Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS ACUTE ABDOMEN


PADA TN. R DI RUANG ROE RSUD
dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh:
Tri Panji Kusuma
2021-01-14901-070

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TA 2021/2022
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Konsep penyakit
1.1.1. Definisi
Akut abdomen adalah suatu kondisi abdomen yang terjadi secara
mendadak pada umumnya diikuti nyeri perut akibat dari radang, luka,
penyumbatan (obstruksi), kerusakan organ (ruptur), sehingga memerlukan
tindakan bedah darurat (Cakmoki, 2013). Siegenthaller (2012) mendefinisikan
bahwa akut abdomen adalah suatu keadaan nyeri perut hebat yang terjadi
dalam hitungan jam dan tidak diketahui diketahui penyebabnya, dimana
dianggap sebagai keadaan darurat bedah karena tanda dan gejala klinisnya.
1.1.2. Etiologi
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan akut abdomen, apapun
penyebabnya gejala utama yang menonjol adalah nyeri akut pada daerah
abdomen. Secara garis besar, akut abdomen dapat disebabkan oleh infeksi atau
inflamasi, oklusi obstruksi, dan perdarahan. Keadaan infeksi atau peradangaan
misalnya pada kasus apendisitis, kolesistitis, atau penyakit Crohn. Keadaan
oklusi obstruksi misalnya pada kasus hernia inkaserata atau volvulus.
Sedangkan keadaan perdarahan misalnya pada kasus trauma organ abdominal,
kehamilan ektopik terganggu, atau rupture tumor (Sinha, 2010).
Menurut survei World Gastroenterology Organization, diagnosis akhir
pasien dengan nyeri akut abdomen adalah apendisitis (28%), kolesistitis (10%),
obstruksi usus halus (4%), keadaan akut ginekologi (4%), pancreatitis akut
(3%), colic renal (3%), perforasi ulkus peptic (2,5%) atau diverticulitis akut
(1,5%) (Scaglione, 2012).
1.1.3. Anatomi fisiologi
Bagian abdomen sering dibagi menjadi 9 regio maupun 4 kuadran.
Pembagian berdasarkan 9 regio:
a. Regio hipokondriak kanan
b. Regio epigastrika
c. Regio hipokondriak kiri
d. Regio lumbal kanan
e. Regio umbilicus
f. Regio lumbal kiri
g. Regio iliaka kanan
h. Regio hipogastrika
i. Regio iliaka kiri

Pembagian berdasarkan 4 kuadran:


a. Kuadran kanan atas
b. Kuadran kiri atas
c. Kuadran kanan bawah
d. Kuadran kiri bawah

Perkembangan dari anatomi rongga perut dan organ-organ visera


mempengaruhi manifestasi, patogenesis dan klinis dari penyakit abdominal
peritoneum, dan persarafan sensoris viseral sangat penting untuk evaluasi
acute abdominal disease (Gray, 2013).

Setelah 3 minggu perkembangan janin, usus primitif terbagi menjadi


foregut, midgut, dan hindgut. Arteri mesenterika superior menyuplai dari
ke midgut (bagian keempat duodenum sampai midtransversal kolon).
Foregut meliputi faring, esofagus, lambung, dan proksimal duodenum,
sedangkan hindgut terdiri dari kolon distal dan rektum. Serabut aferen
yang menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan sensoris pada usus
dan terkait peritoneum viseral. Sehingga, penyakit pada proksimal
duodenum (foregut) merangsang serabut aferen celiac axis menghasilkan
nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau apendiks (midgut)
mengaktifkan saraf aferen yang menyertai arteri mesenterika superior
menyebabkan rasa nyeri di periumbilikalis, dan penyakit kolon distal
menginduksi serabut saraf aferen sekitar arteri mesenterika inferior
menyebabkan nyeri suprapubik. Saraf prenikus dan serabut saraf aferen
setinggi C3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama dengan arteri
prenikus mempersarafi otot-otot diafragma dan peritoneum sekitar
diafragma. Rangsangan pada diafragma menyebabkan nyeri yang
menjalar ke bahu. Peritoneum parietalis, dinding abdomen, dan jaringan
lunak retroperitoneal menerima persarafan somatik sesuai dengan segmen
nerve roots (Diethelm,2010).
Persarafan organ abdominal

Peritoneum parietalis kaya akan inervasi saraf sehingga sensitif terhadap


rangsangan. Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan
menghasilkan sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika
peradangan pada viseral mengiritasi pada peritoneum parietal maka akan
timbul nyeri yang terlokalisir. Banyak "peritoneal signs" yang berguna dalam
diagnosis klinis dari acute abdominal pain. Inervasi dual-sensorik dari kavum
abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf somatik menghasilkan pola
nyeri yang khas yang membantu dalam diagnosis. Misalnya, nyeri pada
apendisitis akut nyeri akan muncul pada area periumbilikalis dan nyeri akan
semakin jelas terlokalisir ke kuadran kanan bawah saat peradangan
melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi pada saraf perifer akan
menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan terlokalisir dengan baik.
Rangsangan pada saraf sensorik aferen intraperitoneal pada acute abdominal
pain menimbulkan nyeri yang tumpul (tidak jelas pusat nyerinya), nyeri tidak
terlokalisasi dengan baik, dengan onset gradual/ bertahap dan durasi yang
lebih lama. Nervus vagus tidak mengirimkan impuls nyeri dari usus. Sistem
saraf aferen simpatik mengirimkan nyeri dari esofagus ke spinal cord. Saraf
aferen dari kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul
lien, dan perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5. Spinal
cord dari T6 sampai T9 menerima serabut nyeri dari bagian diafragma perifer,
kantong empedu, pankreas, dan usus halus. Serabut nyeri dari colon, appendik,
dan visera dari pelvis memasuki sistem saraf pusat pada segmen T10 sampai
L11. Kolon sigmoid, rektum, pelvic renalis beserta kapsulnya, ureter dan testis
memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon
rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4. Pemotongan, robek,
hancur, atau terbakar biasanya tidak menghasilkan nyeri di visera pada
abdomen. Namun, peregangan atau distensi dari peritoneum akan
menghasilkan sensasi nyeri. Peradangan peritoneum akan menghasilkan nyeri
viseral, seperti halnya iskemia. Kanker dapat menyebabkan intraabdominal
pain jika mengenai saraf sensorik. Abdominal pain dapat berupa viseral pain,
parietal pain, atau reffered pain. Visceral pain bersifat tumpul dan kurang
terlokalisir dengan baik, biasanya di epigastrium, regio periumbilikalis atau
regio suprapubik. Pasien dengan nyeri viseral mungkin juga mengalami gejala
berkeringat, gelisah, dan mual. Nyeri parietal atau nyeri somatik yang terkait
dengan gangguan intraabdominal akan menyebabkan nyeri yang lebih inten
dan terlokalisir dengan baik. Referred pain merupakan sensasi nyeri dirasakan
jauh dari lokasi sumber stimulus yang sebenarnya. Misalnya, iritasi pada
diafragma dapat menghasilkan rasa sakit di bahu. Penyakit saluran empedu
atau kantong empedu dapat menghasilkan nyeri bahu.

