Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bologis Ikan Wader Cakul (Puntius binotatus)

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi ikan wader cakul menurut Roberts (1989) dan Kottelat et al. (1993)

dalam Rahmawati (2006) sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Cypriniformes

Subordo : Cyprinidea

Famili : Cyprinidae

Genus : Puntius

Spesies : Puntius binotatus

Nama umum : ‘Spotted barb’ memiliki ciri khusus yaitu berupa bintik hitam di

bagian pangkal ekor dan pada depan pangkal sirip punggung.

Nama local : bilak, klemar, wader cakul (Jawa Tengah); sepadak, dan tanah

(Sumatra Selatan); bada putia (Padang); benter, beunteur, dan

bunter (Bandung); pujan (Kalimantan Selatan); tewaring

(Kalimantan Timur).
Gambar 1. ikan Wader Cakul (Doc.Pribadi)

4
5

Saanin (1984) dalam Rahmawati (2006), menguraikan bahwa ikan ini

perutnya membundar, memiliki 2 pasang sungut, mulutnya dapat disembulkan,

permulaan sirip punggung berada di depan permulaan sirip perut dan sirip anus jauh

ke belakang di muka dubur, rahang tidak bergerigi. Sirip punggung ikan wader

memiliki beberapa jari-jari lemah mengeras dengan bagian belakangnya bergerigi

dan 7-9 jari-jari lemah; sirip duburnya memiliki beberapa jari-jari lemah mengeras

dan 5 jari-jari lemah bercabang; jari-jari lemah mengeras paling belakang tidak

bergerigi. Ukuran kepala 3,3 – 4,5 kali dari lebar mata, tinggi batang ekor sama

dengan Panjang ejor dan 0,3 – 0,5 kepala. Ikan memiliki beberapa bercak hitam dan

seluruh tubuhnya bersisik.

Puntius binotatus memiliki karakter berupa tubuh yang licin, mempunyai

empat sungut, gurat sisi sempurna, jari-jari terakhir sirip dorsal mengeras dan

bergerigi, 4 ½ sisik antara gurat sisi dan awal sirip dorsal, bintik hitam pada bagian

depan sirip dorsal dan bagian tengah batang ekor, ikan muda dan dewasa memiliki

2 hingga 4 titik atau lonjong di tengah badan. (Kottelat et al., 1993 dalam Dwinda

dkk., 2012).

2.1.2 Penyebaran dan Habitat

Roberts (1989) dalam Rahmawati (2006), ikan wader tergolong ke dalam

benthopelagic, hidup di perairan tawar daerah tropis dengan kisaran pH 6,0-6,5 dan

suhu perairan 24-26ºC. Biasanya ikan wader ini dapat ditemukan di selokan-

selokan, sungai, dan tambak. Daerah penyebaran ikan wader cakul ini di beberapa

daerah yakni perairan Indocina, Singapura, Philipina, Malaka, dan perairan

Indonesia. Indonesia sendiri penyebaran ikan wader cakul meliputi beberapa daerah
yaitu Selat Sunda, Bali, Lombok, Sumatra, Nias, Jawa, Kalimantan,

Bangka, dan Belitung (Dwinda, 2012).

2.1.3 Makanan dan Kebiasaan Makan

Makanan ikan wader alamiahnya menunjukkan bertabiat planktivore, karena

pemakan plankton dan larva ikan lain, udang kecil, serangga dan binatang kecil

yang melekat pada pasir dan kerikil di air yang dangkal atau mengapung di dalam

air atau binatang kecil jatuh dari kayu dan tumbuhan rerumputan di tepi tebing

sungai. Di sawah ikan ini juga memakan cacing kecil. Itulah sebabnya para pengail

ikan pantau sering memberi mata pancingnya dengan cacing atau serangga yang

bisa dikaitkan. Tetapi dengan menggunakan dedak yang dicampur dengan kepala

ikan dan direbus sehingga dapat dilekatkan ke mata pancing atau bahkan juga nasi

digunakan untuk memancing ikan pantau. Dengan demikian bahwa ikan wader pari

dapat juga menjadi omnivor dengan memakan pakan buatan yang berupa campuran

tumbuhan dan binatang. (Ahmad dkk, 2011).

