FILSAFATILMUPENGETAHUAN
FILSAFATILMUPENGETAHUAN
Filsafat merupakan ratu-ratu atau induk dari semua ilmu pengetahuan. Filsafat adalah
sebuah disiplin yang telah berusia ribuan tahun. Filsafat hadir di zaman Yunani kuno yang
dapat dikatakan sebagai langkah awal pembebasan akal manusia dari kultur mitologis yang
membelenggu potensi-potensi rasional manusia. Filsafat hadir sebagai jalan membebaskan
akal manusia dari dogma dan kepercayaan palsu di masyarakat. Karena sifat filsafat itu kritis
yang selalu mempertanyakan segala hal. Inilah kata kunci yang selalu digenggam filsuf
sepanjang zaman.
Bernard Russell (1872-1970) mendefinisikan filsafat sebagai ranah tak bertuan (no man’s
land) diantara teologi dan ilmu pengetahuan. Filsafat mempunyai sifat teologi yaitu
bermuatan spekulasi terhadap semesta dimana ilmu pengetahuan tidak bisa mengakui atau
membuktikannnya dan mengutamakan otoritas disbanding rasionalistas. Filsafat juga
mempunyai sifat ilmu pengetahuan yang mengutamakan rasionalitas ketimbang otoritas. Dari
pengertian ini, filsafat merupakan disiplin yang terus-menerus mengasah pisau kritisnya
sehingga tidak pernah terjebak pada sebuah otoritas baik teologis maupun ilmu pengetahuan.
Filsafat adalah kecurigaan terus-menerus yang merupakan sebuah teori kritis. Teori ini berarti
sebuah teori yang mereka pahami sebagai teori yang kritis terhadap sikap kritis yang
membeku menjadi ideologi. Filsafat tidak lagi menjadi disiplin berpikir untuk terus-menerus
memperjuangkan kesejatian hidup, melainkan lebih untuk mempertahankan hidup (Matter
Oriented).
a. Pendekatan Definisi
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang melihat perbedaan filsafat dengan teologi
dan ilmu pengetahuan baik secara objek materi maupun objek forma. Ilmu
pengetahuan hanya mengkaji batas gejala yang muncul dan berusaha menjelaskan
dengan sebab akibat. Sedangkan teologi membahas supra-indrawi semesta namun
dalam batas keimanan. Filsafat berbeda karena mempunyai penalaran sistematis yang
kritis, radikal, reflektif dan integral. Bersifat kritis karena filsafat akan terus bertanya
demi hakikat. Radikal karena filsafat akan mengkaji dengan kritis suatu persoalan
sampai keakar-akarnya. Pendekatannya integral karena filsafat mengkaji semesta
secara menyeluruh. Serta bersifat reflektif karena ia akan mengendapkan yang ia
tangkap dan diproses menjadi pengetahuan. Sedangkan objek forma filsafat sendiri
adalah penalaran kritis, radikal, reflektif, dan integral. Dan objek materinya berupa
universum.
b. Pendekatan sistematika
Pendekatan sistematika berasal dari tiga pertanyaan Immanuel Kant: apa yang saya
dapat ketahui? Apa yang yang saya harapkan? Dan apa yang saya dapat lakukan? Dari
tiga pertanyaan itu kita dapat membagi filsafat menjadi 3 wilayah. Yaitu pengetahuan,
ada dan nilai. Pengetahuan dapat dibagi menjadi filsafat ilmu pengetahuan,
Epistimologi – cabang yang mengkaji hakikat pengetahuan dari empat segi yaitu,
sumber pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan, dan keabsahan
pengetahuan, Filsafat Ilmu Pengetahuan– cabang yang mengkaji ilmu pengetahaun
dari segi ciri-ciri dan cara-cara memperolehnya, logika – cabang yang mengkaji azaz-
azaz berpikir secara lurus, dan Metodologi – cabang yang mengkaji metode-motode
yang digunakan dalam dunia ilmiah. Ada sendiri dapat dibagi menjadi 2 antara lain
metafisika dan ontologi. Perbedaan keduanya adalah ontologi mengkaji semesta
empiris, “yang ada sebagai ada” atau “yang sebenar-benarnya ada”. Sedangkan
metafisika mempelajari semesta dibalik kejadian empiris dan wilayah nilai
mempunyai cabang filsafat etika dan estetika.
