Anda di halaman 1dari 18

MATA KULIAH : SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN

TUGAS MAKALAH
Topik : Sistem Informasi Manajemen di Bidang Kesiswaan
Judul : Penggunaan Fingerprint untuk Absensi Siswa
Dosen Pengampu : Dr. Ngasbun Egar, M. Pd.

Dibuat oleh :
KELOMPOK II
1. Bustamil Arifin (NPM. 18510025)
2. Endah Cipta Ningrum (NPM. 18510063)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

APRIL 2019
TUGAS MAKALAH
Topik : Sistem Informasi Manajemen di Bidang Kesiswaan
Judul : Penggunaan Fingerprint untuk Absensi Siswa
Dosen Pengampu : Dr. Ngasbun Egar, M. Pd.

pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Informasi
Manajemen Pendidikan

Dibuat oleh :
KELOMPOK II
1. Bustamil Arifin (NPM. 18510025)
2. Endah Cipta Ningrum (NPM. 18510063)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

APRIL 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah berjudul Penggunaan
Fingerprint untuk Absensi Siswa. Tak lupa sholawat serta salam kami curahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, yang kita harapkan syafaatnya di dunia maupun di akhirat kelak.
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini walaupun dengan bentuk
dan isi yang sederhana. Makalah ini dibuat sebagai pemenuhan tugas kelompok perkuliahan
Program Studi Manajemen Pendidikan (S2), Program Pascasarjana UPGRIS, mata kuliah Sistem

i
Manajemen Informasi Pendidikan yang diampu oleh Dr. Ngasbun Egar, M. Pd. Tak lupa pula
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu
proses pembuatan makalah ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Harapan kami makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
pembaca untuk memperluas wawasan dan juga pengetahuan tentang Penggunaan Fingerprint
untuk Absensi Siswa. Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
karena berbagai keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Semarang, 21 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. i


KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………... 3
C. Tujuan ……………………………………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Grounded Theory ……..……..…………………………………………… 4
B. Pengertian Pengajaran ……………………………………………………. 5
C. Keterkaitan Pendidikan dan Pengajaran ………………………………….. 7

BAB III PENUTUP


A. Simpulan …………………………………………………………………. 10
B. Saran ……………………………………………………………………… 10

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 11

iii
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting
untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan
wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Seiring
dengan perkembangan teknologi komputer dan teknologi informasi, sekolah-sekolah di
Indonesia sudah waktunya mengembangkan Sistem Informasi agar mampu mengikuti
perubahan jaman
Penerapan teknologi informasi untuk menunjang proses pendidikan telah menjadi
kebutuhan bagi lembaga pendidikan di Indonesia. Pemanfaatan teknologi informasi ini
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas bagi kelangsungan
pendidikan. Keberhasilan dalam peningkatan efisiensi dan produktivitas bagi kelangsungan
pendidikan akan ikut menentukan kelangsungan hidup lembaga pendidikan itu sendiri.
Dengan kata lain menunda penerapan teknologi informasi dalam lembaga pendidikan berarti
menunda kelancaran pendidikan dalam menghadapi persaingan global.
Pemanfaatan teknologi informasi diperuntukkan bagi peningkatan kinerja lembaga
pendidikan dalam upayanya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia.
Penghematan waktu dan kecepatan penyajian informasi akibat penerapan teknologi
informasi tersebut akan memberikan kesempatan kepada guru dan pengurus sekolah untuk
meningkatkan kualitas komunikasi dengan siswa dan orang tua/wali siswa. Dengan demikian
siswa dan orang tua/wali siswa akan merasa lebih diperhatikan dalam upaya
mengembangkan pengetahuan dan komunikasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Grounded Theory?
2. Apa yang dimaksud dengan Etnografi?
3. Bagaimana penerapan Grounded Theory dan Etnografi dalam penelitian
kualitatif?