Ikan wader cakul atau dalam bahasa sunda ikan bentuer termasuk ke dalam

ikan air tawar. Ikan benteur mengonsumsi pakan alami berupa beberapa

fitoplankton dan zooplankton. Makanan alami utama ikan benteur berupa

fitoplankton dari kelas Bacillariphyceae sebanyak 63,35% dan zooplankton

sebanyak 36,12% sedangkan sebagai makanan tambahan adalah fitoplankton dari

kelas Cyanophyceae sebanyak 0,53%. Ikan uceng, benteur, dan wader dibanding

dengan ikan indigenous lainnya mereka lebih leluasa, karena dapat memanfaatkan

sumber daya berbeda sebagai makanan utama mereka (Elinah dkk, 2016).

6
7

2.1.4 Kebutuhan Nutrisi Ikan Wader Pari

Kebutuhan nutrisi tiap-tiap jenis ikan tidaklah sama, beberapa factor yang

harus di perhatikan dalam memilih pakan yang sesuai umtuk ikan yang di

budidayakan ialah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Pada ikan dari

genus Puntius yang merupakan golongan omnivora, kandungan nutrisi yang

optimum dalam pakan untuk ikan ini ialah protein berkisar 25-35%, kandungan

lemak 4-16%, dan karbohidrat 25-35% (Fisesa, 2017).

Hasil dari penelitian Rabegnatar dan Tahapari (2002) menunjukkan bahwa

kadar protein pakan optimal untuk pertumbuhan benih ikan tawes yang merupakan

salah satu dari genus Puntius adalah 41,78%. Pada kadar protein pakan optimal

tercapai kadar protein tubuh maksimal (13,75%) dan pertambahan bobot rata-rata

benih 4,56%/hari. Bobot benih terus meningkat dengan peningkatan kadar protein

pakan sampai kadar protein pakan sampai 45%. Pertambahan bobot benih pada

kadar protein pakan lebih dari 41,78% disebabkan oleh peningkaan kadar air tubuh

(kadar protein tubuh dan kadar abu tubuh tidak berubah nyata, kadar lemak tubuh

menurun).

2.2 Probiotik

2.2.1 Definisi Probiotik

Probiotik adalah suplemen makanan berupa bakteri hidup yang nonpatogen,

tidak toksik, tahan terhadap asam lambung dan dapat berkoloni pada usus besar.

Jenis bakteri probiotik yang paling dikenal adalah golongan bakteri asam laktat dan

bifidobacteria. Probiotik yang telah di produksi secara komersial biasanya adalah

campuran lactobacillius dan bifidobacteria, walaupun kadang-kadang khamir

seperti saccharomiyces juga digunakan. Namun demikian bifidobacteria lebih


8

diminati. Bakteri ini dapat memecah karbohidrat yang tidak tercerna pada saluran

pencernaan (Feliatra, 2018).

Kusriningrum (2008), beranggapan bahwa pemberian probiotik dalam

akuakultur dapat diberikan melalui pakan komersil, air maupun melalui perantara

pakan hidup seperti rotifera atau artemia. Pemberian probiotik dalam pakan

berpengaruh terhadap saluran pencernaan, sehingga akan sangat membantu proses

penyerapan makanan dalan pencernaan ikan. Bakteri probiotik mampu mengurai

senyawa kompleks menjadi sederhana sehingga siap digunakan ikan. Dalam

meningkatkan nutrisi pakan bakteri yang terdapat dalam probiotik memiliki

mekanisme dalam menghasilkan beberapa enzimuntuk mencernakan pakan seperti

amilase, protease, lipase dan selulase.

Khotimah dkk, (2016) menyatakan dari beberapa penelitian yang dilakukan,

probiotik digunakan untuk peningkatan produksi akuakultur, meningkatkan

resistensi terhadap penyakit dan membantu dalam peningkatan pertumbuhan.

