Anda di halaman 1dari 94

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

ANALISA PENGARUH VARIASI TEMPERATUR HARDENING


DENGAN PENDINGIN AIR GARAM TERHADAP SIFAT MEKANIS
MATERIAL AISI 1045 APLIKASI SPROCKET SEPEDA MOTOR

Disusun Oleh :

Nama : Frangkie Nenotek

Nim : 1711050

Jurusan : Teknik Mesin S-1

Mengetahui Diperiksa/ Disetujui


Ketua Program Studi Teknik Mesin S-1 Dosen Pembimbing

Dr. I Komang Astana Widi., ST.MT. Ir. Teguh Rahardjo., MT.


NIP. Y. 10304004405 NIP. 195706011992021001

i
BERITA ACARA UJIAN SKRIPSI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Nama : Frangkie Nenot’ek

NIM : 1711050

Jurusan : Teknik Mesin S-1

Judul : ANALISA PENGARUH VARIASI TEMPERATUR


HARDENING DENGAN PENDINGIN AIR GARAM
TERHADAP SIFAT MEKANIS MATERIAL AISI 1045
APLIKASI SPEOCKET SEPEDA MOTOR

Dipertahankan dihadapan Tim Ujian Skripsi Jenjang Program Strata Satu (S-1)

Pada Hari : Senin

Tanggal : 2 Agustus 2021

Dengan Nilai :

PANITIA MAJELIS PENGUJI SKRIPSI

KETUA SEKERTARIS

Dr. I Komang Astana Widi,ST,MT. Febi Rahmadianto, ST,MT.


NIP.Y. 1030400405 NIP.P. 1031500490

DOSEN PENGUJI I DOSEN PENGUJI II

Dr. I Komang Astana Widi,ST,MT. Arif Kirniawan,ST,MT.


NIP.Y. 1030400405 NIP.P. 1031500491

ii
LEMBAR ASISTENSI ( LOG BOOK ASISTENSI )

Nama : Frangkie Nenotek


NIM : 1711050
Jurusan : Teknik Mesin S-1
Judul Skripsi : Analisa Pengaruh Variasi Temperatur Hardening
Dengan Pendingin Air Garam Terhadap Sifat Mekanis
Material AISI 1045 Aplikasi Sprocket Sepeda Motor
Dosen Pembimbing : Ir. Teguh Rahardjo., MT.

No Materi Bimbingan Waktu Paraf


1 Pengarahan Rencana Skripsi 15 Maret 2021
2 Konsultasi Judul Skripsi 22 Maret 2021
3 Pemantapan Judul Skripsi 27 Maret 2021
4 Konsultasi Proposal BAB I 9 April 2021
5 Konsultasi BAB II dan III 9 April 2021
6 Konsultasi Seminar Proposal 12 April 2021
7 Konsultasi Bahan Uji Yang Dipakai 30 April 2021
8 Konsultasi Skripsi BAB IV dan BAB V 4 Juni 2021
9 Konsultasi Revisi Skripsi BAB I, II, III, IV 15 Juni 2021
dan V
10 Konsultasi Skripsi BAB I, II, III, IV dan V 16 Juni 2021

Disetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Teguh Rahardjo., MT.


NIP. 195706011992021001

iii
ABSTRAK

Frangkie Nenotek(1711050)

Jurusan Teknik Mesin S-1, FTI-Institut Teknologi Nasional Malang

Email: ekynenotek@gmail.com

Baja AISI 1045 merupakan baja karbon menengah yang banyak digunakan
dalam pembuatan mesin sehingga harus memiliki sifat mekanis yang baik seperti
kekerasan dan tahan aus. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui variasi
temperatur hardening dan pendinginan air garam terhadap sifat mekanik. Pada
penelitian ini menggunakan metode studi kasus deskriptif kualitatif, penelitian
yang ditujukan pada suatu objek yang akan diteliti dan mendapatkan hasil yang
akan disimpulkan berdasarkan sesuai dengan analisa hasil dari penelitian ini.
Pengaplikasian gear sprocket tersebut membutuhkan material dengan karakter
sifat mekanisnya yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan fungsi
maksimal dalam pengaplikasiannya. Pada penelitian ini baja AISI 1045
dipanaskan dengan metode hardening yang menggunakan variasi temperatur
800℃, 850℃ dan 900℃, menggunakan holding time 30 menit dan didinginkan
dengan air garam. Kemudian dilakukan beberapa pengujian yaitu uji tarik dengan
nilai tertinggi yang didapatkan pada temperatur 800℃ yaitu 86,51 Kgf/mm2 dan
pengujian impak dengan niali tertinggi terdapat pada temperatur 800℃ dengan
Energi Impak sebesar 4,5974 Joule dan Harga Impak 0,0459, sedangkan pada
pengujian kekerasan niali kekerasan tertinggi yaitu pada tmemperatur 800℃ yaitu
86,33 RHN.

Kata kunci: Baja AISI 1045, Hardening, Cooling, Tarik, Impak,


Kekerasan.

iv
ABSTRACT

Frangkie Nenotek(1711050)

Jurusan Teknik Mesin S-1, FTI-Institut Teknologi Nasional Malang

Email: ekynenotek@gmail.com

AISI 1045 steel is a medium carbon steel that is widely used in the
manufacture of machinery so it must have good mechanical properties such as
hardness and wear resistance. The purpose of this study was to determine the
variation of hardening temperature and brine cooling on mechanical properties. In
this study using a qualitative descriptive case study method, research aimed at an
object to be studied and obtain results that will be concluded based on the analysis
of the results of this study. The application of the gear sprocket requires a material
with mechanical properties that meet the requirements to obtain maximum
function in its application. In this study, AISI 1045 steel was heated by the
hardening method using temperature variations of 800℃, 850℃ and 900℃, using
a holding time of 30 minutes and cooled with salt water. Then carried out several
tests, namely the tensile test with the highest value obtained at a temperature of
800℃ which is 86.51 Kgf/mm2 and impact testing with the highest value at a
temperature of 800℃ with an Impact Energy of 4.5974 Joules and an Impact Price
of 0.0459, while in the hardness test, the highest hardness value is at a temperature
of 800℃, which is 86.33 RHN.

Keywords: AISI 1045 Steel, Hardening, Cooling, Tensile, Impact, Hardness.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan atas rahmat-Nya, sehingga penyusunan proposal


skripsi dapat terselesaikan.Penyusunan proposal skripsi ini tidak lepas dari adanya
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sehingga, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof Dr Eng Ir Abraham Lomi MSEE., selaku Rektor Institut


Teknologi Nasional Malang.
2. Ibu Dr. Ellysa Nursanti, ST. MT selaku dekan Fakultas Teknologi industri
ITN Malang.
3. Bapak Dr. I Komang Astana Widi, ST., MT., selaku Ketua Program Studi
Teknik Mesin S-1 Institut Teknologi Nasional Malang.
4. Bapak Ir. Teguh Rahardjo, MT., selaku Dosen Pembimbing skripsi dan
Kepala Laboratorium material.
5. Bapak Ir.Mochtar Asroni, MS ME., selaku Dosen Wali yang memberikan
arahan, selama menempuh perkuliahan.
6. Segenap Dosen Teknik Mesin S-1 yang telah memberikan ilmu dan
pengalaman selama perkuliahan.
7. Orang tua dan keluarga yang memberikan dukungan baik doa, motivasi,
maupun kebutuhan finansial.
8. Rekan-rekan Teknik Mesin S-1 angkatan 2015, 2016 dan 2017,
khususnya angkatan 2017 yang selalu membantu saya dan memberikan
motivasi kepada saya.

Penulis menyadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi


ini,sehingga kritik dan saran yang membangun diperlukan guna menyempurnakan
skripsi ini.

Malang, 20 April 2021


Penulis,

vi
PERNYATAAN KEASLIAN ISI SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Frangkie Nenotek

NIM : 171105

Jurusan : Teknik Mesin S-1S

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya buat dengan


judul “Analisa Pengaruh Variasi Temperatur Hardening Dengan Pendingin Air
Garam Terhadap Sifat Mekanis Material AISI 1045 Aplikasi Sprocket Sepeda
Motor” merupakan skripsi hasil karya saya sendiri, bukan merupakan duplikasi
serta tidak mengutip atau menyadur sebagian atau sepenuhnya dari karya orang
lain, kecuali yang telah disebutkan dari sumber aslinya.

Malang, Juni 2021


Yang Membuat Pernyataan

Frangkie Nenotek
NIM. 1711050

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI................................................................ i

BERITA ACARA UJIAN SKRIPSI ................................................................... ii

LOG BOOK ASISTENSI ................................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

PERNYATAAN KEASLIAN ISI SKRIPSI ...................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv

DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 2

1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................. 2

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3

1.6 Hipotesis ............................................................................................... 3

1.7 Sistematika Penulisan .......................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5

2.1 Material Baja ........................................................................................ 5

2.2 Klasifikasi Baja .................................................................................... 6

2.3 Sifat Mekanik Baja ............................................................................... 10

2.3.1 Sifat Kekerasan............................................................................. 11

viii
2.3.2 Sifat Kekuatan .............................................................................. 12

2.3.3 Sifat Ketangguhan ........................................................................ 13

2.3.4 Sifat Keuletan ............................................................................... 13

2.3.5 Sifat Dapat Ditempa ..................................................................... 14

2.4 Penggunaan Baja ...................................................................................... 15

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Baja ............................................................ 17

2.6 Pengaruh Unsur Paduan Dalam Baja...................................................... 18

2.7 Macam-macam Gear ................................................................................ 20

2.8 Gear Sprocket ........................................................................................... 23

2.9 Macam-macam Jenis Gear Sprocket ...................................................... 24

2.10 Klasifikasi Sprocket ............................................................................... 24

2.11 Pengaplikasian Sprocket........................................................................ 25

2.12 Material Sprocket ................................................................................... 26

2.13 Perlakuan Panas ..................................................................................... 27

2.14 Hardening ............................................................................................... 28

2.14.1 Proses Pemanasan Mula ............................................................ 29

2.14.2 Austenisasi .................................................................................. 29

2.14.3 Suhu dan Waktu Penahanan ...................................................... 30

2.14.4 Tempering ................................................................................... 30

2.14.5 Annealing .................................................................................... 31

2.14.6 Normalizing ................................................................................ 32

2.14.7 Struktur Mikro ............................................................................ 33

2.14.8 Holding Time ............................................................................. 37

2.15 Quenching .............................................................................................. 37

2.16 Pengujian Tarik ...................................................................................... 40

ix
2.17 Pengujian Kekerasan ............................................................................. 41

2.18 Pengujian Impak .................................................................................... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 47

3.1 Diagram Alir .............................................................................................. 47

3.2 Penjelasan Diagram Alir .......................................................................... 48

3.3 Tempat Penelitian..................................................................................... 49

3.4 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 49

3.4.1 Alat Penelitian .............................................................................. 49

3.4.2 Bahan Penelitian ........................................................................... 50

3.5 Proses Pembuatan Sampel Pengujian ..................................................... 51

3.6 Sampel Pengujian .................................................................................... 53

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ......................................... 54

4.1 Data Hasil Pengujian Tarik....................................................................... 54

4.1.1 Analisa Hasil Pengujian Tarik ..................................................... 55

4.2 Data Hasil Pengujian Impak.................................................................... 56

4.2.1 Analisa Hasil Pengujian Impak ................................................... 58

4.3 Data Hasil Pengujian Kekerasan ............................................................. 59

4.3.1 Analisa Hasil Pengujian Kekerasan ......................................... 60

4.4 Sruktur Mikro Baja AISI 1045 Sebelum Perlakuan................................ 62

4.5 Struktur Mikro Baja AISI 1045 Setelah Perlakuan panas ..................... 62

4.5.1 Analisa dan Pembahasan Hasil Pengujian Struktur Mikro ........ 65

BAB V KESIMPULAN ....................................................................................... 66

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 66

5.2 Saran........................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67

x
LAMPIRAN ......................................................................................................... 68

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengujian Rockwel .......................................................................... 11

Gambar2.2 Diagram Tegangan Regangan ...................................................... 13

Gambar 2.3 Daerah Ketangguhan .................................................................... 13

Gambar 2.4 Penentuan tegangan plastic setelah patah .................................. 14

Gambar 2.5 Pisau karbon tinggi ....................................................................... 15

Gambar 2.6 Cincin baja ringan ......................................................................... 16

Gambar 2.7 Peralatan stainles steel .................................................................. 16

Gambar 2.8 Gear Sprocket ................................................................................ 24

Gambar 2.9 Tipe sprocket.................................................................................. 25

Gambar 2.10 Profil gigi sprocket rantai rol .................................................... 25

Gambar 2.11 Pengaplikasian gear sprocket pada sepeda motor .................. 26

Gambar 2.12 Baja AISI 1045 ............................................................................ 27

Gambar 2.13 Tempering .................................................................................... 31

Gambar 2.14 Annealing ..................................................................................... 32

Gambar 2.15 Normalizing ................................................................................. 33

Gambar 2.16 Struktur mikro ferrit pembesaran 1000x.................................. 34

Gambar 2.17 Struktur mikro perlit pembesaran 500x ................................... 34

Gambar 2.18 Struktur mikro martensit pembesaran 330x ............................ 35

Gambar 2.19 Struktur mikro bainit pembesaran 550x................................... 35

Gambar 2.20 Struktur mikro sementit pembesaran 1000x ........................... 36

Gambar 2.21 Garis bantu perhitungan persentase fasa dalam struktur mikro 37

Gambar 2.22 Ilustrasi media pendingin (Quenching)................................... 38

Gambar 2.23 Uji tarik......................................................................................... 41

Gambar 2.24 Uji kekerasan ............................................................................... 43

xii
Gambar 2.25 Uji impak ...................................................................................... 43

Gambar 2.26 Bentuk dan ukuran sampel model charpy ............................... 44

Gambar 2.27 Ilustrasi pembebanan pada metode charpy .............................. 44

Gambar 2.28 Ilustrasi permukaan patahan benda uji impact ........................ 45

Gambar 3.1 Diagram alir ................................................................................... 47

Gambar 3.2 Mesin uji kekerasan ...................................................................... 49

Gambar 3.3 Mesin uji tarik ................................................................................ 49

Gambar 3.4 Mesin uji impak ............................................................................. 50

Gambar 3.5 Spesimen uji impak dan tarik serta kekerasan .......................... 51

Gambar 3.6 Pembuatan sampel uji tarik .......................................................... 52

Gambar 3.7 Pembuatan sampel uji impak ....................................................... 52

Gambar 3.8 Pembuatan sampel uji kekerasan ................................................ 53

Gambar 3.9 Sampel pengujian impak tarik dan kekerasan ........................... 53

Gambar 4.1 Struktur mikro baja AISI 1045 sebelum perlakuan panas ....... 62

Gambar 4.2 Struktur mikro baja AISI 1045 setelah perlakuan panas
temperatur hardening 800℃ .............................................................................. 63

Gambar 4.3 Struktur mikro baja AISI 1045 setelah perlakuan panas
temperatur hardening 850℃ .............................................................................. 63

Gambar 4.4 Struktur mikro baja AISI 1045 setelah perlakuan panas
temperatur hardening 900℃ .............................................................................. 63

xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1Hardnes table....................................................................................... 12

Tabel 2.2 Unsur paduan baja AISI 1045 ......................................................... 27

Tabel 2.3 Pedoman waktu penahanan .............................................................. 37

Tabel 4.1 Data hasil uji tarik ............................................................................. 54

Tabel 4.2 Data hasil uji impak .......................................................................... 56

Tabel 4.3 Data hasil uji kekerasan .................................................................... 59

xiv
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Hubungan temperatur dengan kekuatan tarik ................................... 55

Grafik 4.2 Hubungan temperatur dengan energi joule ....................................... 57

Grafik 4.3 Hubungan temperatur dengan harga impak ...................................... 57

Grafik 4.4 Hubungan temperatur hardening dengan nilai kekerasan ................ 60

Grafik 4.5 Hubungan temperatur hardening dengan persentase fasa Ferit, Perlit
dan Martensit ........................................................................................................ 65

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sprocket adalah roda bergerigi yang berpasangan dengan rantai, track, atau
benda panjang yang bergerigi lainnya. Sproket yang digunakan pada sepeda,
sepeda motor, mobil, kendaraan roda rantai, dan mesin lainnya digunakan untuk
mentransmisikan gaya putar antara dua poros di mana roda gigi tidak mampu
menjangkaunya. Dengan semakin berkembangnya industri dalam bidang ini
maka tentulah akan tercipta persaingan yang sangat ketat, dimana salah satu
bidang yang sangat bersaing adalah industri penyedia kebutuhan suku cadang
kendaraan roda dua. Diantaranya jenis suku cadang adalah roda gigi sprocket.
Yang merupakan komponen yang sangat penting pada sepeda motor, roda gigi
sprocket yang fungsinya adalah meneruskan kembali tenaga yang dihasilka n
dari putaran mesin dengan menggunakan rantai sebagai elemen pemindah
daya dari poros mesin menuju ke roda belakang. (Koos Sardjono dan Agung
Cahyono, 2007).

Seringnya terjadi keausan pada sprocket tersebut yang disebabkan karena


menarik beban secara terus-menerus dan selalu juga bergesekan dengan rantai,
sehingga mengakibatkan terjadinya getaran dan benturan terus-menerus. Akibat
gaya tersebut sprocket harus mampu menerima beban tersebut. Adapun penyebab
lainnya seperti rantai yang sering kendur dan kurangnya pelumasan sehingga
akibat yang terjadi dimasa lifetime sprocket itu sendiri lebih cepat rusak dan aus,
keausan yang terjadi pada komponen sprocket itu sendiri ialah keausan abrasi dan
adhesi. Jika gear sprocket tidak mampu menahan beban dan tekanan dari rantai
maka gear sprocket akan mengalami retak atau patah. Agar tidak terjadi kejadian
tersebut maka diharuskan mengetahui kekuatan dari sprocket tersebut. Sprocket
juga dimaksimalkan untuk mampu menahan gaya dari rantai tersebut. Sebagai
upaya untuk mencari sifat logam yang sesuai dengan yang dibutuhkan diantaranya
adalah dengan cara perlakuan panas. Perlu tidaknya perlakuan panas dan
bagaimana perlakuan panas yang dilakukan tergantung pada sifat coran dan
penggunaannya. Untuk itu perlu diketahui secara mendalam mengenai sifat-sifat
baja cor tersebut. Yang dimaksud dengan perlakuan panas disini adalah proses
untuk memperbaiki sifat-sifat dari logam dengan cara memanaskan coran sampai
temperatur yang cocok dibiarkan beberapa waktu pada temperatur itu, kemudian
didinginkan ke temperatur yang lebih rendah dengan kecepatan yang sesuai.
Apakah ada perbedaan perubahan sifat mekanis dari baja yang diperlakukan panas

1
dengan proses pendinginan yang berbeda adalah satu hal yang dicari dalam
penulisan ini.
Perlakuan panas merupakan proses pemanasan, penahanan temperatur tertentu,
dan pendinginan pada suatu baja untuk memperoleh perbedaan kombinasi sifat-
mekanik. Perlakuan panas dilakukan dalam tungku listrik dengan pengontrolan
yang tepat dan pendinginan ke suatu media pendingin. Media pendinginan yang
dipakai pada penelitian ini menggunakan air garam kemudian material
didinginkan dengan cepat (Quenching). (Hamzah Nur.2017).

Penelitian ini dilakukan guna untuk mengetahui sifat mekanis pada baja yang
dilakukan dengan variasi temperatur Hardening dan Quenching (Air Garam). Atas
dasar permasalahan diatas maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul
“ANALISA PENGARUH VARIASI TEMPERATUR HARDENING
DENGAN AIR GARAM TERHADAP SIFAT MEKANIS MATERIAL AISI
1045 APLIKASI SPROCKET SEPEDA MOTOR”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka timbul rumusan masalah yaitu, sebagai


berikut:
1. Bagaimana pengaruh variasi temperatur pada perlakuan panas hardening
dengan media pendingin air garam terhadap kekuatan tarik, kekerasan,dan
impak dari gear sprocket serta pengaruh variasi waktu penahanan (holding
time).

1.3 Batasan Masalah

Untuk menghindari perluasan topik, maka dibuatlah batasan masalah dari


penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisa material baja yang dipakai untuk pembuatan gear sprocket.


2. Menganalisa material gear sprocket baja AISI 1045.
3. Pengujian dilakukan dengan variasi temperatur 880℃, 850℃ dan 900℃
dengan lama waktu penahanan 30 menit.
4. Pengujian ini menggunakan pendinginan (Quenching) air garam sebagai
media pendinginan material uji.
5. Dilakukan pengujian impak, pengujian tarik dan pengujian kekersan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian berdasarkan batasan masalah diatas maka


didapatkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini antaralain:

2
1. Untuk mengetahui variasi temperatur hardening dan pendingin air garam
terhadap sifat mekanik baja AISI 1045.

1.5Manfaat Penelitian

Berdasarkan dengan tujuan penelitian diatas, maka manfaat dari penelitian ini
yaitu sebagai berikut:

1. Dapat membantu mengatasi masalah-masalah yang ada pada masyarakat


khususnya dibidang otomotif.
2. Memberi masukan pada dunia otomotif mengenai sifat mekanik yang
terkandung pada baja setelah dilakukan pengujian dengan variasi dan
pengujian tanpa variasi.
3. Menambah pengetahuan bagi peneliti terkait penelitian variasi temperatur
pemanasan dan penahanan waktu terhadap kekerasan dan struktur mikro
pada sprocket sepeda motor.

1.6 Hipotesis

Pengujian menggunakan hardening 800℃, 850℃ dan 900℃ dengan lama


waktu penahanan 30 menit dapat mempengaruhi kekuatan tarik, kekerasan, dan
kekuatan impak.

1.7 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah pemahaman terhadaapa penelitian ini, maka dibuat
sistematika penulisan dengan cara membagi menjadi beberapa Bab sebagai
berikut :

 BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini berisi :

 Latar belakang
Ungkapan yang mendorong atau berargumentasi untumelaksanakan
suatu kegiatan sehingga munculnya masalah.
 Rumusan masalah
Definisi atau asumsi berupa konsep atau hipotesis yang akan
diujiatau dibuktikan.
 Tujuan Penelitian

Pertanyaan-pertanyaan yang dilandasi untuk menjajaki


menguraikan menerangkan, membuktikan dan menetapkan suatu
gejala konsep atau dugaan.

3
 Manfaat Penelitian

Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh dari penelitian.

 Batasan Masalah

Ruang lingkup batasan masalah yang diteliti atau dihitung.

 Metodologi Penelitian

Cara atau alat untuk mencari, mengumpulkan dan menganalisa


data untuk menjawab kebenaran konsep maupun hipotesis.

 BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini berisi dasar teori tentang bahan baja yang akan
digunakan, serta terdiri dari penelitian terdahulu serta dasar teori yang
mencakup perlakuan panas, diagram fasa, struktur mikro, sifat mekanis,
pengujian impak, pengujian tarik.

 BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang data-data yang digunakan untuk mengambil


data serta prosedur penelitian.

 BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN


Bab ini berisi perolehan data dan pengolahan hasil penelitian yang
kemudian dibuat grafik untuk mengetahui hubungan hasil penelitian dengan
dasar teori yang sudah ada. Data pendukung pembahasan dari Tinjauan
Pustaka dan Metode Penelitian (BAB II).

 BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan kesimpulan atau jawaban dari rumusan masalah
sehingga tercapainya tujuan yang berupa pernyataan akhir atau hipotesa baru.

 DAFTAR PUSTAKA
 LAMPIRAN
 Lampiran data pendukung
 Lampiran penunjang penulis atau penyusunan skripsi

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Baja

Baja adalah logam paduan, logam besi yang berfungsi sebagai unsur dasar
dicampur dengan beberapa elemen lainnya, termasuk unsur karbon. Besi dapat
terbentuk menjadi dua bentuk kristal yaitu Body Center Cubic dan Face Center
Cubic, tergantung dari tempraturnya ketika ditempa.Baja adalah logam paduan
dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya.
Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai
grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras. Unsur
paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah mangan (manganese),
krom (chromium), vanadium, dan nikel. Dengan memvariasikan kandungan
karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan.
Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan
(hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain
membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility).
Pengaruh utama dari kandungan karbon dalam baja adalah pada kekuatan,
kekerasan, dan sifat mudah dibentuk. Kandungan karbon yang besar dalam baja
mengakibatkan meningkatnya kekerasan tetapi baja tersebut akan rapuh dan tidak
mudah dibentuk.( Surdia, T., & Saito, S. 2005)

Baja adalah paduan besi dengan karbon sampai sekitar 1,7 %. Baja Perkakas
adalah adalah kelompok baja yang pada umumnya mempunyai kandungan Karbon
dan juga paduan yang tinggi. Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai
unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Fungsi karbon dalam
baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi
kristal (crystal lattice) atom besi. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan
selain karbon adalah mangan (manganese), krom (chromium), vanadium, dan
tungsten. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya,
berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada
baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile
strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan
keuletannya (ductility).

Baja paling banyak dipakai sebagai bahan industri yang merupakan sumber
sangat besar, dimana sebagian ditentukan oleh nilai ekonominya, tetapi yang
paling penting karena sifat-sifatnya yang bervariasi. Yaitu bahwa bahan tersebut
mempunyai berbagai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang
paling keras dan tajampun untuk pisau pemotong dapat dibuat, atau apa saja

5
dengan bentuk apapun dapat dibuat dengan pengecoran. Baja disebut bahan yang
kaya dengan sifat-sifat dan unsurnya.

Baja karbon rendah merupakan produk yang utama dalam produksi besi dan
baja, dan pelat tipis dibuat melalui berbagai cara sebagai bahan peralatan dapur.
Pelat tebal digunakan untuk jembatan dan konstruksi, sekarang dipakai baja yang
telah diperkuat untuk menghemat. Satu dari sekian sifat-sifat baja yang paling
penting ialah kekuatan, tetapi karena pada umumnya apabila kekuatan
ditingkatkan, keuletannya menurun, maka kekuatan yang berlebihan
menyebabkan kerusakan dan benturan. Pada umumnya baja yang telah dikeraskan
dan ditemper dipakai untuk keperluan tersebut.

Pada baja AISI 1045 dilakukan pengerasan (hardening) untuk memperoleh


sifat tahan aus dan kekerasan yang tinggi, dengan proses heat treatment
(perlakuan panas), yang dilanjutkan dengan proses quenching, Kekerasan yang
dicapai tergantung pada temperatur pemanasan, holding time, dan laju
pendinginan yang dilakukan pada laku panas.

2.2 Klasifikasi Baja

Baja karbon disebut juga plain karbon steel, mengandung terutama unsur
karbon dan sedikit silicon, belerang dan pospor.

Baja dapat dibagi menjadi beberapa bagian menurut sifat mekanisnya yaitu :

 Baja Karbon (Carbon Steel)

 Baja dengan kadar karbon rendah ( < 0,2 % C)


Baja ini dengan komposisi karbon kurang dari 2%. Fasa dan struktur
mikronya adalah ferrit dan perlit. Baja ini tidak bisa dikeraskan dengan cara
perlakuan panas (martensit) hanya bisa dengan 8 pengerjaan dingin. Sifat
mekaniknya lunak, lemah dan memiliki keuletan dan ketangguhan yang baik.
Serta mampu mesin (machinability) dan mampu las nya (weldability) baik
cocok untuk bahan bangunan konstruksi gedung, jembatan, rantai, body
mobil.

 Baja dengan kadar karbon sedang ( 0,1%-0,5 % C)


Baja karbon sedang memiliki komposisi karbon antara 0,2%-0,5% C (berat).
Dapat dikeraskan dengan perlakuan panas dengan cara memanaskan hingga
fasa austenit dan setelah ditahan beberapa saat didinginkan dengan cepat ke
dalam air atau sering disebut quenching untuk memperoleh fasa ang keras
yaitu martensit. Baja ini terdiri dari baja karbon sedang biasa (plain) dan baja

6
mampu keras. Kandungan karbon yang relatif tinggi itu dapat meningkatkan
kekerasannya. Namun tidak cocok untuk di las, dengan kata lain mampu las
nya rendah. Dengan penambahan unsur lain seperti Cr, Ni, dan Mo lebih
meningkatkan mampu kerasnya. Baja ini lebih kuat dari baja karbon rendah
dan cocok untuk komponen mesin, roda kereta api, roda gigi (gear), poros
engkol (crankshaft) serta komponen struktur yang memerlukan kekuatan
tinggi, ketahanan aus, dan tangguh.

 Baja dengan kadar karbon tinggi ( >0,5 % C)


Baja karbon tinggi memiliki komposisi antara 0,6- 1,4% C (berat). Kekerasan
dan kekuatannya sangat tinggi, namun keuletannya kurang. baja ini cocok
untuk baja perkakas, dies (cetakan), pegas, kawat kekuatan tinggi dan alat
potong yang dapat dikeraskan dan ditemper dengan baik. Baja ini terdiri dari
baja karbon tinggi biasa dan baja perkakas. Khusus untuk baja perkakas
biasanya mengandung Cr, V, W, dan Mo. Dalam pemaduannya unsur-unsur
tersebut bersenyawa dengan karbon menjadi senyawa yang sangat keras
sehingga ketahanan aus sangat baik. Kadar karbon yang terdapat di dalam
baja akan mempengaruhi kuat tarik, kekerasan dan keuletan baja. Semakin
tinggi kadar karbonnya, maka kuat tarik dan kekerasan baja semakin
meningkat 9 tetapi keuletannya cenderung turun.

 Baja Paduan (Aloy Steel)

 Baja Paduan Khusus (special alloy steel)

Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti nikel,
chromium, manganese, molybdenum, tungsten dan vanadium. Dengan
menambahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja paduan tersebut akan
merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti menjadi lebih keras, kuat
dan ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon (carbon steel).

 High Speed Steel (HSS) Self Hardening Steel

Kandungan karbon : 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong


seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters.
Disebut High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material
tersebut dapat dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan carbon
steel. Sedangkan harga dari HSS besarnya dua sampai empat kali daripada
carbon steel.

Tujuan dilakukan penambahan unsur pada baja paduan yaitu:


1. Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan
tarik dan sebagainya).
7
2. Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah.
3. Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan
reduksi).
4. Untuk membuat sifat-sifat spesial.
 Berdasarkan persentasi paduannya
a. Baja Paduan Rendah
Bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih kecil dari 8% (menurut
Degarmo. Sumber lain, misalnya Smith dan Hashemi menyebutkan 4%), misalnya
: suatu baja terdiri atas 1,35%C; 0,35%Si; 0,5%Mn; 0,03%P; 0,03%S; 0,75%Cr;
4,5%W; (Dalam hal ini 6,06%.
b. Bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih dari atau sama dengan 8%
(atau 4% menurut Smith dan Hashemi), misalnya : baja HSS (High Speed
Steel) atau SKH 53 (JIS) atau M3-1 (AISI) mempunyai kandungan unsur :
1,25%C; 4,5%Cr; 6,2%Mo; 6,7%W; 3,3%V.
Sumber lain menyebutkan:
 Low alloy steel (baja paduan rendah), jika elemen paduannya ≤2,5%.
 Medium alloy steel (Baja paduan sedang), jika elemen paduannya 2,5-
10%.
 High alloy steel (baja paduan tinggi), jika elemen paduannya >10%.
 Berdasarkan jumlah komponennya:
 Baja tiga komponen
Terdiri satu unsur pemadu dalam penambahan Fe dan C.
 Baja empat komponen atau lebih
Terdiri dari dua unsur atau lebih pemadu dalam penambahan Fe.
 Sebagai contoh baja paduan yang terdiri 0,35%C, 1%Cr, 3%Ni dan
1%Mo.
 Berdasarkan strukturnya
 Baja pearlit (sorbit dan troostit)
Unsur-unsur paduan relative kecil maximum 5% Baja ini mampu dimesin,
sifat mekaniknya meningkat oleh heat treatment (hardening dan
tempering).
 Baja martensit
Unsur pemadunya lebih dari 5%, sangat keras dan sukar dimesin.
 Baja austenit
Terdiri dari 10-30% unsur pemadu tertentu (Ni, Mn atau CO) Misalnya:
Baja tahan karat (Stainless steel), nonmagnetic dan baja tahan panas (Heat
resistant steel).
 Baja ferrit
Terdiri dari sejumlah besar unsur pemadu (Cr,W atau Si) tetapi karbonnya
rendah. Tidak dapat dikeraskan.
 Karbid atau ledeburit
Terdiri sejumlah karbon dan unsur-unsur pembentuk karbid (Cr,W, Mn,
Ti, Zr).

8
 Berdasarkan penggunaan dan sifat-sifatnya

 Baja kontruksi (structural steel)


Dibedakan lagi menjadi tiga golongan tergantung persentase unsur
paduannya, yaitu baja paduan rendah (maksimum 2%), baja paduan
menengah (2-5%), baja paduantinggi (lebih dari 5%). Sesudah di-heat
treatment baja jenis ini sifat-sifat mekaninya lebih baik dari pada baja
karbon biasa.
 Baja perkakas (tool steel)
Dipakai untuk alat-alat potong, komposisinya tergantung bahan dan tebal
benda yang dipotong/disayat, kecepatan potong, suhu kerja. Baja paduan
jenis ini dibedakan lagi menjadi dua golongan, yaitu baja perkakas paduan
rendah (kekerasannya tak berubah hingga pada suhu 250 °C) dan baja
perkakas paduan tinggi (kekerasannya tak berubah hingga pada suhu 600
°C). Biasanya terdiri dari 0,8% C, 18%W, 4%Cr, dan 1%V, atau terdiri
dari 0,9W, 4%Cr dan 2-2%V.
 Baja dengan sifat fisik khusus
Dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu baja tahan karat
(mengandung 0,1-0,45%C dan 12-14%Cr), baja tahan panas (yang
mengandung 12-14%Cr tahan hingga suhu 750-800°C, sementara yang
mengandung 15-17%Cr tahan hingga suhu 850-1000°C), dan baja tahan
pakai pada suhu tinggi (ada yang terdiri dari 23-27%Cr, 18-21Ni, 2-3%Si,
ada yang terdiri dari 13-15%Cr, 13-15%Ni, yang lainnya terdiri dari 2-
2,7%W, 0,25-0,4%Mo, 0,4-0,5%C)
 Baja paduan istimewa
Baja paduan istimewa lainnya terdiri 35-44% Ni dan 0,35% C,memiliki
koefisien muai yang rendah yaitu :
 nvar : memiliki koefisien muai sama dengan nol pada suhu 0 – 100
°C, digunakan untuk alat ukur presisi.
 Platinite : memiliki koefisien muai seperti glass, sebagai pengganti
platina.
 Elinvar : memiliki modulus elastisitet tak berubah pada suhu 50°C
sampai 100°C. Digunakan untuk pegas arloji dan berbagai alat
ukur fisika.
 Baja Paduan dengan Sifat Khusus
 Baja Tahan Karat (Stainless Steel)
Sifatnya antara lain:
 Memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan
goresan/gesekan.
 Tahan temperature rendah maupun tinggi.
 Memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil.
 Keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus.
 Tahan terhadap oksidasi.
 Kuat dan dapat ditempa.
 Mudah dibersihkan.
 Mengkilat dan tampak menarik

9
 High Strength Low Alloy Steel (HSLA)
Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti
bocor, tahan terhadap abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap
korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat mampu las
yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifatsifat di atas
maka baja ini diproses secara khusus dengan menambahkan
unsurunsur seperti: tembaga (Cu), nikel (Ni), Chromium (Cr),
Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.
 Baja Perkakas (Tool Steel)
Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja perkakas adalah tahan
pakai, tajam atau mudah diasah, tahan panas, kuat dan ulet.
Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan dan proses
pengerjaan panas yang diberikan antara lain:

 Later hardening atau carbon tool steel (ditandai dengan tipe W


oleh AISI), Shock resisting (Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet
dan tahan terhadap beban kejut dan repeat loading. Banyak
dipakai untuk pahat, palu dan pisau.
 Cool work tool steel, diperoleh dengan proses hardening dengan
pendinginan yang berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan
mendinginkan pada minyak sedangkan tipe A dan D didinginkan
di udara.
 Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga (300 –
500) ºC dan didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak
mengandung tungsten dan molybdenum sehingga sifatnya keras.
 High speed steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja
dengan tungsten dan molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan
sifatnya yang tidak mudah tumpul dan tahan panas tetapi tidak
tahan kejut.
 Campuran carbon-tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi
tidak tahan aus dan tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk
pemakaian pada temperatur tinggi.

2.3 Sifat Mekanik Baja

Baja karbon rendah adalah material yang dalam penggunaannya kebanyakan


dipakai sebagai bahan kontruksi umum. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu
bahan untuk menerima beban maupun gaya tanpa menimbulkan kerusakan pada
benda tersebut. Beban-beban tersebut umumnya berupa beban puntir, tarik, tekan,
bengkok, geser dan beban kombinasi. (Nindha, T. G. T. 2018).

Pada baja terdapat beberapa sifat-sifat mekanis seperti:

10
2.3.1 Sifat Kekerasan
Sifat kekerasan Baja tidak mudah mengalami cacat kalau kena benturan.
Jadi bahan baja ini cukup keras tetapi elastis. Kekerasan suatu bahan pada
umumnya menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan untuk logam dengan
sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastic atau
deformasi permanen. Untuk orang-orang yang berkecimpung dalam mekanika
pengujian bahan banyak yang mengartikan bahwa kekerasan sebagai ukuran
ketahanan terhadap lekukan. Untuk para insinyur perancang kekerasan sering
diartikan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukan
sesuatu mengenai kekuatandan perlakuan panas dari suatu logam.
Secara umum terdapat 3 jenis ukuran kekerasan tergantung dari cara
pengujian kekerasannya, ketiga jenis tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kekerasan goresan (scratch hardness)
b. Kekerasan lekukan (identation hardness)
c. Kekerasan pantulan (rebound) atau kekerasan dinamik (dynamic hardness)
Untuk kekerasan logam dalam jenis lekukan yang banyak dibahas Insinyur
berkaitan dalam bidang rekayasa, para ahli mineral biasanya mengutamakan
pembahasan dalam jenis kekerasan goresan karena dengan mengukur kekerasan
tersebut dan berbagai mineral bahan bahan lain disusun berdasarkan pada
kemampuan goresan yang satu terhadap yang lain. Skala Mohs merupakan ukuran
untuk kekerasan goresan.
Gambar 2.1 Pengujian Rockwell

(Sumber: Hery Widhiatmoko 2014)

11
Pada Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa baja medium alloy steel memiliki nilai
kekerasan sekitar 16 HRC, sehingga hasil pengujian data kekerasan sebelum
perlakuan panas sudah sesuai.

Tabel 2.1 Hardness Table

Type of Steel Rockwell Brinell


B C
Low carbon steel 65 100
Medium carbon stell 16 212
High alloy steel 31 294
High carbon steel 42 390
Tool steel 42 390
Hardened tool steel 50 481
Case hardened parts 64
(Sumber: Neely, J. E. & Bertone, T. J., 2003)

2.3.2 Sifat Kekuatan

Kekuatan Tarik suatu bahan material ditetapkan dengan membagi gaya


maksimum dengan luas penampang mula. Dimensinya sama dengan tegangan,
perlu dicatat bahwa kekuatan Tarik ditetapkan berdasarkan luas penampang
mula, sedang sesungguhnya pada bahan ulet, luas penampang mengecil pada
waktu beban maksimum dilampaui. Kekuatan adalah ketahanan suatu bahan
terhadap deformasi plastik di kekuatan luluh, (Yield Strenght) nilai besaran ini
adalah besar gaya pada saat luluh di bagi luas penampang. Pada baja lunak,
terdapat luas luluh yang jelas. Pada bahan lainnya tanpa batas proposional
yang jelas, kekuatan luluh didefinisikan sebagai tegangan yang diperlukan untuk
menghasilkan regangan plastik sebesar 0,2% (atau nilai sesuai spesifikasi
perancang). Kekuatan tarik umumnya dapat dicari dengan melakukan uji tarik
dan mencatat perubahan regangan dan tegangan. Titik tertinggi dari kurva
tegangan-regangan disebut dengan kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile
strength). Nilainya tidak bergantung pada ukuran bahan, melainkan karena faktor
jenis bahan. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi seperti keberadaan zat
pengotor dalam bahan yaitu temperatur, kelembaban lingkungan pengujian, dan
juga penyiapan spesimen.

12
Gambar 2.2 Diagram Tegangan-Regangan

(Sumber: Suarsana 2017)


2.3.3 Sifat Ketangguhan
Ketangguhan pada suatu material adalah menyerap energi pada
daerahplastik. Kemampuan untuk menahan beban terkadang di atas luluh tanpa
terjadipatah, khususnya diperlukan pada bagian bagian misalnya roda gigi,
kopling mobil barang dan cangkuk kran. Umumnya ketangguhan menggunakan
konsep yang sukar dibuktikan maupun didefinisikan. Salah satu cara
menyatakan ketangguhan adalah meninjau luas keseluruhan daerah dibawah
kurva tegangan–regangan, luas ini memperlihatkan jumlah energi setiap satuan
volume yangdapat dibebankan kepada material tanpa menyebabkan pecah.

Gambar 2.3 Daerah Ketangguhan

(Sumber: Suarsana 2017)

2.3.4 Keuletan
Bahan baja mengalami pembebanan dan akibat pembebanan sampai batas
tertentu. Akan mengalami perubahan bentuk, tetapi setelah pembebanan
dihentikan maka maka bahan baja akan kembali pada bentuk semula semula.
Keuletan pada suatu bahan merupakan hal yang diinginkan, karena makin
besar berarti lebih aman dari kemungkinan terjadinya patah, dan lebih mudah
untuk diolah melalui metode pengerolan, penarikan dan seterusnya. Keuletan
banyak ditentukan oleh truktur mikro, ditentukan oleh komposisi kimia

13
danpaduan, laku panas dan tingkat deformasi dingin yang dialami. Pada
baja, kenaikan kadar karbon akan menaikan kekuatan dan kekerasan
tetapi akan menurunkan keuletan. Demikian pula dengan tingkat
deformasi dingin, makin tinggi tingkat deformasi dingin yang dialami
makintinggi kekuatan dan kekerasan tetapi keu letan akan makin rendah.
Keuletan merupakan saiah satu sifat mekanik yang amat penting karena:

 Keuletan menunjukan seberapa banyak suatu logam dapat di deformasi


tanpa menjadi patah/retak, hal ini penting dalam menentukan besarnya
deformasi yang akan di lakukan pada proses rolling, extruding, forging,
drawing dan lain- lain.
 Kerusakan pada bahan yang memiliki keuletan cukup tinggi biasanya
didahului oleh adanya deformasi, sehingga bila dijumpai adanya
deformasi maka akan dapat diambil tindakan untuk mencegah
terjadinyakerusakan lebih lanjut.
 Dapat digunakan sebagai indikator dari perubahan komposisi kimia
dankondisi proses pengerjaan.

Gambar 2.4 Penentuan Tegangan Plastic Setelah Patah

(Sumber: Suarsana 2017)

2.3.5 Sifat Dapat Ditempa

Baja yang pada keadaan pijar/lembek karena dipanasi mudah ditempa


sehingga dapat dirubah bentuknya. Tetapi pada keadaan dingin/selesai dipanasi
kekuatannya tidak berubah. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur
pengeras dengan Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan
kekerasan dan memastikan bahwa pekerjaan mereka ditempa sesuai dengan warna
yang diinginkan struktur metalurgi yang berbeda dengan sifat yang sangat berbeda
pula.

14
2.4 Penggunaan Baja
Sebagai petunjuk utama dalam pemilihan baja yang akan dipakai sebagai bahan
konstruksi ialah kekuatan dan keuletan yang menandai. Satu dari sekian sifat-sifat
baja yang paling penting ialah kekuatan, tetapi karena pada umumnya apabila
kekuatan ditingkatkan, keuletannya menurun, maka kekuatan yang berlebihan
menyebabkan kerusakan karena benturan dan sebagainya. Pada umumnya baja
yang telah dikeraskan dan ditemper dipakai untuk keperluan tersebut.
Baja pada dasarnya adalah paduan besi dan karbon dengan persentase kecil dari
logam lain seperti nikel, kromium, aluminium, kobalt, molibdenum, tungsten dll.
Baja bersifat ulet, keras dan padat yang dapat ditempa dan mungkin merupakan
bahan yang paling padat setelah plastik dan besi.

Berikut ini merupakan jenis-jenis baja dan kegunaannya antaralain:

1. Baja Tinggi Karbon


Baja tinggi karbon merupakan baja yang terdiri dari besi dan karbon
dengan perbandingan karbon lebih banyak dari besi. Ini mungkin jenis
baja yang paling umum digunakan. Adanya kelebihan karbon membuat
jenis baja ini lebih lunak dari jenis baja lain yang mengandung
beberapa persen unsur lain. Baja karbon banyak digunakan dalam
pembuatan alat pemotong kayu karena mudah diasah. Namun itu tidak
dapat digunakan dalam pembuatan alat yang digunakan untuk
memotong zat keras karena tidak cukup keras untuk tujuan itu. Ini juga
digunakan dalam pembuatan kapak, pedang, gunting dan alat
pemotong lainnya.
Gambar 2.5 Pisau Karbon Tinggi

2. Baja Ringan
Baja karbon ringan seperti baja karbon tinggi hanya terdiri dari besi
dan karbon tetapi memiliki kandungan karbon yang sangat rendah di
dalamnya. Baja ini digunakan dalam pembuatan rangka kendaraan,
panel, kotak, kasing dan lembaran logam untuk atap. Sekarang ini juga
digunakan sebagai pengganti besi tempa dalam pembuatan rel kereta
api.
15
Gambar 2.6 Cincin Baja Ringan

3. Baja Karbon Sedang


Baja karbon sedang memiliki kandungan karbon normal yang berarti
bahwa mereka tidak sekeras karbon tinggi dan tidak sekuat baja karbon
Mild. Mereka digunakan dalam pembuatan bingkai alat dan pegas.
4. Besi tahan karat
Stain less steel adalah baja yang paling tahan dan paling sering
digunakan dari semua jenis. Selain karbon, mengandung 11% kromium
dan sejumlah nikel. Ini mungkin baja paling tahan dari semua jenis.
Meskipun semua jenis baja umumnya tahan terhadap karat dan korosi,
stainless steel khususnya tahan terhadap segala jenis serangan
eksternal. Bahkan goresan tidak bisa bertahan di permukaan baja tahan
karat. Baja ini digunakan dalam pembuatan barang pecah belah, jam
tangan, peralatan dapur, peralatan makan dan peralatan bedah.
Gambar 2.7 Peralatan Stainles Steel

5. Baja Kecepatan Tinggi


Baja kecepatan tinggi adalah paduan baja yang dapat terdiri dari salah
satu dari logam berikut: tungsten, kobalt, molibdenum atau kromium.
Baja kecepatan tinggi mungkin yang paling sulit dari semua
tipe. Istilah kecepatan tinggi diberikan kepadanya karena fakta bahwa
ia memiliki kemampuan untuk memotong logam. Dan itulah alasannya
digunakan dalam pembuatan bor dan peralatan dan gergaji listrik.
Kekerasan dan kekakuan baja kecepatan tinggi tergantung pada logam

16
yang digunakan dalam pembuatan paduan dan persentase komposisi di
dalamnya. Pada dasarnya baja ini digunakan dalam pembuatan alat
yang memotong logam lain.
6. Baja Kobalt
Kobalt sangat mirip baja berkecepatan tinggi dengan kelebihan kobalt
yang ada di dalamnya. Baja ini lebih seperti baja berkecepatan tinggi
digunakan untuk keperluan pengeboran. Mungkin tidak sekeras baja
berkecepatan tinggi, tetapi juga dapat mengebor jenis logam
tertentu. Alat bor yang terbuat dari baja kobalt memiliki sentuhan
warna cokelat.
7. Baja Chromium Nikel
Baja nikel kromium adalah jenis baja khusus yang selain kuat dan juga
tahan goncangan sehingga umumnya digunakan sebagai pelat baja.
8. Baja Aluminium
Baja aluminium adalah baja halus dengan kandungan aluminium yang
tinggi. Karena permukaannya yang kuat dan halus digunakan dalam
pembuatan furnitur.
9. Baja Chromium
Baja kromium memiliki kandungan kromium yang tinggi dan tahan
terhadap korosi. Mereka sangat kuat, berteberan dan elastis di
alam. Mereka digunakan dalam pembuatan suku cadang kendaraan
bermotor dan mobil.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Baja

Kelebihan Material Baja :

1. Kuat tarik tinggi.

2. Tidak dimakan rayap.

3. Hampir tidak memiliki perbedaan nilai muai dan susut.

4. Bisa didaur ulang.

5. Dibanding stainless steel lebih murah.

6. Dibanding beton lebih ringan dan lebih lentur.

7. Dibanding aluminium lebih kuat.

17
Kekurangan Material Baja:

1. Mudah Berkarat.

2. Lemah terhadap gaya tekan.

3. Tidak fleksibel seperti kayu yang dapat dipotong dan dibentuk berbagai
profile.

4. Tidak kokoh.

5. Tidak tahan api.

2.6 Pengaruh Unsur Paduan Dalam Baja

Pengaruh unsur paduan pada baja tersebut yaitu:

a. Karbon (C) adalah unsur pengeras yang utama pada baja, jika berkombinasi
dengan besi akan membentuk sementit yang sifatnya keras. Penambahan lebih
lanjut akan meningkatkan kekerasan dan kekeuatan tarik baja diiringi dengan
penurunan harga impaknya.
b. Mangan (Mn) unsur ini senantiasa ada pada seluruh jenis baja komersil,
mempunyai sifat yang tahan terhadap gesekan dan tahan tekanan (impact load)
selain itu berperan dalam meningkatkan kekuatan dan kekerasan, menurunkan
laju pendinginan kritik sehingga mampu keras baja dapat ditingkatkan dan
juga meningkatkan ketahanan terhadap abrasi.
c. Silikon (Si) merupakan unsur paduan yang ada setiap baja dengan kandungan
lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk menaikkan tegangan tarik
dan Karakterisasi Material Sprocket 15 Program Studi Teknik Mesin-
Universitas Pasundan menurunkan pendinginan kritis. Silikon dalam baja
dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, ketahanan aus, mampu alir dan
tahan terhadap panas.
d. Chrom (Cr) merupakan unsur paduan penting setelah C, dapat membentuk
karbida (tergantung pada jenis perlakuan panas yang diterpakan dan
kadarnya). Selain itu Cr dapat meningkatkan ketahanan korosi karena dapat
membentuk lapisan oksida Cr dipermukaan baja terutama digunakan untuk
meningkatkan mampu keras baja, kekuatan tarik, ketangguhan dan ketahanan
abrasi.
e. Molibdenum (Mo) sangat besar sekali pengaruhnya terhadap mampu keras
dibanding dengan unsur paduan lainnya. Molibdenum (Mo) ini dapat
membentuk karbida sehingga dapat meningkatkan ketahanan terhadap
keausan, meningkatkan ketangguhan dan kekuatan pada temperatur tinggi. Mo
ini jika berkombinasi dengan unsur paduan lainnya akan meningkatkan
18
ketangguhan dan ketahanan mulur serta dapat meningkatkan ketahanan baja
pada temperatur tinggi.
f. Vanadium (V) Pada baja-baja konstruksi, Vanadium dapat menaikkan
kekuatan tarik dan batas mulur serta memperbaiki rasio diantara kekuatan
tarik dan mulur. V merupakan unsur pembentuk karbida yang kuat dan
karbida yang terbentuk sifatnya sangat stabil. Dengan penambahan sekitar
0,04 – 0,05 % mampu keras baja karbon medium dapat ditingkatkan. Diatas
harga tersebut, mampu kerasnya turun karena adana pembentukan karbida
yang tidak larut.
g. Nikel (Ni) mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu
memperbaiki kekuatan tarik dan menaikkan sifat ulet, tahan panas, jika pada
baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 25% maka baja dapat tahan terhadap
korosi. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan
nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja.
h. Sulfur (S) saat ditambahkan dalam jumlah kecil sulfur dapat memperbaiki
mampu mesin tapi tidak menyebabkan hot shortness. Hot shortness
merupakan fenomena getas pada kondisi suhu tinggi yang disebabkan oleh
sulfur.
i. Posfor (P) unsur posfor biasanya ditambahkan dengan sulfur (S) untuk
memperbaiki mampu mesin di baja paduan rendah. Dengan penambahan
sedikit unsur posfor dapat membantu meningkatkan kekuatan dan ketahanan
korosi. Penambahan posfor juga dapat meningkatkan kerentangan terhadap
crack saat pengelasan.
j. Tembaga (Cu) dapat menigkatkan ketahanan baja terhadap atmosfir (tahan
korosi), meningkatkan kekuatan dengan sedikit mengorbankan keuletannya.
k. Titanium (Ti) dapat meningkatkan kemampuan untuk diperkeras,
mengoksidasi baja.
l. Wolfram (W) penambahan unsur ini memberikan pengaruh yang sama seperti
penambahan melibdenum dan biasanya juga dicampur dengan unsur Ni dan
Cr.
m. Timah (Sn) dapat meningkatkan kemampuan untuk diproses permesinan.
n. Timbal (Pb) Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan
menggunakan pisau atau tangan dan dapat dibentuk dengan mudah. Tahan
terhadap korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan sebagai
coating titik lebur rendah hanya 327,5 °C. Mempunyai kerapatan yang lebih
besar dibandingkan dengan logam-logam biasa.
o. Niobium (Nb) Memberikan ukuran butir yang terbaik, dan menigkatkan
kekuatan, serta ketangguhan terhadap beban impak dan kemampuan untuk
diperkeras.

19
p. Zirkonium (Zr) Mengontrol bentuk dari inklus dan meningkatkan ketanguhan
pada baja karbon rendah, serta meng-deoksidasi baja.
q. Zink (Zn) unsur seng sangat kuat dan dapat dibentuk dengan menggunakan
panas. Dapat menghasilkan permukaan produk yang halus. Biaya rendah dan
hanya sejumlah kecil seng digunakan dalam paduan, ia membawa kekuatan
tambahan untuk campuran. Hal ini juga membuat logam tahan creep atau
mampu mempertahankan kekuatannya di bawah beban yang berat, sementara
disuhu tinggi hal ini juga meningkatkan kemampuan paduan untuk menjadi
tahan terhadap getaran dan kebisingan. (Sardjono 2009).

2.7 Macam-macam Gear

Roda gigi adalah bagian dari mesin yang berputar untuk mentransmisikan
daya. Roda gigi memiliki gigi-gigi yang saling bersinggungan dengan gigi dari
roda gigi yang lain. Dua atau lebih roda gigi yang bersinggungan dan bekerja
bersama-sama disebut sebagai transmisi roda gigi, dan bisa menghasilkan
keuntungan mekanis melalui rasio jumlah gigi. Roda gigi mampu
mengubah kecepatan putar, torsi, dan arah daya terhadap sumber daya. Tidak
semua roda gigi berhubungan dengan roda gigi yang lain; salah satu kasusnya
adalah pasangan roda gigi dan pinion yang bersumber dari atau menghasilkan
gaya translasi, bukan gaya rotasi.
Transmisi roda gigi analog dengan transmisi sabuk dan puli. Keuntungan
transmisi roda gigi terhadap sabuk dan puli adalah keberadaan gigi yang mampu
mencegah slip, dan daya yang ditransmisikan lebih besar. Namun, roda gigi tidak
bisa mentransmisikan daya sejauh yang bisa dilakukan sistem transmisi roda dan
puli kecuali ada banyak roda gigi yang terlibat di dalamnya. Ketika dua roda gigi
dengan jumlah gigi yang tidak sama dikombinasikan, keuntungan mekanis bisa
didapatkan, baik itu kecepatan putar maupun torsi, yang bisa dihitung dengan
persamaan yang sederhana. Roda gigi dengan jumlah gigi yang lebih besar
berperan dalam mengurangi kecepatan putar namun meningkatkan torsi. Rasio
kecepatan yang teliti berdasarkan jumlah giginya merupakan keistimewaan dari
roda gigi yang mengalahan mekanisme transmisi yang lain (misal sabuk dan puli).
Mesin yang presisi seperti jam tangan mengambil banyak manfaat dari rasio
kecepatan putar yang tepat ini. Dalam kasus di mana sumber daya dan beban
berdekatan, roda gigi memiliki kelebihan karena mampu didesain dalam ukuran
kecil. Kekurangan dari roda gigi adalah biaya pembuatannya yang lebih mahal
dan dibutuhkan pelumasanyang menjadikan biaya operasi lebih tinggi.
Ilmuwan Yunani Kuno Archimedes pertama kali mengembangkan roda gigi
dalam ilmu mekanika di sekolah Aleksandria pada abad ketiga sebelum
masehi. Mekanisme Antikythera adalah contoh aplikasi roda gigi yang rumit yang
pertama, yang didesain untuk menghitung posisi astronomi. Waktu pengerjaan
mekanisme ini diperkirakan antara 150 dan 100 SM.

20
Ada beberapa jenis-jenis roda gigi (gear) antaralain:
1. Spur
2. Roda gigi dalam
3. Roda gigi heliks
4. Roda gigi heliks ganda
5. Roda gigi bevel
6. Roda gigi hypoid
7. Roda gigi mahkota
8. Roda gigi cacing
9. Roda gigi non-sirkuler
10. Roda gigi pinion
11. Roda gigi episiklik
12. Roda gigi sprocket
1. Spur adalah roda gigi yang paling sederhana, yang terdiri dari silinder atau
piringan dengan gigi-gigi yang terbentuk secara radial. Ujung dari gigi-giginya
lurus dan tersusun paralel terhadap aksis rotasi. Roda gigi ini hanya bisa
dihubungkan secara paralel.
2. Roda gigi dalam (atau roda gigi internal, internal gear) adalah roda gigi yang
gigi-giginya terletak di bagian dalam dari silinder roda gigi. Berbeda dengan
roda gigi eksternal yang memiliki gigi-gigi di luar silindernya. Roda gigi
internal tidak mengubah arah putaran.
3. Roda gigi heliks adalah penyempurnaan dari spur. Ujung-ujung dari gigi-
giginya tidak paralel terhadap aksis rotasi, melainkan tersusun miring pada
derajat tertentu. Karena giginya bersudut, maka menyebabkan roda gigi terlihat
seperti heliks.
4. Roda gigi heliks ganda atau roda gigi herringbone muncul karena masalah
dorongan aksial (axial thrust) dari roda gigi heliks tunggal. Double helical
gear memuliki dua pasang gigi yang berbentuk V sehingga seolah-olah ada dua
roda gigi heliks yang disatukan. Hal ini akan menyebabkan dorongan aksial
saling meniadakan. Roda gigi heliks ganda lebih sulit untuk dibuat karena
kerumitan bentuknya.
5. Roda gigi bevel berbentuk seperti kerucut terpotong dengan gigi-gigi yang
terbentuk di permukaannya. Ketika dua roda gigi bevel mersinggungan, titik
ujung kerucut yang imajiner akan berada pada satu titik, dan aksis poros akan
saling berpotongan. Sudut antara kedua roda gigi bevel bisa berapa saja kecuali
0 dan 180. Roda gigi bevel dapat berbentuk lurus seperti spur atau spiral seperti
roda gigi heliks. Keuntungan dan kerugiannya sama seperti perbandingan
antara spur dan roda gigi heliks.

21
6. Roda gigi hypoid mirip dengan roda gigi bevel, tetapi kedua aksisnya tidak
berpotongan.
7. Roda gigi makhota (crown gear) adalah salah satu bentuk roda gigi bevel yang
gigi-giginya sejajar dan tidak bersudut terhadap aksis. Bentuk gigi-giginya
menyerupai mahkota. Roda gigi mahkota hanya bisa dipasangkan secara akurat
dengan roda gigi bevel atau spur.
8. Roda gigi cacing (worm gear) menyerupai screw berbentuk batang yang
dipasangkan dengan roda gigi biasa atau spur. Roda gigi cacing merupakan
salah satu cara termudah untuk mendapatkan rasio torsi yang tinggi dan
kecepatan putar yang rendah. Biasanya, pasangan roda gigi spur atau heliks
memiliki rasio maksimum 10:1, sedangkan rasio roda gigi cacing mampu
mencapai 500:1. Kerugian dari roda gigi cacing adalah adanya gesekan yang
menjadikan roda gigi cacing memiliki efisiensi yang rendah sehingga
membutuhkan pelumasan. Roda gigi cacing mirip dengan roda gigi heliks,
kecuali pada sudut gigi-giginya yang mendekati 90 derajat, dan bentuk
badannya biasanya memanjang mengikuti arah aksial.
9. Roda gigi non-sirkuler dirancang untuk tujuan tertentu. Roda gigi biasa
dirancang untuk mengoptimisasi transmisi daya dengan minim getaran dan
keausan, roda gigi non sirkuler dirancang untuk variasi rasio, osilasi, dan
sebagainya.
10. Pasangan roda gigi pinion terdiri dari roda gigi, yang disebut pinion, dan
batang bergerigi yang disebut sebagai rack. Perpaduan rack dan pinion
menghasilkan mekanisme transmisi torsi yang berbeda; torsi ditransmisikan
dari gaya putar ke gaya translasi atau sebaliknya. Ketika pinion berputar, rack
akan bergerak lurus. Mekanisme ini digunakan pada beberapa jenis kendaraan
untuk mengubah rotasi dari setir kendaraan menjadi pergerakan ke kanan dan
ke kiri dari rack sehingga roda berubah arah.
11. Roda gigi episiklik (planetary gear atau epicyclic gear) adalah kombinasi
roda gigi yang menyerupai pergerakan planet dan matahari. Roda gigi jenis ini
digunakan untuk mengubah rasio putaran poros secara aksial, bukan paralel.
Kombinasi dari beberapa roda gigi episiklik dengan mekanisme penghentian
pergerakan roda gigi internal menghasilkan rasio yang dapat berubah-ubah.
Mekanisme ini digunakan dalam kendaraan dengan transmisi otomatis. Roda
gigi planet yang sederhana dapat ditemukan pada zaman revolus
industri di Inggris; ketika itu mekanisme roda gigi planet yang berupa roda gigi
pusat sebagai matahari dan roda gigi yang berputar mengelilinginya sebagai
planet, menjdi bagian utama dari mesin uap. Bagian ini mengubah gaya
translasi menjadi rotasi, yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan.
12. Roda gigi sprocket adalah roda bergerigi yang berpasangan dengan rantai,
track, atau benda panjang yang bergerigi lainnya. Sproket yang digunakan pada
sepeda, sepeda motor, mobil, kendaraan roda rantai, dan mesin lainnya
digunakan untuk mentransmisikan gaya putar antara dua poros di mana roda
gigi tidak mampu menjangkaunya.
22
2.8 Gear Sprocket
Sproket adalah roda bergerigi yang berpasangan dengan rantai, track, atau
benda panjang yang bergerigi lainnya. Sproket yang digunakan pada sepeda,
sepeda motor, mobil, kendaraan roda rantai, dan mesin lainnya digunakan untuk
mentransmisikan gaya putar antara dua poros di mana roda gigi tidak mampu
menjangkaunya.Sprocket merupakan salah satu transmisi yang digunakan pada
sepeda motor, sehingga roda gigi harus memiliki sifat keuletan yang tinggi dan
sifat kekerasan permukaan yang tinggi karena akan menerima gaya geser dan gaya
gesek dari rantai. Di dalam pasar industri sprocket terdiri dari dua jenis yaitu: gear
(sprocket) yang original dan sprocket buatan home industry yang dimana sifat
kekerasan permukaan buatan home industry ini lebih turun dibanding dengan
yang original, kualiatas dari sprocket tersebut akan perpengaruh terhadap umur
pakai. Kini sudah banyak sprocket buatan home industry yang dijual dengan harga
yang murah sehingga mempunyai banyak pembeli dan mampu bersaing dengan
sprocket yang original (Koos Sardjono dan Agung Cahyono, 2007). Oleh karena
itu pada sprocket buatan home industry akan dilakukan proses heat treatment
(perlakuan panas) dengan cara memanaskan sprocket hingga temperatur austenit
lalu didinginkan dengan cepat dengan media air maka diharapkan nilai kekerasan
tersebut dapat meningkat dan sifat kekerasan permukaannya sama dengan atau
mendekati yang original. Karena Cara kerja gear (sprocket) pada sepeda motor
sangatlah berat karena harus mampu menyalurkan daya dari mesin menuju roda
belakang, sesuai dengan medan yang dilalui sepeda motor tersebut, semakin sulit
medan yang dilalui maka semakin berat juga kerja gear (sprocket).
Sproket adalah salah satu komponen dari sepeda motor yang berpasangan
dengan rantai yang digunakan untuk mentransmisikan gaya putar dari engin ke
roda belakang. Pada sepeda bermotor, pembakaran pada mesin menghasilkan
putaran yang diteruskan oleh kopling dari poros penggerak ke poros penerus.
Poros penerus ini dihubungkan langsung dengan sprocket depan, dan putaran
tersebut langsung dipindahkan sprocket depan melalui rantai ke sprocket belakang
sehingga roda belakang bergerak. Jadi sprocket depan berfungsi sebagai pemindah
putaran dari mesin ke roda belakang, yang seterusnya digunakan untuk
menggerakan sepeda motor tersebut. Pada pemindahan daya dan putaran yang
terjadi pada sepeda motor sprocket depan maupun sprocket belakang memiliki
peran yang sangat penting sehingga material sprocket haruslah memiliki sifat-sifat
tertentu seperti tahan terhadap gesekan (aus) dan memiliki ketangguhan yang
cukup tinggi.

23
Gambar 2.8 Gear Sprocket

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

2.9 Macam-macam jenis Gear Sprocket

Sprocket adalah salah satu perangkat yang terdapat di hampir seluruh


kendaraan, baik kendaraan manual maupun otomatis. Kita juga bisa dapat
menemukan sprocket di motor dan sepeda, keduanya memiliki jenis sprocket yang
berbeda. Sprocket sendiri memiliki fungsi memindahkan daya dari sumber untuk
menggerakan bagian yang lainnya secara bersamaan.
Berikut ini adalah beberapa jenis gear sprocket :
1. Jenis Sprocket Mesin Matic
Sprocket pada mesin matic diletakan didalam motor keberadaan piringan
besarnya hampir tidak terlihat. Pada dasarnya sprocket digunakan untuk
akselerasi secara otomatis. Jadi kerusakan yang ditimbulkan tidak akan
terlalu terlihat.
Penggunaan sprocket didesain sedemikian rupa agar memudahkan
penggunanya. Namun dampaknya akselerasi daya cukup terbatas
tergantung tarikan gas oleh pengemudi sepeda motor matic.
2. Jenis Sprocket Mesin Manual
Berbeda dengan sprocket di motor mesin manual, keberadaannya sengaja
ditampilkan diluar dekat pinggiran badan motor. Sehingga terjadi
malfungsi bisa segera diperbaiki dengan mudah. Sprocket ini banyak
digunakan pada motor akselerasi manual seperti motor trail atau motor
bebek. Keberadaannya memungkinkan pengguna untuk mengatur seberapa
besar daya putar yang ingin digunakan.

2.10 Klasifikasi Sprocket

Dilihat dari bentuk dan desainnya sprocket dibagi menjadi beberapa type
yang antara lainnya:

A. Sproket yang merupakan plat lembaran murni (plan plate).


24
B. Sprocket yang memiliki Hub disalah satu sisinya.

C. Sprocket yang memiliki Hub dikedua sisinya.

D. Sprocket yang berbentuk detachable Hub juga menggunakan pin geser dan slip
clutcth sprocket untuk mencegah kerusakan pada penggerak atau pada komponen
lain yang disebabkan oleh beban berlebihan.

Gambar 2.9 Tipe Sprocket dapat dilihat dari segi bentuk dan desainnya

 Sprocket bentuk S dan U, bahan material adalah baja karbon


 Jumlah gigi min. 13 dan max. 10/1
 Sudut kontak rantai dan sprocket >120º

Gambar 2.10 Profil gigi dari sprocket rantai rol

2.11 Pengaplikasian Sprocket

Sproket banyak digunakan pada sepeda, sepeda motor, mobil, kendaraan roda
rantai dan mesin lainnya digunakan untuk mentransmisikan gaya putar antara 2
poros. Sprocket berfungsi sebagai pemindah daya (daya putar dari mesin ke roda
belakang), sehingga motor dapat bekerja secara optimal. Sprocket pada sepeda
motor harus memenuhi syarat keunggulan produk sehingga dapat bekerja secara
maksimal. Karena banyak sprocket yang beredar dipasaran memiliki kualitas yang

25
kurang baik sehingga berdampak pada kerusakan part-part lain yang berhubungan
dengan sprocket itu sendiri, seperti misalnya adalah rantai.

Gambar 2.11 Pengaplikasian Gear Sprocket pada Sepeda Motor

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

2.12 Material Sprocket

Sprocket dapat dibuat dengan berbagai jenis material, untuk sprocket yang
berukuran besar biasanya menggunakan besi cor sebagai materialnya khususnya
digunakan untuk pemindahan daya dengan ratio kecepatannya yang besar. Dan
untuk sprocket yang berukuran kecil biasanya terbuat dari baja dengan
menggunakan proses perlakuan panas pada bagian permukaan untuk
menghasilkan ketangguhan yang dapat menahan getaran selain itu permukaan gigi
dapat dikeraskan untuk mendapatkan ketahanan aus.Pada penelitian ini peneliti
menggunakan baja sebagai bahan utama pembuatan gear sprocket sesuai dengan
standartnya yaitu menggunakan Baja AISI 1045.

Baja AISI 1045 diberi nama menurut standar American Iron and Steel
Institute (AISI) dimana angka 1xxx menyatakan baja karbon, angka 10xx
menyata-kan karbon steel, sedangkan angka 45 menyatakan persentase kadar
karbon yaitusebesar 0,45%. Penulisan atau penggolongan baja AISI 1045 ini
menurut standar ekuivalen dengan DINC45, JIS S45C, dan UNSG10450. Baja
AISI1045 termasuk baja karbon menengah dengan kadar karbon 0,42- 0,50%.
Dengan kandungan baja karbon medium ini, memungkinkan baja ini untuk
dikeraskan dengan perlakuan panas (heat treatment) untuk membentuk
struktur mikro martensit yang keras. Strukturnya terdiri dari ferit dan sedikit
perlite.

26
Tabel 2.2 Unsur Paduan Baja AISI 1045
Carbon Manganes Silicon
(C) e (Si)
(Mn)
0.45% 0.70% 0.30%
Total
1.45%
(Sumber: PT. Paragon Spesial Metal)

Karakteristik baja AISI 1045 yaitu memiliki mampu tempa yang sangat
baik, kemampuan las yang baik, kemampuan mesin yang sedang, dapat
dilakukan proses perlakuan panas, serta karakteristik kekuatan dan benturan
yang tinggi baik dalam kondisi normal maupun gulungan panas.

Baja AISI 1045 diaplikasikan secara luas untuk pin, crank shafts, gears,
spindle, baut, sekrup, push-rods, punchings, hub, cam shaft, gear shafts,
kopling disk dan komponen lainnya untuk kendaraan bermotor, kereta api, poros
lokomotif, dan khususnya untuk roda gigi dalam peralatan mesin untuk
menurunkan biaya dan meningkatkan produktivitas.

Gambar 2.12 Baja AISI 1045

(Sumber: PT. Paragon Spesial Metal)

2.13 Perlakuan Panas


Perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara
mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan
pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia logam yang
bersangkutan.Perlakuan panas merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengubah sifat fisik, dan kadang-kadang sifat kimia dari suatu material. Aplikasi
yang paling umum adalah untuk material logam walaupun perlakuan panas juga
digunakan dalam pembuatan berbagai materi lain, seperti kaca.Perlakuan

27
panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan
padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut.
Proses perlakuan panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan dimuali
dengan pemanasan sampai dengan temperatur tertentu, lalu diikuti dengan
penahanan beberapa saat kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan
tertentu. Secara sederhana proses perlakuan panas melibatkan tiga tahapan yang
terdiri dari tahap pemanasan, penahanan dan pendinginan.
 Pemanasan adalah memanaskan benda kerja atau bahan logam dengan
menggunakan tungku pemanas, spesimen laju pemanasan tertentu hingga
ketemmperatur yang dinginkan.
 Penahanan (Holding Time) adalah salah satu proses yang dilakukan
bertujuan untuk mendapatkan nilai kekerasan yang tinggi dari suatu bahan
atau material yang dilakukan dengan cara menahan temperatur pemanasan
atau temperatur austenit dengan waktu tertentu. Tujuan utama dari proses
holding time atau waktu penahanan pada proses perlakuan panas adalah
untuk memperoleh pemanasan yang sama atau homogen sehingga bentuk
dari fasa austenit yang didapat pada bahan mempunyai bentuk yang sama
atau homogen.
 Pendinginan (Quenching) merupakan suatu proses pendinginan logam
dengan media udara, oli dan air. Selanjutnya material yang digunakan
dicelupkan secara cepat kedalam media yang ditentukan, dengan waktu
yang diinginkan untuk mencapai kekerasan dari material tersebut.

2.14 Hardening

Hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran


meningkatkan kekerasan alami logam. Perlakuan panas menuntut pemanasan
benda kerja menuju suhu pengerasan, jangka waktu penghentian yang memadai
pada suhu pengerasan dan pendinginan (pengejutan) berikutnya secara cepat
dengan kecepatan pendinginan kritis.

Perlakuan panas hardening terdiri dari dua tahap utama yakni pemanasan pada
temperatur austenisasi dan pendinginan cepat atau quenching. Austenisasi adlah
pemansan baja hingga temperatur austenisasinya kemudian ditahan hingga
beberapa menit pada umumnya 15-45 menit yang bertujuan untuk menyatukan
struktur kristal, setelah penahanan pada temperatur austenisasi kemudian
didinginkan dalam sebuah media pendingin yang cepat biasanya berupa udara, oli
dan air. Struktur mikro yang terbentuk setelah proses hardening pada umumnya
yang terbentuk adalah austenit sisa, perlit dan martensit tergantung dari komposisi
karbon baja, suhu austenisasi, lama waktu penahanan dan jenis pendinginan yang
dipakai. Hardening dilakukan diatas suhu transformasi fasa (723℃) kemudian

28
didinginkan secara cepat. Tujuannya untuk mengeraskan material baja. Pengertian
pengerasan adalah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran meningkatkan
kekerasan alami tanpa harus merubah komposisi kimia material baja. Hardening
juga dapat dilakukan pada permukaan logam guna memberikan sifat mekanis
yang sesuai dengan yang diinginkan. (Sardjono 2009).

Proses pengerasan atau hardening adalah suatu proses perlakuan panas yang dilakukan
untuk menghasilkan suatu benda kerja yang keras, proses ini dilakukan pada
temperatur tinggi yaitu pada temperatur austenisasi yang digunakan untuk
melarutkan sementit dalam austenit yang kemudian di quench. Pada tahap ini akan
menghasilkan terperangkapnya karbon yang akan menyebabkan bergesernya
atom-atom sehingga terbentuk struktur body center tetragonal atau struktur yang
tidak setimbang yang disebut martensit yang bersifat keras dan getas.

Baja yang dikeraskan ini dalam kondisi mengalami tegangan dan sangat rapuh
sekali, sehingga tidak dapat digunakan untuk pemakaian yang praktis. Untuk itu
maka setelah baja mengalami pengerasan (Hardening), maka baja ditemper untuk
menurunkan sifat rapuh, melepaskan tegangan dalam (Internal Stress) yang terjadi
saat pengerasan, dan untuk memperbaiki sifat mekanis baja tersebut. Tujuan
utama proses pengerasan (Hardening) dan tempering pada baja perkakas ialah
untuk meningkatkan kekerasannya dan meningkatkan daya tahan terhadap
gesekan, mempertahankan sifat tangguh, sedangkan untuk baja struktur maka
pengerasan dan tempering bertujuan untuk mendapatkan suatu kombinasi antara
kekuatan tinggi, keuletan dan ketangguhan.

2.14.1 Proses Pemanasan Mula (Pre-Heating)

Pre-Heating atau pemanasan mula ditujukan untuk meminimalkan efek distorsi


temperatur, oleh karena itu harus dilakukan pemanasan secara bertahap sebelum
akhirnya mencapai temperatur austenite. Selama tahapan inti dengan
permukaannya, tahapan yang dilakukan yaitu pada temperatur yang ditentukan.

2.14.2 Austenisasi

Struktur austenisasi merupakan syarat untuk memperoleh struktur permukaan


baja yang keras. Karena hanya austenit yang dapat bertransformasi menjadi
martensit. Austenit adalah proses pemanasan baja pada daerah temperatur kritis.
Apabila pada saat pemanasan terjadi atau terdapat struktur lain maka setelah
dicelup akan diperoleh struktur yang tidak sepenuhnya martensit. Struktur yang
bersifat lunak adalah ferrit, sedangkan yang bersifat keras adalah karbida, yang
kekerasan maksimumnya belum tercapai. Jika masih terdapat karbida, maka

29
berarti belum seluruh karbon larut dalam austenit, padahal kekerasan martensit
sangat tergantung pada kadar karbon dalam austenit.

Dengan temperatur pemanasan yang lebih tinggi maka akan diperoleh


kekerasan yang tinggi diperoleh pula, oleh karena makin banyaknya karbida yang
larut, maka makin besar butiran austenit.

2.14.3 Suhu dan Waktu Penahanan

Suhu pengerasan tergantung pada komposisi kimia dari pada baja tersebut,
khususnya kadar karbon. Untuk pemanasan yang lebih lambat, maka akan
terbentuk fasa austenit dan akan segera melewati garis ahir sehingga waktu
penahanan tidak diperlukan lagi.

Setiap temperatur pengerasan membutuhkan waktu penahanan tertentu untuk


mendapatkan hasil kekerasan maksimum yang seharusnya didapat pada
pengerasan. Waktu penahanan yang terlalu singkat, akan menyebabkan kekerasan
yang lebih rendah karena jumlah karbida belum cukup dalam struktur baja
tersebut. Waktu penahanan yang terlalu lama juga akan menyebabkan kekerasan
yang lebih rendah, hal ini karena besarnya ukuran butir serta jumlah austenit sisa
meningakat.

2.14.4 Tempering

Tempering adalah adalah perlakuan panas yang biasanya diberikan padabaja


yang telah mengalami proses hardening, tujuan dari perlakuan panas
tempering ialah meningkatkan sifat tangguh dan ulet pada material baja akibat
tegangan sisa yeng menyebabkan baja bersifat getas setelah proses hardening.

Tempering terdiri dari memanaskan komponen kesuhu yang diinginkan,


tergantung pada jenis baja, dan menahan pada suhu itu untuk jangka waktu
tertentu. Pendinginan selanjutnya pada suhu kamar harus lambat danseragam
untuk mencegah pembebasan tegangan pengerasan yang tidak seragam yang
dapat menyebabkan lengkungan. Adapun proses tempering yang pada
umumnya dilakukan adalah memanaskan baja pada temperatur 180˚C-700˚C
dengan tempo penahanan dari 30 menit sampai 4 jam kemudian dilakukan
pendinginan secara lambat pada umumnya digunakan tempratur ruang atau
tempratur suhu, semakin lambat pendinginan maka sifat yang dihasilkan akan
semakin ulet dan tangguh.

Menurut tujuannya proses tempering dapat dibedakan sebagai berikut::

30
 Tempering pada temperatur rendah (150-300°C), tempering ini
hanyauntuk mengurangi tegangan-regangan kerut dan kerapuhan dari
baja, biasanya digunakan untuk alat-alat potong, mata bor dan lainnya.
 Tempering pada temperatur sedang(300-550°C), tempering ini bertujuan
untuk menambah keuletan (ductility) dan kekerasannya (hardness) sedikit
berkurang. Proses tempering ini digunakan pada alat-alat kerja yang
mengalami beban berat, misalnya palu, pahat dan pegas.
 Tempering pada temperatur tinggi (550-650°C), tempering ini bertujuan
untuk memberikan daya keuletan (ductility) yang besar sekaligus
kekerasanya (hardness) menjadi tetap rendah. Proses ini digunakan pada
material roda gigi, poros penggerak dan lainnya.

Gambar 2.13 Tempering

(Sumber: Nindha,T.G.T.,2018)

2.14.5 Annealing

Annealing adalah sebuah perlakuan panas pada material dengan cara


memananskanya pada temperatur didaerah ketesetabilan fasa austenit (diatas
garis Ac3 dan Acm) selama beberapa saat Struktur mikro yang terjadi setelah
perlakuan panas tipe ini adalah ferit dan perlit. Perlakuan panas Annealing dapat
diaplikasikan pada material yang telah melewati proses perlakuan pencelupan
dingin, tujuan dilakukan perlakuan panas. Annealing adalah untuk
menghilangkan tegangan sisa, melunakan baja sehingga memeberik an mampu
mesin yang baik serta meningkatkan ketangguhan pada baja. Secara umum
proses annealing dilakukan dengan cara sebagai berikut : Baja dipanaskan
diatas temperatur kritis (723℃) selanjutnya ditahan hingga beberapa lama
guna bertujuan aga pada temperatur merata pada material kemudian dilakukan
pendinginan secara perlahan sambil dijaga agar bagian temperatur bagian baja
luar dan dalam merata sehingga diperoleh struktur yang diinginkan.

Ada beberapa tipe perlakuan panas annealing seperti proses annealing,


spherodise annealing, full annealing dan difusion annealing.

31
 Proses annealing adalah pemanasan pada suhu sekitar 600˚C kemudian
ditahan dan didinginkan pada suhu tungku, hasil dari prosses annealing
adalah membentuk struktur pearlite dan menghilangkan tegangan sisa
sehingga baja memiliki kekuatan dan ketangguhan setelah proses
pemesinan.
 Spherodise annealing adalah pemanasan pada temperatur sekitar suhu 650˚C
sampai 750˚C hasil yang diperoleh dari spherodise annealing adalah
membentuk struktur ferrit dan sementit serta memperbaiki sifat
machinabillity pada baja karbon tinggi.
 Full annealing adalah pemanasan pada temperatur austenisasi sekitar
temperatur 750˚C, tujuan dari full annealing adalah memperbaiki struktur
butir dan membentuk pearlite corse atau perlit kasar dengan sifat yang
lunak hasil yang dapat dieroleh dari full annealing adalah mampu
machenabillity yang baik pada baja. Proses full annealing dilakukan
dengan menggunakan pendinginan yang lambat pada tungku.
 Diffusion annealing adalah menyeragamkan ukuran butiran austenit
menjadi lebih besar yang dilakukan pada temperatur sekitar 820˚C
sehingga hasil dari diffusion annealing adalah membuat lunak pada baja
dengan ukuran butiran austenit yang besar, proses pembesaran austenit
akibat dari difusi atom karbon yang kembali kedalam struktur austnit
akibat perlakuan panas hardening.

Gambar 2.14 Annealing

(Sumber: Van Vlack,L.H.,1985)

2.14.6 Normalizing
Normalizing baja adalah proses pemanasan baja ke fase austenite sehingga
diperoleh struktur mikro austenite, selanjutnya didinginkan dengan media
pendingin udara normal hingga suhu kamar. Pendinginan udara biasanya

32
dilakukan pada proses pemanasan yang membutuhkan pendinginan lambat
yaitu normalizing.

Merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan


ukuran butiran yang halus dan seragam. Selain itu, pada umumnya baja
dinormalkan untuk menghasilkan struktur miko berupa ferit dan perlit yang
seragam. Perlakuan panas normalizing terdiri atas proses austenisasi pada
750˚C diatas temperatur kritis (garis AC3 untuk material baja Hypoutectoid,
garis Acm untuk baja Hypereuctectoid) lalu diikuti dengan pendinginan udara.
Lama pemanasan pada temperatur austenisasi adalah sekitar satu jam pada
ketebalan persatu inchi.

Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fasa


austenit yang kemudian didinginkan secara perlahan dalam media
pendinginan udara. Hasil pendingin ini berupa struktur mikro ferrit dan perlit
namun hasilnya lebu mulus dari annealing. Prinsip dari proses normalizing
adalah untuk melunakan logam. Namun padabaja karbon tinggi atau baja
paduan tertentu dengan proses ini belum tentumemperoleh baja yang lunak
tergantung dari kadar karbon yang terkandung pada baja tersebut.

Gambar 2.15 Normalizing

(Sumber: Aziz Cahyono2015)

2.14.7 Struktur Mikro

Struktur mikro adalah gambaran dari kumpulan fasa-fasa yang dapat


diamati melalui teknik metalografi. Metalografi merupakan suatu metode
untuk menyelidiki struktur logam dengan menggunakan mikroskop.

33
 Ferit

Fasa ferit disebut besi alpha (𝛼) dan merupakan larutan padat interstisi dengan
sel kristal berupa BCC (Body Centered Cubic). Ruang antara atomnyakecil dan
rapat sehingga kelarutan karbon sangat kecil. Pada suhu ruang kadar
karbonnya hanya 0,008 % sehingga dapat dianggap besi murni. Kadar
maksimum besi alpha sebesar 0,02% pada suhu A1 atau 727°C. Ferit bersifat
fero magnetik sampai pada suhu 768°C dan bersifat ulet.

Gambar 2.16 Struktur Mikro Ferrit Pembesaran 1000x

(Sumber: ASM Handbook Vol.9)

 Pearlite
Fasa ini merupakan campuran yang terdiri dari dua fasa ferit dan sementit
dalam bentuk lamellar yang berselang seling. Perlite merupakan hasil dari
reaksi eutektoid pada pendinginan dibawah suhu 727 ℃ reaksi kimianya
sebagai berikut.

𝛾(0,8%𝐶) →𝛼(0,002%𝐶)+𝐹𝑒3𝐶(6,7%𝐶)
Semakin cepat laju pendinginan, butirannya akan semakin halus dan sifat
mekanis baja menjadi lebih baik dibandingkan perlit kasar.

Gambar 2.17 Struktur Mikro Perlit Pembesaran 500x

(Sumber: ASM Handbook Vol.9)

34
 Martensit
Fasa ini merupakan larutan padat interstisi dengan sel kristal berupa BCT
(Body Centered Tetragonal) dan berada pada kondisi lewat jenuh. Halini
disebabkan karena martensit terbentuk pada pendinginan sangat cepat darifasa
austenit, sehingga proses difusi tidak berlangsung. Martensit bersifatkeras,
kuat, tetapi rapuh dan merupakan fasa metastabil karena dengan pemanasan
yang cukup lama dapat berubah menjadi ferit dan sementit karenaterjadi proses
difusi karbon. Karena kekerasan martensit meningkat dengan bertambahnya
karbon.

Gambar 2.18 Mikro Martensit Pembesaran 330x

(Sumber: ASM Handbook Vol.9)

 Bainit
Fasa ini merupakan campuran dari dua fasa yaitu ferit dan sementit dalam
bentuk jarum-jarum sementit dengan orientasi acak yang berada dalam celah ferit.
Fasa ini juga terbentuk dari fasa austenit tetapi dengan laju pendinginan yang
relatif lebih cepat dibandingkan dengan perlit. Kondisi ini menyebabkan fasa
bainit tidak terdapat pada diagram kesetimbangan. Fasa ini sifatnya lebih
keras daripada ferit, austenit, dan perlit. Untuk memperoleh fasa bainit 100%
harus melalui pendinginan isothermal pada suhu tertentu tergantung dari tipe
bajanya.

Gambar 2.19 Struktur Mikro Bainit Pembesaran 550x

(Sumber: ASM Handbook Vol.9)

35
 Sementit

Fasa ini disebut besi karbida yang merupakan senyawa interstisi dengan
rumus kimia Fe3 C. Perbandingan atom-atom Fe dan C dalam kristal adalah 3 :
1. Sel kristal berisi 12 atom Fe dan 4 atom C, per unit sel. Kadar karbon dalam
sementit sebesar 6,67% dan senyawa ini bersifat keras tetapi rapuh. Pada baja,
fasaini dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan danketahanan aus.

Gambar 2.20 Struktur Mikro Sementit Pembesaran 1000x

(Sumber: ASM Handbook Vol.9)

Persentase fasa yang terbentuk dalam struktur mikro baja dapat dihitung
dengan bantuan garis pada hasil foto struktur mikro sesuai dengan ASTM E -
562. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase foto struktur
mikro, yaitu:
𝑄𝑀𝑠𝑂
P𝑀𝑠 = 𝑥100%
𝑄𝑜

Keterangan:

P𝑀𝑠 O : Persentase struktur mikro tertentu (%)

QMs O : Jumlah kotak struktur mikro tertentu (%)

Qo : Jumlah keseluruhan kotak

36
Gambar 2.21 Garis Bantu Perhitungan Persentase Fasa dalam Struktur Mikro

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

2.14.8 Holding Time


Waktu penahanan sangat penting dan berpengaruh pada saat transformasi
karena apabila waktu penahanan yang diberikan kurang tepat atau terlalu cepat,
maka transformasi yang terjadi tidak sempurna dan tidak homogen selain itu
waktu tahan terlalu pendek akan menghasilkan kekerasan yang rendah hal ini
dikarenakan karena tidak cukupnya jumlah karbida yang larut dalam larutan.
Sedangkan apabila waktu penahanan yang diberikan terlalu lama, transformasi
terjadi namun diikuti dengan pertumbuhan butir yang dapat menurunkan
ketangguhan.

Tabel 2.3 Pedoman Waktu Penahanan

Jenis Baja Waktu Penahanan (Menit)


Baja karbon dan baja paduan rendah 5-15
Baja paduan menengah 15-25
Low alloy tool steel 10-30
High alloy chrome steel 10-60
Hot-work tool steel 15-30
(Sumber: Prayitno,dkk, 1999)

2.15 Quenching
quenching adalah pendinginan cepat benda kerja di dalam air, minyak, atau
udara untuk mendapatkan sifat material tertentu. Suatu jenis perlakuan panas,
quenching mencegah terjadinya proses suhu rendah yang tidak diinginkan, seperti
transformasi fasa. Quenching merupakan suatu proses pengerasan baja dengan
cara baja dipanaskan hingga mencapai batas austenit dan kemudian diikuti dengan
proses pendinginan cepat melalui media pendingin air, oli, atau air garam,
sehingga fasa autenit bertransformasi secara parsial membentuk struktur
martensit. Proses quenching adalah merupakan laju pendinginan yang akan

37
menentukan struktur, kekerasan serta kekuatan yang dihasilkan. Laju haruslah
melampaui laju pendinginan kritis, sehingga akan menghasilkan struktur
martensit. Laju pendinginan yang terjadi pada material tergantung dari beberapa
faktor yaitu : media pendingin, temperatur media pendingin dan sirkulasi pada
media pendingin. Media pendingin ada beberapa macam yaitu : media air, oli,
udara dan air garam.Air dan udara merupakan media pendingin utama, sebagian
besar pendinginan memakai media ini. Air memberikan kecepatan pendinginan
tiga kali lebih tinggi dari pada udara dan biasanya digunakan untuk pencelupan
plain carbon steel. Sedangkan udara atau digunakan untuk pendinginan baja
paduan yang dikeraskan. Karbon yang dihasilkan dari pendinginan cepat lebih
banyak dari pendinginan lambat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak
sempat berdifusi keluar, terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur
tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekerasannya
meningkat.

Setelah proses pemanasan dan holding time, untuk mendapatkan struktur


martensit maka austenit yang terjadi hanya didinginkan dengan cepat. Setidaknya
dapat mencapai laju pendinginan kritis. Ada beberapa media pendingin yang
sering digunakan dalam proses pengerasan, antara lain campuran air, minyak ,
udara dan air garam. Media pendingin air adalah pendinginan yang paling tua dan
mudah didapatkan serta mempunyai kemampuan pendinginan yang tinggi sekali,
maka dari itu air biasanya digunakan untuk pendinginan dari baja yang tidak
terlalu tinggi, seperti baja karbon. Kekurangan pendingian air adalah laju
pendinginan sangat tinggi pada daerah pembentukan martensit sehingga akan
menyebabkan terjadinya tegangan sisa akibat transformasi dan selisih temperatur.
Ini akan mendorong terjadinya keretakan pada saat quenching.

Gambar 2.22 Ilustrasi mekanisme pendinginan pada spesimen yang di quenching

(Sumber : Internet )

38
Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam-
macam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas
antara lain :

1. Air Tawar
Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan
yang cepat. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh
senyawa kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut.
Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0ºC (32º F) – 100º C,
air berwujud cair. Suhu 0º C merupakan titik beku (freezing point) dan
suhu 100ºC merupakan titik didih (boiling point) air. Perubahan suhu air
berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas
yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi panas atau
dingin dalam seketika. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses
penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi
uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar.
Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan air dalam proses
pendinginan setelah proses Hardening karena dapat mendinginkan logam
yang telah dipanaskan secara cepat.
2. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan
pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan
ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara
sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk
membentuk Kristal-kristal dan kemungkinan mengikat unsur-unsur lain
dari udara. Adapun pendinginan pada udara terbuka akan memberikan
oksidasi oksigen terhadap proses pendinginan.
3. Oli
Media pendingin merupakan suatu substansi yang berfungsi dalam
menentukan kecepatan pendinginan yang dilakukan terhadap material
yang telah diuji dalam perlakuan panas. Oli yang digunakan sebagai fluida
pendingin dalam perlakuan panas benda kerja yang diolah terlebih dahulu.
Selain oli yang khusus digunakan sebagai bahan pendingin pada proses
perlakuan panas. Derajat kekentalan (viscosity) berpengaruh pada Severity
Of Quench. Oli banyak dipilih karena kapasitas pendinginannya cukup
baik. Pada umumnya oli memiliki kapasitas pendinginan tertinggi sekitar
temperatur 600ºC, dan agak rendah pada temperatur pembentukan
martensit. Laju pendinginan pada oli bisa dinaikkan dengan tiga cara yaitu
dengan agitasi, memanaskan oli pada temperatur diatas temperatur kamar
dan mengemulsikan air (water soluable). Jenis oli yang sering dipakai
untuk aplikasi quenching pada industry yaitu oli khusus, oil quench.
39
4. Air Garam
Pendinginan dengan air garam dilakukan untuk perlakuan panas yang
bertujuan untuk mendinginkan baja yang telah di perlakukan panas. Air
garam dipakai sebagai media pendingin karena memiliki sifat
mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didinginkan didalam
cairan garam akan mengakibatkan ikatan menjadi lebih keras karena pada
permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang menurut
penelitian (Hamzah Nur). Pendinginan dengan air garam bertujuan
pendinginan dilakukan dengan cepat agar diperoleh austenit yang
homogen atau martensit yang halus. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan media air garam sebagai media pendinginan pada baja
setelah dilakukan perlakuan panas karena untuk pendinginan yang cepat
akan didapatkan sifat logam yang keras dan getas sedangkan untuk
pendinginan yang lambat akan didapatkan sifat yang lunak dan ulet. Maka
air garam digunakan sebagai media pendingin karena tidak saja
mendinginkan secara cepat namun dapat mendinginkan dengan cara
teratur. Sehingga dapat mengikat menjadi lebih keras karena permukaan
benda kerja yang diperoleh austenit yang homogen atau martensit yang
halus. Pada perlakuan quenching terjadi percepatan pendinginan dari
temperatur akhir perlakuan dan mengalami perubahan dari austenite
menjadi bainite dan martensite untuk menghasilkan kekuatan dan
kekerasan yang tinggi. Pengerasan maksimum yang dapat dicapai baja
yang di-quench hampir sepenuhnya ditentukan oleh konsentrasi karbon
dan kecepatan pendinginan yang sama atau lebih tinggi dengan kecepatan
pendinginan kritis untuk paduan tersebut.

2.16 Pengujian Tarik

Pengujian tarik merupakan jenis pengujian yang dilakukan dengan melakukan


penarikan terhadap suatu bahan sampai bahan tersebut putus atau patah. Benda uji
yang diberi gaya tarik diletakkan secara sejajar dengan garis sumbunya dan
serenjang terhadap permukaan penampangnya. Salah satu pengujian yang
digunakan untuk mengetahui sifat mekanik logam adalah uji tarik. Uji tarik adalah
suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material
dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan arah. Untuk mengetahui
sifat dari suatu material maka diperlukan suatu pengujian, salah
satu pengujian yang paling sering dilakukan yaitu uji tarik (tensile
test). Pengujian ini memiliki fungsi untuk mengetahui tingkat kekuatan suatu
material dan untuk mengenali karakteristik pada material tersebut.

40
Gambar 2.23 Uji Tarik

2.17 Pengujian Kekerasan

Hardness Tester Uji kekerasan atau hardness test merupakan salah satu cara
untuk mengetahui kekuatan atau ketahanan suatu (bahan) material.
Sedangkan kekerasan itu sendiri (hardness) ialah salah satu sifat mekanik dari
suatu material selain sifat fisik dan teknologik yang dimilikinya.Tujuan dari uji
kekerasan ini yaitu untuk mengukur tingkat ketahanan material terhadap
deformasi plastik. Nilai dari pengujian ini tentunya akan sangat membantu untuk
menentukan dan menganalisa kualitas material yang digunakan pada setiap jenis
industri.

Pada pengujian kekerasan terdapat beberapa alat uji antaralain:

1. Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan


kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola
baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut
(spesimen). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang
memiliki permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000
kgf. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun
terbuat dari bahan Karbida Tungsten.
2. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap
indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut.
3. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor
intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid
seperti ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih
kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1
sampai 1000 gram.Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai

41
hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka
tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin
(136°/2).

Pengujian kekerasan pada penelitian ini menggunakan pengujian kekerasan


rockwell yang bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya
tahan material terhadap benda uji (Spesimen) yang berupa bola baja (HRB)
ataupun kerucut intan (HRC) yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut.

Uji kekerasan rockwell atau Hardness Rockwell test adalah salah satu
pengujian kekerasan banyak digunakan karena pengujian ini sederhana, cepat,
tidak memerlukan mikroskop untuk mengukur jejak perubahan, dan tidak
merusak.Hardness Rockwell test adalah pengujian dengan cara menekan
permukaan benda uji dengan suatu indentor. Penekanan indentor tersebut
dilakukan dengan menekan beban pendahuluan (beban minor), kemudian
ditambah dengan beban utama (beban mayor), kemudian beban mayor dilepaskan
sedangkan beban minor masih dipertahankan.

Cara pengujian hardness rockwell test adalah berdasarkan pada penekanan


sebuah indentor dengan suatu gaya ke permukaan yang rata dan bersih dari
spesimen yang akan diuji. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor, yang
dijadikan perhitungan hardness rockwell test adalah dalamnya bekas lekukan yang
terjadi itu. Untuk alat pengujian hardness rockwell test adalah penguji harus
memasang indentor terlebih dahulu sesuai jenis pengujian yang diperlukan, yaitu
indentor bola bahan atau kerucut intan. Setelah itu penguji meletakkan spesimen
yang akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel beban yang
akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya
penguji bisa melihat jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial indicator
pointer.Kelebihan dari hardness rockwell test adalah mampu digunakan untuk
bahan yang sangat keras. Bisa dipakai untuk batu gerinda hingga plastik. Cocok
untuk semua material yang keras dan bahkan lunak. Adapun kekurangan hardness
rockwell test adalah tingkat ketelitiannya rendah. Tidak stabil bisa terkena
goncangan.

Secara umum terdapat 3 jenis ukuran kekerasan tergantu ng dari cara


pengujian kekerasannya, ketiga jenis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kekerasan goresan (scratch hardness)


2. Kekerasan lekukan (identation hardness)
3. Kekerasan pantulan (rebound) atau kekerasan dinamik (dynamic
hardness)

42
Gambar 2.24 Macam-macam Uji Kekerasan (Brinel, Rockwell, Vickers)

2.18 Pengujian Impak

Uji impak merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui
kekuatan, kekerasan, serta keuletan material. Oleh karena itu uji impak banyak
dipakai dalam bidang menguji sifat mekanik yang dimiliki oleh suatu material
tersebut. Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan
bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan
pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-
lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi
operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau
konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan,
melainkan datang secara tiba-tiba. Contoh deformasi pada bumper mobil pada saat
terjadinya tumbukan kecelakaan. Prinsip dasar dari pengujian impak adalah
penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu
ketinggian tertentu dan menumbuk beban uji,sehingga beban uji mengalami
deformasi maksimum hingga mengakibatkan perpatahan.

Gambar 2.25 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)


43
Energi yang diserap oleh benda uji pada pengujian impak dinyatakan dalam
satuan Joule dan langsung dibaca pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi
yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak suatu bahan yang diuji dengan
metode Charpy diberikan oleh

dimana:
E: energi yang diserap (joule)
A: luas area penampang dibawah takik (mm2)
Sedangkan

dimana
P: beban yang diberikan (joule)
H0: ketinggian awal bandul (mm)
H1: ketinggian akhir setelah terjadi perpatahan benda uji (mm)

Gambar 2.26 Bentuk dan ukuran sampel model Charpy

Gambar 2.27 Ilustrasi pembebanan pada metode Charpy

44
Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai
temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. Pengukuran lain
yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan
permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang
terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik
maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Perpatahan berserat (fibrous fracture)


Melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam material
atau logam yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan yang
berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan buram.
Perpatahan dimple ditandai oleh adanya cekungan-cekungan yang
berbentuk sama sumbu, parabola atauelips, tergantung pada keadaan
beban.
2. Perpatahan granular/kristalin
Dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari
material atau logam yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan yang
datar. Selain itu, faset datar menampilkan “cirisungai” (river marking).Ciri
sungai disebabkan oleh perambatan retak melalui Kristal sepanjang
sejumlah bidang sejajar membentuk lembah dan tepi tajam sehingga
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilap).
3. Perpatahan campuran
Merupakan kombinasi kedua jenis perpatahan di atas.

Gambar 2.28 Ilustrasi permukaan patahan (fractografi) benda uji impact

Dengan adanya pengaruh kecepatan, maka bentuk suatu benda mempengaruhi


kemampuannya dalam menahan beban impak. Pada temparatur ruang, sebuah
batang logam ulet tidak akan mengalami perpatahan di bawah pembebanan impak.
Untuk itu, spesimen tersebut harus diberi notch (takik). Penggunaan notch

45
tersebut menyebabkan besarnya konsentrasi tegangan yang terlokalisasi, yang
membuat energi perpatahan paling banyak diserap pada bagian yang terlokalisasi
tersebut, dan cenderung menyebabkan tipe perpatahan getas. Kecenderungan
material ulet untuk berlaku seperti material getas ketika rusak pada benda yang
terdapat takik di dalamnya sering disebut notch sensitivity.

46
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

Mulai

Studi Literatur Referensi

Uji komposisi kimia

Pembuatan sampel

Perlakuan Hardening

800℃ 850℃ 900℃

Holding Time ( 30 menit)

Pendinginan Air Garam

Uji Tarik Uji Kekerasan Uji Impak

Pengolahan Data

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir

Sumber (Dokumentasi Pribadi)

47
3.2 Penjelasan Diagram Alir

1. Studi Literatur

Mencari data awal dengan mengkaji referensi buku, bacaan jurnal dan serta
dari skripsi yang terdahulu.

2. Uji Komposisi

Untuk mengetahui unsur material yang terkandung dalam bahan material jadi
agar dapat menentukan bahan material yang akan dipakai untuk meneliti. Pada
hasil pengujian komposisi bahan atau unsur dari sprocket adalah baja AISI
1045.

3. Pembuatan Sampel

Pembuatan sampel bertujuan untuk spesimen benda uji dapat didata secara
maksimal.

4. Perlakuan Hardening

Perlakuan hardening temperatur yang dipakai itu berkisar antara 800℃, 850℃,
900℃.

5. Uji Tarik

Merupakan salah satu pengujian yang bertujuan untuk mencari nilai kekuatan
dari bahan material.

6. Uji Kekerasan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kekerasan dari suatu material uji.

7. Uji Impak

Bertujuan untuk mengetahui kegetasan dan keuletan suatu bahan (Spesimen).

8. Pengolahan Data

Mengumpulkan data dari hasil penelitian yang dilakukan.

9. Kesimpulan

Merupakan hasil dari keseluruhan pembahasan dan analisis dari suatu


penelitian.

48
3.3 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan bertempat di Kampus Institut Teknologi Nasional
Malang, Universitas Negeri Malang dan Politeknik Negeri Malang.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.4.1 Alat Penelitian


Berikut alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antaralain:
1. Tungku Pemanas
Berfungsi sebagai tempat perlakuan panas saat proses hardening.
2. Mesin Uji Kekerasan
Alat uji kekerasan yang berfungsi sebagai alat yang mengukur kekerasan
pada baja.
Gambar 3.2 Mesin Uji Kekerasan

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

3. Mesin Uji Kekuatan Tarik


Mesin ini berfungsi sebagai alat untuk mengukur kekuatan tarik dari
material baja.
Gambar 3.3 Mesin Uji Tarik

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

49
4. Mesin Uji Impact
Alat uji impact berfungsi sebagai alat untuk mengukur ketangguhan
spesimen baja saat menerima beban kejut.
Gambar 3.4 Mesin Uji Impact

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

5. Mesin Frais
Mesin freis bertujuan untuk memotong dan membentuk logam pada
suatu benda yang menjadi obyek kerja dari mesin, proses ini
dilakukan pada saat pembentukan spesimen.
6. Mesin Bubut
Mesin ini bertujuan untuk membentuk spesimen pada pengujian tarik
sesuai dengan standar yang dipakai dalam pengujian tarik.
7. Mesin Scrub
Mesin scrub sendiri bertujuan untuk membentuk spesimen dari
pengujian impak.
8. Baskom (Wadah)
Baskom atau wadah digunakan sebagai tempat penampung media air
garam pada saat proses quenching.

3.4.2 Bahan Penelitian

1. Material : Baja AISI 1045

Material baja dipotong dengan ukuran yang sesuai dengan standarnya :


Panjang : 55 mm, Lebar : 10 mm, Tebal : 10 mm sesuai dengan standar
ASTM E23-56T untuk pengujian impak dan standar pengujian tarik
menggunakan standar ASTM A370 dengan ukuran Panjang : 25 mm,
diameter : 2,5 cm, Radius : 9°.

50
Gambar 3.5 Spesimen Uji Impak danUji Tarik Serta Pengujian Kekerasan

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

2. Air Garam

Air garam digunakan sebagai media pendinginan karena air garam


memiliki sifat yang mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang
didinginkan didalam cairan garam akan mengakibatkan ikatan menjadi
lebih keras karena pada permukaan benda kerja tersebut akan meningkat
zat arang. Pendinginan dengan air garam bertujuan pendinginan
dilakukan dengan cepat agar diperoleh austenit yang homogen atau
martensit yang halus. Sehingga pada penelitian ini peneliti menggunakan
air garam sebagai media pendingin karena sifatnya yang baik dan teratur
serta cepat.

3.5 Proses pembuatan sampel pengujian


1. Spesimen Uji Tarik

Pembuatan spesimen ini dilakukan dengan menggunakan mesin bubut


dengan standar uji : Panjang : 25 mm, diameter : 2,5 cm, Radius : 9°.
Dibuat takik dengan sudut “V”(45°) kedalaman : 2 mm, tinggi takik : 8
mm pada tengah-tengah spesimen. Spesimen uji dibuat sebanyak 9
spesimen sesuai standar ASTM A370. Pada spesimen diberikan tanda 1-9
sebagai pembeda pada setiap temperaturnya. Yakni 9 spesimen itu akan
dilakukan perlakuan panas (Hardening) dengan variasi temperatur dan
quenching.

51
Gambar 3.6 Pembuatan Sampel Pengujian Tarik

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

2. Spesimen Uji Impact

Material baja dibentuk menggunakan mesin scrub dengan ukuran yang


sesuai dengan standarnya : Panjang : 55 mm, Lebar : 10 mm, Tebal : 10
mm dengan sudut “V” (45°) kedalaman : 6mm, tinggi takik : 4 mm
sesuai dengan standar ASTM E23-56T.Spesimen uji dibuat sebanyak 9
spesimen sesuai standar ASTM E23-56T. Pada spesimen diberikan tanda
1-9 sebagai pembeda pada setiap temperaturnya. Yakni 9 spesimen itu
akan dilakukan perlakuan panas (Hardening) dengan variasi temperatur
dan pendinginan (Quenching).

Gambar 3.7 Pembuatan Sampel Pengujian Impak

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

52
3. Pembuatan Sampel Pengujian Kekerasan
Proses pembuatan sampel pengujian kekerasan material baja
dipotong menggunakan mesin ptong yang brtujuan untuk
membentuk spesimen uji yang akan digunakan sebagai spesimen
pengujian kekerasan dengan 3 titik yang ditentukan pada proses
perlakuan panas dengan suhu austenit yang berbeda agar bisa kita
analisa dari setiap temperatur yang digunakan untuk pengujian.
Spesimen dihaluskan terlebih dahulu agar permukaan rata sehingga
mudah untuk melakukan pengujian.
Gambar 3.8 Pembuatan sampel Pengujian Kekerasan

(sumber: Dokumentasi Pribadi)

3.6 Sampel Pengujian

Sampel dari pengujian tarik dan impak serta pengujian kekerasan dari
material Baja AISI 1045 setelah dibuatkan spesimen pengujian dengan telah
menggunakan standar pengujian dari masing-masing pengujian. Tujuan dari
pembuatan sampel ini guna untuk memperoleh keterangan berupa data dari
hasil penelitian mengenai obyek yang diteliti.

Gambar 3.9 Sampel Pengujian Tarik, Impak dan Kekerasan

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

53
BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengujian Tarik

Jenis Pengujian : Uji Tarik

Spesimen Uji : Baja AISI 1045

Variasi Temperatur Hardening : 800℃, 850℃, 900℃

Holding Time : 30 Menit

Berikut hasil pengujian tarik spesimen Baja AISI 1045 sebelum dan setelah
perlakuan Hardening:

Tabel 4.1 Data Hasil Uji Tarik

No Variasi Juml Area Max Yield Tensile Rata-rata e


Temperatur ah Mm2 Forc strength strength Tensile %
Hardening Spesi e Kgf/ Kgf/ Strength
men Kgf mm2 mm2

Kgf/ N/mm2
mm2 (Mpa)
800℃ 1 78,54 9001 58,04 94,72 26
1 Pendinginan 2 78,54 5127 90,11 102,00 86, 848, 15
Air Garam 3 78,54 4935 60,01 62,83 51 37329 20
20,33
850℃ 1 78,54 4904 59,97 62,43 18
2 Pendinginan 2 78,54 4082 50,92 52,01 57, 560, 18
Air Garam 3 78,54 4487 55,99 57,13 19 84231 27
21
900℃ 1 78,54 4148 50,62 52,82 13
3 Pendinginan 2 78,54 4711 58,31 59,99 53, 529, 14
Air Garam 3 78,54 3861 48,38 49,17 99 46103 13
13,33
Raw 60, 593,
4 Material 555 841691
Dari tabel 4.1 diatas dapat kita lihat perbandingan antara hubungan temperatur
hardening dengan nilai kekeuatan tarik yang dihasilkan baja AISI 1045 sebelum
perlakuan diambil dari sumber tokoh (Paragon Spesial Metal) yang kemudian
dilakukan pengujian dan dirata-rata kemudian dikonversi dari kgf/mm2 ke Mpa.

54
Dari tabel 4.1 dapat dibandingkan hubungan antara temperatur hardening dengan
nilai kekuatan tarik yang dihasilkan baja AISI 1045 setelah dilakukan perlakuan
hardening dengan grafik berikut.

Grafik 4.1 Hubungan Temperatur dengan Kekuatan Tarik (Mpa)

Grafik Rata-rata Tensile Strength


1000 848.37329
Kekuatan Tarik (MPa)

800
593.841691 560.84231 529.46103
600
400
200
0
Raw Material 800℃ 850℃ 850℃
Variasi Temperatur Hardening

AISI 1045

4.1.1 Analisa Hasil Pengujian Tarik

Berdasarkan grafik 4.1 diatas dapat kita lihat pada kekuatan tarik dari
perlakuan panas Hardening Baja AISI 1045 sebelum perlakuan dengan nilai
kekuatan tarik Mpa, dengan raw materialnya 593,841691 Mpa dan pada
temperatur 800℃ kekuatan tarik menjadi 848,37329 Mpa, pada temperatur 850℃
material mengalami penurunan menjadi 560,84231 Mpa, pada temperatur 900℃
material tetap mengalami penurunan yaitu sebesar 529,46103 Mpa dan pada
temperatur 800℃ menjadi nilai tertinggi dari penelitian ini. Hal ini dikarenakan
oleh dampak quenching pada pengerasan baja yang sangat tergantung dari
besarnya carbon (C).

Austenit terjadi pada saat proses pemanasan dan suhu austenit setelah proses
perlakuan panas kemudian baja didinginkan sehingga bisa mendapatkan martensit
yang keras. Martensit terjadi tanpa proses difusi, karena terjadi proses percepatan
yang tinggi maka karbon akan sangat berpengaruh pada terbentuknya fasa ferit
dan perlit pada temperatur austenit. Untuk meningkatkan pemakain baja karbon
rendah maka perlu meningkatkan sifat mekanik dari baja terutama dari segi
kekuatan (tegangan tarik dan kekerasan). Jika proses pembentukan fasa karbon
rendah dengan menggunakan metode yang tepat maka yang dihasilkan memiliki
kombinasi struktur martensit dan ferrite yang lunak, sehingga selain mudah dalam
proses pembentukan juga ada peningkatan tegangan tarik dan kekerasan.

55
4.2 Data Hasil Pengujian Impak

Jenis Pengujian : Uji Impak

Spesimen Uji : Baja AISI 1045

Variasi Temperatur Hardening : 800℃, 850℃, 900℃

Holding Time : 30 Menit

Berikut hasil pengujian impak spesimen Baja AISI 1045 sebelum dan setelah
perlakuan Hardening:

Tabel 4.2 Data Hasil Uji Impak

Variasi I b t h 𝛼 𝛽 Energi HI
No Temperatur (mm) (mm) (mm) (mm) (°) (°) (Joule) (Joule/mm)
Hardening
AISI 1045 55 10 10 100 90 74 4,6938 0,0469
1 Temperatur 55 10 10 100 90 76 4,1197 0,0412
800℃ 55 10 10 100 90 73 4,9788 0,0498
Rata-rata 4,5974 0,0459
AISI 1045 55 10 10 100 90 79 3,2493 0.0325
2 Temperatur 55 10 10 100 90 78 3,5405 0,0354
850℃ 55 10 10 100 90 79 3,2493 0,0325
Rata-rata 3,3463 0,0334
AISI 1045 55 10 10 100 90 80 2,9571 0,0296
3 Temperatur 55 10 10 100 90 82 2,3700 0,0237
900℃ 55 10 10 100 90 83 2,0753 0,0208
Rata-rata 2,4674 0,0247
Raw
4 Material 4,335 0,054

Dari tabel 4.2 diatas dapat kita lihat bahwa perbandingan antara temperatur
hardening dengan energi dan harga impak yang dihasilkan dari pengujian pada
baja AISI 1045 sebelum perlakuan panas seperti pada tabel diatas yang diambil
dari sumber jurnal (F. Yusman 2018)

56
Dari tabel 4.2 dapat dibandingkan hubungan antara temperatur hardening dengan
nilai kekuatan impak yang dihasilkan Baja AISI 1045 setelah dilakukan perlakuan
hardening dengan grafik berikut.

Grafik 4.2 Hubungan Temperatur dengan Energi (Joule)

Grafik Hubungan Temperatur Hardening dengan Energi


(Joule) Baja AISI 1045
5 4.5974
4.335

4 3.3463
Energi (Joule)

3 2.4674

0
Raw Material 800℃ 850℃ 900℃
Temperatur Hardening

AISI 1045

Grafik 4.3 Hubungan Temperatur dengan Harga Impak (Joule/mm)

Grafik Hubungan Temperatur Hardening dengan Harga


Impak
(Joule/mm) AISI 1045
0.06 0.054
0.0459
Harga Impak (Joule/mm)

0.05

0.04 0.0334

0.03 0.0247

0.02

0.01

0
Raw Material 800℃ 850℃ 900℃
Temperatur Hardening

57
4.2.1 Analisa Hasil Pengujian Impak

Dari grafik 4.2 dan 4.3 dapat kita lihat gabungan dari hubungan temperatur
hardening dengan energi dan hubungan temperatur hardening dengan harga
impak. Dapat kita lihat bahwa metode hardening dapat meningkatkan kekuatan
dari suatu spesimen. Pada temperatur austenit 800℃ dapat kita lihat bahwa
material sangat ulet dan getas.

Hal ini karena temperatur austenit yang diberikan proses hardening dapat
meningkatkan ferit dan perlit. Dikarenakan martensit meningkat akibat
pemanasan dan menstabilkan ferit dan perlit. Pada pengujian ini pada temperatur
800℃ merupakan nilai tertinggi dari pengujian impak dari spesimen yang
digunakan dan dengan temperatur yang berbeda. Hal ini karena tingkat kekerasan
dari baja meningkat dan keuletan. Akibat unsur mangan dari baja dapat menaikan
kuat tarik tanpa mengurangi regangan, sehingga baja dengan pengaruh hardening
dapat merubah sifat mekanik yang kuat dan ulet. Pada temperatur 900℃
merupakan nilai impak paling rendah dan memiliki nilai impak sebesar 2,4674
Joule dengan harga impaknya yaitu 0,0247 joule/mm. Yang mana nilainya paling
rendah dari pada temperatur 800℃ dan 850℃ maka dapat kita ketahui bahwa jika
semakin turun nilai impak maka akan semakin getas.

Dapat kita lihat pada baja AISI 1045 merupakan spesimen yang bersifat getas.
Pada pengujian ini setiap spesimen diberi temperatur yang berbeda dari tiap
temeperatur austenit. Dari hasil pengujian bisa kita lihat pada temperatur 800℃
merupakan nilai tertinggi, martensit meningkat bersama harga impak dan
temperatur hardening kekerasan dan keuletan sesuai dengan temperatur austenit.
Semakin tinggi temperatur austenit yang ditingkatkan maka semakin ulet
spesimen pengujian yang diperlakukan panas namun kekerasan dari pada baja itu
menurun akibat temperatur dan quenching yang berlangsung secara cepat.

Berdasarkan grafik dapat kita lihat bahwa pengaruh temepratur terhadap


energi impak menunjukan energi yang diserap oleh spesimen uji semakin kecil
jika temeperatur hardening dinaikan serta memberi keuletan terhadap spesimen uji
sesuai temperatur yang diberikan dan material semakin getas. Semakin besar
beban yang diberikan maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk
patah apabila dibeban oleh gaya yang sangat besar. Semakin rendah nilai impak
yang diperoleh maka semakin ulet perpatahan yang terjadi dan material yang
dihasilkan pun akan semakin getas.

58
4.3 Data Hasil Pengujian Kekerasan

Jenis Pengujian : Uji Kekerasan

Spesimen Uji : Baja AISI 1045

Variasi Temperatur Hardening : 800℃, 850℃, 900℃

Holding Time : 30 Menit

Berikut hasil pengujian kekerasan spesimen Baja AISI 1045 sebelum dan
setelah perlakuan Hardening:

Tabel 4.3 Data Hasil Uji Kekerasan

No Variasi Jumlah Nilai Nilai Nilai


Temperatur Titik Kekerasan Kekerasan Kekerasan
Hardening Pengujian (RHN) Rata-rata Rata-rata
(RHN) (HBN)
Temperatur 1 85
1 800℃ 2 86 86,33 166
3 88
Temperatur 1 86
2 850℃ 2 85 85 163
3 84
temperatur 1 79
3 900℃ 2 80 80,33 149
3 82

4 Raw Material 80,55 152

Dari tabel 4.3 diatas dapat kita lihat perbandingan antara temperatur hardening
dengan nilai kekerasan yang dihasilkan baja AISI 1045 sebelum dilakukan
perlakuan pada tabel diatas diambil dari sumber tokoh (Paragon Spesial Metal)
setelah dilakukan perlakuan hardening kemudian dihitung rata-rata dan dikonversi
dari RHN menjadi HBN.

59
Dari tabel 4.3 dapat dibandingkan hubungan antara temperatur hardening dengan
nilai kekerasan yang dihasilkan Baja AISI 1045 setelah dilakukan perlakuan
hardening dengan grafik berikut.

Grafik 4.4 Hubungan Temperatur Hardening dengan Nilai Kekerasan (HBN)

Grafik Hubungan Temperatur Hardening dengan Nilai


Kekerasan AISI 1045
170 166
163
Nilai Kekerasan (HBN)

165
160
155 152
149
150
145
140
Raw Material 800℃ 850℃ 900℃
Temperatur Hardening

AISI 1045

4.3.1 Analisa Hasil Pengujian Kekerasan

Dari grafik 4.4 dapat kita lihat bahwa pada pengujian kekerasan merupakan
suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduan
dan kekerasan suatu bahan tersebut dapat pula berubah bila diperlaku panaskan
maka kekerasan pada baja akan meningkat dengan membentuk struktur
martensit/bainit yang memiliki kekerasan tinggi.

Pada hasil pengujian kekerasan nilai kekerasan yang didapat satelah


dilakukan penelitian dengan metode Hardening pada temperatur 800℃
merupakan hasil nilai kekerasan yang paling tinggi dibandingkan dengan
temperatur 850℃ dan 900℃ yang cenderung semakin menurun. Karakteristik dari
dapat diubah dengan melakukan perlakuan panas, salah satunya dengan metode
hardening dan quenching. Dengan variasi tersebut dapat mempengaruhi sifat
kekerasan dan getas dari baja AISI 1045 tersebut. Dari hasil pengujian ini bisa
kita lihat bahwa pada temperatur 800℃ niali kekerasan lebih tinggi hal ini
diakarenakan proses perlakuan panas dan quenching yang mengakibatkan unsur
ferit dan perlit meningkat. Jika semakin tinggi temperatur austenit maka unsur
ferit dan perlit akan menurun karena unsur dari mangan dan silicon hilang akibat
temperatur austenit yang semakin tinggi. Hilangnya perlit kasar disebabkan oleh

60
pemanasan hingga suhu austenit 900℃. Pada suhu austenit tersebut fasa awal
berupa perlit akan berubah menjadi daerah austenit yaitu daerah dimana semua
karbon bebas larut dalam logam, pemerataan daerah austenisasi dari perlit
tergabung dari lamanya waktu penahanan. Selama mempertahankan waktu
penahanan suhu austenit maka ferit akan berkesempatan untuk masuk kedalam
butir-butir austenit, martensit terbentuk akibat pendinginan cepat menggunakan
media air garam dari austenisasi 800℃, 850℃ dan 900℃ yang berakibat
terjebaknya karbon sehingga terjadi peregangan kisi dari struktur mikro yang
seharusnya terbentuk menjadi martensit yang berstruktur. Semakin banyak
martensit yang terbentuk maka spesimen akan memiliki sifat keras dan getas.

Lamanya waktu penahanan akan menimbulkan pertumbuhan butir yang


dapat menaikan kekuatan material. Martensit terbentuk tanpa melalui proses
difusi. Martensit yang terbentuk seperti jarum merupakan sifat mekanik yang
sangat keras dan getas. Martensit yang terbentuk akan menstabilkan unsur ferit
dan perlit serta carbon yang ada pada material bila diberi perlakuan panas. Fasa
ferit dan perlit terbentuk karena karbonnya rendah dan menjadikan struktur baja
pada temperatur meningkat dan martensit stabil. Semakin keras suatu baja maka
akan meningkat keuletan namun lunak dan kekuatan karbon menurun.

Terbentuknya martensit diakibatkan karena terperangkapnya atom yang


tidak sempat berdifusi karena perlakuan panas. Pembentukan struktur martensit
merata dikarenakan laju pendingin air garam yang bersifat stabil dan merata
sehingga austenit menjadi ferit dan perlit. Volume media pendingin kadar karbon
juga berpengaruh pada pembentukan fasa martensit. Atom-atom yang telah
terperangkap dalam matrik logam induk untuk keluar, kemudian akan bereaksi
dengan atom-atom lain dan memebentuk senyawa. Peningkatan ini terjadi seiring
dengan terjadinya transformasi koheren.

Dari grafik diatas dapat diperoleh hasil bahwa pada hubungan temperatur
dengan nilai kekerasan cenderung menurun, berdasarkan grafik diatas dapat kita
lihat bahwa nilai kekerasan dari hasil pengujian dengan metode hardening setelah
diperlakukan pada temperatur 800℃ menjadi 166 HBN, pada temperatur
850℃mengalami penurunan pada nilai kekerasan setelah pengujian dengan nilai
kekerasan sebesar 163 HBN, tetapi penurunan nilai kekerasan pada temperatur ini
masih sangat lebih baik dari nilai kekerasan pada temperatur 900℃ yang dimana
nilai kekerasan yang paling rendah dari pada temperatur 800℃ dan 850℃ dengan
nilai kekerasan yang didapat setelah proses pengujian yaitu 149 HBN.

61
4.4 Sruktur Mikro Baja AISI 1045 Sebelum Perlakuan

Berikut ini merupakan gambar struktur baja AISI 1045 sebelum perlakuan :
Gambar 4.1 Struktur Mikro Baja AISI 1045 Sebelum Perlakuan Panas
Struktur Mikro terdiri dari: Ferrit,dan perlite Etsa : Nital 5% Alkohol 95%
Pembesaran 200x

(sumber : Agus Pramono 2011)

Berdasarkan pengamatan gambar hasil struktur mikro dapat diketahui bahwa


baja AISI 1045 merupakan baja karbon. Jenis fasa yang terdapat baja AISI
1045 sebelum perlakuan panas diperoleh nilai persentasi Ferit 19,52% fasa
Perlit 80,48%, pembesaran 200x. Jenis fasa didominasi oleh perlit karena
kandungan unsur karbon pada baja tersebut ialah sebesar 0,45%.

4.5 Struktur Mikro Baja AISI 1045 Setelah Perlakuan panas Temperatur
Hardening 800℃, 850℃, dan 900℃.
Berdasarkan struktur mikro baja AISI 1045 setelah perlakuan panas
hardening maka dapat kita lihat pada gambar struktur mikro dari hasil
pengujian pada temperatur 800℃, 850℃, dan 900℃, menunjukan bahwa sifat
dari baja berubah struktur sifat mekaniknya berdasarkan setiap variasi
temperatur yang dilakukan pada pengujian ini.

62
Perlite

Martensit

Ferit

Gambar 4.2 Struktur Mikro Baja AISI 1045 Temperatur Hardening 800℃

Perlite

Martensit

Ferit

Gambar 4.3 Struktur Mikro Baja AISI 1045 Temperatur Hardening 850℃

Perlit

Martensit
Ferit

Gambar 4.4 Struktur Mikro Baja AISI 1045 Temperatur Hardening 900℃

63
Struktur mikro yang terbentuk setelah proses perlakuan panas hardening pada
temperatur austenit 800℃ dan waktu penahanan (holding time) 30 menit dengan
menggunakan media pendingin air garam. Berdasarkan hasil pengamatan struktur
mikro dapat diketahui bahwa baja AISI 1045 adalah baja karbon medium. Struktur
mikro dari spesimen baja AISI 1045 sebelum perlakuan panas ditunjukan pada
gambar 4.2 kemudian didinginkan dengan dengan media pendingin air garam,
sehingga dapat menyebabkan pembentukan fasa perlit kasar (berwarna gelap),
ferit (berwarna terang), dengan ukuran butiran kristal yang kasar yang
menandakan bahwa kekerasan sedang (kadar karbon >0,50%), (Eddy Gunawan,
2017). Dengan menghasilkan persentase Fasa : Martensi 45,46%, ferit 35,67%,
dan perlit 18,87%, pembesaran 1000x.

Kemudian pada variasi temperatur austenit 850℃ dengan waktu penahanan


(holding time) 30 menit dengan menggunakan media pendingin air garam yang
ditunjukan pada gambar 4.3 berdasarkan hasil penelitian pada baja AISI 1045,
stuktur yang terbentuk pada spesimen dengan perlakuan panas tersebut adalah
martenist (berbentuk jarum), ferit (berwarna putih), dan perlit halus (berwarna
hitam). Dari fasa austenit tersebut berttransformasi menjadi fasa yang paling
dominan yaitu martensit dan ferit dengan sedikit perlit. Yang menghasilkan
persentase fasa : martensit 39,85%, ferit 36,45% dan perlit 23,60%, pembesaran
1000x.

Pada pengujian dengan variasi temperatur yang ditunjukan pada gambar 4.4
setelah dilakukan perlakuan panas pada variasi temepratur austenit 900℃ dengan
waktu pendinginan 30 menit yang didinginkan dengan air garam sebagai media
pendingin. Struktur mikro yang terbentuk menunjukan adanya fasa martensit dan
ferit yang lebih dominan dan perlit yang terbentuk berjumlah sedikit dengan batas
butir terlihat lebih besar seperti pada gambar 4.4 yang didinginkan dengan media
pendingin air garam yang dapat menyebabkan perubahan struktur perlit dari
sampel pengujian cepat yang menyebabkan kekerasan baja meningkat dari
sebelum perlakuan hardening, namun kekuatan rendah. Sebaliknya jika
pendinginan dilakukan didalam oven (annealing) dan dengan udara bebas
(normalizing). Persentase fasa : Martensit 38,45%, ferit 31,85%, dan perlit
30,10%, pembesaran 1000x.

64
Grafik 4.5 Hubungan Temperatur Hardening Dengan persentase fasa Ferit, Perlit
dan Martensit

90
80
70
60
50 45.46 Ferit
39.85 38.45
40 80.48 35.67 36.45 Perlit
31.85
30 Martensit
19.52
20
30.1
10 22.87 23.6

0
raw 800℃ 850℃ 900℃

(sumber : Pribadi)

4.5.1 Analisa dan Pembahasan Hasil Pengujian Struktur Mikro

Dari hasil data uji struktur mikro diatas pada baja AISI 1045 setelah proses
perlakuan hardening pada temperatur 800℃ memiliki struktur mikro berupa ferit,
dan perlit. Struktur ferit ditunjukan dengan ukuran butiran kristal yang berwarna
terang dengan sifat terang yang memiliki lunak dan ulet sedangkan perlit
berwarna gelap yang memiliki sifat lebih kuat dan sedikit getas. Terbentuknya
ferit dan perlit setelah perlakuan hardening menggunakan media pendingin air
garam, hal ini terjadi karena pendinginan yang sangat cepat dan teratur pada
temperatur austenit. Setelah proses variasi temperatur hardening 850℃ dan 900℃
yang dilanjutkan dengan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media
pendingin air garam menghasilkan struktur mikro yang berbentuk martensite dan
bainite. Hal ini terjadi dikarenakan pendingin yang sangat cepat pada temperatur
austenit. Setelah proses variasi temperatur 850℃ dan 900℃ yang kemudian
dilanjutkan dengan media pendingin air garam menghasilkan struktur mikro yang
berbentuk martensite dan bainite. Hal ini terjadi dikarenakan pendinginan yang
sangat cepat dan temperatur austenit yang tinggi menggunakan media air garam.
Dari diagram CCT dapat diketahui bahwa fasa austenit akan mulai
bertransformasi akan menjadi martensit pada garis Ms (martensit star) dan akan
berakhir pendinginan mencapai garis Mf (martensit finish). Struktur martensite
yang ditampilkan dengan garis hitam pekat yang memiliki sifat lebih keras dan
getas, sedangkan struktur bainit yang ditampilkan dengan garis hitam pudar
dengan memilik sifat yang keras dan kuat meskipun tidak seulet perlit dan ferit
tetapi tidak sekeras martensit.

65
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian tarik, pengujian impak, dan pengujian kekerasan pada
spesimen Baja AISI 1045 dengan proses Hardening variasi temperatur 800℃,
850℃, dan 900℃ holding time 30 menit menggunakan air garam maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlakuan hardening menyebabkan meningkatnya kekuatan tarik pada Baja


AISI 1045 pada suhu 800℃ merupakan nilai tertinggi dengan persentase rata-
rata kekuatan tarik yaitu 848,37329 MPa, pada temperatur hardening 850℃
dan 900℃ kekuatan tarik mengalami penurunan dikarenakan suhu yang
semakin meningkat namun keuletanmeningkat.
2. Pada proses perlakuan hardening pada pengujian impak energi yang
dihasilkan berbanding lurus dengan dengan harga impak yang dimana nilai
energi tertinggi terdapat pada variasi temperatur 800℃ dengan nilai 4,5974
joule dan harga impak sebesar 0,0457 joule/mm, pada suhu850℃ mengalami
penurunan energi sebesar 3,3463 joule dengan harga impak sebesar 0,0334,
pada variasi temperatur 900℃ merupakan nilai energi dan harga impak paling
rendah yaitu energi sebesar 2,4674 joule dengan harga impak 0,0247
joule/mm.
3. Pada hasil pengujian kekerasan pada setiap variasi temperatur memiliki nilai
kekerasan yang berbeda, pada variasi temperatur 800℃ dengan nilai rata-rata
166 HBN merupakan nilai tertinggi, namun mengalami penurunan pada
variasi temperatur 850℃ dengan nilai 163 HBN, kemudian pada variasi
temperatur hardening 900℃ mengalami penurunan nilai kekerasan menjadi
149 HBN.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan diselesaiakn penulis


dapat menyarankan bahwa penelitian ini dapat dikembangkan dengan
meningkatkan variasi temperatur dan waktu penahanan yang berbeda agar
bisa meningkatkan suatu baja yang diteliti oleh peneliti.

66
DAFTAR PUSTAKA

Agus Pramono, 2011. Microstruktur Characteristics of AISI 1045 Stell


Hardening Process Quenching media For Chain Sprocet. Jurnal Teknik Mesin,
Untirta University.vol 7,No 2 2011.
ASM Handbook Committee. 1985. ASM Handbook Volume 9 Metallography
&Microstructures. United States of America.
ASTM International. ASTM A370 Standard Test Methods and Definitions for
Mechanical Testing of Steel Products.
Carbon Steel, Diakses tahun 2009. (On Line) Availableat http//en.
wikipedia.org (On Line) Chain Sprocket Aplikasi Baru di Segmen Otomotif
yang Menjanjikan. KS Review Vol V No 2. 2004. P62.
Chemical Composition of AISI 1045. Diakses tahun 2009. (On Line) Available
athttp//www.strindustries.com
Eddy Gunawan, 2017. Analisa Temperatur Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur
Mikro Pada Baja Karbon. Universitas Maarif Hasyim Latif, Sidoarjo.
Hamzah Nur, 2017. Pengaruh Penggunaan Media Pendingin Air Garam, Air
Tawar, Dan Air Asam pada perlakuan panas terhadap kekerasan baja.
Universitas Negeri Makasar.
Hery widhiatmoko, 2014. Analisa Sifat Kekerasan Pada Baja.
Koos Cahyono dan Agung Cahyono, 2007. Analisis Material Gear Sprocket.
Nindha, T. G. T. 2018. Pengetahuan Material Teknik 1 Fase Equilibria,
Logam dan Paduan. Diktat Teknik Mesin, Universitas Udayana.
Prabhudev, K. 1988. Handbook of Heat Treatment of Steels. New Delhi:
McGraw- Hill.
Perubahan Dimensi Baja Aisi 1045 Setelah Proses Perlakuan Panas (Heat
Treatment). Sintek Jurnal: Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 4 (2). Dari
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/sintek/ article/download/110/92.
Reksotenoyo, H., 1992. Teknologi Cor Gravity: Teori Dasar dan Aplikasi.
Jakarta.
Surdia, T., &Saito, S. 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT.
PradnyaParamita.
Sardjono 2009. Pengaruh Hardening Pada Baja Jis G 4051 Grade S45C
Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia,11(2),95-100.
Darihttp://epaper.bppt.go.id/index.php/JSTI/article/download/822/65.

67
LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Frangkie Nenotek

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Program Studi : Teknik Mesin S-1

NIM : 1711050

Tempat/ Tanggal Lahir : Soe, 03 Agustus 1997

E-mail : ekynenotek@gmail.com

Nomor Telepone/ HP : 082359407437

Alamat : Jl. Sila-Selan no.8 RT 011 RW 005

Kel. Oebesa, Kec. Kota Soe, Timor Tengah Selatan

Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA S-1


Nama Institusi SD Inpres SMP Negeri SMA Kristen 1 ITN
Oebesa 2 Soe Malang
Soe
Ilmu
Jurusan - - Pengetahuan IPA
Alam

Tahun Masuk- 2017-


Lulus 2006-2009 2009-2012 2012-2015 Sekarang

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk memenuhi


persyaratan pengajuan usulan penelitian.

Malang, 2 Agustus 2021

Frangkie Nenotek
171105

68
Gear Sprocket Raw Material Baja AISI 1045

Spesimen Pengujian Tarik Spesimen Pengujian Impak

Spesimen Pengujian Kekerasan

(Hasil Uji Tarik , Uji Impak dan Uji Kekerasan)

69
Spectrum Test Material Gear Sprocket

70
Komposisi Raw Material Baja AISI 1045

71
72
73
74
75
76
77
78
79

Anda mungkin juga menyukai