Anda di halaman 1dari 8

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Serangga merupakan golongan hewan dengan tingkat keanekaragaman hayati tinggi. Kurang lebih 867.000
spesies serangga telah dideskripsi, dan 10 – 15 % diantaranya terdapat di Indonesia (Ubaidillah dan Aswari, 2004).
Spesies serangga tersebut terdiri dari sekitar 5.000 spesies ordo capung (Odonata), 20.000 spesies ordo belalang
(Orthoptera), 170.000 spesies ordo kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 ordo lalat dan kerabatnya
(Diptera), 82.000 spesies ordo kepik (Hemiptera), 360.000 spesies ordo kumbang (Coleoptera), dan 110.000
spesies ordo semut dan lebah (Hymenoptera) (Brotowidjojo, 1984). Diperkirakan, masih ada sekitar 10 juta spesies
serangga yang belum dideskripsi. Peranan serangga sangat besar antara lain menguraikan bahan-bahan tumbuhan
dan hewan dalam rantai makanan ekosistem, sebagai sumber makanan makhluk hidup lain, serangga sebagai
produk komersial (madu, royal jelly dan lain lain), pengelolaan hama, forensik dan penggunaan serangga sebagai
model riset (Purnomo dan Haryadi, 2007).
Meru Betiri merupakan kawasan Taman Nasional di daerah Jawa Timur yang sesuai sebagai habitat
serangga. Kawasan ini cukup potensial dan didukung oleh berbagai jenis tipe ekosistem alam yang masih asli
dengan formasi hutan payau, hutan pantai, dan hutan hujan tropis (Adhi, 2007). Hal tersebut membuat Meru Betiri
dijadikan sebagai sarana berbagai kegiatan antara lain sebagai tempat penelitian, pendidikan dan rekreasi.
Salah satu potensi spesies serangga di kawasan TNMB yang menarik untuk diamati adalah kupu-kupu.
Dalam kedudukan taksonomi, kupu-kupu termasuk ordo Lepidoptera sub ordo Rhopalocera (Baltazar, 1991).
Kupu-kupu mempunyai kepentingan ekonomik yang besar di negara-negara tropik maupun sub tropik. Sedikitnya
ada lima manfaat dari kupu-kupu antara lain membantu penyerbukan tanaman, bahan penelitian biologis, sumber
protein, misalnya kupu-kupu pisang dari famili Hesperiidae, koleksi dan rekreasi (menjadi obyek wisata
pendidikan yang menarik) (Kalshoven, 1981).
Kupu-kupu mudah sekali dikenali dengan melihat ciri-ciri yang dimilikinya. Ciri-ciri tersebut yaitu
mempunyai dua pasang sayap membranus tertutup sisik, berwarna menarik, cemerlang dengan pola yang teratur.
Selain itu, kupu-kupu juga memiliki sepasang antena yang panjang dan pada bagian ujung menggelembung
membentuk benjolan. Kupu-kupu umumnya aktif di waktu siang (diurnal). Ketika istirahat atau hinggap kupu-kupu
melipat sayapnya vertikal melampaui punggungnya sehingga menampakkan sisi bawah dari sayap belakang. Di
1
alam, kupu-kupu dapat hidup di dalam berbagai habitat, mulai dari dataran rendah sampai kedataran tinggi (Borror
et al., 1992). Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dilakukan penelitian mengenai inventarisasi kupu-
kupu (Lepidoptera) di Zona Inti Kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) Resort Sukamade Banyuwangi.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah spesies kupu-kupu apa sajakah yang terdapat di Zona Inti
Kawasan TNMB Resort Sukamade Banyuwangi?

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Proses identifikasi pada spesies kupu-kupu dilakukan dengan mengamati ciri-ciri tubuh secara morfologi
(pola sayap, warna sayap, karakter kaki dan antena).
2. Pengumpulan spesimen kupu-kupu hanya di jalur plot Raflessia – Tandon air pada Zona Inti Kawasan
TNMB Resort Sukamade Banyuwangi.

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan spesies kupu-kupu yang terdapat di jalur plot
Raflessia – Tandon air pada Zona Inti Kawasan TNMB Resort Sukamade Banyuwangi.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang kekayaan spesies dan
keanekaragaman spesies (kekayaan hayati) serta sebagai sumber acuan pemanfaatannya yang berhubungan dengan
pengelolaan kawasan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ciri Morfologi Kupu-kupu