c. Pendekatan melalui tokoh dan aliran
Pendekatan ini biasanya diperuntukan oleh bagi mereka yang sudah lanjut. Ada
beberapa aliran filsafat seperti :
Rasionalisme
Aliran ini mengatakan bahwa akal adalah sumber pengetahuan. Pengusung
teori ini adalah Rene Descates, Spinoza, dan Leibniz.
Empirisme
Aliran ini mengatakan pengalaman sumber pengetahuan dan manusia adalah
kertasnya. Pendukung aliran ini adalah David Hume, John Locke, dan
Bekerley.
Kritisisme
Aliran ini merupakan sebuah bentuk kritis atas ekstrimnya aliran empirisme
dan rasionalisme dalam menentukan asal ilmu pengetahuan. Kritisisme
mengatakan akal merupakan hal yang acak yang kemudian disusun menjadi
pengetahuan berdasar ruang dan waktu. berdasa Tokoh dalam aliran ini adalah
Immanuel Kant.
Idealisme
Aliran ini berpijak pada keyakinan bahwa pengetahuan adalah proses
psikologis atau mental yang bersifat subyektif. Tokoh dalam aliran ini adalah
Hegel, Ficte, dan Sheling
Vitalisme
Aliran yang mengatakan bahwa hidup tidak sepenuhnya dapat dijelaskan
secara fisika (mekanistis-detirminis). Tokoh ini Niesche, Bergson, dan
Schopenhouer.
Fenomenologi
Aliran ini mengkaji penampakan atau fenomena dimana fenomena dan
kesadaran berhubungan secara intensional bukan terisolasi satu sama lain.
Tokoh aliran ini adalah. Edmund Husserl, Martin Heidegger, dan Marleau
Ponty.
d. Pendekatan Sejarah
Pendekatan ini sering dijadikan acuan dalam pendekatan filsafat terutama pada buku-
buku filsafat umum di Indonesia
Yunani Kuno (+/- 600 SM)
Masa ini merupakan peralihan dari mitologi ke logis. Penjelasan irrasional
tentang gejala-gejala alam bergeser pada penjelasan logis berdasarkan rasio.
Mereka menyibukkan diri untuk mencari arkhe dan prinsip yang mengatur
semesta. Pelopor dari filsuf alam ialah Thales yang mengemukakan bahwa air
adalah arkhe alam semesta. Setelah menyibukkan diri mengenai arkhe filsuf
mulai menaruh perhatian pada manusia. Socrates, Plato, dan Aristoteles
menjadikan manusia menjadi kajian filsafat.
Skolastik (300-1300 SM)
Pada masa ini teologi mengambil alih pemikiran filosofis. Pada filsuf seperti
Thomas Aquinas dan St. Bonaventura berusaha merekonsiliasi akal dan
wahyu. Namun pada masa ini akal telah tereduksi menjadi hamba dari wahyu.
Bahkan dalam mencapai kebenaran, St. Agustinus, bahkan tidak percaya pada
kekuatan akal semata. Dimasa ini pertentangan antara wahyu dan akal
semakin mengeras dan semakin tajam. Banyak ilmuwan yang dieksekusi
karena bertentangan dengan wahyu dan ilmu pengetahuan pun menjadi surut
perkembangannya.
Modern (Abad 17 -19)
Masa ini dimulai ketika orang-orang memasuki masa renaisans dimana orang
mulai mempelajari filsafat pada masa Yunani kuno. Dalam perkembangannya
filsuf Islam juga memberikan pengaruh pada perkembangan filsafat modern.