Distensi dari small bowel dapat menghasilkan rasa sakit ke bagian


punggung bawah. Selama minggu ke-5 perkembangan janin, usus berkembang
diluar rongga peritoneal, menonjol melalui dasar umbilical cord, dan
mengalami rotasi 180○ berlawanan dengan arah jarum jam. Selama proses ini,
usus tetap berada di luar rongga peritoneal sampai kira-kira minggu 10, rotasi
embryologik menempatkan organ-oragan visera pada posisi anatomis dewasa,
dan pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis penting secara
klinis untuk evaluasi pasien dengan acute abdominal pain karena variasi
dalam posisi (misalnya, pelvic atau retrocecal appendix) (Buschard K, 2011).
1.1.4. Patofisiologi
1.1.4.1. Nyeri viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau
struktur dalam rongga perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum
viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf
otonom dan tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan. Dengan
demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa rasa
nyeri pada pasien. Akan tetapi bila dilakukan penarikan atau peregangan
organ atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot sehingga
menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang pada appendisitis
maka akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya
tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia
menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang
nyeri. Nyeri viseral kadang disebut juga nyeri sentral (Sjamsuhidajat et
all,2012).
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan
embrional organ yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu
lambung, duodenum, sistem hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan
nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari
midgut yaitu usus halus usus besar sampai pertengahan kolon transversum
yang menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna yang
lainnya adalah hindgut yaitu pertengahan kolon transversum sampai
dengan kolon sigmoid yang menimbulkan nyeri pada bagian perut bawah.
Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum nyeri tidak dipengaruhi
oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak
(Sjamsuhidajat , dkk., 2012).
1.1.4.2. Nyeri somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang
dipersarafi saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan
luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti disayat atau ditusuk, dan
pasien dapat menunjuk dengan tepat dengan jari lokasi nyeri. Rangsang
yang menimbulkan nyeri dapat berupa tekanan, rangsang kimiawi atau
proses radang (Sjamsuhidajat dkk., 2012).
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang
peritoneum dan dapat menimbulkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun
gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas
nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada
appendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik gerakan tubuh maupun
gerakan nafas yang dalam atau batuk, juga akan menambah intensitas nyeri
sehingga penderita pada akut abdomen berusaha untuk tidak bergerak,
bernafas dangkal dan menahan batuk (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
1.1.4.3. Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari
satu daerah. Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5
pindah ke bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada
diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan dirasakan di bahu.
Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri dirasakan pada daerah ujung
belikat. Abses dibawah diafragma atau rangsangan karena radang atau
trauma pada permukaan limpa atau hati juga dapat menyebabkan nyeri di
bahu. Kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke
alat kelamin luar seperti labia mayora pada wanita atau testis pada pria
(Sjamsuhidajat, dkk., 2011).
1.1.4.4. Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf
sensoris akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah
nyeri phantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes
zooster. Radang saraf pada herpes zooster dapat menyebabkan nyeri yang
hebat di dinding perut sebelum gejala tau tanda herpes menjadi jelas
(Sjamsuhidajat, dkk., 2013).
1.1.4.5. Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada
peradangan pada rongga di bawahnya. Pada akut abdomen, tanda ini sering
ditemukan pada peritonitis setempat maupun peritonitis umum. Nyeri
peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya
peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat lokasi
nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk
serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler yang sering
disertai hipersetesi kulit setempat. Nyeri yang timbul pada pasien akut
abdomen dapat berupa nyeri kontinyu atau nyeri kolik (Sjamsuhidajat,
dkk., 2004).
1.1.4.6. Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan
terus menerus karena berlangsung terus menerus, misalnya pada reaksi
radang. Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara refleks
untuk melindungi bagian yang meraadang dan menghindari gerakan atau
tekanan setempat (Sjamsuhidaja, dkk., 2004).
1.1.4.7. Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ
berongga dan biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ
tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan
intraluminer). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan
dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang
timbul (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Kolik biasanya disertai dengan gejala mual sampai muntah. Dalam
serangan, penderita sangat gelisah. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri
dari serangan nyeri perut yang hilang timbul mual atau muntah dan gerak
paksa.
1.1.4.8. Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat,
menetap, dan tidak mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan yang
terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum
seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok karena resorbsi
toksin dari jaringan nekrosis.
Akut Abdomen

Woc Stress pinFisik Obat obatan Bahan Kimia Trauma

Penghancuran
sawar epitel

Kerusakkan mukosa barier

Merangsang Peningkatan produksi


Pengeluaran histamin
pengeluaran HCL pepsinogen

B1 B2 B5

Pergerakan abdomen Perdarahan Peningkatan Hcl lambung


Medula
tidak maksimal Oblongata
Hematemesis
Degenerasi mukus
Pernapasan tidak
Anemis System limbik
teratur Iritasi mukosa lambung