Tubuh kupu-kupu tersusun atas tiga bagian, yaitu caput (kepala), thorak (dada) dan abdomen (perut).
Sastrodihardjo (1989) menyatakan caput (kepala) memiliki bentuk seperti kapsul bulat kecil. Caput memiliki
sepasang antena yang panjang dan pada bagian ujung menggelembung membentuk benjolan yang berfungsi
sebagai perasa dan peraba. Menurut Pedigo (1991), antena terdiri dari tiga ruas, yaitu ruas dasar disebut scape, ruas
kedua disebut pedisel dan ruas berikutnya secara keseluruhan disebut flagellum. Sepasang mata memberikan
penglihatan yang luas dan bagus untuk mendeteksi gerakan-gerakan, namun tidak mendetail. Setiap mata terbuat
dari ommatidium (lensa) yang kecil yang terhubung ke syaraf optik (van Mastrigt dan Rosariyanto, 2005). Bagian
lain dari kepala adalah alat mulut (proboscis), yang berfungsi sebagai penghisap cairan. Pada saat digunakan
proboscis terjulur memanjang, dan apabila tidak digunakan dapat tergulung kembali dibawah kepala karena
sifatnya yang elastis (Sastrodihardjo, 1989).
Thorak (dada) merupakan bagian tengah tubuh kupu-kupu dan berfungsi sebagai penggerak, dimana kaki
dan sayap menempel. Thorak tersusun atas tiga segmen, yaitu prothorak, mesothorak dan metathorak. Pada
masing-masing segmen terdapat sepasang tungkai untuk berjalan (lokomotif). Dua pasang sayap membranus
terdapat pada mesothorak dan metathorak. Pada kedua permukaan sayap tersebut terdapat berbagai tabung
pernafasan yang mengalami penebalan sehingga tampak sebagai venasi-venasi sayap yang berfungsi sebagai
pensuplai oksigen dan untuk memperkuat sayap (Sastrodihardjo, 1989). Sayap dan badan kupu-kupu tertutup sisik
yang mengandung pigmen yang menghasilkan warna dan pola-pola yang sering membuat serangga ini memiliki
sifat yang mencolok (Intermassa, 1989). Sisik-sisik tersebut mudah terlepas seperti debu bila terpegang
(Sastrodihardjo, 1989). Warna yang terlihat pada kupu-kupu bukan hanya hasil pigmentasi pada rambut dan sisik,
tetapi juga dari struktur punggung dan refleksi dari differensiasi lapisan cahaya yang mengakibatkan timbulnya
warna (Elzinga, 1987).
Abdomen (perut) merupakan bagian yang lunak dibandingkan kepala dan dada. Perut memiliki 10 segmen,
namun hanya tujuh atau delapan segmen yang mudah terlihat. Segmen ujung merupakan alat kelamin dari kupu-
kupu, dimana pada jantan terdapat aedeagus (alat penyalur spermatozoa) dan sepasang alat pembantu berupa
penjepit (klasper), sedangkan pada betina segmen tersebut berubah menjadi spermateka (bagian yang menerima
dan menyimpan spermatozoa) dan ovipositor (alat untuk meletakkan telur) (Sastrodihardjo, 1989).

2.2 Siklus Hidup Kupu-kupu


Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadium yang terjadi pada seekor serangga selama
pertumbuhan, sejak dari telur sampai menjadi imago (dewasa) (Jumar, 2000). Kupu-kupu merupakan kelompok
serangga Holometabola (serangga yang mengalami metamorfosis sempurna). Siklus hidupnya dimulai dari telur,
kemudian menjadi larva, selanjutnya larva membentuk pupa dan muncul sebagai kupu-kupu dewasa atau imago
(Hamidun, 2003). Imago membutuhkan waktu 3 - 4 jam untuk penyempurnaan warna dan pengeringan sayap
sebelum siap untuk terbang mencari makan dan pasangan hidupnya. Umur kupu-kupu berkisar antara 3 - 4 minggu
(Bima, 2007).

2.3 Perilaku Kupu-kupu


Kupu-kupu merupakan serangga yang mempunyai beberapa perilaku yang cukup unik dalam
kehidupannya. Perilaku unik kupu-kupu tersebut antara lain perilaku basking, perilaku dalam meletakkan telur,
perilaku kawin dan perilaku saat aktif. Perilaku basking adalah perilaku kupu-kupu yaitu memanfaatkan sayapnya
sebagai panel penerima cahaya matahari untuk menghangatkan tubuhnya dengan cara berjemur di bawah cahaya
matahari. Pada saat suhu dingin, kupu-kupu akan merentangkan sayapnya dibawah sinar matahari dan
menghangatkan tubuhnya agar dapat menggerakkan ototnya dengan leluasa (Nanao, 1996). Pada saat cahaya
matahari bersinar dengan terik, beberapa spesies kupu-kupu cenderung menyukai tempat yang dekat dengan
sumber air atau tanah basah yang dapat mereka hisap airnya (Priatama, 2008). Selanjutnya adalah perilaku kupu-
kupu dalam meletakkan telur. Kupu-kupu betina menghasilkan ± 100 butir telur selama hidupnya (Pramono, 2003).
Telur diletakkan satu-satu atau dalam kelompok pada bagian bawah permukaan daun inang, direkatkan dengan
kelenjar yang dihasilkan oleh alat kelamin betina.
Kupu-kupu jantan memiliki perilaku yang unik dalam mencari pasangannya. Kupu jantan tersebut selalu
berkeliling untuk mencari kupu betina. Kupu jantan lebih tertarik pada kupu betina yang mempunyai pola dan
warna sayap yang dominan daripada pola dan warna yang bervariasi yang dimiliki oleh kupu betina (Brock dan
Kaufman, 2003). Kupu-kupu dari spesies yang sama mempunyai saat-saat aktif tertentu yang berbeda dengan masa
aktif spesies yang lain. Oleh karena itu kupu-kupu jantan dan kupu-kupu betina dari spesies yang sama hampir
selalu bertemu ketika mereka terbang. Kupu-kupu dapat mengenali kupu-kupu dari spesies yang sama melalui
corak sayap, cara terbang dan kebiasaannya (Brinckerhoff, 2006).