Probiotik juga mampu berperan sebagai imunostimulan, meningkatkan rasio

konversi pakan, mempunyai daya hambat pertumbuhan bakteri patogen,

menghasilkan antibiotik, serta peningkatan kualitas air.

2.2.2 Mekanisme Kerja Probiotik

Pemberian probiotik pada ikan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ikan,

mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan kualitas air. Berikut tiga mekanisme

kerja probiotik Menurut Irianto (2003).

1. Menekan populasi mikroba melalui kompetisi dengan memproduksi

senyawa-senyawa antimikroba atau melalui kompetisi nutrisi dan tempat

pelekatan di dinding intestinum


9

2. Merubah metabolisme mikrobial dengan meningkatkan atau

menurunkan aktivitas enzim pengurai (selulase, protease, dan amilase)

3. Menstimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibodi organisme

aquatik atau aktivitas mikrofag

Berdasarkan definisi WHO (2001) dalam Feliatra (2018), probiotik adalah

mikroorganisme hidup yang jika diberikan dalam jumlah tertentu dapat

memberikan dampak sehat bagi host. Didalam pencernaan probiotik ditujukan

untuk meningkatkan resistensi terhadap patogen intestinal eksogen, kontrol

penyakit akibat mikrobiota patogen intestinal, mengurangi metabolisme toksigenik

mikrobial dalam usus dan memodulasi sistem imun host.

2.3 Keunggulan Probiotik Probio 7

Probiotik probio 7 merupakan salah satu probiotik komersil yang sangat

mudah di temui di pasaran dengan harga yang murah berkisar Rp27.000-35.000

perliternya. Kandungan bakteri probiotik didalam probio 7 cukup lengkap dan dapat

di lihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Probio-7

Komposisi bakteri dalam probio-7


No Nama Mikroorganisme Jumlah
1 Bacillus subtilis 1x10” CFU
2 Lactobacillus acidophilus 1x10” CFU
3 Actinomycets 1x10” CFU
4 Aspergillus oryzae 1x10” CFU
5 Saccharomyces cerevisiae 1x10” CFU
6 Rhodopseudomonas 1x10” CFU
7 Nitrobacter 1x10” CFU

Sumber : PT TAMASINDO VETERINARY


10

Penelitian yang menggunakan probio-7 juga mendapatkan hasil yang baik,

Hasil penelitian Soufura (2017) menunjukkan bahwa penambahan probiotik pada

pakan mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan ikan nila sebesar 11%

dibandingkan tanpa pemberian probiotik, pertumbuhan ikan juga meningkat lebih

tinggi 1,54% per hari dibandingkan tanpa pemberian probiotik.

Pada ikan koi, Bacillus sp. dapat meningkatkan pertumbuhan, respons imun,

dan aktivitas enzim pencernaan (He et al., 2011 dalam Dewi, 2017). Simanjuntak

(2016), juga berpendapat penggunaan Bacillus subtilis mampu memperbaiki

kualitas dan sintasan ikan lele dumbo. Bacillus subtilis, mampu meningkatkan

absorpsi pakan melalui peningkatan konsentrasi protease pada saluran pencernaan,

memperbaiki pertumbuhan dan mengurangi jumlah bakteri yang berpotensi

patogen di dalam intestinumnya. Efisiensi pemanfaatan pakan pada perlakuan yang

ditambahkan probiotik bacillus subtilis memberikan pengaruh nyata dengan hasil

sebesar 67.20±3.33 pada perlakuan 108 sel/ml. Pada ikan patin, penambahan

probiotik yang mengandung Bacillus sp. ke dalam pakan mampu meningkatkan

efisiensi pakan dan retensi protein (Setiawati dkk., 2013)

Penambahan probiotik yang mengandung Lactobacillus sp. ke dalam pakan

komersial terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan pada benih ikan lele

(Ahmadi dkk., 2012). Menurut Lestari dkk (2018), bakteri salah satu bakteri asam

laktat Lactobacillus acidophilus selama proses fermentasi juga menghasilkan

komponen bioaktif yang berfungsi bagi kesehatan, diantaranya yaitu antihipertensi,

antibakteri, dan antikolestrol. Dan menurut Putri (2012), menyatakan bahwa

pemberian bakteri probiotik seperti lactobacillus sp memberikan keuntungan bagi


11

hewan inang melalui peningkatan nafsu makan, meningkatkan mikroba dalam usus,

mensintesis vitamin dan menstimulan sisitem kekebalan tubuh.

