Anda di halaman 1dari 16

Sahabat

Abu Sa'id al-Khudri


Info pribadi

Nama lengkap Sa'd bin Malik bin Sanan

Julukan Abu Sa'id

Lakab Al-Khudri

Garis keturunan Bani Khudrah, salah satu suku dari 'Auf Anshar

Lahir 10 tahun sebelum hijrah

Muhajir/Anshar Anshar

Tempat Tinggal Madinah

Wafat/Syahadah 74 H (64 H), Madinah

Tempat dimakamkan Baqi'

Keikutsertaan dalam Ghazwah Beberapa peperangan, Perang Shiffin dan Nahrawan

Abu Sa'id al-Khudri


Sa'd bin Malik bin Sanan (Bahasa Arab:‫)سعد بن مالك بن سنان‬
(lahir: 10 tahun sebelum Hijrah- 74 H/612-693 M)yang terkenal
dengan nama Abu Said al-Khudri (‫ )أبو سعيد الخدري‬adalah
seorang sahabat Nabi Muhammad saw, dan juga termasuk
sahabat Imam Ali as serta pembesar suku Anshar. Ia termasuk
perawi hadis Ghadir. Ayahnya juga seorang sahabat Nabi
Muhammad saw. Ia turut serta dalam berbagai perang Nabi
Muhammad saw. Dalam Perang Shiffin dan Nahrawan ia
berada di pihak Imam Ali as. Para sejarawan mengakui
kefaqihan Abu Sa'id. Ahli rijal Syiah pun memuji
kemampuannya. Kebanyakan sumber sejarah mencatat tahun
wafatnya adalah 74 H, namun sebagian yang lain menuliskan
bahwa tahun wafat Abu Sa'id satu tahun setelah Peristiwa
Harrah pada tahun 64 H. Pusaranya, sebagaimana yang
dijelaskan dalam sumber-sumber referensi, berasa di Madinah,
Pemakaman Baqi.
Silsilah Keluarga
Sumber-sumber sejarah Islam tentang Abu Sa'id
menerangkan: Sa'd bin Malik bin Sanan bin Ubaid bin
[1]
Tsa'labah bin Ubaid bin Abjar. Julukannya adalah Abu Sa'id
dikaitkan dengan nenek moyangnya Khudrah yang terkenal
dengan nama Abjar. [2] Bani Khudrah adalah sekelompok
masyarakat yang merupakan bagian dari Bani Anshar. Malik
bin Sanan ayah Abu Sa'id syahid dalam Perang Uhud. [3]
Ibnunya adalah Anisah binti Abu Haritsah, berasal dari kabilah
Bani Najar. [4]
Kedudukan Kepribadian dan Agama
Sumber-sumber sejarah mengenal bahwa Abu Sa'id adalah
termasuk pembesar suku Anshar [5] dan mengakui
kefaqihannya. [6] Para sahabatnya mengenal Abu Sa'id dengan
kehidupannya yang zuhud. Terkait dengan hal ini, Abu Na'im
dalam kitab Hilyah Al-Auliya[7] dan Ibnu Jauzi dalam Shifat al-
Shafwah [8] menuliskan tentang kepribadiannya. Ahli Rijal Syiah
juga menilai bahwa ia adalah seorang yang besar dan sangat
memujinya,[9]Di antara sahabat Nabi ia berada dalam satu
tingkatan dengan Salman dan Abu Dzar, dan diantara sahabat
Imam Ali as berada dalam golongan "Asyfiya” (penolong
terpilih). [10] Dalam Rijal Kasysyi yang dinukilkan dari Imam
Shadiq as dikatakan bahwa Abu Sa'id, memiliki sikap yang
konsisten dalam beragama dan mengenal kebenaran. Dari
Fadhl bin Syadzan juga diceritakan bahwa Abu Sa'id termasuk
pelopor para sahabat. [11]

Riwayat
Abu Sa'id adalah salah seorang perawi kenamaan Nabi
Muhammad saw. Suku Anshar dan Muhajirin meriwayatkan
hadiscdarinya. [12] Hadis-hadis yang diriwayatkan Abu Sa'id
yang berasal dari Nabi Muhammad sejumlah 1170, dan
sebagian darinya dituliskan oleh pemilik kitab Shihah Sittah
seperti Muslim dan Bukhari. [13] Buqa bin Khaul juga menuliskan
banyak dari hadis-hadis tersebut di dalam Musnad Kabirnya. [14]
Diantara riwayat-riwayat dan hadis-hadis yang dinukilkan oleh
Abu Sa'id adalah hadis Ghadir yang merupakan hal yang
sangat penting menurut orang Syiah. Ia juga meriwayatkan
hadis dari sahabat-sahabat yang masyhur. Diantara orang-
orang yang meriwayatkan hadis dari Abu Sa'id Khudri adalah
sekelompok dari para sahabat masyhur Nabi seperti: Abdullah
bin Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, Zaid bin
Tsabit, Anas bin Malik. Sangat banyak para tabiin seperti: Sa'd
bin Musabab, Atha bin Yasar dan Nafi' menjumpai Abu Sa'id.
[15]

