Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS BUDI LUHUR

FAKULTAS KOMUNIKASI

PERTEMUAN 7
FRAMING DALAM PEMBERITAAN
Capaian : Mahasiswa dapat menjelaskan maksud dan tujuan dari tehnik
Pembelajaran framing yang dilakukan oleh media, sehingga mahasiswa dapat
mempraktekkan tehnik framing dalam menulis berita.
Sub Pokok :
7.1. Definisi Framing
Bahasan
7.2. Konsep Framing
7.2. Manfaat dan Efek Framing
7.3. Objek Framing
7.4. Faktor Pendukung Konstruksi Realitas

1. Eriyanto. 2002. Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan


Daftar :
Politik Media. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta.
Pustaka
2. Gamson, W.,et.al. (1992). “Media Imagges and the Social
Construction of Reality.” Annual Reviews Sociology,18: 373-
93
3. Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar
Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis
Framing. Remaja Rosdakarya. Bandung. 
4. Scheufele, Dietram A. 1999. "Framing as a theory of media
effects." Journal of communication 49.1 (1999)
PERTEMUAN
7

FRAMING DALAM PEMBERITAAN

1.1 Definisi Framing

Berita yang ada di media massa merupakan suatu cara untuk menciptakan
realitas yang diinginkan mengenai peristiwa atau (kelompok) orang yang dilaporkan.
Oleh karena telah melewati proses seleksi dan reproduksi, berita surat kabar
sebenarnya merupakan laporan peristiwa yang artifisial, tetapi dapat diklaim sebagai
objektif oleh surat kabar itu untuk mencapai tujuan-tujuan ideologi (dan bisnis) surat
kabar tersebut. Dengan kata lain berita yang ada di media massa, bukan sekedar
menyampaikan tetapi juga menciptakan makna (Eriyanto, 2002: xii). Makna yang
dibingkai oleh media inilah yang menjadi konsep dasar framing.
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1995
(Sudibyo, 1999a:23). Mulanya, “frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana,
serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas".
Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang
mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strip of behavior) yang
membimbing individu dalam membaca realitas. Dalam ranah studi komunikasi, analisis
framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif
multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang
framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam
dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka
peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik, dan kultural untuk
menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan
dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya
(Sudibyo, 1999b:176).
Sesungguhnya framing berita merupakan perpanjangan dari teori agenda
setting, yaitu semacam teknik yang dipakai wartawan untuk melahirkan wacana yang
akan ditangkap oleh khalayak. Secara praktis, framing bisa dilihat dari cara wartawan
memilih dan memilah bagian dari realitas dan menjadikannya bagian yang penting dari
sebuah teks berita (Scheufele, 1999:107). Penonjolan tersebut disertai dengan motif
dan kepentingan tertentu dari wartawan atau pemimpin redaksi sesuai dengan politik
redaksi serta visi dan misi serta kerangka acuan yang sudah ditetapkan.
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-
cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi
seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih
menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai
perspektifnya. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa
yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke
mana berita tersebut (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis, 1999:21). Karenanya, berita
menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu
yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan (Imawan, 2000:66).
Ada bebrapa definisi framing dalam Eriyanto. Definisi tersebut dapat diringkas
dan yang disampaikan oleh beberapa ahli. Meskipun berbeda dalam penekanannya dan
pengertian. Masih ada titik singgung utama dari definisi tersebut, yaitu antara lain:
1. Menurut Robert Entman. Proses seleksi di berbagai aspek realitas sehingga
aspek tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lainnya. Ia
juga menyatakan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga tertentu
mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi lainnya.
2. Menurut Todd Gitlin. Strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan
disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak. Peristiwa-
peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik
perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan,
penekanan dan presentasi aspek tertentu dari realitas.
3. Menurut David Snow dan Robert Benford Pemberian makna untuk ditafsirkan
peristiwa dari kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan system
kepercayaan dan mewujudka dalam kata kunci tertentu, seperti anak kalimat,
citra tertentu, sumber informasi dalam kalimat tertentu.
4. Menurut Zhongdang dan Pan Konsicki. Sebagai konstruksi dan memproses
berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,
menafsirkan peristiwa dihubungkan denga rutinitas dan konvensi pembentukan
berita.
Ada dua esensi framing utama, yakni bagaimana peristiwa dimaknai dan
bagaimana fakta ditulis :
1. Memiliki fakta atau realitas Proses pemilihan fakta adalah berdasarkan asumsi
dari wartawan akan memilih bagian mana dari realitas yang akan diberitakan dan
bagian mana yang akan dibuang. Setelah itu wartawan akan memilih angle dan
fakta tertentu untuk menentuka aspek tertentu akan menghasilkan berita yang
berbeda dengan media yang menekankan aspek yang lain.
2. Menuliskan fakta Proses ini berhubungan dengan penyajian fakta yang akan
dipilih kepada khalayak. Cara penyajian itu meliputi pemilihan kata, kalimat,
preposisi, gambar dan foto pendukung yang akan ditampilkan. Tahap menuliskan
fakta itu berhubungan dengan penonjolan realitas. Aspek tertentu yang ingin
ditonjolkan akan mendapatkan alokasi dan perhatian yang lebih besar untuk
diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.

1.2 Konsep Framing

Konsep framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh dari


lapangan  psikologi dan sosiologi.  Pendekatan psikologi terutama melihat bagaimana
pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri, sesuatu atau
gagasan tertentu. Sementara dari sosiologi, konsep framing dipengaruhi oleh pemikiran
Erving Goffman. Menurut Goffman, manusia pada dasarnya secara aktif
mengklasifikasikan dan mengkategorisasikan pengalaman hidup ini agar mempunyai
arti atau makna. Setiap tindakan manusia pada dasarnya mempunyai arti, dan manusia
berusaha memberi penafsiran atas prilaku tersebut agar bermakna dan berarti. Sebagai
akibatnya, tindakan manusia sangat tergantung pada frame atau skema interpretasi
dari seseorang.
1. Dimensi psikologis
Framing sangat berhubungan dengan dimensi psikologi. Framing adalah upaya atau
strategi yang dilakukan wartawan untuk menekankan dan membuat pesan menjadi
bermakna, lebih mencolok, dan diperhatikan oleh publik. Upaya membuat pesan (dalam
hal ini teks berita) lebih menonjol dan mencolok ini, pada taraf paling awal tidak dapat
dilepaskan dari aspek psikologi. Secara psikologis, orang cenderung menyederhanakan
realitas dan dunia yang kompleks itu bukan hanya agar lebih sederhana dan dapat
dipahami, tetapi juga agar lebih mempunyai perspektif/dimensi tertentu.
      2. Dimensi sosiologis.
Selain psikologi, konsep framing juga banyak mendapat pengaruh dari l
apangan sosiologi. Garis sosiologi ini terutama dapat ditarik dari Alfred Schutz,
Erving Goffman hingga Peter L. Berger. Pada level sosiologis, frame dilihat
terutama untuk menjelaskan bagaimana organisasi dari ruang berita dan
pembuat berita membentuk berita secara bersama-sama. Ini menempatkan
media sebagai organisasi yang kompleks yang menyertakan di dalamnya praktik
profesional. Pendekatan semacam ini untuk membedakan pekerja media sebagai
individu sebagaimana dalam pendekatan sosiologis. Melihat berita dan media
seperti ini berarti menempatkan berita sebagai institusi sosial. Berita
ditempatkan, dicari, dan disebarkan lewat praktik profesional dalam organisasi.
Karenanya, hasil dari suatu proses berita adalah produk dari proses institusional.
Praktik ini menyertakan hubungan dengan institusi dimana berita itu dilaporkan.

1.3 Manfaat dan Efek Framing

Seorang wartawan memiliki tugas mengidentifikasi persoalan yang ada dalam


masyarakat dan berperan serta menyelesaikan masalah tersebut lewat wacana yang dia
ciptakan. Peran wartawan sebagai gatekeeper  pada akhirnya membuat wartawan
melakukan framing ( pembingkaian ). Sebagai insan pers yang terikat dengan kode etik
jurnalistik , harus berusaha sekuat tenaga menjadikan pers sebagai media yang
bertujuan untuk kebenaran dan keadilan masyarakat. Khususnya berempati pada
masalah dan peristiwa yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Salah satu efek framing yang paling mendasar ialah realitas sosial yang
kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu
yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Framing menyediakan alat
bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak.
Karena itu, framing menyediakan kunci bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan
ditafsirkan ke dalam bentuk berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata
tertentu maka realitas setelah dilihat oleh khalayak adalah realitas yang sudah dibentuk
oleh bingkai media yang menimbulkan efek sebagai berikut :
1. Menonjolkan Aspek Tertentu-Mengaburkan Aspek Lain
Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas.
Dalam penulisan  sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak
diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya, ada aspek lainnya yang tidak
mendapatkan perhatian yang memadai.
2. Menampilkan Sisi Tertentu-Melupakan Sisi Lain
Dengan menampilkan aspek tertentu dalam suatu berita menyebabkan aspek lain
yang penting dalam memahami realitas tidak mendapatkan liputan yang memadai
dalam berita.
3. Menampilkan Aktor Tertentu-Menyembunyikan Aktor
Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu saja
tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak
atau aktor tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting
dalam pemberitaan menjadi tersembunyi.
4. Mobilisasi Massa
Framing berkaitan dengan opini publik. Hal ini dikarenakan ketika isu tertentu
dikemas dengan bingkai tertentu bisa mengakibatkan pemahaman khalayak yang
berbeda atas suatu isu. Misalnya, mengirim pasukan ke Timor Timur adalah upaya
mempertahankan nasionalisme Indonesia. Timor Timur adalah wilayah yang sah
dari Indonesia, karena itu, meski pasukan internasional telah datang tetap harus
dikirim pasukan ke daerah tersebut. Terbukti kemasan tersebut berhasil menarik
dukungan masyarakat dan mobilisasi massa. Framing atas isu umumnya banyak
dipakai dalam literature gerakan sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada strategi
bagaimana supaya khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Itu
seringkali ditandai dengan menciptakan masalah bersama, musuh bersama, dan
pahlawan bersama. Hanya dengan itu, khalayak bisa digerakkan dan dimobilisasi.
Semua itu membutuhkan frame; bagaimana isu dikemas, bagaimana peristiwa
dipahami, dan bagaimana pula kejadian didefinisikan dan dimaknai.
5. Menggiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu
Individu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media. Karenanya, perhatian
khalayak, bagaimana orang mengkonstruksi realitas sebagian besar berasal dari apa
yang diberitakan media. Media adalah tempat dimana khalayak memperoleh
informasi mengenai realitas politik dan sosial yang terjadi di sekitar mereka. Karena
itu, bagaimana media membingkai realitas tertentu berpengaruh pada bagaimana
individu menafsirkan peristiwa tersebut. Dengan kata lain, frame yang disajikan
oleh media ketika memaknai realitas mempengaruhi bagaimana khalayak
menafsirkan peristiwa. Hubungan transaksi antara teks dan personal ini melahirkan
pemahaman tertentu atas suatu realitas.

1.4 Objek Framing

Analisis framing bisa dilakukan dengan bermacam-macam fokus dan tujuan,


tentu saja karena hal ini berkaitan dengan berbagai definisi dan ruang lingkup framing
sendiri yang cukup kompleks. Menurut Abrar ada tiga bagian berita yang bisa menjadi
objek framing seorang wartawan, yakni: judul berita, fokus berita, dan penutup berita.
(Sobur, 2002: 173-174) : 
1. Judul berita
Judul berita, sering kali di framing dengan menggunakan metode empati. Misal
untuk judul berita lingkungan hidup yang menceritakan kerusakan lingkungan
hidup, dapat ditulis dengan judul seperti Asap membawa puluhan korban,
Hancurnya lingkungan hidup alam di Rinjani, dan sebagainya.
2. Fokus berita
Fokus berita biasanya diframing orang dengan metode asosiasi, yaitu
”menggabungkan” kebijakan yang aktual dengan fokus berita. Sebagai contoh
misalnya kebijakan yang dimaksud adalah pemeliharaan lingkungan hidup yang
sedang diusahakan berbagai pihak. Fokus berita, dalam praktek sehari-hari, adalah
fakta yang menjawab pertanyaan what. 
3. Penutup berita
Penutup berita bisa di-framing dengan menggunakan metode packing, yaitu
menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita.
Sebagai contoh, dalam berita lingkungan hidup, apapun inti ajakan, khalayak
menerima sepenuhnya. 
Terdapat dua rumusan atau model tentang perangkat framing yang kini kerap
digunakan sebagai metode framing untuk melihat upaya media mengemas berita.
Pertama, model Pan dan Kosicki yang merupakan modifikasi dari dimensi operasional
analisis wacana van Dijk. Kedua, model Gamson dan Modigliani. Zongdan Pan dan
Gerald M. Kosicki (1993) melalui tulisan mereka “Framing Analysis: An Approach to
News Discourse” mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai
perangkat framing :
1. Struktur sintaksis bisa diamati dari bagan berita. Sintaksis berhubungan dengan
bagaimana wartawan menyusun peristiwa – pernyataan, opini, kutipan,
pengamatan atas peristiwa – ke dalam bentuk susunan kisah berita. Dengan
demikian, struktur sintaksis ini bisa diamati dari bagan berita (headline yang
dipilih, lead yang dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang
dikutip, dan sebagainya).
2. Struktur skrip melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai
wartawan dalam mengemas peristiwa.
3. Struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan
pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan
antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini akan melihat
bagaimana pemahaman itu diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih kecil.
4. Struktur retoris berhubungan cara wartawan menekankan arti tertentu. Dengan
kata lain, struktur retoris melihat pemakaian pilihan kata, idiom, grafik, gambar,
yang juga dipakai guna memberi penekanan pada arti tertentu.
Sementara model pendekatan analisis framing yang dapat digunakan untuk
menganalisa teks media , salah satunya model analisis Robert N. Entman. Menurut
Robert N. Entman apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung
pada bagaimana kita membingkai dan menafsirkan realitas tersebut. Robert N. Entman
adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk
studi isi media. Konsep mengenai framing ditulis dalam sebuah artikel untuk Journal of
Political Communication dan tulisan lain yang mempraktikkan konsep itu dalam suatu
studi kasus pemberitaan media. Konsep framing oleh Entman digunakan untuk
menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh
media. Entman memframing berita dengan empat cara, yakni :
1. Identifikasi masalah (problem identification)
yaitu peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai positif atau nilai negatif. Elemen
pertama ini merupakan bingkai utama/master frame yang menekankan bagaimana
peristiwa dimaknai secara berbeda oleh wartawan, maka realitas yang terbentuk
akan berbeda.
2. Identifikasi penyebab masalah (causal interpretation)
yaitu siapa yang dianggap penyebab masalah. Elemen kedua ini merupakan elemen
framing yang digunakan untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari
suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa ( what), tetapi bisa juga berarti
siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa
yang dianggap sebagai sumber masalah. Oleh sebab itu, masalah yang dipahami
secara berbeda, maka penyebab masalahnya akan dipahami secara berbeda pula.
Dengan kata lain, pendefinisian sumber masalah ini menjelaskan siapa yang
dianggap sebagai pelaku dan siapa yang menjadi korban dalam kasus tersebut.
3. Evaluasi moral (moral evaluation)
yaitu penilaian atas penyebab masalah. Elemen framing yang dipakai untuk
membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah
dibuat. Setelah masalah didefinisikan dan penyebab masalah sudah ditentukan,
dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan
yang dikutip berhubungan denga sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.
4. Penanggulangan masalah (treatment recommendation)
yaitu menawarkan suatu cara penanganan masalah dan kadang kala memprediksi
hasilnya. Elemen keempat ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh
wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu
tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang
dipandang sebagai penyebab masalah.
Konsep framing, dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan
sebuah cara untuk mengungkap the power of a communication text . Framing pada
dasarnya merujuk pada pemberitaan definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi
dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa
yang diwacanakan. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih
bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak . Realitas yang
disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. Dalam
praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dan
mengabaikan isu yang lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan
menggunakan berbagai strategi wacana penempatan yang mencolok (menempatkan
di headline depan atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk
mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika
menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya,
generalisasi, simplifikasi dan lain-lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi
tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Framing
adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang
digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita.
Proses framing pemberitaan dalam organisasi media tidak lepas dari latar
belakang pendidikan wartawan sampai ideologi institusi media tersebut. Tiga proses
framing dalam organisasi media antara lain sebagai berikut:
1. Proses framing sebagai metode penyajian realitas. Dimana kebenaran tentang
suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibalik secara halus. Dengan
memberikan sorotan aspek-aspek tertentu saja, dengan mengunakan istilah-istilah
yang mempunyai konotasi tertentu dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat-
alat ilustrasi lainnya.
2. Proses framing merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses
penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak
redaktur dengan atau tanpa konsultasi dengan redaktur pelaksana, dalam
menentukan laporan reporter akan dimuat atau tidak, serta menentukan judul yang
akan diberikan.
3. Proses framing juga tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tetapi juga pihak-
pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu, yang masing-masing berusaha
menampilkan sisi informasi yang ingin ditonjolkan, sambal menyembunyikan sisi
lain.
Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas hadir di hadapan
khalayak. Seperti yang dikatakan Entman, apa yang kita tahu tentang realitas sosial
pada dasarnya tergantung bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang
memberikan pemahaman tertentu atas suatu peristiwa. Wartawan sekarang tidak lagi
hanya menceritakan kepada pembaca mengenai apa yang terjadi saja ( here’s what
happened). Dia juga harus bisa memberikan arti ( here’s what it means) dan apa yang
dapat dilakukan oleh pembaca (here’s what you can doabout it). Menurut John Tebbel
dalam bukunya Opportunities in Journalism Carreers7 Istilah jurnalis membawa
konotasi atau harapan keprofesionalismenya dalam membuat laporan, dengan
pertimbangan kebenaran dan etika. Wartawan atau jurnalis adalah, orang yang secara
teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan atau dimuat di
media massa secara teratur. Laporan ini lalu dapat di aplikasikan dalam media massa,
seperti koran, televisi, radio, film, dokumentasi, dan internet. Wartawan mencari
sumber berita untuk ditulis dalam laporannya, dan mereka diharapkan untuk
menuliskan sebuah laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari
sudut tertentu untuk melayani masyarakat.

1.5 Faktor Pendukung Konstruksi Realitas

Dalam mengkonstruk sebuah realita banyak faktor yang mendukung dalam


mengkostruk realita. Diantaranya adalah faktor Ekonomi, Politik, Idiologi, yaitu sebagai
berikut:
1. Ekonomi
Isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi. Factor pemilik media,
modal dan pendapatan media sangat menentukan bagaimana wujud isi media.
Faktor-faktor inilah, yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa
ditampilkan dalam pemberitaannya, serta kearah mana kecenderungan
pemberitaan sebuah media hendak diarahkan. Isi media juga dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan eksternal diluar diri pengelola media. Pengelola media
dipandang sebagai entitas yang aktif, dan ruang lingkup pekerjaan mereka dibatasi
berbagai strukur yang mamaksanya untuk memberitakan fakta dengan cara
tertentu. Menurut Murdock dan golding, efek kekuatan ekonomi tidak berlangsung
secara acak tetapi terus menerus: “Mengabaikan suara kelompok yang tidak
memiliki kekuasaan ekonomi dan sumber daya. Perimbangan untung rugi
diwujudkan secara sistematis dengan memantapkan kedudukan kelompok-
kelompok yang tidak memiliki modal dasar yang diperlukan untuk mampu
bergerak”. Dalam konteks seperti ini, aktifitas jurnalis dengan sikap partisan yang
sangat tinggi bersifat negative. Para penerbit lebih memilih pencapaian sirkulasi
yang tinggi untuk menarik minat pemasang iklan, dibandingkan tulisan jurnalis yang
sangat bagus.
2. Politik
sistem politik yang diterapkan oleh sebuah Negara ikut menentukan mekanisme
kerja, serta mempengaruhi cara media massa dalam mengkonstruksi realitas Dalam
system nagara yang otoritan, selera penguasa menjadi acuan dalam
mengkonstruksi realita. Sebaliknya dalam iklim politik yang liberal, media massa
mempunyai kebebasan yang sangat luas dalam mengkonstruksi realitas. namun,
satu-satunya kebijakan yang dipakai adalah kebijaksanaan redaksi media
masingmasing yang boleh jadi dipengaruhi oleh kepentingan idealis, ideology,
politis dan ekonomis. Tetapi apapun yang menjadi pertimbangan adalah adanya
realitas yang ditonjolkan bahkan dibesar-besarkan, disamakan atau bahkan tidak
diangkat sama sekali dalam setiap pengkonstruksian realitas.
3. Ideologi
Ketika media dikendalikan oleh berbagai kepentingan ideologis yang ada dibaliknya,
media sering dituduh sebagai perumus realitas, sesuai dengan ideology yang
melandasinya, bukan menjadi cermin realitas. ideology tersebut menyusup dan
menanamkan pengaruhnya lewat media secara tersembunyi dan mengubah
pandangan seseorang secara tidak sadar. Sekarang ini istilah ideology memang
mempunyai dua pengertian yang saling bertolak belakang. Secara positif, ideology
dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia yang menyatakan nilai-nilai suatu
kelompok social tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-
kepentinagan mereka. Sedangkan secara negative, ideologi dilihat sebagai
kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara
memutar balikkan pemahaman orang mengenai realitas social. Sebuah media yang
lebih ideologis umumnya muncul dengan konstruksi realitas yang bersifat
pembelaan terhadap kelompok yang sealiran dan penyerahan kepada kelompok
yang berbada haluan. Dalam system libertarian, kecenderungan ini akan melahirkan
fenomena media partisan dan non partisan.
Disamping faktor-faktor yang disebut, masih banyak faktor lain yang berpotensi
yang mempengaruhi konstruksi realitas media yaitu, kepentingan-kepentingan yang
bersifat tumpang tindih pada tingkat perorangan atau kelompok dalam sebuah
organisasi media yakni kepentingan agama, kedaerahan, serta struktur organisasi
media itu sendiri. Sedangkan faktor internalnya adalah berupa kebijakan redaksional
media, kepentingan para pengelolah media dan relasi media dengan sebuah kekuatan
tertentu. Disamping itu seorang jurnalis juga mempunyai sikap, nilai, kepercayaan, dan
orientasi tertentu dalam politik, agama, ideology, dan semua komponen yang
berpengaruh terhadap hasil kerjanya. Selain itu latar pendidikan, jenis kelamin,
etnisitas, turut pula mempengaruhi jurnalis dalam mengkonstruksi realitas

RANGKUMAN
Berita di media massa merupakan suatu cara untuk
menciptakan realitas yang diinginkan mengenai peristiwa atau
(kelompok) orang yang dilaporkan. Dengan kata lain berita yang
ada di media massa, bukan sekedar menyampaikan tetapi juga
menciptakan makna (Eriyanto, 2002: xii). Makna yang dibingkai
oleh media inilah yang menjadi konsep dasar framing. Karena
media melihat peristiwa dari kacamata tertentu maka realitas
setelah dilihat oleh khalayak adalah realitas yang sudah dibentuk
oleh bingkai media yang menimbulkan efek sebagai berikut :
Menonjolkan Aspek Tertentu-Mengaburkan Aspek Lain,
Menampilkan Sisi Tertentu-Melupakan Sisi Lain, Menampilkan Aktor
Tertentu-Menyembunyikan Aktor. Menurut Abrar ada tiga bagian
berita yang bisa menjadi objek framing seorang wartawan, yakni:
judul berita, fokus berita, dan penutup berita. (Sobur, 2002: 173-
174).
Ada beberapa model pendekatan analisis framing yang
dapat digunakan untuk menganalisa teks media, salah satunya
model analisis Robert N. Entman. Ada 4 perangkat yang digunakan
Entman dalam melakukan framing yaitu : identifikasi masalah,
identifikasi penyebab masalah, evaluasi moral, penanggulangan
masalah. Konsep framing, dalam pandangan Entman, secara
konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkap the power
of a communication text.
Dalam mengkonstruk sebuah realita banyak faktor yang
mendukung dalam mengkostruk realita. Diantaranya adalah faktor
Ekonomi, Politik, Idiologi. Disamping faktor-faktor yang disebut,
masih banyak faktor lain yang berpotensi yang mempengaruhi
konstruksi realitas media yaitu, kepentingan-kepentingan yang
bersifat tumpang tindih pada tingkat perorangan atau kelompok
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman anda terhadap materi di atas, kerjakanlah latihan
berikut!
1. Sebut dan jelaskan apa manfaat dan efek dari framing! Berikan contohnya!
2. Jelaskan apa saja perangkat framing yang digunakan oleh Robert Entman!
3. Sebut dan jelaskan apa saja yang dibiasa dijadikan objek framing seorang
wartawan!

Petunjuk Jawaban Latihan !

Untuk dapat menjawab pertanyaan latihan tersebut, silahkan saudara membaca


materi pertemuan ke 7 jika belum memahami bacalah buku Tehnik Peliputan dan
Penulisan Naskah yang lain, atau diskusikan dengan teman dan dosen anda.

Anda mungkin juga menyukai