2.4 Zona Persebaran Kupu-kupu di Dunia


Kupu-kupu banyak tersebar di sekitar lingkungan hidup manusia. Di alam, kupu-kupu banyak dijumpai di
daerah tropika. Kupu-kupu dapat hidup di dalam berbagai habitat, mulai dari dataran rendah sampai kedataran
tinggi. (Borror et al., 1992). Menurut Feltwell (1998), zona persebaran kupu-kupu di dunia dapat ditunjukkan pada
gambar dibawah ini:
Gambar 2.1 Peta zona persebaran kupu-kupu di dunia (Feltwell, 1998)

Zona 1: Wilayah Amerika Utara, meliputi Mexico, USA, Alaska, Canada dan Greenland. Terdapat 700 spesies
kupu-kupu yang tercatat di wilayah ini.
Zona 2: Wilayah Amerika Selatan, meliputi Mexico, Amerika Tengah dan Selatan dan Hindia Barat. Amerika
Tengah (Lembah Amazon) dan Amerika Selatan merupakan wilayah dengan jumlah spesies kupu-kupu
terbanyak.
Zona 3. Wilayah Eropa, meliputi sebagian kecil benua Afrika, spesies kupu-kupu banyak ditemukan di Barat Jauh
Atlantik dan Timur Jauh Laut Hitam.Wilayah-wilayah tersebut terdapat ± 400 spesies kupu-kupu, yang
mana 30% nya adalah Endemik (tidak ditemukan dibelahan bumi lainnya).
Zona 4: Wilayah Afrika, meliputi Afrika dan Pulau Madagaskar. Terdapat ± 3207 spesies kupu-kupu di wilayah
Afrika, yang mana 15 % nya adalah dari Famili Hesperiidae.
Zona 5: Wilayah Asia, wilayah terbesar meliputi daerah Arab Timur, Burma, Thailand, Philipina, Indonesia,
Jepang dan China.
Zona 6: Wilayah Australia, meliputi daratan Australia dan New Zealand, termasuk juga pulau-pulau tropis di
Benua Australia Utara, yaitu Garis Wallace Timur (New Hebride, New Coledonia, Papua Nugini,
Moluccas, Timor, Lombok dan Sulawesi).

2.5 Kedudukan Kupu-kupu dalam Sistematika


Kupu-kupu termasuk ordo Lepidoptera dari kelas Insekta (serangga) yang permukaan sayapnya tertutup
oleh sisik. Lepidoptera (lepis berarti sisik, pteron berarti sayap) dibedakan menjadi dua golongan yaitu kupu-kupu
(sub ordo Rhopalocera) sekitar 20.000 spesies dan ngengat (sub ordo Heterocera) sekitar 100.000 – 150.000
spesies (Bima, 2007).
Menurut Peggie dan Amir (2006), kupu-kupu dapat dibagi dalam superfamili Papilionoidea yang meliputi
famili Papilionidae, Pieridae, Nymphalidae, Riodinidae, dan Lycaenidae dan superfamili Hesperioidea yang
meliputi famili Hesperiidae. Sebagian besar anggota Famili Riodinidae superfamili Papilionoidea dijumpai di
Amerika Selatan.
Famili Papilionidae
Anggota famili ini berjumlah ± 570 spesies, ditemukan diseluruh belahan bumi (zona 1 – 6), kecuali
antartika. Famili ini umumnya berwarna menarik: merah, kuning, hijau, dengan kombinasi hitam dan putih. Kupu-
kupu ini berukuran sedang sampai besar. Antena kanan dan kiri berdekatan, antena membesar diujung tetapi tidak
bersiku dan tubuhnya relatif ramping. Ada spesies-spesies yang mempunyai ekor yang merupakan perpanjangan
sudut sayap belakang.
Banyak spesies yang bersifat “sexual dimorphic” yaitu berbeda pola sayap, ukuran dan warna antara jantan
dan betinanya. Pada beberapa spesies, kupu-kupu betina juga bersifat “polymorphic” yaitu terdapat beberapa pola
sayap. Pada spesies-spesies dimana jantan dan betina tampak serupa, betina biasanya lebih besar dengan sayap
yang lebih membulat.
Famili Pieridae
Anggota famili ini berjumlah ± 1100 spesies diseluruh dunia (zona 1 – 6), dengan daerah distribusi
terbanyak di Afrika dan Asia. Kupu-kupu ini umumnya berwarna kuning dan putih, ada juga yang berwarna jingga
dengan sedikit hitam atau merah. Kupu-kupu ini berukuran sedang. Tidak ada perpanjangan sayap yang
menyerupai ekor. Banyak spesies menunjukkan variasi sesuai musim. Banyak spesies mempunyai kebiasaan
bermigrasi dan banyak spesies menunjukkan banyak variasi. Umumnya kupu-kupu betina lebih gelap dan dapat
dengan mudah dibedakan dari yang jantan.