Kedudukan Politik
Semasa kehidupan Nabi Muhammad saw dan Imam Ali as
Abu Sa'id aktif dalam kehidupan politik. Ia berusia 13 tahun
ketika ayahnya membawanya ke hadapan Nabi Muhammad
saw untuk mengikutsertakan dalam Perang Uhud, namun Nabi
saw tidak memberikan ijin kepadanya karena usianya yang
masih kecil. Setelah Perang Uhud, ia turut serta dalam
berbagai peperangan yang diikuti oleh Nabi Muhammad saw.
[16]
Waqidi, seorang penulis sejarah pada abad ke-3 dan ke-4 H
menukilkan bahwa perang pertama kali yang diikuti oleh Abu
Sa'id adalah Perang Khandaq. [17] Ibnu Katsir (774 H) berkata
bahwa ia ikut serta dalam 12 peperangan Nabi Muhammad
saw. [18] Pada zaman kekhalifahan Imam Ali as ia turut serta
dalam Perang Shiffin dan Nahrawan. [19]
Abu Sa'id tidak memiliki hubungan pertemanan dengan Bani
Umayah dan pada berbagai kesempatan melancarkan kritikan
kepada mereka diantaranya ketika Marwan bin Hakam
[20]
mendahulukan khutbah Id sebelum melaksanakan Shalat Id.
Demikian juga ketika Muawiyah memerintah, ia pergi ke Syam
[21]
untuk mengkritik pemerintahannya. Mengenai bahwa Abu
Sa'id pada tahun 73 H membaiat Abdul Malik bin Marwan
secara tertulis, dan juga Abdul Malik sebelum kekhilafahannya,
[22]
maka berdasarkan hadis dari Abu Sa'id baik dari sisi zaman
dan dari sisi jenis hubungan antara Abu Sa'id dan Bani
Umayah maka hal itu diragukan kebenarannya.
Menurut perkataan Ibnu Qutaibah[23]Abu Sa'id dalam Peristiwa
Harrah ketika terjadi serangan yang dilancarkan oleh Pasukan
Syam ke Madinah menjadikan ia berdiam di rumah, namun
pasukan Syam menyerang rumah Abu Sa'id dan menginginkan
uang dan harta darinya‫و‬, namun karena mereka tidak
menemukan apa-apa, maka mereka menyiksa Abu Sa'id.
Dalam riwayat yang lain, Abu Sa'id lari ke gua dan salah satu
pasukan Syam mengejar Abu Sa'id untuk membunuhnya,
namun setelah mengenal Abu Sa'id pasukan Syam itu
[24]
mengampuni Abu Sa'id dan meminta Abu Sa'id untuk
memintakan ampun supaya Allah mengampuninya. [25]
Kematian
Sebagian besar sejarawan menulis bahwa Abu Sa'id wafat
pada tahun 74 H. [26] Namun sebagian yang lainnya menuliskan
satu tahun setelah peristiwa Harrah. [27] Mereka berkata,
ikhtidhar (keadaan menjelang kematian) Abu Sa'id berlangsung
selama 3 hari. Berdasarkan dari referensi-referensi yang ada,
ia dikuburkan di Madinah di Pemakaman Baqi. [28] Namun ada
[29]
juga yang mengatakan bahwa kuburannya ada di Istanbul.

Guru-gurunya
Diantara guru-guru beliau yang paling utama tentunya
adalah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, kemudian beliau
juga mengambil ilmu dari para sahabat yang lain di antaranya
Abu Bakar, Umar, Usman, Ali bin Abi Thalib, Jabir bin Abdillah,
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Salam,
Muawiyah bin Abi Sufyan, Abu Qatadah al-Anshari, Usaid bin
Hudhair, Abu Musa al-Asy’ari, dan juga dari bapaknya Malik bin
Sinan radiyallahu ta’ala anhum.
Murid-muridnya
Di antara rekannya sesama sahabat yang pernah
mengambil ilmu dari beliau adalah Abdullah bin Umar, Jabir bin
Abdullah, Anas bin Malik, Mahmud bin Labid, Thariq bin
Syihab, dan Abu Thufail. Adapun dari kalangan tabiin sangat
banyak di antaranya Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf,
Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, Atha’ bin Yazid al-
Laitsi, Said bin Jubair, Hasan al-Basri, dan Ikrimah.

