BAB 1
Dengan napas terengah Kiara setengah berlari menuruni bus kota itu
sambil menyumpah-nyumpah mengutuki dirinya sendiri. Kalau saja
tubuhnya tidak terasa begitu lelah, Kiara pasti tidak akan memutuskan
tidur lagi siang tadi. Dia berpikir hanya tidur satu jam saja karena rasa
mengantuk menderanya begitu kuat. Tetapi bodohnya dia lupa menyalakan
alarm.
Ketika terbangun, matahari sudah menyembunyikan diri di balik
cakrawala, membiarkan bulan menggantikan tugasnya. Kiara terlambat
bekerja hampir satu jam.
Sambil mengerutkan keningnya cemas, Kiara membayangkan
bagaimana marahnya sang manager cafe kepadanya. Manager cafe itu tidak
pernah menyukainya, entah kenapa. Mungkin karena Kiara bertubuh kecil
dan dianggapnya lemah, sama sejali tidakj bisa membantu jika ada
pekerjaan berat. Selama ini dia selalu mencari-cari kesalahan Kiara,
mencoba membuktikan bahwa seorang perempuan tidak cocok bekerja
shift malam di sebuah cafe.
Napasnya makin terengah karena berlari makin kencang, jarak dari
halte bus ke cafe memang biasanya dia tempuh sambil berjalan kaki ketika
waktunya panjang, tetapi sekarang dia harus sesegera mungkin tiba di cafe
itu.
Setengah melompat Kiara terburu-buru menyeberangi jalan itu, tempat
cafe itu terletak diseberangnya, sampai suara rem yang berdecit kencang
dekat sekali dengannya membuatnya memejamkan mata, kaget dan panik.
Aku akan mati....
Desahnya di detik-detik terakhir, tetapi ketika dia tetap memejamkan
matanya, tidak terjadi apapapun. Tidak ada rasa sakit di badannya, dan
bahkan dia tidak terguling jatuh tertabrak entah apapun itu. Dengan hati-
hati, Kiara membuka matanya,
Kumpulan orang berkerumun melihatnya. Kiara mengernyit, orang-
orang memang selalu tertarik dengan kecelakaan, dan berkerumun. Dia
menatap ke samping tubuhnya dan menemukan sebuah mobil warna
hitam, dekat sekali dengan tubuhnya, tampaknya mobil itu di rem tepat
pada waktunya sehingga tidak menyentuhnya meskipun hanya berjarak
beberapa centi dari tubuhnya.
Pintu mobil terbuka, dan seorang lelaki tampan bertubuh tinggi dengan
kacamata hitam turun dari balik kemudi. Lelaki itu cemberut, dan ketika
dia membuka kacamatanya, Kiara menyadari bahwa lelaki itu adalah lelaki
yang sama yang membantunya semalam, salah satu pelanggan tetap cafe
tempatnya bekerja.
Pipi Kiara memerah, malu dan gugup dimarahi di depan banyak orang
begitu, meskipun banyak orang-orang yang berkerumun memutuskan
pergi ketika menyadari bahwa Kiara baik-baik saja.
"Maafkan saya." Kiara bergumam lemah, sedikit gemetar tak tahan
dengan tatapan tajam lelaki itu.
"Kau terluka?" tanya lelaki itu cepat, matanya menelusuri seluruh
tubuh mungil Kiara.
Kiara menggelengkan kepalanya, "Tidak. Saya tidak apa-apa."
"Baguslah." Lelaki itu mendengus kesal, "Lain kali hati-hati!" dengan
ucapan penutup yang sinis itu, lelaki itu membalikkan tubuhnya dan
memasuki mobilnya kembali, lalu melajukan mobilnya meninggalkan Kiara
yang mundur kembali ke trotoar sambil menatap mobil hitam itu melaju
meninggalkannya hingga tertelan keramaian jalan raya.
Kiara menyeberang lagi, kali ini memutuskan untuk berhati-hati supaya
kejadian mengerikan dan memalukan tadi tidak terulang kepadanya,
lagipula dia sudah benar-benar terlambat sekarang. Kiara berdecak,
manager cafenya akan berpesta pora dengan kesalahannya ini.
***
***
Setelah selesai mencuci entah ratusan piring dan panci, wajan serta
peralatan masak lain yang berukuran besar dan lengket, Kiara
menyandarkan tubuhnya di dinding belakangnya dan menghela napas
panjang.
Entah berapa jam dia berkutat dengan kegiatan itu, ditatapnya kedua
telapak tangannya dan mengernyit, kulit telapak tangannya sudah keriput
karena terus-terusan terkena air dan di beberapa sisi mulai terasa pedih
akibat kontak terlalu intens dengan sabun cuci.
Kiara menghela napas panjang, berusaha menyemangati dirinya sendiri
dan menegakkan tubuhnya. Pekerjaannya masih banyak, dan dia harus
semangat. Dia membutuhkan pekerjaan ini untuk hidupnya, Yang harus dia
lakukan adalah bekerja lebih giat sambil berusaha mencari jalan untuk
menemukan kesempatan yang lebih baik.
***
***
Joshua memandang berkas-berkas yang pernah dikirimkan oleh
pengacara ayahnya kepadanya. Berkas itu berisi inventarisir mengenai
seluruh harta yang dimiliki ayahnya, mencakup saham mayoritasnya di
perusahaan miliknya juga beberapa properti seperti rumah dan tanah.
Joshua bisa saja mengabaikan itu semua dan menjalani hidupnya
dengan tenang. Toh dia tidak ada hubungannya dengan semua orang itu.
Kalau memang harta ayahnya akan jatuh ke tangan isterinya yang tamak,
itu mungkin itu memang balasan yang setimpal untuk ayahnya.
Tetapi godaan untuk membalas dendam terasa begitu kuatnya.
Ayahnya sekarang memohon agar dia mau menerima gelar dan
warisannya, gelar yang dulu membuat dia dan ibunya ditendang dari
kehidupan ayahnya. Ada kepuasan tersendiri ketika membiarkan lelaki tua
itu memohon-mohon kepadanya.
Joshua tiba-tiba tersenyum sinis. Otaknya berputar mencari cara,
menemukan jalan membalas dendam yang paling menyakitkan untuk
ayahnya dan keluarga angkatnya di London.
***
Lelaki itu datang lagi. Kiara mengintip dari balik tirai yang membatasi
areal dapur dengan bagian luar cafe. Lelaki itu tampak sangat misterius,
selalu datang pada waktu dini hari, kadang hanya merokok dan menikmati
secangkir kopi, kadang dia tampak sibuk berkutat dengan laptopnya, dan
kemudian baru beranjak ketika pagi menjelang.
Apakah lelaki itu tidak pernah tidur?
"Mengintip apa?" tiba-tiba Irvan muncul di belakangnya, ikut melirik
dari balik tirai dan membuat Kiara kaget setengah mati, dia hampir
terlompat dan kemudian menatap Irvan dengan jengkel.