Sianosis Reaksi Mual


Takipneu Nyeri Akut muntah

Ketidakefektifan Perfusi jaringan


gastrointestinal Anoreksia
pola nafas
tidak efektif Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Intake makanan
kebutuhan tubuh tidak adequat
1.1.5. Penatalaksaaan
Tujuan dari penatalaksanaan Akut abdomen antara lain, adalah :
a. Penyelamatan jiwa penderita
b. Meminimalisasi kemungkinan terjadinya cacat dalam fungsi fisiologis
alat pencemaan penderita.
Biasanya langkah-langkah itu terdiri dari :
a. Tindakan penanggulangan darurat
1) Berupa tindakan resusitasi untuk memperbaiki sistim pernafasan
dan kardiovaskuler yang merupakan tindakan penyelamatan jiwa
penderita. Bila sistim vital penderita sudah stabil dilakukan
tindakan lanjutan.
2) Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.
b. Tindakan penanggulangan definitif Tujuan pengobatan di sini adalah :
1) Penyelamatan jiwa penderita dengan menghentikan sumber
perdarahan.
2) Meminimalisasi cacad yang mungkin terjadi dengan cara :
a) Menghilangkan sumber kontaminasi.
b) Meminimalisasi kontaminasi yang telah terjadi dengan
membersihkan rongga peritoneum.
c) Mengembalikan kontinuitaspassage usus dan menyelamatkan
sebanyak mungkin usus yang sehat untuk meminimalisasi
cacat fisiologis.
Tindakan untuk mencapai tujuan ini berupa operasi dengan
membuka rongga abdomen yang dinamakan laparotomi.
Laparotomi eksplorasi darurat
a. Tindakan sebelum operasi
1) Keadaan umum sebelum operasi setelah resusitasi sedapat mungkin
harus stabil. Bila ini tidak mungkin tercapai karena perdarahan
yang sangat besar, dilaksanakan operasi langsung untuk
menghentikan sumber perdarahan.
2) Pemasangan NGT (nasogastric tube)
3) Pemasangan dauer-katheter
4) Pemberian antibiotika secara parenteral pads penderita dengan
persangkaan perforasi usus, shock berat atau trauma multipel.
5) Pemasangan thorax-drain pads penderita dengan fraktur iga,
haemothoraks atau pneumothoraks.
b. Insisi laparotomi untuk eksplorasi sebaiknya insisi median atau para
median panjang.
c. Langkah-langkah pada laparotomi darurat adalah :
1) Segera mengadakan eksplorasi untuk menemukan sumber
perdarahan.
2) Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin. Bila perdarahan
berasal dari organ padat penghentian perdarahan dicapai dengan
tampon abdomen untuk sementara. Perdarahan dari arteri besar
hams dihentikan dengan penggunaan klem vaskuler. Perdarahan
dari vena besar dihentikan dengan penekanan langsung.
3) Setelah perdarahan berhenti dengan tindakan darurat diberikan
kesempatan pads anestesi untuk memperbaiki volume darah.
4) Bila terdapat perforasi atau laserasi usus diadakan penutupan
lubang perforasi atau reseksi usus dengan anastomosis.
5) Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi larutan
NaCl fisiologik.
6) Sebelum rongga peritoneum ditutup harus diadakan eksplorasi
sistematis dari seluruh organ dalam abdomen mulai dari kanan atas
sampai kiri bawah dengan memperhatikan daerah retroperitoneal
duodenum dan bursa omentalis.
7) Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum digunakan drain
dan subkutis serta kutis dibiarkan terbuka.
1.2. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Nyeri
1.2.1. Definisi
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan
sempurna dalam dimensi fisik,psikospiritual, lingkungan dan sosial disebabkan
oleh gejala penyakit, kurang pengendalian situasi, intensitasnya. Nyeri akut
akan disertai hiperaktifitas saraf otonom dan umumnya mereda dan hilang
sesuai dengan laju proses penyembuhan (Ni Putu Wardani, 2014).
Ketidakadekuatan sumber daya, kurangnya privasi, gangguan stimulus
lingkungan, efek samping terapi (SDKI,2016).
Nyeri adalah suatu sensori yang tidak menyenangkan dari suatu
emosional disertai kerusakan secara aktual maupun potenial atau kerusakan
jaringan secara menyeluruh (Lukman & Ningsih, 2017). Nyeri adalah suatu
mekanisme protektif bagi tubuh, nyeri timbul bilamana jaringan rusak dan
menyebabkan individu tersebut bereaksi untung menghilangkan rasa nyeri
tersebut. (Lukman & Ningsih, 2017).
The International Association for the Study of Pain (IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai berikut nyeri merupakan pengalaman sensorik
dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan atau
ancaman kerusakan jaringan. Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan
suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan
komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis). Sedangkan nyeri akut
disebabkan oleh stimulasi noxious akibat trauma, proses suatu penyakit atau
akibat fungsi otot atau viseral yang terganggu. Nyeri tipe ini berkaitan dengan
stress neuroendokrin yang sebanding.
1.2.2. Anatomi fisiologi
Reseptor nyeri (nosireceptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri.Organ tubuh yang berperan adalah ujung saraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terdapat pada stimulus kuat yang secara
potensial merusak.
a. Mekanik (mekano sensitif) : Kerusakan ujung saraf bebas akibat trauma
karena benturan atau gerakan.
b. Thermis (thermo sensitif) : Rangsangan panas atau dingin yang berlebihan.
c. Kimia (khemo sensitif) : Rangsangan zat kimia berupa bradikinin
serotinin, ion kalium, asam, prostaglandin, asetilkolon, dan enzim
proteolitik.
d. Mekanisme Penghantaran Impuls Nyeri
e. Serabut delta A (menusuk dan tajam) : Pada kulit dan otot bermielin halus,
garis tengah 2-5 mm, kecepatan 6-30 m/detik.
f. Serabut delta C (panas & terbakar) : Dalam otot, tidak bermielin, garis
tengah 0,4-1,2 mm, kecepatan 0,5-2,0 m/detik.
1.2.3. Etiologi
1.2.3.1. Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis.
Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma
mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan,
gangguan sirkulasi darah. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh
karena adanya trauma psikologis.
1.2.3.2. Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikis berkaitan dengan
terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. serabut saraf resptor nyeri ini
terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan-jaringan tertentu
yang terletak lebih dalam. Sedangkan nyeri yang disebabkan faktor
psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab
organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap
fisik.
1.2.4. Klasifikasi
Menurut Prasetyo (2017) klasifikasi nyeri di bagi menjadi :
a. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cidera akut, penyakit, atau
intervensi bedah memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang
bervariatif (ringan sampai berat) dan berlangsug untuk waktu singkat.
Nyeri akut merupakan signal bagi tubuh akan cidera atau penyakit
yang akan datang namun nyeri akut akan menghilang dengan atau
tanpa pengobatan setelah area pulih kembali. Nyeri akut disebabkan
oleh aktivitas nosireseptor dan biasanya berlangsung dalam wantu
yang singkat atau kurang dari 6 bulan, dan datang tiba-tiba. Nyeri akut
dianggap memiliki durasi terbatas dan bias diprediksi, seperti nyeri
pasca operasi, yang biasanya akan menghilang ketika luka sembuh.
Klien sebagian besar menggunakan kata-kata “tajam”,“tertusuk”, dan
tertembak untuk mendiskripsikan nyerinya (Black & Hawks, 2014).
Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau labat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan(SDKI, 2016).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang periode waktu. Nyeri kronik berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang sering dikaitkan dengan penyebab atau cedera
fisik. Nyeri kronik dapat terjadi pada kanker tetapi nyeri jenis ini
mempunyai penyebab yang dapat diidentifikasi. Misal nyeri pada
kanker timbul akibat kompresi saraf perifer, atau meninges akibat
kerusakan struktur ini setelah pembedahan, kemoterapi dan infiltrasi
tumor. (Smeltzer & Bare, 2013). Nyeri Kronis adalah pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional dengan onset mendadak aau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih
dari 3 bulan (SDKI, 2016).
c. Menurut lokasinya
1) Perifer pain : Daerah perifer (kulit & mukosa)
2) Deep pain : Somatik (periosteum/lapisan luar tulang, otot,
sendi/tendon, pembuluh darah)
3) Viseral / splanik pain : Organ viseral (renal colik,
cholesistisis/radang kandung empedu, apendisitis, ulkus gaster)
4) Reffered pain : Penyakit organ / struktur tubuh (vertebrata, viseral,
otot), ditransmisikan di bagian tubuh lain.
5) Psykogenik pain : Tanpa penyebab organik, tapi karena trauma
psikologis.
6) Phantom pain : Pada bagian tubuh yang sebenarnya sudah tidakada.
Contohnya yaitu nyeri pada kaki yang sudah diamputasi.
7) Intractable pain : Nyeri yang resisten (melawan)
d. Menurut serangannya
1) Nyeri akut : mendadak, berlangsung < 3 bulan, intensitas berat,
area dapat diidentifikasi, karakteristik ketegangan otot meningkat,
dan cemas.
2) Nyeri kronis : Berlangsung > 3 bulan, intensitas ringan hingga
berat, sumber nyeri tidak diketahui dan sulit dihilangkan, sensasi
difus (menyebar).
e. Menurut sifatnya
1) Insidentil : Timbul sewaktu-waktu lalu menghilang, contohnya
yaitu trauma ringan.
2) Stedy : Menetap dan dalam waktu yang lama, contohnya yaitu
abses.
3) Paroximal : Intensitas tinggi dan kuat, ± 10-15 menit lalu hilang
dan timbul lagi
1.2.5. Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor
nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
nyeri nosiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nosiseptor) ada yang
bermialin dan ada yang tidak bermialin dari saraf eferen.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu
dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-
abu di medula spinalis. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral,
maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi
tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan
dalam upaya mempersepsikan nyeri. Semua kerusakan selular, yang
disebabkan oleh stimulus internal, mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik
yang menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang
berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan
didefinisikan. Reseptor jaringan kulit(kutaneus) terbagi dalam dua
komponen, yaitu:
a. Serabut Adelta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang
apalagi penyebab nyeri dihilangkan.
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2m/det)
yang terdapat. pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat
tumpul dan sulit dilokalisasi (Tamsuri, 2010).