Famili Nymphalidae
Anggota famili ini berjumlah ± 5000 spesies dengan daerah distribusi diseluruh belahan bumi (zona 1 – 6)
kecuali antartika. Kupu-kupu dari famili ini sangat bervariasi. Umumnya berwarna coklat, oranye, kuning dan
hitam. Kupu-kupu ini berwarna beragam, mulai kecil sampai besar.
Ciri yang paling penting pada Nymphalidae adalah mengecilnya pasangan tungkai depan pada kupu-kupu
jantan dan betina sehingga tungkai tidak berfungsi untuk berjalan. Pada kupu-kupu jantan, biasanya pasangan
tungkai depan ini tertutup oleh kumpulan sisik yang padat menyerupai sikat, sehingga kupu-kupu ini dikenal
sebagai kupu-kupu berkaki sikat.
famili Lycaenidae
Anggota famili ini berjumlah ± 6000 spesies di seluruh dunia (zona 1 – 6), dengan daerah distribusi
terbanyak Asia, Afrika dan Australia. Anggota kelompok ini umumnya berukuran kecil. Berwarna biru, ungu, atau
oranye dengan bercak metalik hitam, atau putih. Biasanya jantan berwarna lebih terang dari betina. Banyak spesies
mempunyai ekor sebagai perpanjangan sayap belakang. Kupu-kupu ini umumnya dijumpai pada hari yang cerah
dan ditempat yang terbuka. Beberapa anggota famili Lycaenidae ini bersimbiosis mutualistik dengan semut,
dimana larva memanfaatkan semut untuk menjaganya dari serangan parasit, dan semut mendapatkan cairan manis
yang dikeluarkan kelenjar pada ruas ketujuh abdomen larva tersebut.
Famili Hesperiidae
Anggota famili ini berjumlah ± 3500 spesies dengan daerah distribusi diseluruh belahan bumi (zona 1 – 6)
kecuali antartika. Anggota famili ini berukuran sedang. Antena kanan dan kiri berjauhan, antena bersiku pada
ujungnya dan tubuhnya relatif lebih gemuk. Sayap umumnya berwarna coklat dengan bercak putih atau kuning.
Terbang cepat dengan sayap yang relatif pendek. Kupu-kupu dari famili ini umumnya terbang pada pagi dan sore
sekitar matahari terbit dan terbenam, atau dikenal bersifat krepuskular.

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kupu-Kupu


Perkembangan kupu-kupu di alam dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (kemampuan yang
dimiliki organisme itu sendiri atau dari dalam tubuh sendiri) dan faktor eksternal (faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap kehidupan suatu organisme dalam proses perkembangannya) (Loveless, 1989).
2.6.1 Faktor Internal
Faktor internal yang turut menentukan tinggi-rendahnya populasi adalah:
a. Kemampuan berkembang biak
Kemampuan berkembang biak suatu spesies kupu-kupu dipengaruhi oleh keperidian (natalitas) dan
fekunditas. Keperidian adalah besarnya kemampuan untuk manghasilkan keturunan baru, sedangkan
fekunditas adalah kemampuan yang dimiliki untuk memproduksi telur pada kupu-kupu betina. Kupu-kupu
betina menghasilkan ± 100 butir telur selama hidupnya (Pramono, 2003).
b. Perbandingan Kelamin
Perbandingan kelamin adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dan individu betina yang
diturunkan oleh serangga betina. Perbandingan kelamin ini pada umumnya adalah 1 : 1, akan tetapi karena
pengaruh-pengaruh tertentu seperti keadaan musim dan kepadatan populasi, maka perbandingan kelamin ini
dapat berubah (Mustikawati, 2003).
c. Sifat mempertahankan Diri
Seperti halnya hewan lain, kupu-kupu diserang oleh berbagai musuh (predator). Untuk
mempertahankan hidup dan melindungi diri, kupu-kupu mempunyai beberapa tipe perlindungan diri yang
dapat dilakukannya. Tipe perlindungan tersebut seperti perlindungan melalui pola warna, pertahanan
kimiawi dan mimikri (Van Mastrigt dan Rosariyanto, 2005).
d. Umur Imago
Serangga umumnya memiliki umur imago yang relatif pendek. Umur imago tersebut dari beberapa
hari sampai beberapa bulan. Pada kupu-kupu dewasa, rata-rata berumur 3 - 4 minggu. Kupu-kupu di alam
umumnya mempunyai umur lebih pendek karena predator, penyakit maupun parasit (Ariyanto, 2007).