"Bisa tidak jangan muncul tiba-tiba di belakangku?" gumam Kiara
setengah marah setengah tersenyum. Karena Irvan yang paling baik
kepadanya di cafe ini, mereka cukup akrab untuk saling mengejek ataupun
bercanda.
Irvan terkekeh dan mengedipkan matanya, menatap ke arah lelaki
penyendiri itu,
"Kau mengintip lelaki itu ya?" bisiknya menggoda, "Karena dia sangat
tampan?"
Kiara menggelengkan kepalanya kuat-kuat, "Aku hanya penasaran
kenapa dia selalu duduk di situ sepanjang malam hingga pagi, apakah dia
tidak tidur?"
Irfan mencibirkan bibirnya, "Kalau tida tidak tampan pasti kau juga
tidak tertarik."
Pipi Kiara langsung merah padam, tidak bisa berkata-kata. Tidak bisa
dipungkiri lelaki itu memang sangat tampan..... tetapi ada sesuatu dalam
dirinya yang tidak bisa dijelaskan, sesuatu yang tersimpan dalam dan
kelam. Dan Kiara memahaminya, batinnya bertanya-tanya, apakah lelaki itu
memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan seperti dirinya?
"Jangan hanya berdiri di situ! Bersihkan meja-meja kotor itu!"
Suara Pak Sony yang galak mengagetkan Kiara dan Irvan, mereka
bergegas menuju area cafe dan melaksanakan tugas, menghindar dari
semprotan lelaki pemarah itu.
Dengan ragu, Kiara membersihkan meja kotor yang terletak di sudut,
dekat dengan lelaki itu. Lelaki itu mengalihkan tatapannya dari laptopnya
dan ada sinar di matanya ketika menatap Kiara.
"Kenapa perempuan sepertimu bekerja di shift malam seperti ini?"
gumam Joshua dengan suara datar, menatap Kiara dengan seksama dari
ujung kaki ke ujung rambutnya. Mereka berada cukup dekat karena meja
yang dibersihkan ioleh Kiara ada di dekat meja tempat Joshua duduk,
karena itu Joshua bisa bergumam pelan dan bisa didengar oleh Kiara.
Kiara merasa tidak nyaman dengan tatapan yang menelanjangi itu, dan
dia tidak menduga lelaki itu akan menyapanya, dia memalingkan
mukanya,
"Karena memang hanya pekerjaan ini yang bisa saya lakukan."
Joshua kali ini benar-benar mengalihkan perhatiannya seluruhnya kepada
Kiara, "Masih banyak pekerjaan lain yang bisa dilakukan perempuan
sepertimu."
Apakah lelaki ini adalah jenis lelaki mesum yang menawarkan
pekerjaan mesum kepada perempuan lugu seperti dirinya?
Kiara memandang Joshua dengan was-was, "Hanya pekerjaan ini yang
mau menerima saya. Saya memang lulusan sebuah SMU di desa, Ketika
pergi saya membawa ijazah SMU dan harapan untuk hidup yang lebih baik,
tetapi rupanya banyak yang tidak menghargainya di kota ini karena banyak
saingan dengan pendidikan lebih tinggi tetapi mau digaji sama.."
"Pergi dari mana?" lelaki itu bertopang dagu, tampak tertarik, mungkin
baginya Kiara adalah selingan menarik di sela-sela kegiatan bersantainya.
Kiara mendongakkan dagunya, "Dari panti asuhan." dia melirik tidak
nyaman kepada Joshua, karena sungguh tidak lazim seorang pelanggan
bercakap-cakap dengan pelayan cafe seperti ini, bahkan pak Sony tampak
menatap mereka tanpa malu-malu. "Saya harus pergi."
Dengan marah Joshua meremas kertas pekerjaannya yang dari tadi tidak
bisa diselesaikannya, dia menatap nanar ke arah bawah, ke arah
pemandangan malam kota dari jendelanya. Tiba-tiba pikirannya melayang
ke ayah kandungnya di luar sana. Dia menahan napas gusar. Rencana balas
dendamnya sepertinya sangat menarik untuk dilakukan, dia hanya tinggal
mengatur beberapa rencana, lalu semua akan terlaksana dengan baik.
***
Kiara merasakan kepalanya pening, dia menghela napas panjang. Gawat
sepertinya virus salah satu pengunjung yang dari tadi bersin-bersin di
dekatnya telah menularinya. Daya tahan tubuh Kiara sedang lemah
sehingga dia mudah tertular. Sekarang selain pening di kepalanya, di
bagian matanya terasa berdenyut-denyut dan seluruh permukaan
kepalanya terasa nyeri. Kiara menuggu dengan lunglai di pinggir jalan.
Udara pagi hari yang dingin terasa menerpa kulitnya, menyiksanya karena
terasa menusuk sampai ke tulang.
Kiara merapatkan jaketnya yang terbuat dari bahan wol, jaket itu sudah
menipis karena terlalu sering dipakai dan dicuci sehingga tidak
membantunya mengatasi hawa dingin. Dia masih berdiri di tepi jalan yang
masih lengang itu, hanya ada beberapa kendaraan pribadi yang lalu lalang,
dan taxi yang beberapa diantaranya memberi isyarat pada Kiara, membuat
Kiara harus menggelengkan kepalanya. Dia tidak mampu pulang naik taxi,
ongkosnya tidak akan cukup. Di pagi hari setelah shiftnya dari cafe, dia
akan berjalan ke jalan besar sejauh dua ratus meter dan menunggu
angkutan umum yang lewat untuk mengantarkannya ke dekat tempat
tinggalnya Oh ya ampun, dan dia harus berdiri di tengah hawa dingin ini
selama beberapa lama, angkutan yang melewati sekitar jalan ini biasanya
baru datang jam enam pagi, membawa barang-barang milik pedagang
pasar pagi, Kiara juga harus siap berdesak-desakan dengan para pedagang
dan barang bawaannya nanti, sementara dia sudah merasa ingin pingsan.
Kiara melewatkan dua malam ini dengan menunggu lelaki penyendiri itu
datang dan menghabiskan waktunya di cafe seperti biasanya, tetapi dua
malam berlalu dan lelaki itu tidak datang. Untunglah sekarang dia bisa
bertemu lelaki itu di sini, jadi dia bisa mengembalikan uangnya.
"Apa?" lelaki itu menatapnya galak dan menatap uang lecek di telapak
tangan Kiara.
"Kau tidak datang ke cafe jadi aku tidak bisa mengembalikannya...." Kiara
menahan peningnya, mendongakkan kepalanya menatap lelaki yang
berdiri di depannya itu, "Ini uangmu."
"Aku tidak mau menerimanya." Kiara menatap lelaki itu dengan tatapan
keras kepala, mencoba membantah, tetapi tiba-tiba rasa pening yang amat
sangat menerpanya, membuatnya mengerang kesakitan.