Karya-karya filsuf Islam tersebut dibawa dan diterjemahkan oleh para barat
untuk dipelajari dan dikembangkan. Kemudian memunculkan aliran filsafat
seperti empirisme, rasionalisme, kritisisme, vitalisme, idealisme dan
fenomenologi yang sebelumnya timbul masa bernama Renaisans. Renaisans
kemudian diikuti oleh masa Aufklarung (Pencerahan) menjadi titik tolak
modernism dimana Ilmu Pengetahuan, filsafat dan ideologi berkembang pesat.
Antroposentris / manusia sendiri menjadi pusat pengetahuan pada zaman
modern. Beberapa tokoh dizaman ini adalah Rene Decartes (1596-1650) yang
terkenal dengan kata-kata : Cogito ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada) dan
mempelopori Rasionalisme. Kemudian ada John Locke (1632-1704), Hume
(1711-1776) yang melahirkan paham empirisme. Dan Immanuel Kant (1724-
1804) yang membuat sebuah sintesa antara rasionalisme dengan empirisme.
Kant terkenal dengan kata Sapere Aude! (Berani berpikir sendiri).
Positivisme (Abad 20)
Pandangan ini merupakan puncak dalam memandang ilmu pengetahuan
sebagai empirisme yang objektif. Tokoh yang mempelopori pada zaman ini
adalah August Comte (1798-1857). Comte jugalah yang menciptakan istilah
“Sosiologi” sebagai disiplin ilmu yang mengkaji masyarakat secara ilmiah.
Positivisme mendominasi wacana ilmu pengetahuan pada awal abad 20-an
dengan menetapkan kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu social atau
ilmu-ilmu alam. Ada dua pandangan untuk memenuhi kriteria tersebut yaitu :
Alam Simbolis
Postmodernisme
Epistemologi dan filsafat ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan satu sama
lain karena filsafat ilmu pengetahuan mendasari dirinya pada epistemologi
terutapa pada keabsahan pengetahuan yang dibagi menjadi korespondensi
yang mensyaratkan keselarasan ide dengan alams emesta. Dan koherensi
keselarasan pernyataan logis dengan kebenarannya bersifat formal-deduktif.
Serta pragmatis yang keberadaannya bersifat fungsional. Filsafat ilmu
pengetahuan menggunakan korespondensi sebagai pijakan dalam membagi
pengetahuan menjadi pengetahuan ilmiah dan sehari hari.
Selain itu persoalan pengetahuan juga dikaji oleh logika dan metodologi.
Logika sendiri merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari masalah
khusus keteraturan penalaran yang bersifat formal. Hubungannya filsafat
sendiri lebih terletak pada konteks penemuan dan pembuktian kebenaran ilmu
pengetahuan. Sedangkan metodologi mengkaji langkah-langkah untuk
mencari pengetahuan ilmiah.
1. Pengetahuan kita harus bertolak pada pengalaman sehari-hari yang cukup luas
dan variatif.
2. Semua yang kita peroleh melalui pengalaman sehari-hari harus mengalami
pemurnian baik dari pemurnian pengalaman sehari-hari menggunakan
observasi sebagai jalannya. Serta pemurnian dari bahasa sehari-hari yang bias
menjadi konsep yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
3. Mencari keteraturan dalam gejala-gejala dengan membentuk proporsi
kondisional antara gejala-gejala melalui metode induksi. Apabila proporsi
kondisional belum terbukti ia masih dianggap sebuah hipotesa belaka.
4. Apabila proporsi memperoleh pembenaran maka kita dapat memperoleh
hukum-hukum yang menunjukkan keteraturan gejala.
Tahap akhir dari proses tersebut adalah pembentukan teori yang merupakan
eksplanasi penggambaran bentuk dunia. Mengenai teori ada 2 sikap
pandangan yaitu realis yang melihat bahwa teori merupakan cermin sempurna
dunia dan anti-realis dimana kita mengkonstruksi teori hanya untuk
mempermudah pemahaman mengenai dunia atau untuk kepentingan kontrol
dan prediksi.