Apabila Hakim Pengadilan Negeri membutuhkan alat bukti untuk membuktikan seseorang
tersangka bersalah, sedangkan sampel yang berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
minim sekali, bagaimana caranya. Sampel yang ada (pilih salah satu dari setiap kelompok)
untuk digunakan sebagai alat bukti punya tersangka atau korban berdasarkan pendekatan
DNA Forensik. Kalian boleh memilih pendekatan metodanya: VNTR, atau STR dengan
single locus marker. Sampel yang ada di TKP silahkan dipilih (dari tiap kelompok) sperma,
darah, atau kulit. Metoda analisis sidik DNA: mulai dari metoda isolasi DNA, PCR,
elektroforesis, dan hibridisasi.
Di antara berbagai macam cairan tubuh, darah merupakan cairan yang paling penting
karena merupakan cairan biologis dengan sifat – sifat potensi lebih spesifik untuk golongan
manusia tertentu. Tujuan utama pemeriksaan darah forensik sebenarnya adalah untuk
membantu identifikasi pemilik darah tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang
ditemukan di TKP pada obyek – obyek tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata, dan
sebagainya), manusia, dan pakaiannya dengan darah korban atau tersangka pelaku kejahatan.
Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut penting untuk menunjang atau menyingkirkan
keterlibatan seseorangan dengan TKP. Tekstur darah dan bentuk darah yang ada di sekitar
korban seringkali membantu dalam menentukan kapan kejahatan dilakukan, apakah kejahatan
itu diawali dengan pertarungan antara individu, dan senjata yang digunakan, baik itu pisau,
pistol, atau objek yang digunakan untuk memukul penjahat korban.
Beberapa kasus dimana pemeriksaan sampel tidak bisa dilakukan secara langsung ke
laboratorium maka sampel darah harus disimpan pada temperatur yang sesuai dan bahan
pengawet yang adekuat. Pada penyimpanan yang tidak begitu lama maka penyimpanan yang
direkomendasikan adalah pada kulkas suhu 4⁰C, jika butuh waktu yang lama (lebih dari 2
minggu) maka disimpan pada freezer suhu 20⁰C. Kematian bakteri akan terjadi sangat cepat
pada suhu –20⁰C dan terjadi lambat pada suhu 4⁰C. Pada suhu yang rendah enzim juga
inaktif. Pengawet dan antikoagulan biasanya ditambahkan pada sampel darah terutama untuk
pemeriksaan yang membutuhkan waktu yang lama ke fasilitas laboratorium. Semua sampel
harus diberi identitas berupa nama, nomor kasus (rekam medis), tanggal dan waktu
pengambilan sampel, tanda tangan serta inisial nama yang mengambil sampel tersebut.
Kontaminasi spesimen juga perlu dipikirkan, baik dari kontainer maupun faktor dari luar.
Untuk menentukan apakah suatu noda merupakan bercak darah atau bukan adalah
dengan menggunakan tes presumtif. Tes ini memberikan dua hasil pemeriksaan yang berbeda
yaitu mengeliminasi substansi yang didapat (bukan darah), memberikan kemungkinan (positif
presumtif) dari sampel yang diteskan (mungkin darah). Salah satu adalah dengan
menggunakan senyawa yang dapat memberikan efek ketika bersentuhan dengan darah. Hasil
ini adalah cara sederhana dan cepat untuk membuktikan bahwa sebenarnya sampel tersebut
adalah darah.
Tes presumtif merupakan tes dugaan karena adanya memberikan kemungkinan hasil
yang false-positive (pemutih yang bereaksi dengan luminol) atau hasilnya yang terlalu meluas
(sampel adalah darah tetapi belum tentu berasal dari manusia). Tes presumtif yang umum
dilakukan untuk darah antara lain Phenolphthalein, Luminol, Hemastix, and Leuco-crystal
Violet (blood). Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah
bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya positif saja yang
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah
dengan reaksi benzidine dan reaksi fenoftalin. Tes ini didasarkan bahwa heme dapat
mengkatalisis hidrogen peroksida. Cairan H2O2 direaksikan dengan sampel dan akan terjadi
reaksi teroksidasi yang menghasilkan perubahan warna. Metode ini didasarkan bahwa heme
dari hemoglobin memiliki sifat seperti peroksida yang mengkatalis pemecahan hidrogen
peroksida.