"Kau kenapa?" Lelaki itu menyentuh dahinya dan mengernyit, "Astaga, kau
panas sekali!"
Itu adalah kata-kata terakhir yang didengar Kiara sebelum dia limbung dan
kehilangan kesadarannya.
***
"Dia terjangkit flu dan kelelahan....." Dokter pribadi Joshua menemui Joshua
setelah memeriksa perempuan pelayan itu, yang sekarang masih terbaring
pingsan di atas ranjangnya, di dalam apartemen mewahnya. Joshua
terpaksa membawa perempuan itu ke apartemennya karena dia tidak tahu
harus membawanya ke mana.
"Di mana kau menemukan perempuan itu, Joshua?" dokter itu sudah
mengenal Joshua cukup lama karena dia dulu menjadi dokter keluarga
sejak orang tua Joshua masih hidup, karena itu dia menganggap Joshua
hampir seperti anaknya sendiri.
Dokter itu menghela napas panjang, "Tubuhnya lemah, jadi daya tahan
tubuhnya lemah hingga mudah terjangkit penyakit... dan juga sepertinya
dia kurang gizi."
Hati Joshua terenyuh mendengarnya. Pantas saja perempuan itu begitu
kurus, ternyata dia kurang makan.
***
Kiara melirik tubuhnya dan mendesah lega sekali lagi karena menemukan
dirinya berpakaian lengkap di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya.
Yah, dia benar-benar demam ternyata, Kiara mendesah kecewa atas
ketidakmampuan tubuhnya menahan virus yang menyerangnya. Kepalanya
pening dan sekujur tubuhnya terasa nyeri, dia memijit kepalanya, berusaha
meredakan rasa seperti berdentam-dentam di sana.
Tiba-tiba saja pintu terbuka, dan refleks, Kiara beringsut menjauh di atas
ranjang ketika melihat lelaki penyendiri itu memasuki kamar, dengan
nampan berisi air dan teko kaca besar di tangannya.
Kiara meragu sejenak. Kenapa lelaki kaya macam Joshua merasa penting
untuk berkenalan dengannya? tetapi dia kemudian membalas uluran
tangan Joshua,
"Aku Kiara."
"Sama sekali tidak repot kok." Joshua menjawab tenang, masih tetap
berdiri dan menatap Kiara dengan tatapan mata penuh arti, "Minumlah
obatmu dan beristirahatlah."
Joshua mengikuti arah pandangan Kiara ke jam dinding itu, "Jam enam
sore. Dokter menyuntikmu dengan obat dan itu membuatmu tertidur pulas,
bagus untuk penyembuhanmu katanya karena kau butuh tidur dan
beristirahat untuk pemulihanmu." Joshua memandang sekeliling kamar,
"Memang susah membedakan pagi dan malam di kamar ini, kamar ini
memang sedikit gelap karena aku menutup jendela dan gordennya, aku
pikir kau bisa beristirahat lebih nyaman kalau suasana kamar temaram."
"Oh Astaga." Kiara malahan terlompat dari posisi tidurnya, hampir tidak
mendengar kalimat terakhir Joshua, dia mulai panij, melemparkan
selimutnya dan berusaha berdiri, "Aku harus masuk kerja, bosku akan
memarahiku kalau aku terlambat." Kiara berusaha berdiri, tetapi kakinya
terasa lemah seperti agar-agar dan rasa pening yang amat sangat
menyerangnya dengan begitu kuar, membuatnya kembali limbung.
"Kau ini bodoh atau apa? kau demam tinggi dan flu berat, bagaimana
mungkin kau bisa bekerja dengan kondisi seperti ini? Shift malam pula!"
dengan marah tetapi tetap berusaha lembut, Joshua setengah mendorong
Kiara hingga tubuh perempuan itu kembali terbaring di ranjang.
Kiara menahan air matanya karena merasa begitu tidak berdaya, "Ok."
Kiara masih merasa panik atas pikiran akan kehilangan pekerjaannya. Pak
Sony pasti akan marah sekali kalau dia tidak muncul untuk bekerja malam
ini..... tetapi kemudian pengaruh obat membelit otaknya, membuatnya
mengantuk dan kembali terseret ke alam mimpi.
***
Joshua mendengus marah, sekalian saja kalau begitu! perempuan itu telah
mengetuk nuraninya, membuat Joshua merasa asing kepada dirinya
sendiri. Dia tidak boleh terus-terusan didikte oleh nuraninya, dia harus
melakukan sesuatu.
"Kenapa anda ingin menemui saya, tuan Joshua?" Sony tentu saja tahu
kalau Joshua adalah lelaki kaya salah satu penghuni apartemen mewah di
area dekat mereka. Pelanggan kaya adalah raja, mereka harus diperlakukan
dengan baik.
Joshua menatap sinar jahat di mata Sony dan tiba-tiba merasa marah.
Lelaki ini adalah penindas perempuan pelayan cafe itu. Sungguh Kiara pasti
tidak akan bisa melawan si jahat ini. Mungkin Joshualah yang harus
membantu Kiara untuk membalas,
"Kiara tidak akan datang lagi." Joshua bergumam dingin, "Dia sekarang
bekerja untukku." tanpa kata lagi, Joshua membalikkan badan dan
meninggalkan Sony yang terperangah bingung dengan apa yang dikatakan
oleh Joshua.
***
Ternyata Joshua sudah ada di dalam kamar itu, lelaki itu menatap Kiara
dengan tatapan tak terbaca. Apakah lelaki itu benar-benar pergi untuk
menemui bosnya?
Kiara mengerutkan keningnya dan seketika itu juga wajahnya pucat pasi,
menjadi pelayan ini apakah menjadi pelayan seks dari Joshua? Kiara sering
melihat kisah-kisah sinetron dan film dimana tokoh wanita yang miskin
pura-puranya ditolong oleh lelaki kaya, tetapi kemudian dia disekap dan
dijadikan budak seks.... Ya Ampun! Kiara harus menyusun rencana
melarikan diri dari rumah ini!
Joshua yang melihat perubahan ekspresi Kiara langsung merasa geli. Dia
sudah pasti bisa menebak pikiran apa yang lalu lalang di benak Kiara,
ekspresi wajah Kiara yang polos mengungkapkan semuanya karena
perempuan itu benar-benar seperti buku yang mudah dibaca. Joshua
memutuskan akan menggoda perempuan ini,
"Sebaiknya kau buang semua pikiran bodoh yang ada di otakmu itu. Aku
sama sekali tidak tertarik padamu secara seksual." matanya menelusuri
tubuh Kiara dengan mencemooh, "Kau terlalu kurus, dan bukan termasuk
tipeku, jadi kau bisa tenang."
"Kau pecat?" Kiara menghela napas, "Kau tidak memecatnya karena aku
bukan?"