1.2.6. Manisfestasi klinis


a. Nyeri Akut
1) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
2) Menunjukan kerusakan
3) Gangguan tidur
4) Muka dengan ekspresi nyeri
5) Tingkah laku ekspresif (Gelisah, merintih, nafas panjang,
mengeluh)
6) Posisi untuk mengurangi nyeri
7) Penurunan Tanda-tanda vital
b. Nyeri Kronis
1) Perubahan berat badan
2) Melaporkan secara verbal dan non verbal
3) Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri
sendiri
4) Kelelahan
5) Perubahan pola tidur
6) Takut cedera
7) Interaksi dengan orang lain menurun
1.2.7. Komplikasi
1.2.7.1. Edema pulmonal
1.2.7.2. Kejang
1.2.7.3. Masalah mobilisasi
1.2.7.4. Hipertensi
1.2.7.5. Hipertermi
1.2.7.6. Gangguan pola istirahat dan tidur
1.2.8. Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan Ni Putu Wardani (2014), Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan bertujuan untuk mengatahui penyebab dari nyeri.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti:
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan penunjang lainya
1) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan
abdomen
2) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang
abnormal Deprivasi tidur CT-Scan mengetahui adanya pembuluh
darah yang pecah di otak
3) EKG
4) MRI
1.2.9. Penatalaksanaan medis
a. Farmakologi
Menurut Wahyudi & Wahid (2016) menjelaskan bahwa penanganan
nyeri secara farmakologi adalah seperti berikut ini :
1) Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derativ opium seperti
morfin dan kodein. Narkotik memberikan efek penurunan nyeri
dan kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan
reseptor opiate dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada
susunan saraf pusat. Namun penggunaan obat ini menimbulkan
efek menekan pusat pernapasan dimedulla batang otak.
2) Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminifen dan
ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti
inflamasi dan antipiretik. Efek samping obat ini paling umum
terjadi gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan
perdarahan gaster.
b. Non Farmakologi
Tindakan pengontrolan nyeri melalui tindakan non-farmakologi
menurut:
1) Membangun hubungan terapeutik perawat-klien
Terciptanya hubungan terapeutikantara klien dengan perawat akan
memberikan pondasi dasar terlaksananya asuhan keperawatan
yang efektif pada klien yang mengalami nyeri.
2) Bimbingan Antisipasi
Menghilangkan kecemasan klien sangatlah perlu, terlebih apabila
dengan timbulnya kecemasan akan meningkatkan persepsi nyeri
klien.
3) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk “membebaskan” mental
dan fisik dari ketegangan dan stres, sehingga dapat meningkatkan
toleransi terhadap nyeri.
4) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah upaya untuk menciptakan kesan
dalam pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut
sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi klien
terhadap nyeri.
5) Distraksi
Merupakan tindakan pengalihan perhatian klien ke hal-hal diluar
nyeri, yang dengan demikian diharapkan dapat menurunkan
kewaspadaan klien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri.
6) Akupunktur
Akupunktur merupakan terapi pengobatan kuno dari Cina, di
mana akupunktur menstimulasi titik-titik tersebut pada tubuh
untuk meningkatkan aliran energi disepanjang jalur yang disebut
jalur meridian.
7) Biofeedback
Metode elektrik yang mengukur respon fisiologis seperti
gelombang pada otak, kontraksi otot, atau temperatur kulit
kemudian “mengembalikan”memberikan informasi tersebut
kepada klien.
8) Stimulasi kutaneus
Teknik ini berkerja dengan menstimulasi permukaan kulit untuk
mengontrol nyeri. Sebagai contoh tindakan ini adalah mandi air
hangat/sauna, masase, kompres dengan air dingin/panas, pijatan
dengan menthol atau TENS (Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation).
9) Akupresur
Terdapat beberapa teknik akupresur untuk membebaskan rasa
nyeri yang dapat dilakukan secara mandiri. Klien dapat
mengguanan ibu jari atau jari unrtuk memberikan tekanan pada
titik akupresur untuk membebaskan ketegangan pada otot kepala,
bahu atau leher.
10) Psikoterapi
Psikoterapi dapat menurunkan persepsi pada nyeri pada beberapa
klien, terutama pada klien yang sangat sulit sekali mengontrol
nyeri, pada klien yang mengalami depresi, atau pada klien yang
pernah mempunyai riwayat masalah psikiatri.
1.2.10. Pengukuran nyeri
1.2.10.1.Skala penilaian numerik
Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala
0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 1.2 pengukuran skala nyeri


Keterangan:
Tabel 1.1 Skala Nyeri
0 Tidak ada nyeri (merasa normal).

1 Nyeri hampir tidak terasa (nyeri sangat ringan). Sebagian besar


tidak pernah
2 Tidak menyenangkan. Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.
3 Bisa ditoleransi. Nyeri sangat terasa, seperti suntikan oleh dokter.
4 Menyedihkan. Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau
rasa sakit dari
5 Sangat menyedihkan. Kuat dalam, nyeri yang menusuk, seperti kaki
terkilir.
6 Intens. Kuat dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat
sehingga tampak
7 Sakit intens. Sama seperti skala 6, rasa sakit benar-benar
mendominasi indra, tidak
8 Benar – benar mengerikan. Nyeri sangat kuat dan sangat
mengganggu sampai
9 Menyiksa tak tertahankan. Nyeri sangat kuat, tidak bisa ditoleransi
dengan terapi.
10 Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan. Nyeri sangat berat
sampai tidak
Dikelompokkan menjadi: Tabel 1.2 Pengelompokan Skala Nyeri

Skala Nyeri Grade Interpretasi


1-3 Nyeri ringan Nyeri bisa ditoleransi dengan
4-6 Nyeri sedang Mengganggu aktivitas fisik.
7-9 Nyeri berat Tidak mampu melakukan
aktivitas
Malignan/nyeri sangat hebat dan
10 Nyeri sangat berat tidak berkurang dengan
terapi/obat-obatan pereda nyeri
dan tidak dapat melakukan
aktivitas.
Sumber: (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