Footnote:

 Ibnu Abdul Bar, al-Isti'āb, jld. 2, hlm. 602.


  Thabari, Al-Muntakhab min Kitāb Dzail al-Mudzil, jld. 11, hlm. 525.

  Ibnu Abdul Bar, Al-Isti'āb, jld. 2, hlm. 1352.

  Khalifah bin Khayath, al-Thabaqāt, jld. 1, hlm. 216.

  Ibnu Abdul Bar, al-Isti'āb, jld. 2, hlm. 602, Khatib Baghdadi, Tārikh Baghdād, jld. 1, hlm. 180; Ibnu Atsir, Usd al-Ghābah, jld. 2, hlm.
289.

  Ibnu Sa'ad, Thabaqāt, jld. 2, hlm. 372; Khatib Baghdadi, Tārikh Baghdād, jld. 1, hlm. 180; Abul Ishaq Syirazi, Thabaqāt al-Fuqaha, hlm.
51; Nawawi, Tahdzib al-Asma wa al-Lughāt, jld. 2, hlm. 237; Dzahabi, Siyar A'lām al-Nubalā, jld. 3, hlm. 170; Ibnu Hajar Asqalani, Al-
Ishābah, jld. 2, hlm. 35.

  Abu Na'im Isfahani, Hilyah al-Auliyā, jld. 1, hlm. 369-371.

  Ibnu jauzi, Sifah al-Shafwah, jld. 1, hlm. 715714.

  Barqi, Al-Rijāl, hlm. 2.

  Barqi, Ahmad bin Muhammad, Al-Rijāl, hlm. 3.

  Thusi, Ikhtiyār Ma'rifah al-Rijāl, hlm. 30-38.

  Ibnu Abdul Bar, Al-Isti'āb, jld. 2, hlm. 602.

  Nuri, Tahdzib al-Asmā wa al-Lughāh, 2/237.

  Dzahabi, Siyar A'lām al-Nubala, jld. 3, hlm. 171.

  Nawawi, Tahdzib al-Asmā wa al-Lughāt, jld. 2, hlm. 237; Ibnu Atsir, Usd al-Ghābah, jld. 2, hlm. 289.

  Thabari, Muntakhab min Kitāb dzail Mudzil, jld. 11, hlm. 525-52; Hakim Nisyaburi, Mustadrak al-Shahihin, jld. 3, hlm. 5 63; Ibnu Abdul
Barr, al-Isti'ab, jld. 2, hlm. 602.

  Al-Isti'āb, jld. 1, hlm. 156.


  Al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 9, hlm. 4.

  Ibnu Habib, al-Muhabbar, hlm. 291; Khatib, Baghdadi, Tārikh Baghdād, jld. 1, hlm. 180.

  Shafadi, al-Wāfi bi al-Wāfayāt, jld. 15, hlm. 148.

  Ibnu Asakir, Tārikh Madinah Dimasq, jld. 7, hlm. 182-183, Mengenai penolakann Abu Said terhadap Muawiyah silahkan lihat: Nashr
bin Muzahim Minqari, Waq'ah Shiffin, hlm. 216.

  Ibnu Sa'ad, Thabaqāt, jld. 5, hlm. 229-234.

  Al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 213

  Ibnu Qutaibah, al-Imāmah wa al-Siyāsah, jld. 1, hlm. 213.

  Dzahabi, Tārikh al-Islām, jld. 3, hlm. 220-221.

  Khalifah bin Khayath, al-Thabaqāt, jld. 1, hlm. 216, Ibnu Qutaibah, al-Ma'arif, jld. 11, hlm. 267 dan 526; Thabrani, Al-Mu'jam al-Kabir,
jld. 6, hlm. 40; Ibnu Abdul Barr, al-Isti'āb, jld. 2, hlm. 602; Khatib Baghdadi, Tārikh Baghdad, jld. 1, hlm. 118.

  Ibnu Hayan, Masyāhir Ulama al-Amshar, hlm. 11.

  Hakim Naisyaburi, Muhammad bin Abdullah, Mustadrak al-Shahihain, jld. 2, hlm. 237.

 Isyli, 70-73, Necdet, Istanbul‘da sahabe kabir ue makamlan, Ankara, Renk ofset matbaacilik.