Sampel yang terdapat bercak darah dan epitel kulit diusap dengan batang kapas usap
yang telah dibasahi ddH2O. Bagian kapas usap dari batang lalu dipotong dan dimasukkan
ke dalam mikrotube safelock 2 ml. Tabung sampel dicuci dengan 1 ml TE buffer dan
divorteks hingga homogeny Tabung sampel lalu diinkubasi selama 1 jam (suhu 56⁰C),
lalu divorteks dan disentrifugasi dengan Mikro 200 R kecepatan 13.000 rpm selama 3
menit. Supernatan hasil sentrifugasi lalu dipindahkan ke dalam tabung sampel baru dan
disimpan untuk metode selanjutnya.
Ø Ekstraksi DNA
Ø Kuantifikasi DNA
Sebanyak 10.5 μl primer standar manusia, 12,5 μl reaksi PCR dan μl sampel dimasukkan
ke dalam plat 96 sumur. Kemudian plat tersebut ditutup, di vortex, dan diputar pada
kecepatan 3,000 rpm selama 1 menit. Kuantifikasi DNA dilakukan dengan memasukkan
plat sampel ke dalam ABI 7,500 Real Time PCR
Ø Amplifikasi DNA
Reaksi yang digunakan adalah 7.5 μl mater nix, 2.5 μl pasang primer (forward dan
reverse), dan 1 ng sampel DNA hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam tabung PCR.
Kemudian tabung PCR yang telah terisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam GeneAmp
PCR System 9700. Tahapan proses amplikasi di dalam mesin tersebut terdiri dari bagian
inisial pemanasan 95°C selama 1 menit; 96 siklus: denaturasi 94°C selama 10 detik,
penempelan 59°C selama 90 detik, dan pemanjangan 60° selama 10 menit, serta
pemanjangan akhir 4°C selama 24 jam.
Ø Elektroforesis
Setelah melalui tahapan PCR, selanjutnya akan masuk ke dalam tahap elektroforesis.
Beberapa bahan yang akan terlibat dalam proses elektroforesis adalah gel akrilamid dan
marker 100bp. Sebanyak 15 μl sampel hasil PCR diambil lalu dimasukkan pada sumuran
gel akrilamid. Kemudian dirunning selama 45 menit. Setelah itu, hasil elektroforesis
direndam dengan pewarna silver stain selama kurang lebih 30 menit, lalu dapat dilakukan
pemeriksaan dibawah lampu dan hasilnya difoto dengan kamera digital.
Ø Hibridisasi
Teknik hibridisasi dapat mencakup dua proses, yaitu proses denaturasi atau
pemisahan dua rantai asam nukleat yang komplementer dari proses renaturasi atau
perpaduan kembali dua rantai asam nukleat. Proses hibridisasi dan visualisasi dimulai
dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori atau membrane nitroselulosa.
Transfer DNA dikenal dengan Southern blotting, gel akan didenaturasi dengan larutan
dasar dan diletakkan pada suatu nampan. Selanjutnya, di atas gel hasil elektroforesis
nilon berpori atau membrane nitroselulosa akan diletakkan, kemudian di atasnya akan
diberi pemberat. Semua fragment hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada
awalnya berada pada gel akan ditransfer secara kapiler menuju membran tersebut dalam
bentuk untai tunggal. Pola fragmen akan sama dengan yang berada pada gel. Jika kondisi
hibridisasi yang digunakan mempunyai stringency yang tinggi, maka tidak akan terjadi
hibridisasi dengan DNA yang mempunyai kekerabatan yang jauh atau non homolog. Jadi
probe DNA akan mengenali hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal homolog
diantara jutaan fragmen yang bermigrasi sepanjang gel.
DAFTAR ACUAN
Alonso,A. 2012 . DNA Electrophoresis Protocols For Forensic Genetics. Spain : Humana
Press.
Budiyanto, A., W. Widiatmaka, S. Sudiono, T. Winardi, A. Mun'im, & Sidhi. 1997. Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Butler,J.M. 2015. Advanced Topics In Forensic DNA Typing : Interpretation . San Diego,
USA : Academic Press, Elsevier.
Flores S, Sun J, King J, Budowle B. 2014. Internal validation of the GlobalFilerTM Express
PCR Amplification Kit for the direct amplification of reference DNA samples on
a high-throughput automated workflow. Forensic Sci Int Genet 10:33–39.
Manela, C. 2015. Pemilihan, penyimpanan, dan stabilitas sampel toksikologi pada korban
penyalahgunaan narkotika. Jurnal Kesehatan Andalas 4(1): 338–345.
Patrice, H. Cornithia, K. Leona, & T. Michael. 2008. The Forensic of Blood. Washington
DC: Chem Matters, The American Chemical Society.