2.6.2 Faktor Eksternal


a. Faktor Fisik
(1). Suhu
Kupu-kupu termasuk hewan berdarah dingin (poikilothermik) yaitu suhu tubuhnya dipengaruhi suhu
lingkungan (Bernadus, 2008). Kupu-kupu hanya dapat terbang jika suhu tubuhnya di atas 30˚C. Suhu tubuh
kupu-kupu pada saat terbang 5 – 10˚C di atas suhu lingkungan. Sayap kupu-kupu sangat berperan dalam
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) (Bima, 2007).
(2). Kelembaban
Kelembaban yang dimaksud adalah kelembaban tanah, udara dan tempat hidup kupu-kupu. Kelembaban
tersebut merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan dan perkembangan kupu-kupu
(Jumar, 2000).
(3). Cahaya
Krebs (1985) menyatakan cahaya bukan merupakan faktor pembatas distribusi geografis tumbuhan dan
hewan, tetapi cahaya memainkan peranan penting dalam menentukan distribusi lokal tumbuhan dan
hewan. Pembatasan ekologi dapat selalu ditandai dengan cara adaptasi terhadap cahaya pada habitatnya.
b. Faktor Makanan
Umumnya kupu-kupu memakan nektar bunga, tetapi beberapa cairan lain didapat dari tanaman atau pohon
dan buah-buahan yang telah busuk serta kotoran burung atau hewan lain. Kupu-kupu yang hidup di musim dingin
menghisap cairan manis dari buah yang sangat masak, hal ini dikarenakan pada musim dingin tersebut tidak ada
bunga yang mekar (Nanao, 1996). Tipe dan jumlah makanan dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan,
reproduksi, tingkah laku dan sifat-sifat morfologi kupu-kupu (Mustikawati, 2003).
c. Faktor hayati
Faktor hayati adalah faktor-faktor hidup yang ada di lingkungan. Faktor hayati tersebut dapat berupa
serangga atau binatang lainnya. Faktor hayati disini seperti halnya predator yang tujuannya untuk memangsa kupu-
kupu sehingga sangat berpengaruh terhadap jumlah populasi kupu-kupu (Natawigena dalam Jumar, 2000).

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


3.1.1. Tempat Penelitian
Pengumpulan spesimen dilakukan di jalur plot Raflessia – Tandon air pada Zona Inti Kawasan TNMB
Resort Sukamade Banyuwangi. Proses identifikasi dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.

3.1.2. Waktu Penelitian


Pengumpulan spesimen dilaksanakan pada bulan Mei 2008 dan dilakukan mulai jam 09.00 – 14.00 WIB.
Pembagian waktu ini berdasarkan pada aktifitas kupu-kupu yaitu pada siang hari (diurnal) (Peggie dan Amir,
2006).

3.2. Alat, bahan dan Objek Penelitian


3.2.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan antara lain: jaring serangga, jarum serangga atau jarum pentul, papan
perentang sayap, kotak penyimpanan sementara, kertas papilop, kertas transparan, gunting, pinset, kapas, gabus,
kapur barus, kaca pembesar (lup), Higrometer DRY-WET, thermometer batang, penggaris, alat tulis, kamera, kain
kasa, dan alkohol 70%.

3.2.2. Objek Penelitian


Objek Penelitian yang digunakan adalah kupu-kupu yang hidup di jalur plot Raflessia – Tandon air pada
Zona Inti Kawasan TNMB Resort Sukamade Banyuwangi.

3.3 Cara kerja


3.3.1 Pengumpulan Spesimen
Metode pengumpulan spesimen berpedoman pada Suhardjono (1999), Ubaidillah dan Aswari (2004) dan
Purnomo dan Haryadi (2007). Pengumpulan spesimen dilakukan dengan metode jelajah dan pengumpulan
spesimen ini menggunakan jaring udara (aerial net). Serangga yang ditangkap dengan jaring udara (aerial net) ini
misalnya kupu-kupu, lalat, belalang, capung, lebah dll.
Pengumpulan spesimen kupu-kupu dilakukan di jalur plot Raflessia – Tandon air. Pengumpulan spesimen
ini dibagi dalam lima stasiun pengumpulan. Adapun denah lokasi pengumpulan spesimen kupu-kupu di jalur plot