Pipi Kiara langsung merah padam, Betapa malunya dia, lagipula seharusnya
dia sadar kalau Joshua tidak mungkin melakukan itu. Kiara hanya berada di
waktu yang tepat di saat Joshua kehilangan pelayannya, sekarang Kiara
kehilangan pekerjaannya, jadi betapa baiknya Joshua karena menawarkan
pekerjaan ini padanya...
"Jangan berpikir yang tidak-tidak." Sekali lagi Joshua bisa membaca apa
yang berkecamuk di dalam benak Kiara, "Setiap orang yang melihat aku
dan kamu tidak akan melihat kita sebagai pasangan, mereka pasti bisa
melihat bahwa aku adalah majikan dan kau pelayannya, jadi kau tak perlu
cemas akan pandangan orang-orang." Dengan sinis lelaki itu memandang
Kiara, "Segera setelah kau bisa jalan, akan kuantar kau ke rumahmu dan
mengemasi barang-barangmu."
Benaknya berkelana, kalau dia tinggal di sini sebagai pelayan, yang pasti
dia bisa menumpang tempat tinggal gratis. Dan Joshua bilang tentang
pekerjaan memasak, mungkin saja Kiara bisa menumpang makan. Kiara
menghela napas panjang, mungkin semua ini sudah diatur, mungkin ini
adalah anugrah baginya, setidaknya Kiara jadi bisa menabung untuk
perbaikan hidupnya kelak.
***
"Jadi kau mengontrak kamar yang sedemikian jauhnya dari cafe tempatmu
bekerja?" Ketika kondisi Kiara sudah baikan, keesokan paginya Joshua
menjalankan mobilnya keluar dari tempat parkir apartemen, dia hendak
mengantarkan Kiara dengan mobil hitam besarnya itu ke kamar
kontrakannya untuk mengemasi barang-barangnya.
Kiara menunduk dan melihat sabuk kulit yang terjuntai di bagian atas, dia
menariknya kemudian kebingungan. Bagaimana memasang sabuk
pengaman ini? Pipinya memerah, merasa sangat malu dan bingung. Joshua
pasti menertawakannya dalam hati mungkin mencemooh betapa udiknya
Kiara.
***
"Jauh sekali."
"Ongkos transportnya tidak mahal, kebetulan ada bus sekali jalan.. aku
hanya tinggal berjalan kaki ke ujung sana...." Kiara menundukkan
kepalanya ketika Joshua melemparkan tatapan iba kepadanya, dia tidak
mau dikasihani, memang keadaannya pasti terlihat menyedihkan bagi
lelaki kaya seperti Joshua. Tetapi inilah hidupnya, inilah yang dijalani Kiara,
dan Kiara hidup dengan berjuang untuk masa depannya yang lebih baik.
Joshua masih mengernyitkan keningnya, dia sedikit mengerem ketika Kiara
bergumam,
"Itu berhenti di situ." Kiara menunjuk ke area parkir di bawah pohon besar,
di sekitarnya banyak ruko-ruko dengan berbagai macam usaha, ada penjual
makanan di sana, pangkas rambut laki-laki, apotek dan beberapa yang
digunakan seperti kantor.
Kiara menunjuk ke sebuah gang kecil di sebelah kompleks ruko itu, "Harus
masuk ke sana, mobil tidak bisa masuk... kau tunggu di sini yah."
"Jangan!" suara Kiara yang setengah berteriak itu membuat gerakan Joshua
terhenti, dia menoleh dan menatap Kiara dalam,
Pipi Kiara memerah, " Di sana kotor dan mungkin tidak menyenangkan
untuk orang sepertimu." Lelaki ini akan mengotori sepatu kulit mahalnya
yang berkilau, gumam Kiara dalam hati, belum lagi pakaian lelaki ini yang
tampak mahal serta penampilannya yang setengah orang asing pasti akan
membuat orang-orang di sekitar tempat tinggal Kiara terpukau... yang pasti
sosok seperti Joshua bukanlah sosok yang cocok untuk berada di sekitar
tempat tinggal Kiara karena dia akan tampak berbeda dan terlalu
mencolok.
Lelaki itu memang tidak bisa dibantah, Kiara mendesah dan kemudian
menganggukkan kepalanya, terserah kalau Joshua ingin memaksa masuk,
tanggung sendiri akibatnya nanti.
***
Jalanan becek sehabis hujan semalam, dan semakin membuat gang sempit
tempat masuk ke kamar kontrakan Kiara terasa kumuh, anak-anak kecil
dengan pakaian kumal seadanya tampak bermain-main di tanah, tampak
ceria dan seolah tidak terpengaruh oleh keadaan mereka. Kiara berjalan
hati-hati melewati rumah-rumah kecil dengan ibu-ibu yang sibuk
menjemur kerupuk dalam tampah besar dan beberapa yang lain sedang
mencuci pakaian.
Tentu saja kehadiran Joshua yang berjalan di belakang Kiara tampak begitu
mencolok, semua mata memandang ke arah Joshua, beberapa bahkan tak
bisa melepaskan pandangannya dari lelaki itu, Kiara tiba-tiba merasa geli
melihat seorang ibu yang ternganga dan seakan lupa mengatupkan
bibirnya ketika melihat Joshua. Mungkin ibu itu mengira Joshua adalah
artis sinetron yang menyasar ke tempat ini. Anak-anak kecil juga tampak
tertarik dengan penampilan Joshua, mereka berbisik sambil cekikikan satu
sama lain, sambil menyerukan kata 'bule' 'bule' dan menatap Joshua penuh
ingin tahu, membuat ekspresi Joshua tampak masam
Kamar itu bersih, tampak sekali Kiara sangat rapi. Spreinya licin tanpa
cacat, semua pakaiannya terlipat rapi di sebuah keranjang kecil di sudut.
Dan kamar itu sangat sempit, dengan langit-langit yang rendah, membuat
Joshua harus setengah menundukkan kepalanya di sini. Di sebuah sudut di
meja kecil samping ranjang, ada sebuah pot bunga kecil yang berwarna
ungu yang cantik. Sebuah usaha menyedihkan untuk membuat tampilan
kamar ini lebih baik, dan ternyata kurang berhasil karena memang suasana
kamar ini sudah tidak dapat diselamatkan.
Joshua memandang sebuah kursi kayu yang tampak lapuk, lalu mengangkat
bahu dan menariknya, dia duduk dan mengamati Kiara mengambil tas kain
besar dari bawah tempat tidur dan mulai mengisinya dengan pakaiannya.
Setelah selesai, Kiara mengemas barang-barang lainnya, beberapa buah
buku, beberapa kosmetik standar sederhana, dan juga beberapa peralatan
makannya, dua buah cangkir dan piring dari bahan melamin berwarna
biru.
"Tinggalkan itu." Joshua yang sejak tadi hanya duduk diam dan mengamati
kegiatan Kiara tiba-tiba bergumam.
"Apa?"
Sejenak ekspresi Kiara tampak terhina dan ingin membantah. Tetapi lalu
perempuan itu menarik napas panjang dan menurut. Diletakkannya
peralatan makan itu, lalu berdiri dan menutup resleting tasnya.
"Hanya ini." Kiara melangkah keluar dari kamar itu, dan Joshua
mengikutinya. Kiara lalu mengunci pintu kamarnya,
"Tunggu ya, aku akan mengembalikan kunci kamar pada ibu pemilik
kontrakan." Kiara menunjuk sebuah rumah yang hampir menempel dengan
kamar kontrakannya, ibu kontrakannya pasti akan terkejut karena Kiara
keluar tiba-tiba, Tetapi Kiara akan menjelaskan kalau dia mendapatkan
pekerjaan baru di luar kota.
"Aku akan ke sana sendiri. Tunggu di sini saja ya." Kiara langsung
membalikkan badan dan berlari-lari kecil menuju rumah ibu kontrakannya,
takut kalau Joshua mengikutinya.
***
"Ada apa?" Joshua langsung menjawab dalam bahasa ayahnya, dengan nada
gusar seperti biasa.
Pengacara ayahnya seperti biasanya sudah kebal dengan nada suara Joshua
yang tidak menyenangkan itu,
"Ayahmu. Beliau ingin bicara langsung denganmu, Saat ini dia menunggu di
sebelahku."
Kalau gaya Joshua menyetir seperti ini, dia tidak akan mau pergi semobil
berdua dengan laki-laki itu lagi. Kiara berjanji dalam hati, melirik ekspresi
lelaki itu yang sangat gusar.
***
“Kenapa kau masih berdiri di situ?” Joshua tampak terkejut menatap Kiara.
Pipi Kiara merah padam, dia tampak malu, “Eh... aku... aku tidak tahu harus
kemana...”
Dengan sedikit gusar Joshua berdiri, merasa agak menyesal karena suasana
hatinya yang buruk membuat Kiara terkena imbasnya. Ya. Telepon
pengacaranya tadi benar-benar merusak moodnya. Joshua langsung
menutup telepon setelah mengucapkan penolakan yang kasar, tidak
memberi kesempatan pengacara ayahnya untuk berbicara.
Dasar lelaki tua yang kurang ajar. Meskipun tahu itu salah, Joshua terus
menerus mengutuki ayahnya. Seenaknya saja dia berusaha kembali
mengatur kehidupan Joshua setelah dulu dia meninggalkan Joshua dan
ibunya, apakah dia pikir Joshua adalah manusia yang tertarik dengan gelar
dan harta? Tidak! Lelaki tua itu seharusnya tahu betapa puasnya Joshua
karena menolak permintaannya, Joshua bahkan akan sangat senang kalau
lelaki itu memohon dan menyembah-nyembahnya dan dia akan tetap
menolak permintaan lelaki tua itu dengan puas.
“Sini, kutunjukkan kamarmu. Sebenarnya ini kamar yang sama yang kau
tempati ketika sakit tadi.” Walaupun begitu Joshua tidak bisa menahan
suaranya yang terdengar ketus, “Lain kali jangan bersikap canggung di sini,
kita hanya berdua dan sikap canggungmu membuat suasana tidak enak.
Lakukan apa yang kau suka, anggap saja rumah sendiri, kalau kau ingin
menonton televisi silahkan, kalau kau ingin membuat makanan silahkan,
lakukan apa saja yang kau suka, nanti kita akan membahas beberapa
aturan, apa yang boleh dan tidak boleh di rumah ini, tapi sekarang kau
boleh beristirahat dulu. Aku juga lelah, mau tidur siang.” Sambil terus
berbicara, Joshua mendahului Kiara yang terbirit-birit mengikutinya
melangkah ke kamar kedua di apartemen yang cukup luas itu, Joshua
membuka pintu kamar itu dan melirik ke arah Kiara, “Masuklah dan
istirahatlah dulu, nanti sore kita bicara.”
***
Kiara memasuki kamar itu, kamar yang sama tempatnya di rawat ketika
demam. Dia terperangah ketika melihat luasnya kamar itu. Semuanya
lengkap, dari ranjang busa yang besar di tengah, lemari berwarna krem
yang elegan dan meja rias yang dilengkapi dengan kaca minimalis yang
begitu bening. Ada sebuah televisi besar di dinding, televisi layar datar
yang hanya pernah Kiara lihat di televisi.... dan juga AC.....tentu saja kamar
ini ada ACnya, Kiara tersenyum merasa malu karena sadar dia benar-benar
kampungan.
Di kamar kontrakannya tidak ada AC, bahkan kipas anginpun tidak ada
karena Kiara tidak mampu membelinya. Pernah dia membawa
tabungannya yang berhasil disisihkan dari uang makannya, sejumlah tujuh
puluh lima ribu rupiah ke sebuah supermarket yang di dalamnya juga
menjual barang-barang elektronik. Pada akhirnya Kiara keluar dengan
tangan kosong, menggenggam uang tabungannya itu di tangannya. Ketika
sudah melihat-lihat berbagai merek kipas angin, dia mendapati bahwa yang
termurah, dengan ukuran paling kecil dan merk menengah adalah seharga
sembilan puluh ribu rupiah. Ada beberapa dengan merk tidak terkenal
masih mematok harga tujuh puluh ribuan. Tetapi bukan hanya harga yang
membuat Kiara batal membeli, benaknya tiba-tiba memutuskan bahwa dia
bisa bertahan tanpa memakai kipas angin, bahwa uang itu sebaiknya
disimpan untuk keperluan lain yang lebih penting, seperti membeli sabun
mandi atau shampo dan berbagai keperluan rumahan lainnya. Alhasil Kiara
harus melalui lagi malam-malam di panasnya Jakarta dengan udara lembab
dan lengket, dengan nyamuk yang tak kalah galaknya. Tetapi setidaknya
hatinya tenang karena dia masih memegang uang simpanannya sebagai
pegangan di kala perlu.
Setelah yakin pintu kamarnya tertutup dan Joshua tidak bisa melihatnya,
Kiara duduk di ranjang itu, menepuk-nepuknya dan sekali lagi tersenyum
senang, ranjangnya empuk. Tidak seperti ranjang lembek dan keras entah
dengan usia berapa lama di kamar kontrakannya yang penuh dengan
serangga tak terlihat, kadang terasa menggigit kulitnya dan menimbulkan
ruam-ruam di kulitnya. Ranjang yang ini pasti tak ada serangganya... pikir
Kiara sambil menepuk-nepuknya lagi, dan ranjang ini empuknya luar biasa.