Actinomycetes dikenal sebagai bakteri penghasil antibiotik, karena lebih dari

10.000 antibiotik yang telah ditemukan, dua pertiganya dihasilkan oleh bakteri ini.

Sebagai penghasil senyawa antibiotik, actinomycetes banyak digunakan dalam

industri obat, pakan ternak atau unggas, pengawetan makanan, pertanian, dan

perikanan (Susilowati dkk, 2007). Dan menurut Nurkanto (2012), actinomycetes

merupakan mikroorganisme yang paling banyak menghasilkan senyawa

antimikroba dibandingkan dengan mikroorganisme lain ataupun sumber alami lain

termasuk tumbuhan dan hewan.

Beberapa kapang yang termasuk kelompok sellulolitik diantaranya adalah

Trichoderma reesei, Aspergilus niger, Aspergilus oryzae dan pennicillium sp

(Kasmiran dan Tarmizi, 2012). Aspergillus oryzae merupakan jenis kapang yang

juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai gizi bahan pakan terutama

kandungan protein. Selain tidak bersifat patogen, A. oryzae juga dikenal sebagai

kapang yang paling banyak menghasilkan enzim yaitu α-amilase, α–galaktosidase,

glutaminase, protease, dan β–glucosidase (Elyana, 2011)

Saccharomyces cerevisiae telah banyak diujicobakan dalam komoditas

akuakultur maupun hewan ternak karena mempunyai beberapa kelebihan

diantaranya, bersifat non-patogenik, bebas dari plasmid yang mengkodekan gen

resisten terhadap antibiotik, dan mampu bertahan pada kondisi asam dan basa.

Saccharomyces cerevisiae diketahui mampu memproduksi beberapa substrat energi

pada sel-sel intestinal, sehingga usus menjadi lebih sehat. Hasil dari penambahan

Saccharomyces cerevisiae pada pakan juga mendapatkan hasil yang berpengaruh


12

nyata terhadap laju pertumbuhan, konsumsi pakan dan juga efisiensi pakan pada

ikan Jelawat (Leptobarbus Hoevenii) (Hurriyani, 2017).

Penggunakan probiotik pada penelitian Ezraneti dkk (2018), yang

mengandung bakteri Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus acidophilus,

Bacillus subtilis, Aspergilus oryzae, Rhodopseudomonas, Actinomycetes dan

Nitrobacter per 100 gram pakan dengan laju pertambahan bobot 34,26 %, laju

pertambahan panjang 30,95 %, kelangsungan hidup 76,67 % dan konversi pakan

5,35 g. hal ini juga serupa dengan hasil penelitian Chilmawati (2018), Hasil uji t

menunjukkan penggunaan probiotik dengan komposisi jamur Saccharomyces

cerevisiae, Aspergillus oryzae, bakteri Lactobacillus acidophilus, Bacillus subtilis,

Rhodopseudomonas, Actinomycetes dan Nitrobacter pada pakan berpengaruh nyata

(P0,05) pada tingkat kelulushidupan ikan bandeng. Penggunaan probiotik pada

pakan bandeng memberikan nilai RGR (1.958±0.02%/hari), nilai EPP

(78.333±0.745%), kandungan protein (25.794±0.600%) lebih tinggi dan FCR

(1.321±0.030) yang lebih baik dari perlakuan tanpa penggunaan probiotik dalam

pakan bandeng.

Bakteri Nitrobacter adalah bakteri nitrifikasi karena merupakan bakteri yang

mengubah nitrit menjadi nitrat, Bakteri Nitrobacter pada dasarnya berperan dalam

tahap nitratasi setelah tahap nitritasi oleh bakteri Nitrosomonas (Ramadhani, 2015).