Daftar Pustaka
Ibnu Atsir, Ali bin Muhammad. Usd al-Ghābah. Beirut: Dar Ihya al-Tsurats al-Arabi.

Ibnu Jauzi, Abdurahman bin Ali. Shifat ash-Shafwah. Muhammad Fakhuri dan Muhammad Rawas Qal'aji. Beirut: 1406 H/1986.

Ibnu Habib, Muhammad. Al-Muhabbar. Hydarabad Dekkan: 1361 H/1954.

Ibnu Hajar Asqalani Ahmad bin Ali. Al-Ishābah. Kairo: 1328 H.

Ibnu Hayan, Muhammad. Masyāhir Ulama al-Amshār. Fulayisyhamir. Kairo: 1379 H/1959.

Ibnu Sa'ad, Muhammad. Thabaqāt. Beirut: Dar Shadir.

Ibnu Abdul Barr, Yusuf bin Abdullah. Al-Isti'āb. Kairo: 1380 H/1960.

Ibnu Asakir, Ali bin Husain. Tārikh Madinah Dimasyq. Aman: Dar al-Basyir.

https://markazsunnah.com/abu-said-al-khudri-mujahid-dan-mufti-madinah/

https://id.wikishia.net/view/Abu_Sa%27id_al-Khudri#cite_ref-1

IMAM MALIK
A. Biografi Imam Malik
Mālik ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi atau Malik
bin Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-
Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani),
(Bahasa Arab: ‫)مالك بن أنس‬, lahir di (Madinah pada tahun 711 M /
90H), dan meninggal pada tahun 795M / 174H). Ia adalah
pakar ilmu fikih dan hadis, serta pendiri Mazhab Maliki. Juga
merupakan guru dari Muhammad bin Idris pendiri Madzhab
Syafi'i. Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir
bin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail bin Amr bin
al-Haris Dzi Ashbah. Imam Malik dilahirkan di kota Madinah.
sedangkan mengenai masalah tahun kelahirannya terdapat
perbedaaan riwayat. al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha
meriwayatkan bahwa Imam Malik dilahirkan pada 94 H. ibn
Khalikan dan yang lain berpendapat bahwa Imam Malik
dilahirkan pada 95 H. Sedangkan Imam Adz-Dzahabi
meriwayatkan Imam Malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin
bakir meriwayatkan bahwa ia mendengar Malik berkata: " Aku
dilahirkan pada 93 H ". dan inilah riwayat yang paling benar
(menurut al-Sam'ani dan ibn farhun). Imam Malik bin Anas
dikenal luas akan kecerdasannya. Suatu waktu ia pernah
dibacakan 31 buah Hadis Rasulullah dan mampu
mengulanginya dengan baik dan benar tanpa harus
menuliskannya terlebih dahulu. Ia menyusun kitab Al
Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan
waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70
ahli fiqh Madinah. Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadis,
dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari seribu orang,
karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah
30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang
paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al
Andalusi al Mashmudi. Sejumlah ‘Ulama berpendapat bahwa
sumber sumber hadis itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah
ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan
Sunan ad Darimi sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika
melukiskan kitab besar ini, Ibnu Hazm berkata,” Al Muwaththa’
adalah kitab tentang fiqh dan hadis, aku belum mengetahui
bandingannya. Hadis-hadis yang terdapat dalam Al Muwaththa’
tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan
munqathi. Sebagian ‘Ulama menghitungnya berjumlah 600
hadis musnad, 222 hadis mursal, 613 hadis mauquf, 285
perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadis tanpa
penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadaku” dan “
dari orang kepercayaan”, tetapi hadis hadis tersebut bersanad
dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri,
karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan
kitab yang berusaha memuttashilkan hadis hadis mursal,
munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al Muwaththa’