Puas menikmati empuknya ranjang itu, Kiara meraih tas-nya dan mulai
berbenah. Di bukanya lemari empat tingkat berwarna krem itu dan mulai
memindahkan pakaiannya ke dalam lemari, ketika selesai dia tersenyum
masam dan merasa malu, keseluruhan pakaiannya bahkan tidak bisa
memenuhi satu tingkat yang paling atas di lemari itu, lemari itu jadi tampak
kosong dan menyedihkan. Tetapi tidak apa-apa, Kiara tidak malu dia hanya
punya sedikit pakaian, setidaknya dia masih bisa berganti pakaian setiap
hari dan bersih serta wangi, biarpun pakaiannya sedikit, Kiara tidak pernah
memakai pakaian yang sama selama beberapa hari, setiap dia memakai
baju, ketika mandi, dia selalu mencuci pakaiannya sehingga ketika
keesokan harinya pakaiannya sudah kering dan wangi lagi. Untuk
menyeterika dia bisa meminjam seterika ibu kontrakannya, dan membayar
biaya listriknya dengan sekalian menyeterika cucian ibu kontrakannya
yang setumpuk banyaknya, karena ibu kontrakan selain memiliki suami
yang berbadan besar, juga memiliki empat anak yang masih kecil-kecil. Bisa
dibayangkan Kiara membutuhkan waktu seharian penuh di hari liburnya
untuk menyeterika semuanya.
Kiara lalu mengatur kosmetiknya dimeja rias yang besar dan lagi-lagi meja
itu tampak kosong dan menyedihkan karena Kiara hanya punya satu bedak
tabur, satu lipstick, deodoran dan satu splash cologne murahan yang
dibelinya di minimarket, serta satu sisir kecil, Kiara menambahkan sambil
tersenyum, kosongnya meja rias itu tidak mengganggunya, malahan
membuatnya terkikik geli, menertawakan dirinya sendiri. Ya ampun.
Kamar ini begitu bagusnya, terlalu bagus dan sempurna untuk dirinya!
Kiara melihat sabun, shampoo yang telah tersedia dalam wadah khusus di
dinding, dia menambahkan sikat giginya dan tersenyum bahagia.
***
Kiara akan memasak makan malam dan membuat teh hangat, setidaknya
ketika Joshua bangun, makanan sudah tersedia.
Di dapur, Kiara melihat sebuah kulkas besar berwarna hitam, dengan hati-
hati Kiara membuka kulkas itu dan sedikit merenung melihat isinya. Joshua
rupanya tidak suka memasak, yah dia kan lelaki bujangan yang tinggal
sendirian, buat apa repot-repot memasak kalau bisa membeli atau pesan
antar makanan? Kiara melihat bahan makanan yang seadanya di sana. Ada
sosis di freezer, dan di kotak sayuran di bagian bawah ada wortel dan
brokoli. Kiara memutuskan membuat sup sederhana.
Karena tidak ada kaldu, Kiara merebus sebagian sosis dengan potongan
besar hingga airnya berminyak, lalu memasukkan bawang yang sudah
ditumisnya dengan mentega ke sana – untunglah Joshua mempunyai
beberapa siung bawang putih yang sudah setengah mengering di kulkasnya
– Aroma harum langsung tercium ke seluruh penjuru dapur. Kiara lalu
memasukkan wortel yang sudah di potong-potongnya, sementara
brokolinya akan dimasukkan belakangan setelah air mendidih. Setelah itu,
Kiara membumbui supnya dan mencicipinya. Rasanya lumayan, meskipun
dengan bumbu dan bahan yang lebih lengkap, sup ini akan terasa lebih
enak.
Tidak ada nasi, tetapi ada kentang di kulkas, Kiara memutuskan membuat
kentang tumbuk. Beberapa kentang yang sudah dikupas, di kukus sampai
empuk, lalu dihancurkan dengan dicampur sedikit garam, krim kental dan
susu tawar kental. Selain itu Kiara membuat scramble eggs sebagai lauknya.
Dan jadilah masakannya itu.
Ketika Air mendidih dan Kiara menyeduh teh, tiba-tiba sosok Joshua sudah
berdiri bersandar di ambang pintu dapur.
“Baunya enak.”
“Aku memasak dengan bahan seadanya di kulkas, kuharap kau tidak marah
karena aku lancang.”
Dengan was-was Kiara mengamati Joshua makan, takut kalau lelaki itu
memuntahkan makanannya karena tidak menyukai rasanya. Tetapi yang
ditakutkan Kiara tidak terjadi, lelaki itu makan dengan lahap dan cepat, dan
ketika di tengah makan, Joshua mengangkat kepalanya dan mengernyit,
“Kenapa kau tidak ikut makan?” Tanyanya.
“Memangnya kau hidup di jaman feodal apa? Lain kali kurangilah nonton
sinetron yang penuh intrik palsu itu Kiara, ayo makanlah!”
“Bawa teh-nya ke ruang tengah, ayo kita bicara sambil minum teh.”
Gumamnya sambil berlalu.
Dengan segera, Kiara mengambil nampan dan meletakkan teko teh beserta
beberapa cangkir di sana, lalu mengikuti Joshua ke ruang tengah.
Joshua sudah duduk di sofa, matanya mengarah ke televisi besar yang
sedang menayangkan pertandingan basket, dia lalu menatap Kiara yang
meletakkan nampan itu di meja, dan berdiri ragu-ragu di sana,
Kiara duduk di ujung sofa dengan ragu, menatap Joshua yang bersila
dengan santai sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke televisi,
“Dan kita akan tinggal bersama di sini, aku sebenarnya tidak punya aturan
ketat, hanya ada beberapa yang harus dihormati. Pertama, aku tidak begitu
suka suara bising, jadi kalau kau mau menyalakan televisi atau apa, atur
suaranya supaya tidak berisik. Kedua, aku tidak suka susu putih, kecuali di
campur dengan kopi, jadi jangan memberikanku itu... Ketiga aku biasanya
bekerja di malam hari, mulai jam sembilan malam, dan karena itu aku
membutuhkan tidur yang lama di pagi harinya, biasanya aku bekerja jam
sembilan malam sampai jam lima pagi lalu aku akan sarapan dan tidur jam
sembilan pagi sampai sore dan aku tidak suka diganggu....”
Seorang lelaki yang amat sangat tampan melangkah dengan senyum lebar,
memasuki ruangan. Kiara terpesona, karena lelaki itu... sungguh terlalu
tampan sampai bisa dikatakan cantik. Ada sesuatu di tangannya, lelaki itu
memegang wadah biola dari bahan kulit kaku berwarna cokelat gelap.
Lelaki itu pemain biola?
Tampan Sekali.
Kiara hampir saja tidak bisa menutupi rasa kagumnya akan ketampanan
lelaki yang baru masuk itu. Luar biasa. Bahkan dia sebagai perempuan
merasa dirinya kalah cantik dibanding lelaki itu. Meskipun wajahnya cantik
tetapi tidak ada sikap yang mengarah ke arah feminim sama sekali dari
penampilan lelaki yang dipanggil Joshua dengan nama Jason itu. Jason
tampak maskulin dan sinar matanya tampak sedikit bandel, seperti anak
lelaki kecil yang nakal.
