Anda di halaman 1dari 4

 

Pulau Buru merupakan salah satu pulau yang dulu menjadi tempat pembuangan
bagi para tahanan politik yang dianggap serta divonis terlibat G-30 S PKI. Pulau
Buru dianggap sebagai Gulag pada masa Orde Baru.

Menurut Buku Carmel Budiarjo dengan Judul Bertahan


di Gulag Indonesia, 

Di Pulau Buru inilah menjadi tempat bersejarah bagi Pramoedya Ananta Toer
yang diasingkan bersama yang lainnya yang dianggap sebagai bagian dari sikap
oposisi terhadap Pemerintah Orde Baru. Tepatnya tempat pengasingannya
adalah Desa Savana Jaya. Savana adalah merupakan padang rumput yang luas
dan diselingi oleh hutan-hutan kecil.

Namun kini, tidak tersisa bangunan dan permukiman yang menunjukkan lokasi
pembuangan tahanan politik, kecuali monumen penanda sebagai bukti sejarah
tentang masa lalu. Kini masyarakat sudah hidup dengan baik dan membaur
satu sama lain.
Pramoedya merupakan salah satu tahanan politik Orde Baru yang pertama
kali dikirim ke Pulau Buru, Agustus 1969, bersama penyair Rivai Apin dan
Oey Hai Djoen. Dia juga orang terakhir yang meninggalkan pulau itu, pada 12
November 1979.

Kapal pertama yang diberangkatkan mengangkut lebih dari 800 tahanan


politik, dari berbagai penjara. Kapal itu bertolak dari Pelabuhan Sodong,
Nusakambangan, bertepatan dengan ulang tahun Republik Indonesia, pada
17 Agustus 1969.

Khusus Pramoedya, karya-karyanya di Pulau Buru yang terdiri dari empat jilid,
yakni Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca,
dilarang beredar oleh pemerintah. Sampai di sini ulasan Cerita Pagi, semoga
bermanfaat.

Para tahanan politik tersebut harus bertahan di tengah alam Pulau Buru dengan memiliki hutan yang luas
dan dikelilingi lautan.
Hingga 1975 total terdapat 19 unit penampungan di Pulau Buru untuk para tahanan yang dicap sebagai
PKI itu. (1) 
Dari banyaknya tahanan politik di Pulau Buru, salah satunya adalah Pramoedya Ananta Toer.
Pramoedya Ananta Toer dibawa ke Pulau Buru tanpa pernah diadili bersama puluhan ribu orang lainnya
yang dicap sebagai simpatisan PKI.
Pramoedya Ananta Toer baru dinyatakan bebas pada 21 Desember 1979.
Ketika para tahanan politik dinyatakan bebas, banyak tahanan yang pulang ke Jawa tapi ada juga yang
memilih untuk menetap di Pulau Buru. (2) 
Pembebasan para tahanan Pulau Buru baru terjadi pada Desember 1977, setelah ada desakan dari
dunia internasional.

Para tahanan politik tersebut harus bertahan di tengah alam Pulau Buru
dengan memiliki hutan yang luas dan dikelilingi lautan.
Hingga 1975 total terdapat 19 unit penampungan di Pulau Buru untuk para
tahanan yang dicap sebagai PKI itu. (1) 
Dari banyaknya tahanan politik di Pulau Buru, salah satunya adalah
Pramoedya Ananta Toer.
Pramoedya Ananta Toer baru dinyatakan bebas pada 21 Desember 1979.
Ketika para tahanan politik dinyatakan bebas, banyak tahanan yang pulang ke
Jawa tapi ada juga yang memilih untuk menetap di Pulau Buru. (2) 
Pembebasan para tahanan Pulau Buru baru terjadi pada Desember 1977,
setelah ada desakan dari dunia internasional.
Meski telah dibebaskan, para tahanan itu tetap tidak bebas sepenuhnya dan
setiap gerak-gerik mereka terus diawasi oleh tentara.
Para tahanan yang telah dibebaskan bahkan dilarang bekerja menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai perusahaan negara, masuk dinas
militer, menjadi wartawan dan mempublikasikan tulisan mereka, bahkan pada
KTP-nya dicantumkan tulisan ET (eks-Tapol). (3) 
Menurut catatan Ernst Utrecht, jumlah tahanan politik yang ditahan sebelum
dibuang ke Pulau Buru mencapai 250 ribu orang.
Mereka ditahan karena dituduh terlibat dalam kudeta militer 1 Oktober 1965
atau Gerakan 30 September (G30S) 1965.
Setelah aksi G30S, pasukan TNI AD khususnya dari RPKAD bersama
organisasi masyarakat anti PKI melakukan penangkan besar-besaran
terhadap anggota PKI dan selanjutnya orang-orang yang ditangkap itu setelah
diperiksa dijadikan tahanan politik (tapol).
Sebelum dikirim ke Pulau Buru, para tapol awalnya merupakan tahanan yang
berasal dari penjara Nusa Kambangan.
Para tahanan politik itu dikelompokkan dalam beberapa kategori, yang
pertama adalah Grup A, yaitu mereka yang dianggap terlibat dalam G30S dan
bisa diadili dengan bukti di pengadilan.
Yang kedua adalah grup B, yaitu mereka yang menurut pemerintah
merupakan pimpinana PKI atau aktivisnya tetapi mereka tidak bisa diadili di
pengadilan karena tidak adanya bukti.
Mereka yang berada di grup B ini bisa ditahan seumur hidup tanpa melewati
masa peradilan, sebagaimana yang dialami Pramoedya Ananta Toer.
Di grup C merupakan mereka yang dianggap sebagai simpatisan atau
pengikut PKI.
Ada juga grup X dan F, yaitu mereka yang tidak bisa dikategorikan dalam
grup A, B, atau C. (3) 
Setibanya di Pulau Buru, para tahanan tersebut kemudian dipaksa untuk
bekerja membangun insfrastruktur di sana.
Jalanan dan sitem irigasi yang sekarang ada di derah tersebut merupakan
hasil kerja dari para tahanan di Pulau Buru.
Tahanan politik juga diperintahkan membuka lahan baru untuk kemudian
mereka tempati selama masa pengasingan.
Lahan yang dibebaskan mereka dialihfungsikan sebagai area persawahan
serta ladang untuk kemudian mereka tanami dengan padi, macam-macam
tanaman palawija, maupun aneka ragam buah-buahan.
Kondisi yang mengkhawatirkan ditambah perlakuan keras dari para prajurit
penjaga menyebabkan para tapol meninggal akibat berbagai penyakit seperti
malaria, hernia, hepatitis, TBC, hingga asma.
Tak sedikit dari mereka yang meninggal karena stres akibat semua
penderitaan yang harus mereka tanggung. (2) 
Di Pulau Buru juga terdapat banyak batu nisan milik para tahanan Pulau Buru
yang meninggal.

Anda mungkin juga menyukai