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian Grounded Theory.
2. Untuk mengetahui pengertian Etnografi.
3. Untuk memahami penerapan Grounded Theory dan Etnografi dalam
3

penelitian kualitatif.
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Grounded Theory
Istilah Grounded Theory pertama kali diperkenalkan oleh Glaser & Strauss pada tahun
1967. Glaser adalah seorang sosiolog sekaligus dosen di Colombia University dan University
of California School of Nursing. Sedangkan Strauss juga seorang sosiolog yang bekerja
sebagai Direktur Social Science Research, Institute for Psychiatric and Psychosomatic
Research and Training. Glaser & Straus dalam bukunya The Discovery of Grounded Theory
Strategies for Qualitative Research menyatakan “We believe that the discovery of theory
from data-which we call grounded theory-is a major task confronting sociology today, for,
as we shall try to show, such theory fits empirical situations, and is understanable to
sociologists and layman alike. Kami meyakini bahwa penemuan teori dari data yang kami
sebut Grounded Theory adalah tugas utama yang dihadapi ilmu sosiologi saat ini, untuk itu
kami berusaha menunjukkan teori tersebut sesuai dengan situasi empiris dan dapat
dimengerti oleh para sosiolog dan orang awam sekalipun. Ini merupakan pertama kali istilah
Grounded Theory diperkenalkan.
Definisi Grounded Theory mengalami perkembangan. Grounded Theory is a systematic
qualitative research methodology in the social sciences emphasizing generation of theory
from data in the process of conducting research (wikipedia.org). Grounded Theory adalah
sebuah metodologi penelitian kualitatif yang sistematis dalam ilmu-ilmu sosial yang
menekankan penemuan teori dari data dalam proses berlangsungnya penelitian. Grounded
Theory is a research method that prescribes systematic guidelines for data collection and
analysis with the purpose of inductively building a framework explaining the collected data
(Charmaz, 2000). Grounded Theory adalah metode penelitian yang menjelaskan petunjuk-
petunjuk sistematis untuk pengumpulan dan analisis data dengan tujuan membangun
kerangka yang dapat menjelaskan data yang terkumpul. Grounded Theory berhubungan
dengan proses pengumpulan data yang kemudian sering dikatakan melakukan induksi secara
alami (Morse, 2001), dimana peneliti ke lapangan tidak membawa ide-ide sebagai
pertimbangan sebelumnya untuk membuktikan atau tidak. Isu-isu penting dari partisipan
muncul dari kisah atau cerita yang mereka katakan tentang sesuatu yang menjadi perhatian
bersama peneliti.
Dari sejumlah definisi dapat disimpulkan Grounded Theory adalah sebuah metodologi
penelitian kualitatif yang menekankan penemuan teori dari data observasi empirik di
lapangan dengan metoda induktif (menemukan teori dari sejumlah data), generatif
(penemuan atau konstruksi teori menggunakan data sebagai evidensi), konstruktif
(menemukan konstruksi teori atau kategori lewat analisis dan proses mengabstraksi), dan
5

subyektif (merekonstruksi penafsiran dan pemaknaan hasil penelitian berdasarkan


konseptualisasi masyarakat yang dijadikan subyek studi).
 Grounded Theory berguna dalam situasi-situasi ketika sedikit sekali yang diketahui
tentang topik atau fenomena tertentu, atau ketika diperlukan pendekatan baru untuk latar-
latar yang sudah dikenal. Pada umumnya, tujuan Grounded Theory adalah membangun teori
baru, walaupun sering juga digunakan untuk memperluas atau memodifikasi teori yang ada.
Sebagai contoh, peneliti bisa mengembangkan Grounded Theory peneliti sendiri, atau
Grounded Theory peneliti lain, dengan meninjau kembali data yang sama dengan pertanyaan
dan interprestasi yang berbeda.
Pelaksanaan penelitian Grounded bertolak belakang dengan penelitian pada umumnya.
Jika penelitian umumnya diawali dengan desain tertentu, namun Grounded Theory tidak
demikian. Peneliti langsung ke lapangan, semuanya dilaksanakan di lapangan. Rumusan
masalah ditemukan di lapangan. Data merupakan sumber teori, teori berdasarkan data,
sehingga teori juga lahir dan berkembang di lapangan.
Menurut Creswell, enam karakteristik berikut merupakan elemen-elemen yang terdapat
dalam Grounded Theory, yaitu:

1. Pendekatan Proses
Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa setiap fenomena sosial
merupakan hasil proses tindakan atau interaksi antar individu. Dalam
Grounded Theory, proses merujuk pada urutan tindakan-tindakan dan
interaksi antar manusia dan peristiwa-peristiwa yang berhubungan
dengan sebuah topik.
2. Sampling Teoritis
Dalam Grounded Theory, digunakan “sampling teorities”. Penarikan
sampel jenis ini berpedoman pada gagasan-gagasan yang signifikan bagi
teori yang muncul. Pada awal riset, peneliti membuat keputusan
penarikan sampel hanya untuk langkah awal saja. Pilih latar atau
fenomena yang  ingin diteliti, pilih sekelompok orang atau individu
tertentu yang bisa memberikan informasi mengenai topik yang diteliti.
Begitu riset diawali, peneliti mulai menganalisis data awal, konsep baru
akan muncul, kemudian peneliti bisa menerapkannya pada sampel yang
berbeda situasi, latar atau individu. Lantas berfokus pada ide baru guna
memperluas teori yang muncul. Penarikan sampel teoritis dilanjutkan
6

hingga mencapai titik jenuh, yaitu ketika tidak ada lagi informasi baru
(dalam data) yang relevan dengan riset.
Sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif, instrumen pengumpul
data penelitian Grounded Theory adalah peneliti sendiri. Data-data yang
dikumpulkan dapat berbentuk transkrip wawancara, percakapan, catatan
wawancara, dokumen-dokumen publik, buku harian dan jurnal
responden, dan catatan reflektif peneliti.
Proses pengumpulan data itu dilaksanakan dengan mengunakan dua
metode, yaitu observasi dan wawancara mendalam (depth interview).
Bentuk data yang paling sering digunakan peneliti adalah hasil
wawancara karena data seperti ini lebih mampu mengungkapkan
pengalaman responden dalam kata-kata mereka sendiri.
Dalam Grounded Theory, masalah sampel penelitian tidak didasarkan
pada jumlah populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam
beragam bentuknya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara
penyampelan teoritik, yaitu penyampelan yang dilakukan. Dengan kata
lain, penyampelan teoritik merupakan pengambilan sampel yang
dilakukan peneliti dengan cara memilih data-data atau konsep-konsep
yang terbukti berhubungan dengan dan mendukung secara teoritik teori
yang sedang disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel
peristiwa/fenomena yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang
secara langsung menjawab masalah penelitian.
3. Analisis Data dan Melakukan Koding
Analisis data berlangsung selama riset berproses, mulai wawancara awal
hingga berakhir pada pengamatan. Analisis terdiri dari koding ( coding )
dan kategorisasi (categorizing). Koding dilakukan terlebih dahulu pada
permulaan riset. Koding memungkinkan peneliti mengubah data, dan
menguraikannya untuk membangun kategori seiring dengan munculnya
kategori utama, maka teori akan berkembang.
7