1.3. Manajemen asuhan keperawatan


1.3.1. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual dan tepat dibutuhkan untuk
menetapkan data dasar, menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat,
menyeleksi terapi yang cocok, dan mengevaluasi respons klien terhadap
terapi. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah nyeri dapat
diidentifikasi, dikenali sebagai suatu yang nyata, dapat diukur, dan dapat
dijelaskan serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Andarmoyo,
2017).
1.3.1.1. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosis medis.
1.3.1.2. Alasan masuk rumah sakit
Yaitu keluhan utama pasien saat masuk rumah sakit dan saat dikaji. Pasien
mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan
kesehatan sebelum (Wahyudi & Wahid, 2016).
1.3.1.3. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma
kepala disertai penurunan tingkat kesadaran, salah satunya nyeri
(Muttaqin, 2011).
1.3.1.4. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian
yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konklusi,
muntah, takipnea/dispnea, sakit kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka
di kepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya
liquor dari hidung dan telinga, serta kejang (Muttaqin, 2011).
1.3.1.5. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada
penyakit yang diderita sekarang, riwayat cedera kepala sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, konsumsi alkohol
berlebihan (Muttaqin, 2011).
1.3.1.6. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit
yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit
keturunan yang menular dalam keluarga (Muttaqin,2011).
1.3.1.7. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai proses
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat
(Muttaqin, 2011).
1.3.1.8. Pengkajian nyeri
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif. Data yang terkumpul
secara komprehensif dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan
manajemen nyeri yang tepat.
Tabel 1.3 Komponen Pengkajian Nyeri JCAHO
P (provoking incident) 1. Faktor pencetus atau penyebab

2. Faktor yang meringankan: teknik


keadaan yang dapat menurunkan nyeri
Faktor yang memperberat: teknik atau
Q (Quality/Quantity) Deskripsi nyeri yang dirasakan seseorang,

R (Region/Relief) Regio yang mengalami nyeri, dapat


ditunjukkan dengan gambar.
S (Severity) Kekuatan dari nyeri dengan menggunakan

T (Time) Waktu timbul nyeri, periode (durasi) nyeri

Penatalaksanaan nyeri saat ini Penatalaksanaan yang digunakan untuk


mengontrol nyeri, hasil, dan keefektifan.
Riwayat penatalaksanaan Riwayat penatalaksanaan nyeri, baik
nyeri sebelumnya intervensi medis maupun nonmedis.
Dampak nyeri Perubahan gaya hidup seperti tidur, nutrisi,

Tujuan mengontrol nyeri Harapan tentang tingkat nyeri, toleransi, dan

Sumber : (Zakiyah, 2015)


1.3.2. Riwayat nyeri
Saat mengkaji nyeri, perawat harus memberikan pasien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut
dengan cara atau kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu
perawat memahami makna nyeri pada pasien, pengkajian riwayat nyeri
meliputi beberapa aspek, antara lain:
a. Lokasi: untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, perawat bisa
memberikan bantuan dengan gambar tubuh untuk pasien agar bisa
menandai bagian mana yang dirasakan nyeri.
b. Intensitas nyeri: cara menentukan intensitas nyeri pasien,
biasanya paling banyak menggunakan skala nyeri biasanya dalam
rentang 0-5 atau 0-10. Angka „0‟ menandakan tidak adanya nyeri
dan angka tertinggi adalah nyeri „terhebat‟ yang dirasakan pasien.
c. Kualitas nyeri: terkadang nyeri yang dirasakan bisa seperti,
tertusuk-tusuk, teriris benda tajam, disetrum dan rasa terbakar.
Perawat dapat mencatat kata-kata yang digunakan pasien dalam
menggambarkan nyerinya.
d. Pola: pola nyeri meliputi, waktu, durasi, dan kekambuhan
interval nyeri. Maka, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai,
berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan
nyeri terakhir kali muncul.
e. Faktor presipitasi: terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu
munculnya nyeri. Seperti, aktivitas berlebih yang mengkibatkan
timbulnya nyeri dada, selain itu faktor lingkungan, suhu lingkungan
dapat berpengaruh terhadap nyeri, stresor fisik dan emosional juga
dapat memicu munculnya nyeri.
f. Gejala yang menyertai: nyeri juga bisa menimbulkan gejala
yang menyertai, seperti mual, muntah, dan pusing.
g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari: dengan mengetahui sejauh
mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian pasien akan
membantu perawat dalam memahami prespektif pasien tentang nyeri.
Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri, yaitu pola
tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan dan aktivitas diwaktu
senggang.
h. Sumber koping: setiap individu memiliki strategi koping
berbeda-beda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat
dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya, atau pengaruh
agama dan budaya.
i. Respon afektif: respon afektif pasien terhadap nyeri bervariasi,
bergantung pada situasi, derjat dan durasi nyeri, dan faktor lainnya.
Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah,
depresi, atau perasaan gagal pada diri pasien (Mubarak & Chayatin,
2008).
1.3.3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan
menyeluruh.
a. Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan
pada setiap pemeriksaan.
b. Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan
warna dan ada tidaknya oedema.
c. Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi
pasien, memori, komprehensi, kognisi dan emosi pasien
terutama sebagai akibat dari nyeri
d. Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi
pasien apabila kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri.
Lakukan palpasi untuk mengetahui area spesifik dari nyeri.
e. Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu
dalam menilai nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi
nyeri.
1.3.4. Diagnosa keperawatan
Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul
berhubungan dengan gangguan rasa nyaman nyeri adalah :
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
1.3.5. Intervensi keperawatan
Tujuan dari rencana tindakan untuk mengatasi nyeri antara lain.
a. Meningkatkan perasaan nyaman dan aman individu.
b. Meningkatkan kemampuan individu untuk dapat melakukan aktivitas
fisik yang diperlukan untuk penyembuhan (misal: batuk dan napas
dalam, ambulasi).
c. Mencegah timbulnya gangguan tidur (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).

Tabel 1.4 Intervensi Nyeri Akut Menurut SIKI 2018

Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung


1) Nyeri Akut Manajemen nyeri, yaitu 1) Dukungan
mengidentifikasi dan pengungkapan
berhubungan kebutuhan
mengelola pengalaman 2) Edukasi efek samping
dengan agen sensorik atau emosional obat
yang berkaitan dengan 3) Edukasi manajemen
pencedera fisik kerusakan jaringan atau nyeri
4) Edukasi proses
(D.0077) fungsional dengan onset penyakit
mendadak atau lambat 5) Edukasi teknik napas
dan berintensitas ringan 6) Manajemen
intervensi kenyamanan
utama: hingga berat dan lingkungan
1) Manajemen nyeri konstan. Observasi: 7) Pemantauan nyeri
2) Pemberian 1) Identifikasi lokasi, 8) Pemberian obat
karakteristik, durasi, 9) Pengaturan posisi
analgesik 10) Teknik distraksi
frekuensi, kualitas, 11) Tenik relaksasi
intensitas nyeri. 12) Teknik imajinasi
2) Identifikasi skala terbimbing
nyeri.
3) Identifikasi respons
nyeri non verbal.
4) Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri.
5) Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri.
6) Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri.
7) Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup.
8) Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan.
9) Monitor efek samping
penggunaan analgetik.
Terapeutik:
1) Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri ( mis:
TENS, hipnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain), teknik
distraksi dan teknik
relaksasi.
2) Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis: suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat &
tidur.
4) Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi:
1) Jelaskan penyebab,
metode, dan pemicu
nyeri.
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
3) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4) Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika Perlu
Sumber: Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018.