Malik. Imam Malik menerima hadis dari 900 orang (guru), 300
dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia
meriwayatkan hadis bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib
bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, Az-Zuhri, Abi az Ziyad,
Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling
akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari. Adapun yang
meriwayatkan darinya adalah banyak sekali di antaranya ada
yang lebih tua darinya seperti Az-Zuhri dan Yahya bin Sa’id.
Ada yang sebaya seperti Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan
bin Uyainah, Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin
Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu
Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq. Malik bin Anas
menyusun kompilasi hadis dan ucapan para sahabat dalam
buku yang terkenal hingga kini, Al Muwatta. Imam Malik
diketahui sangat jarang keluar dari kota Madinah. Ia memilih
menyibukan diri dengan mengajar dan berdakwah di kota
tempat Rasulullah SAW wafat tersebut.Beliau sesekali keluar
dari kota Madinah untuk melakukan ritual ibadah haji di kota
mekkah
1. Nasab, Kelahiran, dan Keistimewaannya
Imam Malik dijuluki dengan Syaikhul Islam, Hujjatul
Ummah, Imam Darul Hijrah Nama lengkap beliau adalah Abu
Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin
Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr bin al-Harits al-
Ashbahi al-Humairi. Menurut pendapat yang paling benar, ia
lahir pada tahun 93 Hijriyah yang bertepatan dengan tahun
wafatnya sahabat Anas ra, pelayan Rasulullah SAW, Malik
tumbuh di dalam keluarga yang bahagia dan berkecukupan. 1 Ia
lahir dari keluarga Arab yang berada sejak zaman Jahiliyah
sampai datangnya zaman Islam.2 Abu Mush‟ab berkata: “Imam
Malik tidak pernah membaca sebuah hadits Rasulullah SAW
kecuali ia dalam keadaan suci sebagai bentuk penghormatan
terhadap hadits Rasulullah SAW.” Abdurrahman bin Mahdi
pernah berkata: “Tidak ada yang tersisa di muka bumi ini
seorang yang amanah terhadap hadits Rasulullah SAW kecuali
Malik bin Anas.3
2. Pendidikan Imam Malik
Imam Malik mulai menuntut ilmu ketika umurnya
menginjak sepuluh tahun, sedang Malik mulai memberikan
fatwa dan memberikan keterangan tentang hukum ketika
umurnya 21 tahun. Dan orang-orang telah mengambil hadits
darinya di saat ia masih muda belia. Orang-orang dari berbagai
penjuru sudah mulai menuntut ilmu kepadanya, dan kondisi
tersebut terjadi akhir kekuasaan Abu Ja‟far al-Manshur. Dan
orang-orang mulai ramai menuntut ilmu kepadanya ketika pada
zaman khalifah ar-Rasyid sampai Malik meninggal. 4 Imam
Malik belajar kepada para Ulama Madinah, adapun yang
menjadi guru pertamanya adalah Abdurrahman bin Hurmuz,
beliau juga belajar kepada Nafi‟ Maulana ibnu Umar, Ibnu
Syihab, dan az-Zuhri.5 Pada waktu beliau masih kecil, Malik
juga belajar berdagang dan pekerjaan ini tidak menghalangi ia
untuk menuntut ilmu fiqh kepada al-Qamah bin al-Qamah,
disamping itu dia juga menuntu ilmu nahwu, syair dan juga
menghafal al-Quran, beliau juga menuntut ilmu kepada
seorang ulama‟ yang dikenal sangat cerdas diantara para
ulama‟ yang menjadi gurunya yaitu Rabi‟ah, Imam Malik
sangat mengagumi gurunya tersebut, karena kecerdasan dan
kealimanya.6 Imam Malik diakui oleh ulama di Madinah sebagai
ahli hadist dan ahli fikih, beliau menghafal hadits sebanyak
seratus ribu hadist. Ada yang mengatakan hadits-haditsnya
sekitar sepuluh ribu.7 Berkata Imam Syafi‟i tentang beliau:
“Mâlik adalah guruku, darinya aku mendapatkan ilmu, dan ia
adalah hujjah antara aku dengan Allah Ta’ala kelak, dan tak
seorangpun yang lebih kupercayai dari pada beliau dan jika
berbicara tentang para ulama, maka Mâlik adalah seperti
