Anda di halaman 1dari 10

RANGKUMAN MATERI

CARA BACA & PENGGUNAAN PETA GEMPA SNI 2019

• SNI 1726-2019 Tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Bangunan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
• Beban, kombinasi pembebanan, dan kriteria terkait yang akan diberikan dalam standar ini harus
digunakan untuk perancangan dengan metode kekuatan atau perancangan dengan metode
tegangan izin yang terdapat dalam spesifikasi desain untuk material struktur konvensional.
• Sebagai Gempa Rencana dalam SNI 1726-2019 adalah Gempa dengan periode ulang 2500
tahunan, atau gempa dengan kemungkinan terlampaui selama umur struktur bangunan 50 tahun
adalah sebesar 2%. Istilah “Gempa 2500 tahunan” bukan diartikan sebagai kejadian gempa yang
terjadi 1x setiap 2500 tahun, namun lebih sebagai gambaran tentang probabilitas suatu
percepatan yang memiliki kemungkinan 1/2500 untuk terjadi setiap tahunnya.
• Perencanaan Konstruksi Tahan Gempa :
a. Akibat Gempa Ringan : Elmen structural maupun non structural tidak boleh mengalami
kerusakan
b. Akibat Gempa Sedadang : Elemen non structural boleh rusak namun masih dapat
diperbaiki, sedangkan elmen struktural tidak boleh rusak.
c. Akibat Gempa Kuat : Elmen struktural dan non struktural rusak, namun struktural tidak
roboh (mekanisme roboh di design dengan penentuan lokasi sendi plastis pada struktur),
sehingga korban jiwa dapat dicegah.
• Peta gempa adalah peta wilayah yang menunjukan besaran percepatan tanah dasar akibat gempa
rencana yang kemungkinan menimpa gedung yang kita bangun. Peta ini merupakan hasil analisis
probabilitas dari data-data kejadian gempa yang ada di suatu wilayah. Artinya, data-data kejadian
gempa yang ada diolah dan dianalisis untuk menghasilkan niali peluang terjadinya suatu gempa
pada masa yang akan dating. Dari peta gempa Indonesia kita dapat melihat sebaran percepatan
gempa di wilayah Indonesia. Daerah berwarna putih adalah daerah dengan percepatan gempa
terkecil dan wilayah berwarna merah adalah daerah dengan percepatan gempa terbesar. Dari peta
tersebut kita dapat melihat bahwa seluruh wilayah Indonesia kecuali sebagian besar daerah
Kalimantan memiliki potensi terjadinya gempa dengan percepatan yang besar. Hal ini sudah
terbukti dengan terjadinya gempa-gempa besar di Aceh, Padang, Jawa Barat, Yogyakarta, NTB,
bahkan hingga ke Papua. Tidak mengherankan pula jika daerah Sumatra bagian pesisi barat
sering dilanda gempa besar dalam beberapa dekade terakhir ini.
• Peta gempa merupakan prasyarat penting dalam menentukan beban gempa sesuai peraturan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Permukhtakhiran atau pembaharuan peta gempa
merupakan hal yang niscaya dalam proses pembangunan sebuah Negara. Peta gempa juga
memebrikan informasi penting untuk keperluan kesiapsiagaan, penanggulangan kedaruratan,
perencanaan pembangunan, pengambilan keputusan pemerintah, perencanaan investasi bisnis
serta peningkatan awareness masyarakat. Pada peta gempa yang telah dibuat, misalnya Peta
Gempa 2010, memiliki beberapa kendala yang perlu disempurnakan terkait dengan keterbatasan
data observasi, misalnya lebih dari 30% jumlah sesar di Indonesia memiliki estimasi slip-rates
yang tidak akurat.
• Metode Pemetaan Zonasi Gempa Indonesia
Nilai goncangan tanah merupakan parameter yang bisa dan mudah dimodelkan serta bisa
diangkakan atau dihitung. Mengapa mudah? ya karena nilai goncangan tanah akibat suatu gempa
akan berbanding lurus dengan nilai magnitudo gempa bumi dan berbanding terbalik terhadap
jarak. Artinya, apabila gempa bumi yang timbul besar maka goncangannya tanahnya juga akan
besar namun makin jauh sumber gempa bumi tersebut maka goncangan yang dirasakan akan
semakin kecil. Faktor berkurangnya goncangan tanah terhadap jarak nantinya akan diselesaikan
dengan persamaan atenuasi. Persamaan atenuasi apa yang digunakan, tergantung kondisi geologi
setempat. Selain bisa dikuantifikasi, goncangan tanah juga yang menyebabkan runtuhnya
bangunan sehingga timbulnya korban jiwa.
Untuk menganalisa peta zonasi gempa bumi (seismic hazard) digunakan 2 (dua) metode
umum yaitu, metode DSHA (Deterministic Seismic Hazard Analysis) dan PSHA (Probabilistic
Seismic Hazard Analysis). Kalau metode DSHA, menggunakan satu sumber gempa bumi
(patahan/sesar) yang kemudian skenariokan dengan nilai magnitudo gempa bumi tertentu untuk
dianalisa proses penjalaran gelombang gempa bumi dan besar goncangan tanah yang
ditimbulkan oleh gempa tersebut pada suatu kawasan. Contoh hasil peta gempa menggunakan
metode DSHA dapat dilihat pada gambar di atas yang dibuat oleh Pak Danny Hilman
Natawidjaja. Nah, bagaimana dengan metode PSHA? metode PSHA menjadi penyempurnaan
dari metode DSHA, kalau tadi di metode DSHA yang skenariokan satu sumber, maka pada
metode PSHA diskenariokan sumber yang banyak berdasarkan data katalog gempa yang sudah
ada sejak beberapa puluh tahun ke belakang. Dalam metode PSHA juga memperkirakan unsur
ketidakpastian seperti frekuensi kejadian gempa bumi, lokasi dan magnitudo gempa. Dalam
metode PSHA juga dipertimbangkan kondisi probabilitas terburuk yang mungkin terjadi.

PETA GEMPA 2017



• PETA ZONASI GEMPA INDONESIA

Gambar : Peta koefisien gempa Indonesia

• Respon spektrum rencana dalam perhitungan beban gempa dibuat dengan berdasarkan
pada peta percepatan batuan dasar periode pendek 0,2 detik (Ss), dan percepatan batuan
dasar untuk periode 1 detik (S1).
• Semuanya untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun, dengan redaman 5%.
BISA DILIHAT DI SNI 1726-2019 PADA HALAMAN 18 dari 238
• PETA UNTUK MENCARI NILAI SS DAN S1 PADA SNI 1726-2019
DISUSUN OLEH KELOMPOK 8 DPS KELAS 5B :
1. BUDI SOFAN SETIAWAN (2019D1B032)
2. DIAZ ARIMBI (2019D1B034)
3. DIKI ARYA SUAGARA (2019D1B035)

Anda mungkin juga menyukai