1.3.6. Impementasi keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Potter, P., & Perry, 2014).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas
yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan
intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila
perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons klien terhadap
setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia
perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan
berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).
1.3.7. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP :
S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia.
O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh
perawat.
A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis
atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Tri Panji Kusuma
NIM : 2021.01.1490.070
Ruang Praktek : ROE
Tanggal Praktek : 15-27 november 2021
Tanggal & Jam Pengkajian :15 november 2021/14.00 WIB
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 48thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : jawa / indonesia
Agama : islam
Pekerjaan : kuli bangunan
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : menikah
Alamat : jl. Tingang induk
Tgl MRS : 11-11-2021
Diagnosa Medis : acute abdomen
B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama :
P: Klien mengatakan nyeri uluh hati, Q: nyeri terasa panas, R: lokasi
nyeri dari uluh hati tembus ke punggung, S: skala nyeri 4, T: Klien
mengatakan nyeri timbul pada saat bergerak. Berlangsung 5-10 menit
saat nyeri muncul.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 11-11-2021 klien dibawa keluarganya ke IGD RSUD
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya nyeri uluh hati terasa panas tembus
ke punggung, lemah, mual dan muntah. Kemudian dilakukan tindakan
medis didapatkan TTV : TD 128/84mmhg , N 78x/m, RR 22x/m,
S36,4`c. Didapatkan terapi Inf. NaCl 0,9% 15tpm, Inj. Ketorolac
30mg, Inj. Ranitidine 50mg, Inj. Ondansentrone 4mg. Kemudian klien
dianjurkan untuk rawat inap dan langsung dipindahkan keruang ROE
untuk mendapatkan pengobatan dan penanganan lebih lanjut.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan dirinya pernah dirawat sebelumnya pada tgl 14-08-
2020 dengan riwayat perforasi gaster
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mngatakan tidak memiliki penyakit keturunan lainnya.

C. KEBUTUHAN DASAR

RASA NYAMAN NYERI


Suhu : 36,4°C,  Gelisah  Nyeri Skala Nyeri : 4 Gambaran Nyeri : nyeri terasa panas
Lokasi nyeri : uluh hati tembus ke punggung Frekuensi Nyeri : nyeri sedang Durasi /Perjalaan : 5-10
menit saat nyeri timbul
Tanda Obyektif :  Mengerutkan muka Menjaga area yang sakit
Respon emosional : adaptif Penyempitan Fokus : tidak ada
Cara mengatasi nyeri : Mengajarkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
Lain-lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
Nyeri Ο Hipertermi Ο Hipotermi

1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 78x /menit, Pernapasan : 22x /mnt Kebiasaan minum : 1500CC /hari,
TD: 128/84mmHg Bunyi Nafas : vesikuler jenis : Air Putih
Respirasi : 22x/m Turgor kulit : Baik
Kedalaman : Tidak ada Fremitus : Tidak ada Mukosa mulut : Lembab, tidak ada perlukaan
Sputum : Tidak ada Sirkulasi oksigen : lancar Dada : Punggung kaki : normal warna :
simetris Pengisian kapiler :
Oksigen : ( Tgl : …Canula /sungkup :… ltr/m Mata cekung : Tidak ada
WSD : ( Tgl: …… di ……… Keadaan…….) Konjungtiva : Merah muda
Riwayat Penyakit : …………………………… Sklera : Normal/putih
Lain – lain : ………………………………….. Edema : Tidak ada
Distensi vena jugularis : : tidak ada
pembengkakan
Asites : Tidak ada. Minum per NGT : tidak
menggunakan NGT
Terpasang Dekompresi NGT : …………….
( dimulai tgl : ……..Jenis : ………
dipasang di : ……...)
Terpasang infuse : NaCl 0,9%
( dimulai tgl : 11-11-2021 Jenis : ………
dipasang di : di tangan kiri)
Lain –lain : ………………………………
Masalah Keperawatan : Masalah Keperawatan :
Ο Intolerance aktivitas Ο Pola nafas tdk efektif Ο Kekurangan volume cairan ,
Ο Gg pertukaran gas Ο Penurunan Curah Jantung Ο Kelebihan volume cairan
Ο Gg Perfusi Jaringan Ο dll………………………………….
Ο dll…………………………………...........................
3. NUTRISI 4. KEBERSIHAN PERORANGAN
TB : 160cm BB : 55Kg
Kebiasaan makan : 3kali /hari ( teratur /tdk teratur) Kebiasaan mandi : 3x/hari
Keluhan saat ini : Cuci rambut : 2x /hari
Tidak ada nafsu makan  mual muntah Kebiasaan gosok gigi : 1x /hari
Sakit /sukar menelan Sakit gigi Stomatis Kebersihan badan :  Bersih Kotor
Nyeri ulu hati /salah cerna , berhub dengan : Peningkatan Keadaan rambut :  Bersih Kotor
tekanan intraabdominal Keadaan kulit kepala Bersih Kotor
Disembuhkan oleh : …………….. Keadaan gigi dan mulut  Bersih Kotor
Pembesaran tiroid : Tidak ada Keadaan kuku :  Pendek Panjang
hernia /massa : Tidak ada Keadaan vulva perineal : Bersih
Maltosa : Tidak ada Keluhan saat ini : Tidak ada
Kondisi gigi/gusi : lengkap Iritasi kulit : Tidak ada
Penampilan lidah : normal dan tidak ada Luka bakar : Tidak ada
peradangan/perlukaan Keadaan luka : Tidak ada
Bising usus 15 x /mnt Lain lain : Tidak ada
Makanan /NGT/parental (infuse) :
(dimulai tgl : ……………… J. Cairan : …………….
Dipasang di: ………………………………………….
Porsi makan yang dihabiskan : seporsi habis
Makanan yang disukai : Buah, sayuran, ikan
Diet : tidak ada
Lain lain : …………………………
Masalah Keperawatan Masalah keperawatan
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan Ο Defisit perawatan diri : ……………..
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan Ο Gangguan integritas kulit

Ο dll…………………………………. Ο dll………………………………….