bintang yang cahayanya paling terang.”8
3. Guru dan Murid-Murid Imam Malik
Imam Malik menuntut ilmu kepada Ulama Madinah dan ia
pun bermulazamah dengan Abdurrahman bin Hurmuz dalam
kisaran waktu yang cukup lama, selain itu, ia juga belajar dari
Nafi‟ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab az-Zuhri. An-Nawawi
berkata, “Al-Imam Abu Al-Qasim Abdul
Malik bin Zaid bin Yasin Ad-Daulaqi dalam kitab Ar-Risalah Al-
Mushannafah fi Bayani Subulissunnah Al-Musyarrafah berkata,
“Malik mengambil hadits dari sembilan ratus orang guru, yaitu
tiga ratus orang dari generasi Tabi‟in dan enam ratus orang
dari generasi Tabi‟ut-Tabi‟in.”9 Guru-guru Imam Malik adalah
orang-orang yang dia pilih sendiri, dan pilihannya didasarkan
pada ketaatannya beragama, ilmu fiqihnya, cara meriwayatkan
hadits, syarat-syarat meriwayatkan danmereka adalah orang-
orang yang bisa dipercaya.10 Di antara murid-murid Abu
Abdillah, Abdur Rahmân bin al-Qâshim wafat di Mesir tahun
191 H, beliau berguru kepada Imâm Malik selama dua puluh
tahun dan kepada laits bin sa‟ad seorang Ahli fikih asal mesir
yang wafat pada tahun 175 H, beliau adalah seorang mujtahid
muthlak. beliau yang terkenal yaitu dari Mesir, Selatan Afrika
dan Andalusia.
4. Karya Imam Malik
Imam Malik adalah seorang Imam Hadits dan Fiqh dan
memiliki kitab Al-Muwaththa’, merupakan diantara kitab besar
tentang hadits dan fiqih. Imam Malik mengarang kitab Al-
Muwaththa’ dengan tujuan untuk mengumpulkan hadits-hadits
shahih yang berasal dari Hijaz, dan di dalamnya disertakan
pendapat-pendapat dari para sahabat, tabi‟in dan tabi‟ut
tabi‟in. Ia mengumpulkan hadits-hadits dalam kitab Al-
Muwaththa’ sebanyak sepuluh ribu hadits. Ia senantiasa
meneliti hadits-hadits tersebut setiap tahunnya,dan banyak
hadits yang terelaminasi, sehingga hanya tersisa seperti yang
ada sekarang.11
5. Wafatnya Imam Malik
Isma‟il bin Uwais berkata: “Imam Malik merasakan sakit
lalu meninggal, dan aku bertanya pada keluarganya tentang
apa yang terakhir dikatakannya ketika menghadapi sakaratul
maut. Mereka menjawab, “Malik mengucapkan dua syahadat
kemudian dia membaca ayat al-Qur‟an yang berbunyi:
ْ ‫ب ق نِم ُرْ َم‬
ُ‫ألا ِ َّهلِل‬ َ ‫ْد َع ب ِن َمو ُْل‬
“Bagi Allah-lah sebelum dan sesudah (mereka menang).”
(QS. Ar-Ruum: 4)12
Imam Malik meninggal di waktu Shubuh pada tanggal 14
Rabiul Awwal tahun 179 Hijriyah. Amirul Mu‟minin Abdullah
bin Muhammad bin Ibrahim juga ikut menyolatinya.”
6. Metode Istinbath Imam Malik
Adapun kaidah yang digunakan Imam Malik dalam istinbath
hukum di antaranya:
a. Al-Qur’an
Imam Malik menyandarkan pendapatnya kepada al-Qur‟an,
beliau menjadikan al-Qur‟an sebagai landasan hukum yang
paling sempurna.13 Beliau terlebih dulu mengedepankan al-
Qur‟an dari as-Sunnah dan yang lainnya. Beliau juga tidak
pernah mengambil nash kecuali nash yang jelas dan tidak
mengambil takwil.14
b. As-Sunnah
Imam Malik menjadikan as-Sunnah sebagai kedudukan
kedua setelah al-Qur‟an. Beliau selalu mengambil hadits yang
mutawatir dan sangat hati-hati dalam mengambil periwayatan
hadits, terkadang Imam Malik menerima hadits mursal selama
perawi haditsnya tsiqoh.15 Imam Malik berkata, “Saya hanyalah
manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu,
telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan al-Qur‟an dan as-
Sunnah, ambilah dan bila tidak sesuai dengan keduanya,
tinggalkanlah.16
c. Amalu Ahlu Madinah (Amalan Penduduk Madinah)
Imam Malik menggunakan ijma‟ ahlu al-madinah sebagai
salah satu sumber hukum, hal ini karena menurut Imam Malik
merupakan kesepakatan masyarakat madinah yang yang
berasal dari naql, yakni mencontoh Rasululloh dan bukan
merupakan hasil ijtihad mereka sendiri. Imam Malik meyakini
bahwasanya Madinah adalah Darul Hijrah, tempat turunnya al-
qur‟an, tempat tinggal Rasulullah SAW beserta para
Sahabatnya. Penduduk Madinah adalah orang yang paling
faham bagaimana Al-Qur‟an diturunkan dikarenakan
Rasulullah SAW apabila wahyu turun langsung
menjelaskannya kepada Ahlu Madinah, inilah keutaman
penduduk Madinah dari yang lainnya. Karenanya Imam Malik
menjadikan Amal Ahlu Madinah sebagai hujjah yang lebih
diutamakan dari pada qiyas dan khabar ahad. 17
d. Qaul Shahabi (Perkataan Sahabat)
Apabila tidak ditemukan hadits shahih dalam suatu
permasalahan, maka Imam Malik menjadikan Qaul Shahabi
sebagai hujjah, karena para sahabat adalah orang yang paling
mengetahui takwil dan paling tahu dalam masalah mâqhasid
suatu hukum dikarenakan mereka mengetahui bagaimana ayat
itu turun, mereka mendengar perkataan Rasulullah SAW. Akan
tetapi Imam Malik lebih mengutamakan Amalan Ahlu Madinah
dari pada Qaul Shahabi. Imam Malik mengambil fatwa sahabat,
karena fatwa sahabat merupakan perwujudan hadis yang
harus diamalkan jika memang benar periwayatannya, terutama
dari para khulafaur ar-rasyidin jika memang tidak ada nash
dalam masalah tersebut. Bahkan madzhab ini lebih
mengutamakan fatwa sahabat dari pada qiyas dengan alasan
yang telah disebutkan18 Imam Malik menjadikan perkataan
sahabat menjadi hujjah ketika sanadnya shahih, diriwayatkan
dari sahabat terkemuka dan tidak menyalahi hadits marfu‟
yang baik dijadikan hujjah.19
e. Maslahah Mursalah
Kemaslahatan yang tidak ada dalil yang menolak atau
membenarkannya, dengan syarat mengambilnya demi
menghilangkan kesusahan dan termasuk jenis kemaslahatan
yang memang oleh syariat islam Mengamalkan maslahat
mursalah adalah landasan yang digunakan Imam Mâlik dalam
mazhabnya, yaitu meraih kemaslahatan dan menghilangkan
kemadharatan yang mana syari‟at tidak membatalkannya dan
tidak mengambilnya juga dalam keadaan-keadaan tertentu.
Karena pembebanan syari‟at itu dikembalikan kepada
penjagaan maqhasid syari‟ah, baik secara dharuriyat, hajiyat,
ataupun tahsiniyat.20
f. Qiyas
Imam Malik menggunakan qiyas dengan maknanya
menurut istilah, yaitu menggabungkan hukum satu masalah
yang tidak ada nash-nya dengan masalah yang sudah ada
nash-nya karena ada persamaan dalam aspek illat-nya. Imam
Malik ketika tidak menemukan dalil dari al-Qur‟an ataupun as-
Sunnah, qaul shahabah, ijma’ dari amalu ahlul madinah, maka
Imam Malik berijtihad dengan menggunakan qiyas dalam
ijtihadnya. Sebagimana disebutkan dalam al-muwatha‟ suatu
ketika Imam Malik ditanya tentang wanita haidh yang hendak
bersuci namun ia tidak menemukan air, maka apakah boleh ia
bertayamum? Beliau mengatakan,”Ya”. Beliau menyamakan
keadaan wanita tersebut dengan seorang yang junub ketika
tidak adanya air, maka boleh bertayamum. Imam Malik
menqiyaskan wanita haidh dengan seorang yang junub. 21
g. Istihsan
Beliau juga mengamalkan istihsan, yaitu menguatkan
hukum satu kemaslahatan yang merupakan cabang dari
sebuah qiyas
h. Saddu Dzara’i
Adz-Dzara’i bentuk jamak dari dzari’ah, menurut al-Qurafi
dalam kitab al-Furuq artinya perantara kepada sesuatu.
Menurut Imam asy-Syatibhi dalam kitabnya al-Muwafaqot yaitu
sikap kehati-hatian dalam melakukan suatu amalan yang
dipebolehkan kepada amalan yang terlarang, maknanya yaitu
segala sesuatu yang secara dzahir diperbolehkan akan tetapi
menjurus kepada sesuatu yang diharamkan. Yang dimaksud
saddu dzari’ah disini adalah penghalang segala sesuatu
kepada kerusakan, walaupun hukum aslinya mubah akan
tetapi menuju kerusakan. Maka wajib untuk ditinggalkan karena
meninggalkan suatu kerusakan itu lebih diutamakan daripada
mengambil kemaslahatan.22
i. Istishab
Istishab adalah tetapnya suatu ketentuan hukum untuk masa