Dalam penelitian Najlaa (2018), mendapatkan hasil bahwa pemberian Nitrobacter

pada padat tebar ikan lele dumbo yang berbeda dalam system aquaponic

mendapatkan hasil sangat berbeda nyata (p<0.01) terhadap kualitas air. Hasil uji

statistic menunjukkan bahwa perlakuan P0 (kontrol tanpa perlakuan) sangat


13

berbeda nyata (p<0.01) dengan P1, P2, P3 dan P4 yang telah diberikan perlakuan

bakteri Nitrobacter.

2.4 Sintasan

Sintasan ikan atau kelangsungan hidup ikan merupakan presentase jumlah

ikan yang hidup dari jumlah ikan yang dipelihara dalam suatu wadah.Sintasan

sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan sebagai sumber energi untuk

pertumbuhan. Sintasan ditunjukkan oleh mortalitas (kematian). Sintasan yang

rendah terjadi karena tingginya mortalitas (Wijayanti, 2010).

Menurut Fauzi (2012), sintasan adalah perbandingan antara jumlah individu

yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu pada awal percobaan atau

peluang hidup dalam suatu waktu tertentu, sintasan dapat dipengaruhi oleh factor

biotik maupun abiotik. Beberapa faktor biotik yang mempengaruhi sintasan ikan

yakni kompetitor, predator, penanganan manusia, umur dll, sedangkan untuk

abiotik adalah sifat kimia dan fisika air serta lingkungan perairan.

Mortalitas dapat terjadi karena ikan mengalami kelaparan berkepanjangan,

akibat tidak terpenuhinya energi untuk pertumbuhan dan mobilitas karena

kandungan gizi pakan tidak mencukupi sebagai sumber energi. Salah satu upaya

untuk mengatasi rendahnya sintasan yaitu dengan pemberian pakan yang tepat baik

dalam ukuran, jumlah dan kandungan gizi dari pakan yang diberikan (Wijayanti,

2010).

2.5 Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, bobot maupun volume

dalam kurun waktu tertentu, atau dapat juga di artikan sebagai pertambahan

jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis, yang terjadi apabila ada
14

kelebihan pasokan energi dan protein. Persiapan air media merupakan hal yang

sangat penting dalam pemeliharaan ikan. Hal ini dikarenakan air merupakan tempat

hidup ikan , sebaiknya dipersiapkan sedemikian rupa untuk menjaga kualitas airnya

(Emaliana, dkk., 2010)

Pertumbuhan Berat Ikan merupakan suatu perubahan ukuran ikan yang

menyebabkan peningkatan bobot dari ikan yang dibudidayakan. Pertumbuhan berat

diketahui dengan cara menghitung selisih dari bobot awal penebaran ikan pada

suatu wadah budidaya hingga mencapai waktu budidaya yang telah ditentukan.

Pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain keturunan,

umur, ketahanan akan penyakit, kemampuan dalam memanfaatkan makanan yang

diberikan, kandungan pakan yang berkualitas baik dengan protein yang tinggi serta

kualitas air yang mendukung untuk pertumbuhan ikan yang dibudidayakan (Dewi

dkk, 2015).

Faktor yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan ikan dapat dibagi menjadi

dua golongan yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar merupakan faktor yang

berasal dari luar tubuh ikan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan seperti oksigen

terlarut, suhu air, amonia, salinitas, kualitas pakan dan lain-lain, sedangkan faktor

dalam merupakan faktor yang sulit di kontrol sebab berasal dari dalam ikan sendiri

seperti jenis kelamin, umur, genetika dan lain-lain. faktor-faktor tersebut saling

berinteraksi dan beriringan dengan faktor lainnya ada yang dapat dikontrol adapula

yang tidak (Fauzi, 2012)


15

2.6 Kualitas Air

2.6.1 Suhu

Suhu merupakan indikator utama dalam proses fisika dan kimia yang terjadi

di dalam suatu perairan. Ikan tergolong hewan yang dimana suhu tubuhnya hampir

sama dengan suhu air lingkungannya, namun secara fisiologis ikan akan merespon

apabila terjadi perubahan suhu air yang ekstrim. Kisaran suhu yang baik untuk

menunjang pertumbuhan optimal adalah 28oC–32oC (Tatangindatu dkk, 2013).