5. AKTIVITAS ISTIRAHAT 6. ELIMINASI


Aktivitas waktu luang : istirahat Kebiasaan BAB : 1x /hari
Aktivitas Hoby : Menonton TV BAK : 3x /hari
Kesulitan bergerak : bebas Meggkan laxan : tidak ada
Kekuatan Otot : ekstremitas bawah kiri: 5(normal, gerakan Meggkan diuretic : tidak ada
otot penun melawan gravitasi dan tahanan), ekstremitas Keluhan BAK saat ini : tidak ada
bawah kanan 5 (Normal = Gerakan otot penuh melawan Keluhan BAB saat ini : tidak ada
gravitasi dan tahanan) Peristaltik usus : normal
Tonus Otot : Abdomen : Nyeri tekan : ada
Postur : Lunak /keras :
tremor : Massa :
Rentang gerak : bebas Ukuran/lingkar abdomen : ……cm
Keluhan saat ini : tidak ada Terpasang kateter urine : …………………
Penggunaan alat bantu : tidak ada ( dimulai tgl : ………………… di : ………}
( tgl : ………. di …………………………. ) Penggunaan alcohol : ……….Jlh /frek : ….x
Pelaksanaan aktivitas : …………………. /hari.
Jenis aktivitas yang perlu dibantu ……… Lain – lain……………………………………
……………………………….
Lain - lain : ………………………………….
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Hambatan mobilisasi fisik Masalah Kepewatan
Ο dll……………………………. Ο Diare Ο Konstipasi Ο Retensi urine
Ο Inkontinen urine ΟDisuria ΟKeseringan Ο
Urgensi

7. TIDUR & ISTIRAHAT 8. PENCEGAHAN TERHADAP BAHAYA


Kebiasaan tidur : Malam Siang Reflek : Normal
Lama tidur : Malam : 6-8jam, Siang : 1jam Penglihatan : Normal
Kebiasaan tidur : tidak ada Pendengaran : Normal
Kesulitan tidur : tidak ada Penciuman : Normal
Cara mengatasi : Perabaan : Normal
Lain – lain : Lain – lain : ………………………
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Gangguan Pola Tidur Ο Resiko Trauma Fisik Ο Resiko Injuri
Ο Gangguan Persepsi Sensorik

10. KEAMANAN
9. NEUROSENSORI
Rasa Ingin Pingsan /Pusing : Tidak ada Alergi /sensitifitas : Tidak ada
Stroke ( Gejala Sisa ) : Tidak ada reaksi :
Kejang : Tidak ada Tife : Tidak ada Perubahan sistem imun sebelumnya : Tidak ada
Agra : Tidak ada . Frekuensi : Tidak ada penyebabnya :
Status Postikal : Tidak ada Cara mengontrol : Tidak ada. Riwayat penyakit hub seksual ( tgl /tipe :
Status mental : normal Waktu : klien mengetahui waktu Perilaku resiko tinggi : periksaan :
antara pagi, sore dan malam Transfusi darah /jumlah : Kapan :
Tempat : klien dan mengetahui bahwa dirinya sedang Gambaran reaksi :
dirawat di Rumah Sakit Riwayat cedera kecelakaan : Tidak ada
orang : klien dapat membedakan keluarga perawat dan Fraktur /dislokasi sendi : Tidak ada
petugas kesehatan lainnya Artritis /sendi tak stabil : Tidak ada
Kesadaran : compos menthis Masalah punggung : Tidak ada
Memori saat ini , yang lalu : Perubahan pada tahi lalat : Tidak ada .
Kaca mata : Tidak ada Kotak lensa : Tidak ada Pembesaran nodus : Tidak ada
Alat bantu dengar : Tidak ada Kekuatan Umum : Tidak ada
Ukuran /reaksi Pupil : kiri /kanan : 2-4cm Cara berjalan : baik
Facial Drop : Kaku kuduk : Rem : …………………………………………..
Gangguan genggam /lepas : Ki / Ka : Hasil kultur, pemeriksaan sistem imun : …..
Postur : Kordinasi : …………………………………………………...
Refleks Patela Ki /Ka :
Refleks tendo dalam bisep dan trisep :
Kernig Sign : Babinsky :
Chaddock : Brudinsky :
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan infeksi

11. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : Aktif melakukan hubungan seksual : ya
Penggunaan kondom : … Penggunaan kondom :
Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak ada Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak ada
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : Tidak ada Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : Tidak
Wanita : ada
Usia Menarke : thn, Lama siklus : hari Pria :
Lokasi : Rabas penis : Gg Prostat :
Periode menstruasi terakhir : Sirkumsisi : Vasektomi :
Menopause : Melakukan pemeriksaan sendiri :
Rabas Vaginal : Payudara test :
Perdarahan antar periode : Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir :
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / Tanda ( obyektif )
mammogram : Pemeriksaan :
Tanda ( obyektif ) Payudara /penis /testis :
Pemeriksaan : Kutil genatelia/test :
Payudara /penis /testis :
Kutil genatelia/test :
Masalah Keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebthn seksualitas
12. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA INTERAKSI SOSIAL
Lama perkawinan : 25thn, Hidup dengan : Suami dan Sosiologis :
keluarga Perubahan bicara : Penggunaan alat bantu
Masalah /Stress : Tidak ada komunikasi :
Cara mengatasi stress : Adanya laringoskopi :
Orang pendukung lain : Komunikasi verbal / non verbal dengan keluarga /
Peran dalam struktur keluarga : suami orang terdekat lain : komunikasi lancar dengan
Masalah – masalah yang berhubungan dengan keluarga
penyakit /kondisi : Psikologis : Spiritual : saat melakukan sesuatu klien tidak lupa
Keputusasaan : Tidak ada untuk selalu berdoa
Ketidakberdayaan : Tidak ada. Kegiatan keagamaan :
Lain – lain : Gaya hidup :
Perunahan terakhir :
Lain – lain :
Masalah Keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko merusak diri
Ο Hambatan komunikasi verbal Ο Spiritual Distres Ο Harga diri rendah

D. PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN


1. Bahasa Dominan ( Khusus ) : bahasa jawa Buta huruf : tidak ada
Ο Ketidakmampuan belajar (khusus ) Ο Keterbatasan kognitif
2. Informasi yang telah disampaikan :
Pengaturan jam besuk Ο Hak dan kewajiban klien Ο Tim /petugas
yang merawat
Ο Lain – lain :
3. Masalah yang ingin dijelaskan
Perawatan diri di RS Ο Obat – obat yang diberikan
Ο Lain – lain ……………………
Ο Orientasi Spesifik terhadap perawatan ( seperti dampak dari agama
/kultur yang dianut )
Obat yang diresepkan ( lingkari dosis terakhir ) :

OBAT DOSIS WAKTU DIMININUM SECARA TUJUAN


TERATUR

Untuk mencegah
Omeprazole 2x40mg perdarahan saluran
cerna atas

Obat untuk
Sucralfat 3x10ml mengatasi tukak
lambung
Meredakan
Ketorolac 3x30m. peradangan dan
nyeri
Menurunkan
Ranitidine 2x50mg sekresi asam
lambung berlebih
4mg Untuk mencegah
Ondansentrone
mual muntah

4. Faktor resiko keluarga ( tandai hubungan ) :


Ο Diabetes Ο Tuberkulosis Ο Penyakit jantung Ο Stroke Ο TD
Tinggi
Ο Epilepsi Ο Penyakit ginjal Ο Kanker ΟPenyakit jiwa Ο
Lain – lain
E. Pemeriksaan Fisik Lengkap Terakhir :
1. Status Mental ;
 Orientasi :
Orientasi Waktu : klien dapat membedakan waktu pagi, siang,
sore dan malam
Orientasi Orang : klien dapat mengenali keluarganya dan
petugas kesehatan
Orientasi Tempat : klien dapat mengetahui Ia berada di RS