Raflessia – Tandon air dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
3.3.2 Memproses Spesimen atau Penanganan Spesimen di Lapangan
Spesimen hasil pengumpulan harus diproses secara benar sesuai dengan kelompoknya. Proses yang
dimaksud adalah mulai cara mematikan, membawa ke laboratorium sampai siap diopset.
a. Mematikan
Untuk mematikan kupu-kupu yang berukuran kecil sampai besar cukup ditekan pada bagian
thoraknya secara perlahan-lahan pada saat kupu-kupu tersebut masih berada dalam jaring serangga.
b. Penyimpanan Sementara
Kupu-kupu yang sudah dimatikan, selanjutnya dimasukkan dalam papilop. Papilop merupakan
kertas berbentuk segitiga yang terbuat dari kertas HVS, koran, atau kertas dengan permukaan halus dan
mudah mengisap uap cairan. Kupu-kupu yang sudah dimatikan dimasukkan kedalam papilop dengan posisi
sayap tertutup. Pada bagian luar papilop dapat digunakan untuk menulis label yang memuat informasi
tentang nama lokasi, tanggal pengumpulan dan nama pengumpul dari spesimen didalamnya. Selanjutnya
papilop ditata didalam kotak secara berlapis. Agar tidak saling berhimpit satu sama lain, setiap lapisan
dibatasi dengan kertas tisu.
c. Pengepakan dan Pengiriman Spesimen
Membawa spesimen dari lapangan ke laboratorium juga merupakan tahap pengumpulan serangga.
Teknik mengepak atau mengemas spesimen adalah bagian yang sangat penting untuk menjaga kualitas
spesimen. Agar spesimen tidak terguncang, kotak penyimpanan sementara yang berisi spesimen harus
dimasukkan dalam kotak berukuran lebih besar dan diberi penahan. Perlu diperhatikan bahwa sebelum
dikemas, spesimen sebaiknya dalam keadaan kering dan didalam kotak penyimpanan sebaiknya diberi
kapur barus agar terhindar dari semut atau hama lainnya.
3.3.3 Penanganan Koleksi
Penanganan koleksi merupakan tahapan yang dilakukan di laboratorium dan ruangan koleksi. Pada
penanganan koleksi ini bertujuan untuk mengawetkan spesimen menjadi awetan kering. Cara penanganan koleksi
berbeda-beda sesuai dengan kelompok serangganya, demikian pula dengan peralatan yang digunakan. Alat yang
dapat digunakan untuk mengopset kupu-kupu antara lain jarum, papan perentang, lembar papan empuk atau gabus
dan pinset opset.
Cara dalam mengopset kupu-kupu adalah jarum ditusukkan pada ruas thorak antara sayap depan. Posisi
kupu-kupu harus tegak lurus jarum. Selanjutnya untuk merentangkan sayap, digunakan papan perentang. Kupu
yang sudah dijarum ditusukkan pada papan perentang dengan posisi kedua sayap diatas kedua belah papan
perentang. Selanjutnya sayap dijepit dengan pita kertas transparan yang dijarum dan jangan sampai jarum
mengenai sayapnya. Dibawah ini ditunjukkan cara atau tahapan dalam mengopset kupu-kupu:
3.3.4 Pelabelan
Sebelum spesimen di simpan dalam tempat yang permanen maka harus diberi label. Label yang dipasang
pada spesimen harus memuat informasi yang sama dengan label dari lapangan. Label tersebut memuat informasi
tentang nama lokasi, tanggal pengumpulan dan nama pengumpul. Label juga dapat memuat informasi tentang
nama ordo, famili dan spesies bila sudah dilakukan proses identifikasi. Jenis kertas label disesuaikan dengan
macam koleksi, misalnya untuk koleksi kupu-kupu (koleksi kering) digunakan kertas yang agak tebal atau dapat
menggunakan kertas bebas asam. Untuk penulisannya digunakan tinta permanen atau printer laser. Label koleksi
dijarum dibawah spesimen dengan ketinggian yang sudah ditentukan pada balok penusuk. Ukuran label yang
biasanya digunakan adalah 16 x 7 mm. Dibawah ini adalah contoh label yang digunakan:

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


4.2. Pembahasan
Spesimen kupu-kupu yang diperoleh selama penelitian di jalur plot Raflessia – Tandon air pada Zona Inti
Kawasan TNMB Resort Sukamade Banyuwangi berjumlah 120 spesimen. Berdasarkan hasil identifikasi yang telah
dilakukan, dari 120 spesimen diperoleh 20 spesies kupu-kupu. Spesies kupu-kupu tersebut tergolong dalam lima
famili, yaitu Papilionidae, Pieridae, Nymphalidae, Lycaenidae dan Hesperiidae. Famili Papilionidae terdiri dari
lima spesies, yaitu Papilio polytes, Papilio memnon, Graphium agamemnon, Pachliopta aristolochiae, Troides
helena cerberus; Famili Pieridae terdiri dari empat spesies yaitu Delias belisama, Eurema blanda, Eurema hecabe,
Leptosia nina; Famili Nymphalidae terdiri dari tujuh spesies yaitu Ideopsis juventa, Melanitis leda, Euploea
eunice, Neptis hylas, Mycalesis horsfieldi, Hypolimnas bolina, Ypthima horsfieldii; Famili Lycaenidae terdiri dari
tiga spesies yaitu Zizina otis, Lampides boeticus, Chilades pandava; dan Famili Hesperiidae terdiri dari satu
spesies yaitu Potanthus omaha.
Data di atas menunjukkan bahwa famili Nymphalidae memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu tujuh
spesies dibandingkan dengan famili lainnya. Famili Nymphalidae merupakan famili kupu-kupu dengan jumlah
anggota paling besar dalam ordo Lepidoptera, penyebarannya luas dan habitatnya di dataran rendah kering
(Feltwell, 1998). Suwarno dkk (1997) menyatakan, umumnya larva kupu dari famili Nymphalidae ini memakan
herba, semak dan pohon sehingga dapat diasumsikan spesies-spesies ini mampu hidup pada semua lokasi
penelitian. Hubungan kupu-kupu dengan tumbuhan inangnya menunjukkan pola keterkaitan terutama pada fase
larva. Fase larva kupu-kupu membutuhkan pakan dari tumbuhan inangnya, sehingga keberadaan suatu spesies
kupu-kupu maupun larva tidak akan jauh atau terlepas dari tumbuhan inangnya (Soekardi, 2004).
Pada lokasi penelitian ini, terdapat dua tipe vegetasi yaitu hutan pantai dan hutan dataran rendah. Adapun
jenis vegetasi yang mendominasi hutan pantai yaitu pulai (Alstonia scholaris), ketapang (Terminalia catappa),
nyamplung (Calophyllum inophyllum), keben (Barringtonia asiatica) dan waru (Hibiscus tiliaceus). Selain itu pada
lantai hutan pantai ini banyak ditumbuhi oleh semak-semak dan rumput-rumputan yang cukup tinggi. Untuk jenis
vegetasi di hutan dataran rendah di dominasi oleh jenis rau (Dracontomelon mangifera), munong, bendo
(Artocarpus elasticus), nyampuh (Litsea monopetala), gondang putih (Ficus variegeta) dan luwingan (Ficus
hispida) (Pradipto, 2006).
Jenis-jenis vegetasi tumbuhan di atas merupakan inang dari beberapa spesies kupu-kupu yang diperoleh
selama penelitian, disamping yang belum terinventarisasi secara spesifik. Sehingga keberadaan dan keragaman
suatu spesies serangga pada suatu kawasan khususnya kupu-kupu sangat terkait dengan keragaman vegetasi yang
menyusun kawasan tersebut (Rizal, 2007). Hal inilah yang menyebabkan banyaknya jumlah perolehan kupu-kupu
terutama dari famili Nymphalidae ini.
Spesies terbanyak kedua yaitu dari famili Papilionidae dengan lima spesies. Famili Papilionidae merupakan
famili kupu-kupu yang populer dengan nama “swallowtail”. Nama swallowtail tersebut dikarenakan banyak dari
spesies dalam kelompok ini yang memiliki ekor pada sayap belakang yang merupakan perpanjangan sudut sayap
belakang, selain itu spesies dari famili ini juga memiliki ukuran yang cukup besar (Van Mastrigt dan Rosariyanto,
2005). Famili Papilionidae penyebarannya sangat meluas dan habitatnya seperti pada famili Nymphalidae yaitu
dataran rendah kering.
Pada penelitian di jalur plot Raflessia – Tandon air selama lima hari, diperoleh lima spesies kupu-kupu dari
famili Papilionidae, namun jumlah spesimen yang diperoleh hanya 11 spesimen. Hal ini dikarenakan kupu dari
famili ini sangat aktif dan terbang cepat sehingga cukup sulit untuk menangkapnya. Selain itu lapisan tajuk dilokasi
penelitian semakin masuk kedalam hutan lapisan tajuknya semakin lebat dan rapat. Lapisan tajuk yang lebat dan
rapat ini menyebabkan kondisi hutan lebih lembab karena cahaya matahari terhalang oleh tajuk pohon. Kondisi
hutan yang lembab ini mengakibatkan kupu-kupu jarang beterbangan (tidak ditemukan). Hal ini terkait dengan
perilaku kupu-kupu yang perlu cahaya matahari untuk melakukan aktivitas.
Famili Pieridae diperoleh dengan jumlah empat spesies dari 51 spesimen. Famili ini bersifat kosmopolitan
(sebarannya sangat luas dan mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan) dan tersedianya berbagai
macam spesies tumbuh-tumbuhan menjadi sumber makanannya. Dengan mempunyai sifat kosmopolitan inilah
yang menjadikan individu dan spesies dari famili Pieridae ini dapat dijumpai hampir pada semua lokasi penelitian.
Adapun spesies tumbuhan yang disukai oleh anggota Pieridae belum terinventarisasi secara spesifik, karena hampir
disetiap lokasi anggota Pieridae ditemukan spesies tumbuhan yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa
hampir semua spesies tumbuhan yang ada di hutan menjadi sumber makanannya.
Famili Lycaenidae merupakan salah satu famili kupu-kupu terkecil yang sering terbang cepat dekat
permukaan tanah di rerumputan, sering dijumpai pada hari yang cerah dan ditempat terbuka (Van Mastrigt dan
Rosariyanto, 2005). Selama penelitian, hanya diperoleh tiga spesies dari 13 spesimen dari anggota famili
Lycaenidae. Hal ini terkait dengan ukuran dan warna kupu-kupu dari famili ini, sebab menurut Suwarno dkk
(1997) famili Lycaenidae mempunyai ukuran tubuh yang kecil dan mempunyai warna sayap yang gelap. Ukuran
tubuh yang kecil serta warna sayap yang gelap menyebabkan kupu-kupu ini mudah sekali bersembunyi dan sulit
dilihat apabila tidak dalam keadaan terbang.
Famili Hesperiidae ditemukan paling sedikit yaitu satu spesies dari dua spesimen. Hal ini dikarenakan
kupu-kupu dari famili Hesperiidae ini sebagian besar berwarna gelap, berukuran kecil dan terbang cepat dengan
sayap yang relatif pendek sehingga sangat sulit dalam menangkap kupu-kupu dari spesies ini. Selain itu, sedikitnya
perolehan kupu-kupu ini dikarenakan famili Hesperiidae umumnya terbang pagi dan sore sekitar matahari terbit
dan terbenam (bersifat krepuskular) sehingga semakin jarang dan sulit untuk menemukannya (Peggie dan Amir,
2006).
Jumlah spesies dan jumlah spesimen kupu-kupu yang paling banyak tertangkap yaitu pada lokasi IV
(gambar 7 hal 17) tanggal 28 Mei 2008 dengan 14 spesies dari 30 spesimen yang diperoleh (lampiran hal 57).
Banyaknya jumlah spesies dan jumlah spesimen yang diperoleh pada lokasi ini dikarenakan adanya beberapa
spesies tumbuhan yang sedang berbunga yang dapat digunakan sebagai sumber makanan kupu-kupu. Nektar yang
manis pada bunga mengandung kalori yang tinggi dan merupakan sumber energi yang dibutuhkan kupu-kupu
(Nanao, 1996).
Pada lokasi ini banyak dijumpai jenis vegetasi tumbuhan yang lebih tinggi dengan diameter besar dan lebih
beragam dibandingkan dengan lokasi lainnya (Pradipta, 2006). Meskipun demikian, pada lokasi ini lapisan
tajuknya lebih terbuka dan cahaya matahari mampu mencapai lantai hutan dan tidak terhalang oleh lapisan tajuk
sehingga sangat cocok sebagai habitat kupu-kupu. Selama penelitian, kondisi lingkungan cukup cerah dan kupu-
kupu banyak beterbangan. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di lokasi IV adalah 30 ºC dan 72 %, sedangkan
hasil pengukuran curah hujan selama penelitian bulan Mei adalah 72 mm – 78 mm (lampiran hal 71-73). Kondisi
suhu dan kelembaban tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan yang dibutuhkan kupu-kupu yang hanya dapat
terbang aktif bila suhu lingkungan tinggi dan kelembaban rendah (Bima, 2007). Menurut Jumar (2000), kupu-kupu
memiliki kisaran suhu tertentu dimana kupu-kupu tersebut dapat hidup dan di luar kisaran tersebut kupu-kupu akan
mati kedinginan atau kepanasan. Pada umumnya, kisaran suhu yang efektif untuk kupu-kupu adalah suhu
minimum 15 °C, suhu optimum 25 °C dan suhu maksimum 45 °C. Selain kondisi-kondisi fisik tersebut, banyaknya
jumlah spesies dan jumlah spesimen yang diperoleh pada lokasi IV ini dikarenakan adanya suatu cekungan air
yang cukup lebar yang berasal dari pipa tandon, sehingga kupu-kupu sering terlihat turun ke cekungan air tersebut
untuk minum.
Jumlah spesies dan jumlah spesimen kupu-kupu yang paling sedikit tertangkap yaitu pada lokasi V (gambar
7 hal 17) tanggal 29 Mei 2008 dengan empat spesies dari 17 spesimen yang diperoleh (lampiran hal 58). Lokasi ini
merupakan dataran tinggi berjurang dengan jalan setapak yang sempit sehingga cukup sulit dilewati. Selain itu
pada lokasi ini kondisinya lebih gelap dan lembab yang disebabkan oleh lapisan tajuk yang lebih rapat sehingga
sinar matahari sangat sedikit atau kurang menembus sampai permukaan tanah. Hal tersebut mengakibatkan kupu-
kupu semakin jarang beterbangan dan sedikit tertangkap.
Spesies kupu-kupu yang paling banyak diperoleh selama penelitian ini adalah Leptosia nina dari famili
Nymphalidae dengan jumlah 26 spesimen. Spesies ini berukuran kecil, banyak ditemukan disepanjang jalan dan
jarang terbang tinggi, biasanya hanya di rerumputan dibawah kanopi semak, rumput atau perdu. Selain itu kupu-
kupu ini terbang lambat dan terkadang mengelompok sehingga mudah ditangkap.
Spesies kupu-kupu yang diperoleh dalam jumlah sedikit adalah Papilio polytes, Pachliopta aristolochiae
dan Troides helena cerberus dari famili Papilionidae dengan jumlah satu spesimen. Sedikitnya perolehan dari
ketiga spesies kupu-kupu ini dikarenakan pada saat ditangkap kupu-kupu ini sedang terbang sendirian dan tidak
terlihat ada kelompoknya. Ketiga spesies kupu-kupu ini terbang cepat dan cukup tinggi, namun sesekali terbang
lebih rendah dengan jalur terbang yang tetap sehingga cukup potensial untuk ditangkap.
Terjadinya perbedaan perolehan spesies dan spesimen kupu-kupu pada setiap lokasi erat kaitannya dengan
vegetasi yang menyusun kawasan tersebut serta lama penelitian. Lama penelitian menentukan keragaman spesies
dan famili serta jumlah yang diperoleh (Rizal, 2007). Dalam penelitian ini penangkapan dilakukan selama lima
hari. Lama penelitian yang demikian, beberapa spesies kupu-kupu kemungkinan masih belum menyelesaikan
siklus hidupnya dari telur hingga menjadi imago (kupu dewasa). Adapun siklus hidup dari kupu-kupu famili
Papilionidae berkisar antara 38,5 s/d 52,7 hari. Fase larva berkisar antara 14,9 s/d 19,6 hari sedangkan untuk fase
imago berkisar antara 6,1 s/d 19 hari (Soekardi, 2004). Hal inilah yang menyebabkan perolehan spesies dan
spesimen kupu-kupu terutama dari famili Papilionidae sangat sedikit. Diantara spesies kupu-kupu yang diperoleh,
Troides helena cerberus merupakan spesies yang dilindungi Undang-undang Indonesia berdasarkan SK Menteri
Pertanian Tanggal 6 Agustus 1980 dan PP No.7 Tahun 1999 yaitu Troides helena cerberus (Maryanto dan
Noerdjito, 2001)

Anda mungkin juga menyukai