Koding dalam Grounded Theory adalah proses pengidentifikasian dan


penamaan tema atau konsep dalam tahapan analisis. Dalam hal ini, data
dikodekan menjadi kategori.
4. Kategori Inti
Dari seluruh kategori utama yang diperoleh dari data, peneliti memilih
satu kategori sebagai inti fenomena dalam rangka merumuskan teori.
Setelah mengidentifikasi beberapa kategori (misalnya, 8 hingga 10,
tergantung pada besarnya database), peneliti memilih satu kategori inti
sebagai basis penulisan teori. Kriteria untuk menentukan kategori inti:
- Kategori tersebut harus merupakan sentral, dalam artian kategori-
kategori utama lainnya dapat dihubungkan padanya.
- Kategori tersebut sering muncul dalam data, dengan pengertian bahwa
dalam semua kasus terdapat indikator-indikator yang merujuk pada
kategori inti tersebut.
- Penjelasan-penjelasan yang menghubungkan kategori-kategori bersifat
logis, konsisten dan tidak dipaksakan.
- Istilah atau frasa yang digunakan untuk menjelaskan kategori inti harus
abstrak.
- Seiring dengan penyempurnaan konsep, teori berkembang dalam aspek
kedalaman dan kemampuan menjelaskan.Meskipun kondisi bervariasi,
kategori inti masih mampu menjelaskan seara akurat.
5. Perumusan Teori
Dalam penelitian Grounded Theory, yang dimaksud dengan teori adalah
penjelasan atau pemahaman yang abstrak tentang suatu proses mengenai
sebuah topik substantif yang didasarkan pada data.
Cara untuk menghasilkan teori dengan metode grounded theory terdiri
dari lima fase yang harus diikuti: 1) Desain penelitian, 2) pengumpulan
data, 3) penyusunan data, 4) analisis data dan 5) pembanding dengan
literature.
Dari lima fase diatas, ada 9 langkah yang harus diikuti, meliputi :
1) Tinjauan ulang literature teknisi, 2) Memilih kasus, 3) Membuat
protokol pengumpulan data yang akurat, 4) Masuk ke lapangan, 5)
Penyusunan data, 6) Menganalisis data, 7) Percontohan teoritis, 8)
8

Mencapai akhir penelitian, 9) Pembandingan teori yang muncul dengan


literature yang telah ada.
6. Penulisan Memo
Dalam penelitian Grounded Theory, memo merupakan catatan-catatan
yang dibuat peneliti untuk mengelaborasi ide-ide yang berhubungan
dengan data dan kategori-kategori yang dikodekan. Dengan kata lain,
memo merupakan catatan yang dibuat peneliti bagi dirinya sendiri dalam
rangka menyusun hipotesis tentang sebuah kategori, kususnya tentang
hubungan-hubungan antara kategori-kategori yang ditemukan.

B. Etnografi
Pada proses kemunculannya (akhir abad ke-19) Etnografi mula-mula dilakukan untuk
membangun tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai
muncul di permukaan bumi sampai ke masa terkini. Tak ubahnya analisis wacana, mereka –
ilmuwan antropologi pada waktu itu – melakukan kajian etnografi melalui tulisan-tulisan dan
referensi dari perpustakaan yang telah ada tanpa terjun ke lapangan. Namun, pada akhir abad
ke-19, legalitas penelitian semacam ini mulai dipertanyakan karena tidak ada fakta yang
mendukung interpretasi para peneliti. Akhirnya, muncul pemikiran baru bahwa seorang
antropolog harus melihat sendiri alias berada dalam kelompok masyarakat yang menjadi
obyek kajiannya. 
Beranjak pada Etnografi Modern yakni sekitar tahun 1915-1925. Dipelopori oleh
antropolog sosial Inggris, Radclifffe-Brown dan B. Malinowski, etnografi modern dibedakan
dengan etnografi mula-mula berdasarkan ciri penting, yakni mereka tidak terlalu mamandang
hal-ikhwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan suatu kelompok masyarakat
(Spradley, 1997). Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa kini, yaitu tentang
the way of life masayarakat tersebut. Menurut pandangan dua antropolog ini tujuan etnografi
adalah untuk mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat.
Untuk itu peneliti tidak cukup hanya melakukan wawancara, namun hendaknya berada
bersama informan sambil melakukan observasi. 
Istilah Etnografi berasal dari kata Yunani ethnos yang berarti orang/bangsa/suku
bangsa dan graphein yang berarti tulisan/uraian. Istilah itu kemudian diartikan sebagai
sejenis tulisan yang menggunakan bahan-bahan dari penelitian lapangan untuk
menggambarkan kebudayaan manusia.
9

Secara bahasa, Etnografi berarti potret suatu masyarakat. Menurut Marvin Harris and
Orna Johnson (2000), penelitian Etnografi adalah gambaran tertulis tentang suatu budaya,
yaitu adat, kepercayaan, dan perilaku- berdasarkan pengamatan peneliti yang terjun langsung
ke lapangan. Etnografi adalah metode penelitian sosial yang tergantung sepenuhnya pada
pengamatan peneliti secara dekat sehingga ia perlu membekali diri dengan kemampuan
bahasa, budaya, dan pengetahuan mendalam tentang wilayah/bidang penelitian,dan
penggunaan metode yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Etnografi merupakan cabang antropologi yang digunakan untuk menggambarkan,
menjelaskan dan menganalisis unsur kebudayaan suatu masyarakat atau suku bangsa.
Etnografi, dalam kegiatannya memberikan (mengungkap) uraian terperinci mengenai aspek
cara berperilaku dan cara berpikir yang sudah membaku pada orang yang dipelajari, yang
dituangkan dalam bentuk tulisan, foto, gambar atau film. Kebudayaan meliputi segala
sesuatu yang berhubungan dengan perilaku dan pemikiran serta keyakinan suatu masyarakat.
Hal yang dipelajari bisa berupa bahasa, mata pencaharian, sistem teknologi, organisasi
sosial, kesenian, sistem pengetahuan, dan religi. Untuk memahami unsur-unsur kebudayaan
tersebut, peneliti biasanya tinggal bersama masyarakat yang diteliti dalam waktu yang cukup
lama untuk mewawancarai, mengamati, dan mengumpulkan dokumen-dokumon tentang
obyek yang diteliti.
Ciri-ciri khas dari metode penelitian lapangan Etnografi ini adalah sifatnya yang
holistic-integrative, think description dan menggunakan analisis kualitatif dalam rangka
mendapatkan sudut pandang (native’s point of view). Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan obeservasi-partisipasi dan wawancara secara terbuka dan mendalam,
sehingga Etnografi memerlukan waktu yang lama, bukan kunjungan singkat dengan daftar
pertanyaan yang terstruktur seperti pada penelitian survey.
Penelitian Etnografi secara umum dilakukan secara bertahap dengan dimulai tahap
perkenalan yang meliputi mempelajari bahasa penduduk yang sedang diteliti. Selanjutnya
pembelajaran terhadap bahasa asli dipakai untuk membantu dalam menganilis permasalahan-
permasalahan yang muncul dari aktivitas sehari-hari. Elemen-elemen inti dari penelitian
etnografi:
1. Penggunaan penjelasan yang detail.
2. Gaya laporan bersifat cerita (story telling)
3. Menggali tema-tema kultural, seperti tema-tema tentang peran dan
perilaku masyarakat.
4. Menjelaskan kehidupan keseharian orang-orang (everyday life of persons)
bukan peristiwa khusus yang menjadi pusat perhatian.
5. Laporan keseluruhan perpaduan antara deskriptif, analitis dan
10