 Afektifitas :
2. Status Neurologis ;
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I : klien dapat membedakan bau minyak kayu
putih dan bau balsem
Nervus Kranial II : klien dapat melihat dengan baik
Nervus Kranial III : klien dapat menggerakan bola mata ke arah kiri
dan kanan
Nervus Kranial IV : klien dapat menggerakkan kedua matanya
Nervus Kranial V : klien dapat merasakan sentuhan panas dan
dingin pada kulitnya dan klien dapat
mengunyah dengan baik
Nervus Kranial VI : klien dapat menggerakan bola mata ke arah
kanan, kiri, atas dan bawah
Nervus Kranial VII : klien dapat membedakan rasa manis dan asin
Nervus Kranial VIII : klien dapat mendengar dengan baik
Nervus Kranial IX : klien dapat menelan makanan
Nervus Kranial X : klien dapat menjulurkan lidahnya
Nervus Kranial XI : klien dapat mengakat bahunya
Nervus Kranial XII : klien dapat mengatur posisi lidahnya keatas
dan kebawah

3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : 5/5 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dan
tahanan
b) Tonus
c) Refleks Fisiologis
- Bisep : kanan/kiri (+2)
- Trisep : kanan/kiri (+2)
- Radius : kanan/kiri (+2)
- Ulna : kanan/kiri (+2)

d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer : normal
e) Sensibilitas
Nyeri : tidak ada
4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : Ekstremitas bawah kiri 5 (Normal = Gerakan otot
penuh melawan gravitasi dan tahanan), ekstremitas
bawah kanan 5 (Normal = Gerakan otot penuh
melawan gravitasi dan tahanan)
b) Tonus :
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : (+1)
d) Refleks Patologis
- Babinsky : kanan (+2) / kiri (+1)
- Chaddock : kanan (+2) / kiri (+1)
- Gordon : kanan (+2) / kiri (+1)
- Oppenheim : kanan (+2) / kiri (+1)
- Schuffle : kanan (+2) / kiri (+1)
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : (+2)
b) Brudzinksky I & II : (+2)
c) Lassaque : (+2)
d) Kernig Sign : (+2)

F. DATA GENOGRAM

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Tinggal 1 rumah
: Klien (Tn. R)
: meninggal dunia

G. DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG ( DIAGNOSTIK &


LABORATORIUM )
Tabel Pemeriksaan Laboratorium Tn. K

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

WBC 6,89 10^3/uL 4,50 – 11,00 x 10^3/uL


RBC 4,94 10^6/uL 4,00 – 6,00 x 10^6uL
HGB 11,2 g/dL 11,5 – 18,0 gr/dL
HCT 37.5 (%) 37,0 – 48,0 (%)
PLT 555 10^3/uL 150 - 400

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Hari/Tanggal Pemberian Obat : 15 November 2021

No Nama Obat Dosis Indikasi


. Pemberian

1. Omeprazole 2x40mg Untuk mencegah perdarahan


saluran cerna atas

2. Sucralfat 3x10ml Obat untuk mengatasi tukak


lambung
3. Ketorolac 3x30m. Meredakan peradangan dan
nyeri

4. Ranitidine 2x50mg Menurunkan sekresi asam


lambung berlebih

Palangka Raya, 15 november 2021


Mahasiswa,

(Tri Panji Kusuma)


NIM. 2021.01.1490.070

ANALISIS DATA
KEMUNGKINAN
DATA SUBYEKTIF DAN MASALAH
PENYEBAB
DATA OBYEKTIF
Ds : Agen pencidera fisik Nyeri akut
P: Klien mengatakan nyeri uluh
hati, Q: nyeri terasa panas, R: lokasi
nyeri dari uluh hati tembus ke Peningkatan HCL
punggung, S: skala nyeri 4, T: lambung
Klien mengatakan nyeri timbul
pada saat bergerak. Berlangsung 5-
10 menit saat nyeri muncul. Tindakan invasive
Do :
 Klien tampak meringis Respon peradangan
 Klien tampak menahan sakit
 Klien tampak mengerutkan
muka Nyeri akut

 Klien tampak gelisah


 Skala nyeri 4
 TTV : TD 128/84mmhg , N
78x/m, RR 22x/m, S36,4`c.

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik di buktikan dengan P:


Klien mengatakan nyeri uluh hati, Q: nyeri terasa panas, R: lokasi nyeri dari
uluh hati tembus ke punggung, S: skala nyeri 4, T: Klien mengatakan nyeri
timbul pada saat bergerak. Berlangsung 5-10 menit saat nyeri muncul. Klien
tampak meringis, Klien tampak menahan sakit, Klien tampak mengerutkan
muka, Klien tampak gelisah, Skala nyeri 4, TTV : TD 128/84mmhg , N
78x/m, RR 22x/m, S36,4`c.
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. R

Ruang Rawat : ROE

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri (SLKI Manajemen nyeri (SIKI I.08238 hal 201)
dengan agen pencedera L.08066 hal 145) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
fisik (SDKI D.0077 Setelah dilakukan tindakan 2. Identifikasi skala nyeri
hal.172) keperawatan selama 1x4 jam 3. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
diharapkan nyeri dapat diatasi 4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
dengan kriteria hasil : 5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
1. Keluhan tidak nyaman 6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun (5) 7. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gelisah Menurun (5)
3. Keluhan nyeri menurun (5)
4. Meringis menurun (5)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
15 november 2021 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, S : P: Klien mengatakan nyeri uluh hati, Q:
14.00 WIB frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. nyeri terasa panas, R: lokasi nyeri dari uluh
2. Mengidentifikasi skala nyeri hati tembus ke punggung, S: skala nyeri 4,
3. Memberikan teknik non farmakologis untuk T: Klien mengatakan nyeri timbul pada saat
mengurangi rasa nyeri bergerak. Berlangsung 5-10 menit saat nyeri
4. Mengontrol lingkungan yang memperberat muncul.
rasa nyeri
5. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu O:
nyeri 1. Nyeri di bagian uluh hati, nyeri terasa
6. Menjelaskan strategi meredakan nyeri panas, nyeri berlangsung 5-10 menit,
7. Berkolaborasi pemberian analgetik nyeri timbul pada saat bergerak.
2. Skala nyeri 4
3. Dilakukan teknik relaksasi napas dalam Tri Panji Kusuma
untuk mengurangi nyeri pada pasien
4. Diberikan terapi obat ketorolac 3x30mg,

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi 4,7


DAFTAR PUSTAKA

Adhar, Lusia & Andi. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Nurarif dan Kusuma. (2015). Keperawatan Medical Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan M edikal Bedah
Brunner & Suddarth’s Edisi 10, Jakarta, EGC.
Naiken, G., 2013, Apendisitis Akut, http://www.scribd.com/doc/149322791/APEN
DISITIS- AKUT.
Nursalam. (2016). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional, Edisi 3.Jakarta, Selamba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi
1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai