1-30
4. Mengembangkan sikap rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa dalam
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap patriotisme.
8. Mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga memperkuat jati diri bangsa
Indonesia dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga memperkuat jati diri bangsa Indonesia.
9. Menunjukkan keberanian dalam membela kebenaran dan keadilan pada proses
mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap berwibawa.
10. Mengembangkan pribadi yang taat serta menghormati hukum dan aturan pada
proses mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap berwibawa.
11. Mengatakan benar atau salah sesuai dengan yang sebenarnya dalam
mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap tegas.
12. Menampilkan perilaku yang bijaksana meskipun dalam situasi yang sulit pada
proses mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap tegas.
13. Memberikan penghargaan atau hukuman kepada peserta didik sesuai tata tertib
sekolah dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap disiplin.
14. Menampilkan sikap senang dan nyaman dalam mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap penuh panggilan jiwa.
16. Menampilkan tanggapan sebagaimana yang dihayati peserta didik dalam mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik.
Sikap kesepenuhhatian.
18. Menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap kebutuhan peserta didik dalam
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.
Sikap kemurahhatian.
19. Mendeteksi situasi yang membutuhkan bantuan dalam mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sikap kemurahhatian.
21. Diberikan contoh kasus mengenai lingkungan yang dapat dijadikan sebagai sumber
belajar, peserta mampu menerapkan media pembelajaran yang tepat untuk sumber
belajar tersebut
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sumber
belajar. Sumber belajar dikatagorikan meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik dan
lingkungan. Sumber belajar ada yang harus dirancang (by design) dan memanfaatkan
sumber belajar yang ada (by utilization).
Saudara adalah guru abad 21 sehingga sumber belajar dalam format digital dapat
dimanfaatkan, tentunya perlu Anda seleksi, kemas dan didesain menggunakan
prinsip-prinsip disain pesan sehingga menarik.
Pada dasarnya semua jenis lingkungan yang ada di sekitar siswa dapat dimanfaatkan
untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar sepanjang relevan dengan
kompetensi dasar dan hasil belajar yang bisa berupa lingkungan alam atau lingkungan
fisik, lingkungan sosial dan lingkungan budaya atau buatan.
Pembelajaran yang sedang dikembangkan sekarang adalah pembelajaran yang
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang dikenal dengan pembelajaran
konteksual.
Guru dalam mengajar tidak terikat pada buku teks, dan menjelaskan kepada siswa
tentang konsep-konsep, istilah-istilah dan teori-teori di kelas secara abstrak dan siswa
berusaha untuk memahami jalani pikiran guru. Guru menjadi satu-satunya sember
belajar dan pembelajaran berpusat pada guru.
Dalam pembelajaran konteksual materi pembelajaran yang akan disampaikan oleh
guru dikaitkan dengan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Siswa mempelajari
materi pelajaran dengan cara memahami konteksnya, sehingga pada siswa akan
muncul pemahaman sendiri tentang apa yang dipelajari yang bersifat idiosinkratik.
Jadi pengetahuan atau pemahaman dibangun atau dibentuk sendiri oleh siswa bukan
hasil dari apa yang dijelaskan oleh guru. Sebagai contoh untuk memahami tentang
pelanggaran hak azasi manusia, maka siswa ditugaskan untuk mengamati kasus-kasus
pelanggaran hak azasi manusia yang terjadi di lingkungannya. Dengan mempelajari
kasus tersebut maka siswa akan memahami makna dari pelanggaran hak azasi
manusia itu.
Jenis-Jenis Lingkungan Sebagai Sumber Belajar:
1. Lingkungan alam
Lingkungan alam atau lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang sifatnya alamiah,
seperti sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan), tumbuh-tumbuhan dan
hewan (flora dan fauna), sungai, iklim, suhu, dan sebagainya.
Lingkungan alam sifatnya relatif menetap, oleh karena itu jenis lingkungan ini akan
lebih mudah dikenal dan dipelajari oleh siswa. Sesuai dengan kemampuannya, siswa
dapat mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dan dialami dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk juga proses terjadinya.
Dengan mempelajari lingkungan alam ini diharapkan siswa akan lebih memahami
gejala-gejala alam yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari, lebih dari itu
diharapkan juga dapat menumbuhkan kesadaran sejak awal untuk mencintai alam,
dan mungkin juga siswa bisa turut berpartisipasi untuk menjaga dan memelihara
lingkungan alam.
2. Lingkungan Sosial
Hal-hal yang bisa dipelajari oleh siswa dalam kaitannya dengan pemanfaatan
lingkungan sosial sebagai sumber belajar ini misalnya:
a). Mengenal adat istiadat dan kebiasaan penduduk setempat di mana anak tinggal.
b) Mengenal jenis-jenis mata pencaharian penduduk di sektiar tempat tinggal dan
sekolah.
c). Mengenal organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat sekitar tempat
tinggal dan sekolah.
d). Mengenal kehidupan beragama yang dianut oleh penduduk sekitar tempat tinggal
dan sekolah.
e). Mengenal kebudayaan termasuk kesenian yang ada di sekitar tempat tinggal dan
sekolah.
f). Mengenal struktur pemerintahan setempat seperti RT, RW, desa atau kelurahan
dan kecamatan.
Pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar dalam kegiatan belajar
mengajar sebaiknya dimulai dari lingkungan yang terkecil atau paling dekat dengan
siswa
3. Lingkungan budaya
Di samping lingkungan sosial dan lingkungan alam yang sifatnya alami, ada juga yang
disebut lingkungan budaya atau buatan yakni lingkungan yang sengaja diciptakan atau
dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Anak dapat mempelajari lingkungan buatan dari berbagai aspek seperti
prosesnya, pemanfaatannya, fungsinya, pemeliharaannya, daya dukungnya, serta
aspek lain yang berkenaan dengan pembangunan dan kepentingan manusia dan
masyarakat pada umumnya.
Agar penggunaan lingkungan ini efektif perlu disesuaikan dengan rencana kegiatan
atau program yang ada. Dengan begitu, maka lingkungan ini dapat memperkaya dan
memperjelas bahan ajar yang dipelajari dan bisa dijadikan sebagai laboratorium
belajar siswa.
22. Diberikan narasi tentang karakteristik bahan ajar, peserta mampu memilih bahan
ajar yang memenuhi kriteria penyajian
Menurut National Centre for Competency Based Training (2007)
• Pengertian bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran
• Bahan yang dimaksudkan dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis.
• bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis
maupun tidak tertulis, sehingga tercipta suatu lingkungan atau suasana yang
memungkinkan siswa belajar.
Menurut Koesnandar (2008) jenis bahan ajar terbagi menjadi:
1. berdasarkan subjeknya terdiri dari dua jenis antara lain:
a. bahan ajar yang sengaja dirancang untuk belajar, seperti buku, handouts, LKS
dan modul;
b. bahan ajar yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar,
misalnya kliping, koran, film, iklan atau berita.
2. Ditinjau dari fungsinya, maka bahan ajar yang dirancang terdiri atas tiga kelompok
yaitu
a. bahan presentasi,
b. bahan referensi, dan
c. bahan belajar mandiri.
3. Berdasarkan teknologi yang digunakan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Atas (2008: 11) mengelompokkan bahan ajar menjadi empat kategori, yaitu :
a. bahan ajar cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kegiatan
siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan model/maket.
b. Bahan ajar dengar (audio) antara lain kaset, radio, piringan hitam, dan
compact disk audio.
c. Bahan ajar pandang dengar ( audio visual) seperti video compact disk, dan
film.
d. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI
(Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran
interaktif dan bahan ajar berbasis web (web based learning material).
e. Dalam satu topik pembelajaran, dalam hal ini, diperlukan sejumlah sumber
belajar yang sesuai dengan jumlah Standar Kompetensi yang merupakan
jumlah bidang studi yang tercakup di dalamnya. Jika pembelajaran dalam satu
topik tersebut mencakup seluruh SK (4 Standar Kompetensi), maka ia akan
memerlukan bahan ajar yang mencakup empat bidang studi yakni
Sosiologi/Antroplogi, Geografi, Sejarah, dan Ekonomi.
Sumber belajar utama yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS Terpadu:
1. dapat berbentuk teks tertulis seperti buku, majalah, brosur, surat kabar, poster
dan informasi lepas, atau berupa lingkungan sekitar seperti: lingkungan alam,
lingkungan sosial sehari-hari.
2. Bahan yang akan digunakan dapat berbentuk buku sumber utama
Sosiologi/Antropologi, Geografi, Sejarah, dan Ekonomi maupun buku penunjang
lainnya.
3. bahan bacaan penunjang seperti jurnal, hasil penelitian, majalah, koran, brosur,
serta alat pembelajaran yang terkait dengan indikator dan Kompetensi Dasar
ditetapkan. Sebagai bahan penunjang, dapat juga digunakan disket, kaset, atau
CD yang berisi cerita atau tayangan yang berkaitan dengan bahan yang akan
dipadukan
23. Diberikan narasi mengenai teori belajar Behavioristik, peserta dapat memberi
contoh teori dari Clark Leaonard Hull
Behaviorisme memiliki beberapa akar atau sumber ideologi atau filsafat yaitu
realisme dan positivisme. Behaviorisme pendidikan memandang perilaku siswa
ditentukan oleh stimulus dan respon.
Tokoh dari konsep ini adalah Pavlov, Skinner dan Thorndike.
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori
koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning
(reinforcement).
Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang
bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang
dapat dilihat dan diamati. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan
stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L.
Thorndike.
Teori belajar behavioristik dikenal juga dengan teori belajar perilaku, karena analisis
yang dilakukan pada perilaku yang tampak, dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Belajar merupakan perubahan perilaku manusia yang disebabkan karena pengaruh
lingkungannya. Behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku individu
yang belajar dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan, artinya lebih menekankan
pada tingkah laku manusia. Teori ini memandang individu sebagai makhluk reaktif
yang memberi respon terhadap lingkungannya (Schunk, 1986).
Pengalaman dan pemeliharaan akan pengalaman tersebut akan membentuk perilaku
individu yang belajar. Dari hal ini, munculah konsep “manusia mesin” atau Homo
mechanicus (Ertmer & Newby, 1993).
Behavioristik memandang bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antar stimulus dan respon (Robert, 2014).
Sehingga, dapat kita pahami bahwa belajar merupakan bentuk dari suatu perubahan
yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan
cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Peserta didik dianggap telah melakukan belajar jika dapat menunjukkan perubahan
tingkah lakunya. Contohnya, peserta didik dapat dikatakan bisa membaca jika ia
mampu menunjukkan kemampuan membacanya dengan baik. Menurut teori
behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat
diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru
merupakan stimulus, dan apa saja yang dihasilkan peserta didik merupakan respon,
semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur.
Behavioristik mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Ciri dari
teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,
mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R (Stimulus
– Respon) psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran
atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian
dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural
dengan stimulusnya.
Pendidik yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku peserta
didik merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Behaviorisme, pertama kali didefinisikan dengan jelas oleh Watson seorang ahli
bidang psikologi yang fokus pada peran pengalaman dalam mengatur perilaku
(Robert, 2014), dalam kajian ini akan dibahas beberapa tokoh behavioristik. Tokoh-
tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skiner.
Clark L. Hull (1943) mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi
oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku seseorang berfungsi
untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan
biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull (1943, 1952), kebutuhan
dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa
nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan denagan kebutuhan
biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya. Teori ini
terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata tidak banyak dipakai
dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen dalam
laboratorium. Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian belajar.
Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti
halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga
agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan
biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting
dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
(stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-
macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan
dengan kondisi biologis.
Teori belajar yang dikembangkan oleh Hull sama dengan para ahli fungsionalis
lainnya, yaitu menggunakan tipe belajar hubungan Stimulus-Respon (S-R). Menurut
pandangan ini, belajar tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi karena adanya hubungan
S-R. Namun menurut Hull, selain hubungan antara S-R, perilaku juga dipengaruhi oleh
suatu proses yang terjadi dalam diri organisme, yang tidak dapat diamati. Variabel ini
kemudian dikenal dengan nama variabel intervening (intervening variable).
Clark Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori
belajar. Prinsip-prinsip yang digunakan mirip dengan apa yang dikemukakan oleh para
behavior, yaitu dasar stimulus dan adanya penguat (reinforcement).
Clark Hull mengemukakan teorinya yaitu bahwa suatu kebutuhan atau keadaan
terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi dan ambisi) harus ada dalam diri
seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar
pengurangan kebutuhan. Dalam hal ini, efesiensi belajar tergantung pada besarnya
tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha
belajar oleh respon-respon yang dibuat individu tersebut.
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar Hull adalah adanya motivasi
intensif (incentive motivation) dan pengurangan stimilus pendorong (drive stimulus
reduction). Penggunaan secara praktis teori belajar Hull untuk kegiatan di dalam kelas
adalah sebagai berikut :
1. Teori belajar didasarkan pada drive-reduction atau drive stimulus reduction.
2. Instruksional objektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
3. Ruangan kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya
proses belajar.
4. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana atau mudah menuju kepada yang
kebih kompleks atau sulit.
5. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar. Latihan harus
didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi (kelelahan tidak
boleh mengganggu belajar).
6. Urutan mapel harus diatur sedemikian rupa sehingga mapel yang terdahulu tidak
menghambat, tapi justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar
mapel berikutnya.
24. Diberikan narasi mengenai teori belajar kognitif, peserta dapat menentukan
contoh penerapan teori belajar kognitif dalam pembelajaran
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya.
Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Jika teori belajar behavioristik mempelajari
proses belajar sebagai hubungan stimulus-respon, teori belajar kognitif merupakan
suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Teori belajar
kognitif memandang bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang nampak.
Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak,
terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung dan menyeluruh (
Siregar & Hartini, 2010).
Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai usaha untuk mangerti
sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh peserta didik. Keaktifan itu dapat
berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati
lingkungan, mempratekkan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Para psikolog
kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat
menentukan keberhasilan mempelajari informasi/pengetahuan yang baru. Teori
kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan
dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi
situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan
mempelajarinya secara terpisahpisah, akan kehilangan makna.
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang
diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan
terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-
pengalaman sebelumnya.
Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-
rumusan seperti: “Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J. Piaget,
Advance organizer oleh Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarkhi belajar
oleh Gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya.
28. Diberikan contoh kasus tentang kecerdasan majemuk, peserta dapat menyimpulkan
narasi tersebut menjadi salah satu kecerdasan majemuk
Kecerdasan majemuk merupakan kemampuan seseorang, dalam memecahkan
masalah dan juga menciptakan produk yang memiliki nilai budaya. Atau anak yang
dapat menghasilkan sesuatu yang juga bisa dinikmati di dalam kehidupan manusia.
Pada umumnya kecerdasan ini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
bertindak, dan juga berperilaku sesuai dengan apa yang dihadapi.
Menurut Gardner manusia yang bisa berarti siapa saja, kecuali yang cacat atau
memiliki kelainan pada otak sedikitnya memiliki 8-9 kecerdasan. Kecerdasan manusia
pada saat ini tak hanya diukur dari kepandaiannya saja dalam menyelesaikan soal
matematika, atau menggunakan suatu bahasa. Kerana ada banyak kecerdasan
lainnya, yang diidentifikasi di dalam diri manusia tersebut. berikut ini 9 kecerdasan
yang terdapat dalam diri manusia :