interpretatif.
6. Hasil penelitian memfokuskan bukan pada apa yang menjadi agen
perubahan tetapi pada pelopor untuk berubah
Menurut Oreswell (2008) penelitian etnografi memiliki beragam bentuk. Akan tetapi,
jenis utama yang sering muncul dalam laporan-laporan penelitian pendidikan adalah
etnografi realis, studi kasus, dan etnografi kritis.
1. Etnografi Realis
Pendekatan ini berupaya menggambarkan situasi budaya para partisipan
secara obyektif berdasarkan informasi yang diperoleh langsung dari para
partisipan di lapangan penelitian dan dipaparkan dengan menggunakan
sudut pandang orang ketiga (third person point of view).
2. Studi Kasus
Sebagai sebuah bentuk etnografi, studi kasus didefinisikan sebagai an
in-depth exploratioon of a bounded system (e.g. an activity, event,
process, or individuals) based on extensive collection (Creswell, 2008).
Istilah "bounded" atau "terbatas" dalam definisi ini berarti bahwa 'kasus'
yang diteliti terpisah dari hal-hal lain dalam dimensi waktu, tempat, dan
batas-batas fisik tertentu. Artinya, hasil penelitian yang diperoleh hanya
berlaku bagi objek yang diteliti dan tidak dapat digeneralisasi pada objek
lain meskipun masih sejenis.
3. Etnografi Kritis
Etnografi kritis merupakan pendekatan penelitian yang digunakan untuk
membantu dan memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat yang
termarjinalisasi. Etnografer kritis biasanya merupakan individu berpikiran
politis yang, melalui penelitiannya, ingin memberikan bantuan melawan
ketidakadilan dan penindasan.
Penelitian Etnografi berlangsung tidak secara linear, melainkan dalam bentuk siklus.
Berbagai tahapan, seperti pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi, dilakukan secara
simultan dan bisa diulang-ulang. Menurut Spradley (1980) siklus penelitian Etnografi mencakup
enam langkah:
1. Pemilihan Proyek Etnografi
Menurut Creswell (2008), langkah-langkah utama pelaksanaan penelitian
adalah mengidentifikasi tujuan penelitian, desain apa yang akan
digunakan, dan bagaimana tujuan itu dihubungkan dengan masalah
penelitian. Ketiga hal ini akan menentukan apakah proyek penelitian yang
akan dilaksanakan merupakan desain etnografi realis, studi kasus, atau
11

etnografi kritis.
2. Pengajuan Pertanyaan
Pekerjaan lapangan etnografi dimulai dengan pengajuan pertanyaan
etnografi. Walaupun pengajuan dilaksanakan secara intensif pada saat
wawancara, aktivitas ini pada dasarnya sudah dilakukan pada saat
observasi. Tiga pertanyaan utama yang diajukan pada saat observasi
adalah: "Siapa yang ada di latar penelitian?", "Apa yang mereka
lakukan?" dan "Apa latar fisik situasi sosial tersebut?". Setelah itu,
peneliti melanjutkan observasinya dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang lebih terfokus.
3. Pengumpulan Data
Dalam etnografi, pengumpulan data dilakukan dengan prosedur beragam (multiple
procedures), dan intensitas prosedur-prosedur itu bervariasi sesuai tipe etnografi yang
dilakukan.
Dalam penelitian etnografi realis, peneliti akan tinggal bersama dengan para partisipan
dalam waktu yang relatif lama. Dia akan membuat catatan-catatan lapangan berdasarkan
data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan langsung terhadap kegiatan-kegiatan
kebudayaan para partsisipan, dan pengamatan atas artifak, dan simbol-simbol.
Dalam penelitian studi kasus, sesuai dengan tujuan untuk memeroleh pemahaman
mendalam tentang suatu fenomena atau kasus, peneliti dapat
mengumpulkan data melalui wawancara, pengamatan, dokumen, dan rekaman-rekaman
audivisual.
Dalam penelitian etnografi kritis, pengumpulan data lebih terfokus pada
kolaborasi antara peneliti dan partisipan dengan agenda meningkatkan pemahaman para
partisipan tentang situasi tertentu dalam hidup mereka dan langkah-langkah apa yang
perlu diambil untuk memperbaiki situasi itu.
4. Perekaman Data
Data etnografi yang diperoleh melalui berbagai prosedur tersebut direkam dan
diorganisasikan sebaik mungkin sesuai dengan jenis dan bentuknya. Sebagian data
dapat direkam dalam bentuk catatan lapangan. Sebagian lagi direkam dalam bentuk
foto, peta, video, dan cara-cara lain. Yang penting rekaman-rekaman data tersebut
dapat dipahami dengan mudah ketika mengadakan analisis.
12

C. Keterkaitan Pendidikan dan Pengajaran, Mendidik dan Mengajar


Pendidikan sangat erat kaitanya dengan pengajaran, dan sering sulit untuk
membedakannya walaupun pada hakekatnya memang berbeda. Orang yang mendidik
senantiasa juga mengajar atau mendidik melalui/dengan mengajar. Orang yang mengajar
dengan baik, dengan sendirinya ia telah mendidik. Melalui pengajaran diperoleh
pengetahuan, informasi, keterampilan tertentu. Dengan pengetahuan, informasi, dan
keterampilan itu dapat menimbulkan perubahan sikap dan tingkah laku si terdidik, terjadi
pembentukan pribadi menuju kedewasaan. Selain itu, pengajaran juga ingin memberikan
yang terbaik dan yang benar (sistem nilai) yang dimilikinya untuk membantu si terdidik
tumbuh dan berkembang dari dalam dirinya sendiri, membentuk dirinya sebagai pribadi yang
mandiri
Sesungguhnya, semua pendidikan adalah informal, tidak ada pendidikan formal, yang
formal itu pengajaran (Drost, 2000). Menurut Drijarkara (1961), pendidikan merupakan
fenomena fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia (terjadi secara tidak formal), di
mana ada kehidupan manusia di situ ada pendidikan. Yang dimaksud dengan formal adalah
terstruktur secara resmi dalam kurikulum, silabus, dan jadwal. Pendidikan tidak
menggunakan siabus, tidak terjadwal, tanpa evaluasi, tidak perlu ijazah/ sertifikat, utamanya
terjadi di rumah/keluarga dan masyarakat. Yang terjadwal, ada kurikulum dan silabus, itu
adalah pengajaran, terjadi di sekolah-sekolah.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan perbedaan pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan merupakan proses transfer: transmisi(pemindahan) dan transformasi
(pengembangan) nilai-nilai. Pengajaran lebih bersifat transfer ilmu, pengetahuan, atau
informasi. Pendidikan merupakan proses yang informal (utamanya di keluarga), sedang
pengajaran merupakan proses formal (resmi, utamanya di sekolah)
Dalam diri seorang guru seyogyanya tercakup jiwa dan semangat pendidik sekaligus
pengajar. Guru melakukan tindakan mendidik dengan mengajarkan berbagai pengetahuan
dan dalam mengajarkan pengetahuan guru dapat menanamkan nilai-nilai dan membentuk
sikap anak didik. Pembentukan sikap dan pemahaman nilai-nilai akan menjadi lebih mudah
disertai dengan pengetahuan lebih luas dan mendalam. Sebaliknya, sikap dan pemahaman
nilai-nilai yang mantap akan memudahkan dalam pengembangan pengetahuan menjadi luas
dan mendalam.
Tindakan pendidik dapat dikatakan sebagai membentuk “wadah” yaitu berupa sikap,
mental, moral, motivasi, keinginan, kemauan, kreatifitas; sedang mengajar adalah
membentuk “isi” yaitu Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) atau keterampilan. Antara
wadah dan isinya dapat dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan. Wadah bersifat relatif tetap,
sedang isinya dapat berubah-ubah, bervariasi, sesuai dengan tuntunan perkembangan zaman,
serta kemajuan lImu Pengetahuan, dan Teknologi (A.Y. Soegeng & Ghufron A, 2016)
13

