambar dan sketsa gagasan serta simbol
grafis. Pada anak yang memiliki kecerdasan musik ajari ia dengan irama, lagu, rap,
senandung dan konsep musikal serta dengan musik suasana.
Sedangkan anak dengan kecerdasan interpesonal bisa belajar dengan berbagai rasa
pada teman sekelasnya, kerja kelompok serta permainan dan simulasi. Anak dengan
kecerdasan intrapersonal bisa dengan menggunakan efleksi, hubungan materi
dengan pengalaman pribadi, waktu memilih dan kesempatan untuk mengekspresikan
perasaan serta perumusan tujuan.
Bila anak dengan kecerdasan kinestetik maka anak tersebut dapat belajar teater kelas,
konsep kinestetis dan peta tubuh. Sedangkan anak dengan kecerdasan naturalis bisa
belajar di alam yang terbuka, serta melihat ke luar jendela dan dengan tanaman yang
menjadi dekorasi atau membawa hewan peliharaan ke dalam kelas.
Lalu bagaimana dengan anak yang memiliki kecerdasan eksistensial? Untuk
mengembangkannya anda bisa mendengarkan kotbah, membaca buku-buku rohani ,
filsafat, buku theologia, mengadakan refleksi diri, menghadiri upacara kematian,
diskusi dengan ahli filsafat dan theolog, mengikuti reatreat dan dinamika kelompok.
29. Diberikan gambar mengenai hubungan antara kemampuan awal, aktivitas
pembelajaran dan hasil belajar secara acak, peserta dapat mengurutkan gambar
tersebut dengan benar
Kemampuan awal atau entry behavior menurut Ali (1984: 54) merupakan keadaan
pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki terlebih dahulu oleh peserta
didik sebelum mempelajari pengetahuan atau keterampilan baru. Pengetahuan dan
keterampilan yang harus dimiliki terlebih dahulu maksudnya adalah pengetahuan
atau keterampilan yang lebih rendah dari apa yang akan dipelajari.
Contohnya Siswa sebelum mempelajari tentang pembagian maka siswa tersebut
harus mengusai terlebih dahulu tentang konsep pengurangan. Kemampuan awal bagi
peserta didik akan banyak membawa pengaruh terhadap hasil belajar yang
dicapainya.
Oleh karena itu seorang pendidik harus mengetahui kemampuan awal peserta
didiknya. Jika kemampuan awal peserta didik telah diketahui oleh pendidik, maka
pendidik tersebut akan dapat menetapkan dari mana pembelajarannya akan dimulai.
Kemampuan awal peserta didik bersifat individual, artinya berbeda antara peserta
didik satu dengan lainnya, sehingga untuk mengetahuinya juga harus bersifat
individual.
Cara untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik dapat dilakukan melalui
teknik tes yaitu pre tes atau tes awal dan teknik non tes seperti wawancara. Melalui
wawancara dan tes awal maka kemampuan awal peserta didik dapat diketahui.
Kemampuan menjawab tes awal dapat dijadikan dasar untuk menetapkan materi
pembelajaran. Sebagai contoh: Ardi seorang pendidik tingkat Sekolah Dasar, ketika
akan melaksanakan proses pembelajaran topik tentang darah, diawali dengan
melakukan tes awal/pre tes terlebih dahulu. Setelah peserta didik menjawab soal-soal
yang diberikan akan terlihat soal-soal mana yang bisa dijawab dengan baik dan soal-
soal mana yang tidak dapat dijawab dengan baik. Misalnya saja soal yang membahas
golongan darah dan fungsi darah sudah dapat dijawab dengan baik, namun peserta
didik belum mampu menjawab soal-soal yang berkaitan dengan komponen-
komponen darah, proses peredaran darah, dan penyakit yang mempengaruhi
peredaran darah. Atas dasar data ini maka Pak Ardi dalam melakukan
pembelajarannya difokuskan pada komponenkomponen darah, proses peredaran
darah, dan penyakit yang mempengaruhi peredaran darah, sedangkan golongan
darah dan fungsi darah tidak perlu dibahas detail lagi. Di samping hal tersebut di atas
untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik dapat dilakukan melalui analisis
instruksional/pembelajaran.
Dalam melakukan analisis pembelajaran guru harus menentukan hierarkhi
kemampuan yang akan dicapainya. Kemampuan yang lebih rendah itulah sebagai
kemampuan awalnya (entry behavior). Contohnya saat Pak Yudi akan melakukan
pembelajaran tentang topik darah, hierarkhi kemampuan yang akan dicapai peserta
didik yaitu siswa dapat menjelaskan darah, golongan darah, komponen darah, fungsi
darah, dan penyakit yang mempengaruhi peredaran darah. Berdasarkan hierarkhi
kemampuan ini maka kemampuan menjelaskan pengertian darah akan menjadi
kemampuan awal yang harus dimiliki ketika akan membahas golongan darah, dan
seterusnya.
30. Diberikan kasus dalam teori psikologi belajar, peserta dapat menerapkan salah
satu teori belajar sebagai alternatif jawaban
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam
bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan, yang pemanfaatannya untuk
kepentingan individu atau manusia baik disadari ataupun tidak, yang diperoleh
melalui langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar
atau prinsipprinsip, metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan
memecahkan masalah-masalah dalam pendidikan (Santrock, 2017).
Proses kegiatan pendidikan melibatkan kegiatan yang menyangkut interaksi kejiwaan
antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai- nilai budaya suatu masyarakat
yang didasarkan pada nilia-nilai kemanusiaan. Pendidikan selalu melibatkan
aspekaspek yang tidak dipisahkan satu sama lain yaitu aspek kejiwaan, kebudayaan,
kemasyarakatan, norma-norma, dan kemanusiaan.
Landasan psikologi dalam pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
studi ilmiah tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang
berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan
tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia yang bertujuan untuk
memudahkan proses pendidikan (Robandi, 2005:25).
Pendidikan harus mempertimbangkan aspek psikologi peserta didik sehingga peserta
didik harus di pandang sebagai subjek yang akan berkembang sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangannya.
Sekurangkurangnya terdapat tiga prinsip umum perkembangan peserta didik sebagai
manusia yaitu (1) perkembangan setiap individu menunjukan perbedaan dalam
kecepatan dan irama; (2) perkembangan berlangsung relatif, teratur dan (3)
perkembangan berlangsung secara bertahap. Landasan psikologi pendidikan
mencakup dua ilmu yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam
perkembangannya meliputi perkembangan fisik, psikologi, sosial, emosional, emosi
dan moral.
Terdapat tiga teori pendekatan tentang perkembangan menurut Syaodih (2004) yaitu
(1) Pendekatan Pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-
tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan
ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain. (2) Pendekatan Diferensial. Pendekatan ini
memandang individuindividu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-
perbedaan. Atas dasar ini lalu orang membuat kelompok-kelompok. Anakanak yang
memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan
jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, agama, status sosial ekonomi, dan
sebagainya. (3) Pendekatan Ipsatif.
Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut
sebagai pendekatan individual 25 (melihat perkembangan seseorang secara
individual). Dari ketiga pendekatan ini, yang paling banyak dilaksanakan adalah
pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada dua macam yaitu yang bersifat
menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek
perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap
perkembangan. Sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbangkan faktor
tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya
pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Menurut Piaget terdapat empat perkembangan kognisi anak (Budingsih, 2004) yaitu
(1) periode sensori motor pada usia 0-2 tahun, pada usia ini kemampuan anak
terbatas pada gerak-gerak refleks (2) periode praoperasonal yaitu usia 2-7 tahun,
perkembangan bahasa pada usia ini sangat pesat, peranan intuisi dalam memutuskan
sesuatu masih besar, (3) periode operasi konkret usia 7-11 tahun, anak sudah dapat
berpikir logis, sistematis dan memecahkan masalah yang bersifat konkret. (4) peirode
operasi formal usia 11-15 tahun anakanak sudah dapat berpikir logis terhadap
masalah baik yang bersifat konkret maupun abstrak. Anak pada tahap ini dapat
membentuk ideide dan masa depannya secara realistis. Selanjutnya menurut Bruner
(Budiningsih, 2004) perkembangan kognisi anak meliputi (1) tahap enaktif, anak
melakukan aktivitas-aktivias dalam upaya memahami lingkungan. (2) tahap ikonik,
anak memahami dunia melalui gambaran-gambaran dan visualiasi verbal. (3) tahap
simbolik, anak telah memiliki gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa
dan logika.
Perkembangan kognisi menurut Lawrence Kohlberg (Syaodih, 2004) yaitu: (1) Tingkat
Prekonvensional (a) Tahap orientasi kepatuhan dan hukuman, seperti kebaikan,
keburukan, ditentukan oleh orang itu dihukum atau tidak. 26 (b) Tahap orientasi egois
yang naif, seperti tindakan yang betul ialah yang memuaskan kebutuhan seseorang.
(2) Tingkat Konvensional (a) Tahap orientasi anak baik, seperti perilaku yang baik
adalah bila disenangi orang lain. (b) Tahap orientasi mempertahankan peraturan dan
norma nanasosial, seperti perilaku yang baik ialah yang sesuai dengan harapan
keluarga, kelompok atau bangsa. (3) Tingkat Post-Konvensional (a) Tahap orientasi
kontrak sosial yang legal, yaitu tindakan yang mengikuti standar masyarakat dan
mengkonstruksi aturan baru. (b) Tahap orientasi prinsip etika universal, yaitu tindakan
yang melatih kesadaran mengikuti keadilan dan kebenaran universal. Terdapat
delapan tahap perkembangan Afeksi menurut Erikson yaitu (1) bersahabat versus
menolak pada umur 0 -1 tahun, (2) otonomi versus malu dan ragu-ragu pada umur 1
-3 tahun, (3) Inisiatif versus perasaan bersalah pada umur 3 -5 tahun (4) Perasaan
Produktif versus rendah diri pada umur 6 -11 tahun, (5) Identitas versus kebingungan
pada umur 12 – 18 tahun, (6) Intim versus mengisolasi diri pada umur 19 – 25 tahun,
(7) Generasi versus kesenangan pribadi pada umur 25 – 45 tahun, (8) Integritas versus
putus asa pada umur 45 tahun ke atas.
Psikologi belajar membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi individu
belajar dan bagaimana individu belajar yang dikenal dengan istilah teori belajar
(Pidarta, 2007). Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya
dapat dikelompokan menjadi 3 kelas, antara lain:
1. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu
(faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya
mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya
memecahkan masalah, dan sejenisnya.
2. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori
koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning
(reinforcement). Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak
muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang
bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati. Belajar merupakan upaya untuk
membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori
ini yaitu Edward L. Thorndike.
3. (Organismic/Cognitive Gestalt Field.
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian,
keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai
makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara
keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir
diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya
terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Belajar menurut teori
ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode
belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan
pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-
masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil
suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.

Anda mungkin juga menyukai