Panggabean dkk (2016), juga berpendapat suhu optimal untuk pertumbuhan

ikan yaitu 25-30oC. Nilai suhu terendah yaitu 24oC terjadi pada pagi hari,

sedangkan nilai tertinggi pada siang dan sore hari yaitu 33 oC. Adanya peningkatan

suhu pada air media pemeliharaan diduga disebabkan oleh penempatan wadah

pemeliharaan yang berada di luar ruangan. Taufik dkk (2009), berpendapat bahwa

Perubahan suhu akan mempengaruhi pengambilan makan, proses metabolisme,

proses enzimatis, sintesa protein dan difusi molekul-molekul kecil. Pada kondisi

suhu yang turun mendadak akan terjadi degradasi sel darah merah sehingga proses

respirasi terganggu. Fluktuasi suhu juga akan berpengaruh terhadap daya racun

amonia (NH3) dalam air di mana daya racun NH3 akan meningkat pada penurunan

dan kenaikan suhu sebesar 4oC-5oC.

2.6.2 pH

pH (Derajat keasaman) perairan adalah salah satu faktor lingkungan yang

sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi pada suatu organisme.

Menurut kiswara (2015), pH air menunjukkan aktivitas ion hydrogen dalam larutan

tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada

suhu tertentu. Nilai pH pada suatu perairan akan menunjukkan apakah air bereaksi
16

asam atau basa, nilai pH berkisar antara 0-14. Air disebut asam apabila pH <7,

netral jika pH = 7, dan basa jika pH>7.

Tatangindatu (2016), berpendapat jika pH yang ideal bagi kehidupan biota air

tawar adalah antara 6,8 - 8,5. pH yang sangat rendah, menyebabkan kelarutan

logam-logam dalam air makin besar, yang bersifat toksik bagi organisme air,

sebaliknya pH yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi amoniak dalam air yang

juga bersifat toksik bagi organisme air.

2.6.3 DO

Oksigen terlarut merupakan salah satu komponen utama bagi metabolisme

organisme perairan. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi,

karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses

fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar

oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen

yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik

dan anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung

pada jenis, stadium dan aktifitasnya (Salmin, 2015). Menurut Sugianti dan Astuti

(2018), DO sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan, terutama untuk

pertumbuhan, memperbaiki jaringan dan reproduksi. Sumber DO dapat berasal dari

difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis

oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Kebutuhan DO minimum untuk ikan air tawar

tropis ± 5 mg/l (80% saturasi), sedangkan untuk ikan laut tropis ± 5 mg/l (75%

saturasi). Utami dkk (2018), juga berpendapat bahwa pertumbuhan ikan tawes

(Puntius javanicus) yang optimal terjadi ketika tangka oksigen >5ppm


17

2.6.4 Amonia

Ammonia adalah senyawa kimia berupa gas, ammonia sebagai hasil utama

dan karbon dioksida sebagai hasil samping. Ammonia juga dapat berdampak

negatif bagi organisme perairan dan manusia apabila terakumulasi dalam jumlah

berlebihan di dalam tubuh (Gova, 2018).

Amoniak merupakan produk akhir utama penguraian protein pada ikan.

Terdapat 2 bntuk amoniak dalam air yaitu yang terinsonansi (amonium, NH 4+) dan

yang tidak terinsonansi (amoniak, NH3). Konsentrasi amoniak yang tinggi di dalam

air akan mempengaruhi jumlah konsumsi oksigen, merusak insang dan mengurangi

kemampuan darah untuk mengangkut oksigen. Kadar amoniak bebas pada perairan

sebaiknya tidak lebih dari 1mg/l (Kiswara, 2015). Tetapi menurut shabrina (2018),

amoniak terlarut yang baik untuk kelangsungan hidup ikan Puntius javanicus

berkisar <0,5ml/L. Sedangkan Utami (2018), Perairan yang baik untuk budidaya

ikan adalah yang mengandung amoniak kurang dari 1 ppm.

Anda mungkin juga menyukai