Dalam praktik, pendidikan dan pengajaran terlaksana dalam satu kegiatan (tindakan).
Pendidikan modern menurut pengembangan segenap potensi anak didik (ranah kognitif,
efektif yang mencakup emotif dan konatif, dan psikomotorik, belahan otak kiri dan kanan
jiwa dan raga, jasmani dan rohani, mahkluk individual dan sosial, nafsu dan moral susila
serta religius). Secara sistematik (utuh-menyeluruh, terpaku) yang seimbang secara
proporsional. Tidak dibenarkan pendidikan yang berat sebelah, yang didominasi dengan
pengembangan ranah tertentu saja, misalnya pendidian yang intelektualitas (cerebraris), yang
menghasilkan manusia-manusia robot, tanpa perasaan. Pendidikan intelektualitas yang
mengutamakan pengembangan IQ itu harus diimbangi dengan pendidikan yang juga
mengembangan EI (Emotional Intelegensi, kecerdasan emosional). Kecerdasan emosional itu
mencakup pengendalian diri , semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri.
Mengajar, sesungguhnya bukanlah nama dari satu aktivitas, melainkan mencakup
banyak jenis kegiatan yang berbeda (berbicara, bertanya, menulis di papan tulis, dan lain
sebagainya). Mengajar perlu melibatkan keinginan bahwa seseorang akan belajar sebagai
suatu akibat dari apa yang dilakukan guru. Mengajar juga menuntut suatu pengakuan oleh
guru dan siswa tentang suatu hubungan khusus yang ada di antara mereka. Kita dapat
mengajarkan semua jenis hal, baik atau buruk, salah atau benar, contohnya mengajar untuk
jujur dan sopan maupun mengajar untuk berbohong atau mencuri. Bagaimanapun,
pendidikan melibatkan mengajar tentang apa yang baik untuk diketahui dan sikap yang
secara moral dapat diterima. Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha
membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari
dan dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa.
Pendidikan melibatkan pemindahan pengetahuan dan keterampilan, dan sulit untuk melihat
bagaimana ini dapat terjadi dalam praktik kecuali seseorang membuat dirinya sendiri
bertanggung jawab terhadap transmisi tersebut.
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, pendidikan dan pengajaran dapat terjadi
dalam satu tindakan yang sama. Dalam mendidik selalu terkandung unsur mengajar, dan
mengajar yang baik selalu mengandung unsur mendidik. Seorang pengajar mendidik dengan
mengajar dan mengajar dengan mendidik. Seorang pelajar dididik dengan diajar dan diajar
dengan dididik (Drost, 2006)
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pendidikan merupakan usaha sadar oleh orang dewasa/ pendidik untuk membawa anak/
peserta didik menuju kedewasaan melalui proses bimbingan yang dilakukan secara
teratur dan sistematis.
2. Pengajaran adalah aktivitas-aktivitas yang bertujuan dan memiliki tujuan dimana guru
berbagi informasi dengan siswa untuk memungkinkan mereka menyelesaikan sesuatu
tugas yang tidak bisa diselesaikan sendiri sebelum itu.
3. Pendidikan dan pengajaran memiliki keterkaitan yang sangat erat. Orang yang mendidik
senantiasa juga mengajar atau mendidik melalui/dengan mengajar. Orang yang
mengajar dengan baik, dengan sendirinya ia telah mendidik. Melalui pengajaran
diperoleh pengetahuan, informasi, keterampilan tertentu. Dengan pengetahuan,
informasi, dan keterampilan itu dapat menimbulkan perubahan sikap dan tingkah laku si
terdidik, terjadi pembentukan pribadi menuju kedewasaan.

B. Saran
1. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer pendidikan seyogyanya mampu benar-
benar memahami konsep pendidikan dan pengajaran serta mengimplementasikannya di
sekolah sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah dapat tercapai.
2. Guru sebagai tenaga pendidik seyogyanya mampu berperan sebagai pendidik sekaligus
pengajar, di mana guru dapat melakukan transfer ilmu sekaligus transfer nilai sehingga
terbentuk siswa yang cerdas dan memiliki karakter yang kuat dan positif.

10
DAFTAR PUSTAKA

Soegeng Ysh., A. Y. dan Abdullah, Ghufron. 2016. Landasan Kependidikan. Jilid 1.


Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama.

Soegeng Ysh., A. Y. dan Abdullah, Ghufron. 2016. Landasan Kependidikan. Jilid 2.


Semarang: Universitas PGRI Semarang Press.

http://fisika79.wordpress.com/2011/04/26/pendidikan-dan-pengajaran

http://www. kawansejati.org/perbedaan-antara-pendidikan-dan-pengajaran

11

Anda mungkin juga menyukai