sekarang atau yang akan datang berdasarakan atas ketentuan


hukum yamg sudah berlaku dan sudah diyakini adanya,
kemudian
datang datang keraguan atas hilangnya sesuatu yang telah
diyakini adanya tersebut, maka hukumnya tetap seperti hukum
yang pertama yaitu tetap ada.

j. Syar’u man Qoblana


Adalah suatu hukum yang berlaku untuk umat sebelum kita
melalui para rasul, dan hukum tersebut dijelaskan pula dalam
Al-Qur‟an atau As-Sunnah, maka hukum tersebut berlaku pula
untuk kita.
k. ‘Urf
„Urf adalah pekerjaan yang berulang-ulang dilakukan oleh
suatu individu atau golongan. Para ulama Malikiyah membagi
„urf menjadi tiga: pertama, „urf yang diambil oleh semua ulama
yaitu „urf yang berdasarkan nash. Kedua, „urf yang jika diambil
berarti mengambil sesuatu yang dilarang oleh syara‟. Ketiga,
„urf yang dilarang syara‟ dan tidak ditunjuk untuk
mengamalkannya. Imam Malik dalam mengistinbathkan suatu
hukum banyak menggunakan saddu dzari’ah. Contohnya
dalam masalah hilal, beliau menggunakan saddu dzari’ah
dalam berfatwa, barang siapa yang melihat hilal sendirian
maka tidak diambil dikarenakan celah untuk berbuat fasik itu
sangat memungkinkan.23 Imam Malik menggunakan metode
istinbath Hukumnya Al-Qur‟an, As-sunnah, Amalu ahlu
Madinah,

Footnote
1 Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, Siyar A’lami
An-Nubala’, (Kairo: Dâr al-Hadits, 1427 H/2006 M), jilid. 7, hlm. 150 2Abdul Wahhab Zahid, Kitab Hayatul Aimmah Al-Arba’ah,
(24-
Jumadil-„Ula 1424 H/25-Juli-2003 M), hlm. 65

3 Abu Nu‟aim Ahmad bin Abdullah Al-Ashfahani, Hilyatul Auliya


Wa Thabaqath al-Ashfiya, cet. Ke-1, (Beirut: Dâr Kutub al-Ilmiyah, 2014 M),
jilid. 6, hlm. 347 4 Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, Siyar A’lami
An-Nubala’..., jilid. 7, hlm. 154

5 Wahbah az-Zuhaili, Mausu’ah Fiqhul Islam Wa Qhadhaya


Mu’ashirah, (Damaskus: Dâr al-Fikr, 2010 M), jilid. 1, hlm. 44 6 Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, Siyar A’lami
An-Nubala’..., jilid. 7, hlm. 154 7 Muhammad Ali as-Sayis, Sejarah Fikih Islam, cet. ke-1, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 146

8 Wahbah az-Zuhaili, Mausu’ah Fiqhul Islam Wa Qhadhaya


Mu’ashiroh..., jilid. 1, hlm. 44 9 Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, cet. ke-3, (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2008 M), hlm. 273

10 Abu Dzakariya Muhyi ad-Din bin Syarif an-Nawawi, Tahdzib al-


Asma’ wa al-Lughat, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, t.t), jilid. 2, hlm. 78-79

11 Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama’... hlm. 274-275 12Soenarjo dkk. Al Qur’an dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma‟
Al Malik Fahd Li Thiba‟at Al Mush-haf Asy-syarif,1971) Hal.641

13 Mana‟ al-Qathan, Tarikh Tasyri’ al-Islam at-Tasyri’ wa al-Fiqh,


cet. ke-2, (Riyadh: Maktabah al-Ma‟arif , 1996 H), hlm. 352 14 Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Arba’ah, (t.t.p.:
Dâr al-Fikr, t.t.), jilid. 2, hlm. 214 15 Mana‟ al-Qathan, Tarikh Tasyri’ al-Islam..., hlm. 353

16 Abu Umar Abdullah Kamil, Tabel Thaharah Empat Mazhab,


(Solo: Media Zikr, 2010), hlm. 20 17 Mana‟ al-Qathan, Tarikh Tasyri’ al-Islam..., hlm. 353
18 Mana‟ al-Qathan, Tarikh Tasyri’....., hlm. 354 19 Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah...., hlm. 149

20 Mana‟ al-Qathan, Tarikh Tasyri’....., hlm. 354

21 Mana‟ al-Qathan, Tarikh Tasyri’....., hlm. 355

22 Mana‟ al-Qathan, Tarikh Tasyri’....., hlm. 355


23 Mana‟ al-Qathan, Tarikh Tasyri’....., hlm. 356

Daftar Pustaka
http://repository.uinbanten.ac.id/4622/4/BAB%20II.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Malik_bin_Anas

Anda mungkin juga menyukai