Detik ketika Jason masuk itulah dia menyadari kehadiran Kiara di sana,
duduk di sofa ruang tengah, lelaki itu langsung melemparkan pandangan
berganti-gani penuh arti ke Kiara dan Joshua,
"Ah, maaf, aku tidak tahu kau sedang ada tamu." Jason tersenyum ramah,
senyum yang mempesona kepada Kiara, "Johua biasanya tidak pernah
menerima tamu di apartmennya, kecuali tamu yang memaksa seperti aku."
Lelaki itu terkekeh sendiri, lalu melangkah mendekat, "Kau pasti
perempuan istimewa."
"Kau memang tidak pandai bercanda. Mana mungkin kau memakai pelayan
di rumahmu? Kau dengan kehidupanmu yang introvert itu?"
"Oh astaga, kau tidak sedang bercanda ya?" jemarinya menunjuk ke arah
Kiara, "Gadis ini pelayanmu?"
"Tentu saja." dengan santai Joshua melangkah melalui Jason dan duduk
kembali di sofa tempatnya duduk, "Duduklah dan ceritakan pelan-pelan,
apa yang terjadi padamu sampai kau harus mengemis tempat tinggal
kepadaku? bukankah kau punya apartemen sendiri di tengah kota? kenapa
kau tidak kesana?"
"Mereka akan bisa melacakku kalau aku ke sana, kau tahu, ibu angkatku
dan perempuan yang dijodohkan denganku itu sangat gigih mengejarku."
Tanpa dipersilahkan, Jason menuang teh di meja dan menyesapnya, "Hmm
enak sekali, kau yang buat yah?" lelaki itu menoleh tiba-tiba ke arah Kiara,
membuat Kiara gelagapan,
Sekarang Kiara terpesona dengan Jason, dan Jason secara alami langsung
menebarkan pesonanya pada Kiara. Joshua harus menghentikannya segera,
sebelum semua berlanjut. Kiara adalah pelayan yang bekerja untuknya, dia
harus menjaganya.
"Saya permisi dulu." dengan tak kalah sopan dia mengangguk ke arah Jason
kemudian melangkah tergesa meninggalkan ruang tengah itu, masuk ke
kamarnya.
***
Ya. Joshua yang dikenal Jason adalah seorang penyendiri. Lelaki itu selalu
menghabiskan waktunya sendirian dan kebayankan menutup hatinya dari
hubungan apapun. Bahkan Jason sempat ragu meminta pertolongan Joshua
agar mau menampungnya sementara, mengingat sikap Joshua yang
cenderung introvert itu.
"Aku menolongnya, karena dia butuh pertolongan, sama sekali tidak ada
alasan lain." Mata Joshua menyipit, "Dan jika kau memang akan tinggal di
sini, kau tidak boleh mengganggunya."
Jason terkekeh mendengar nada ancaman di balik suara Joshua itu, "Oke.
Sepakat, aku tidak akan mengganggunya, tetapi aku tidak bisa mencegah
kalau dia yang menggangguku." Tawanya malahan makin keras ketika
menerima tatapan membunuh yang langsung dilemparkan Joshua
kepadanya, "Aku bercanda Joshua, gadis itu aman. Jadi kesimpulannya, kau
mengizinkan aku tinggal di sini sementara?"
***
Keesokan paginya, Kiara bangun pagi-pagi sekali, dia ingin menyiapkan
makanan untuk Joshua, lelaki itu bilang dia bekerja larut malam dan
kemudian sarapan dulu di pagi hari sebelum tidur.
Kiara berdiri dengan gugup, "Aku... aku ingin membuat sarapan, kau bilang
kau sarapan setiap pagi, baru setelah itu tidur."
"Oh itu." Joshua tidak tega mengatakan kalau dia hanya sarapan roti tawar
setiap pagi dan sebenarnya dia bisa menyiapkannya sendiri tanpa Kiara
repot-repot. Tetapi dia mempekerjakan Kiara sebagai pelayannya, dan
Joshua sendiri harus membiasakan diri untuk dilayani. "Oke... terimakasih.
Ada roti tawar di atas kulkas dan jeruk segar kalau kau ingin membuat jus
jeruk. Nanti panggil aku kalau sarapannya sudah siap." gumamnya
kemudian.
Tak lama lelaki itu muncul di dapur, masih dengan pakaiannya yang sama,
celana panjang dan tidak berkemeja. Kiara sepertinya harus membiasakan
diri dengan penampilan Joshua yang indah ini.
Kiara tertegun sambil menatap punggung Joshua yang berlalu. Jadi Jason,
lelaki yang luar biasa tampan itu juga tinggal di apartemen ini?
***
Pintu kamar Joshua masih tertutup rapat ketika giliran Jason yang bangun
dari tidurnya. Lelaki itu ternyata tidak pernah tampil berantakan dan tidak
pedulian seperti Joshua, Jason keluar kamar sudah mandi dengan aroma
harum dan pakaian rapi.
Dia melongok ke dapur, ke tempat Kiara sedang mencuci gelas dan piring
kopi sisa Joshua,
"Wah aromanya enak." lelaki itu tersenyum dan duduk di meja dapur,
kemudian mencomot satu roti bakar dan memakannya, "Mungkin
keputusan Joshua menerima seorang pelayan di rumahnya sungguh tepat,
dan aku juga ikut mendapatkan keuntungan." lelaki itu mengedipkan
sebelah matanya menggoda, mau tak mau membuat Kiara tersenyum,
"Aku ikut." dengan tak terduga Jason berdiri, meneguk gelas jus jeruknya
dan tersenyum ke arah Kiara, "Aku bosan di sini, biarkan aku menemanimu
berbelanja."
***
Jason sendiri tampaknya tidak peduli, lelaki itu sepertinya sudah biasa
menerima tatapan kekaguman dari orang-orang, dia menoleh dan
tersenyum ke arah Kiara dengan ceria,
Lelaki itu menunjukkan keranjang belanjaannya yang berisi gula dan sirup,
"Berbelanja untuk café, stok belanjaan belum datang dan ada beberapa
barang yang habis, jadi aku disuruh berbelanja kemari, ini supermarket
yang paling dekat dengan café, Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini?
Bos bilang kau sudah tidak bekerja lagi di café, aku berusaha mencari tahu
tentangmu tapi aku kehilangan jejak, apalagi kau tidak punya ponsel untuk
dihubungi."
Kiara menatap Irvan dengan tatapan menyesal, "Maafkan aku Irvan semua
terjadi begitu cepat, tetapi aku baik-baik saja, sekarang aku bekerja sebagai
pelayan di sebuah apartemen, yah kau tahu mirip pembantu rumah
tangga." Senyumnya melebar, "Setidaknya aku dapat tempat tinggal dan
makanan gratis."
Kiara juga tampak bingung, "Aku juga tidak tahu caranya, aku tidak punya
ponsel."
"Iya."
"Apartemen nomor berapa? dengan tahu nomornya setidaknya aku tahu
kau ada di mana."
Kiara hendak membuka mulutnya ketika sosok lelaki tampan itu tiba-tiba
sudah berdiri di sampingnya, merangkul Kiara dengan akrab,
Sementara itu Irvan berdiri menatap mereka berdua, Kiara dan sosok
Joshua yang penampilannya sangat luar biasa, lelaki itu terperangah,
sekaligus bingung...
BAB 6
Jason berdiri disana dengan senyum lebarnya dan tatapan mata tidak
berdosanya, sama sekali tidak menyadari kalau Irvan hampir saja melotot
melihat penampilannya.
Tentu saja, Kiara yang dikenal oleh Irvan pastilah tidak mungkin dekat
dengan pria-pria berpenampilan elegan semacam ini. Kiara yang dikenal
irvan sangat sederhana lugu dan pemalu, sangat bertolak belakang dengan
lelaki tampan itu, yang dengan santainya melingkarkan lengannya di
pundak Kiara.
***
Jason tahu cafe itu, dia memang belum pernah kesana, tetapi setiap dia
mengunjungi Joshua dia melewatinya, dan Joshua sering bilang kalau dia
terbiasa menghabiskan paginya di sana.
“Saya teman majikan Kiara, kebetulan saya bosan, jadi saya menguntit
Kiara berbelanja di supermarket.” Lelaki itu tersenyum sopan kepada
Kiara. “Aku akan naik duluan, mungkin kau ingin bercakap-cakap dengan
temanmu itu?”
“Pacar?” tanyanya lagi, kali ini ada nada menggoda dalam suaranya.
“Bukan, kami bersahabat di tempat kerja yang dulu.” Pipi Kiara merah
padam. Tentu saja Irvan adalah sahabatnya, Kiara selalu memandang Irvan
sebagai orang yang baik, tidak pernah sedikitpun terlintas di benak Kiara
untuk berpikiran lebih apalagi menyangkut asmara terhadap lelaki itu.
Jason melangkah menjajari langkah Kiara menuju kasir, dan kemudian
bergumam lembut,
“Hati-hati Kiara, aku laki-laki, dan aku bisa membaca jika ada seorang
laki-laki yang memendam cinta. Kalau kau memang tak bisa memberi lebih,
jangan pernah memberi harapan kepada mereka.” Setelah berkata begitu,
dengan santai Jason melenggang mendahului Kiara melewati kasir dan
menunggu di depan supermarket, membuat Kiara mengernyitkan
keningnya.
Apa maksud Jason berkata seperti itu? dan siapa yang dimaksud Jason
dengan lelaki yang memendam cinta?
***
Apartemen masih tetap sepi ketika mereka pulang, dan kamar Joshua
masih tertutup rapat. Ketika melangkah masuk, Jason dan Kiara saling
melempar pandang, lalu mengangkat bahu. Yah bagaimanapun juga gaya
hidup Joshua yang terbalik dan seperti vampir itu harus dimaklumi. Apalagi
dia bosnya, pemilik apartemen ini, Kiaralah yang harus menyesuaikan diri
dengan gaya hidup Joshua.
Cuma dia tidak mengira akan ada lelaki lain yang tinggal di sini,
dengan gaya hidup yang berbeda pula. Kiara menatap Jason,
Berlatih? Kiara tiba-tiba teringat akan kotak biola dari bahan kulit
keras yang dibawa Jason kemarin. Lelaki itu pasti pemain biola.
Kiara menatap puas ke arah masakannya, lalu dia menengok nasi nya
yang sudah matang.
Kiara lalu teringat kalau Jason minta dipanggil kalau masakan sudah
siap. Dengan tenang, Kiara melangkah keluar kamar, hendak mengetuk
kamar Jason dan memanggilnya.
***
“Pasti kakak, kami baru akan pulang minggu depan.” Keyna menatap
ke background gambar Jason yang sedang bercakap-cakap dengannya, “Itu
bukan kamarmu, kau ada dimana kakak? Benarkah apa yang dikatakan
mama kalau kau sedang pelatihan musik dan harus dikarantina?”
Jason terkekeh, mama yang mereka bicarakan ini adalah mama angkat
mereka, meskipun begitu Jason dan Keyna sangat menghormati mama
angkat yang ini, lebih daripada ibu kandung mereka yang telah membuang
mereka, dan bersikap jahat kepada mereka yang menyebabkan sang ibu
kandung dipenjara sampai sekarang.
“Aku melarikan diri dari mama.” Jason tertawa, “Kau tahu sendiri kan,
sejak kau menikah dia mengejar-ngejarku untuk menyusulmu, dia bahkan
sudah menyiapkan calon isteri untukku, anak dari nyonya Andrew sahabat
mama.”
“Karena aku tahu pasti kalau hatinya tidak cantik.” Mata Jason tampak
dingin, yah bukankah semua perempuan mau kepadanya karena wajahnya
yang tampan dan kekayaannya?
“Kau sudah berbicara terlalu lama dengannya. Ini bulan madu kami
jadi maaf aku menginterupsi.” Mata Davin bersinar jahil dan penuh tawa,
“Bye Jason.”
Lalu tiba-tiba saja layar gelap dan Keyna sudah log out.
***
***
“Maafkan aku, aku lupa kalau kau sangat sensitif terhadap bunyi-
bunyian, dan kau punya mood yang sangat jelek ketika bangun tidur. Aku
janji tidak akan memainkan biola di saat kau tidur lagi.”
Sementara itu Kiara masih terdiam di sana agak bingung. Dua lelaki ini
memang bersahabat, tetapi sepertinya mereka bersikap seperti anjing dan
kucing. Kiara mengangkat bahu, lalu melangkah ke dapur, yah...dia kan
perempuan, yang pasti dia tidak akan bisa memahani bagaimana
persahabatan laki-laki.
***
Pipi Kiara makin merah padam mendengarkan saran Joshua itu. Tetapi
rupanya Jason malahan tertawa mendengarkan peringatan tentang dirinya
yang diucapkan tetap di depan mukanya,
***
***
“Aku ingin kau besok siang ikut denganku.” Joshua muncul di ambang
pintu dapur, menatap tajam ke arah Kiara yang sedang mengelap meja
dapur sampai licin. Dia ingin semuanya bersih sebelum dia tidur nanti.
“Aku tidak bekerja malam ini, jadi besok siang aku akan bangun. Kau
ikut denganku aku akan membawamu.” Lelaki itu setengah membalikkan
tubuhnya tak peduli.
***
Rupanya Joshua serius dengan maksudnya, jam satu siang lelaki itu
keluar dari kamarnya dan sudah berpakaian rapi, dia menatap tajam ke
arah Kiara yang sedang membersihkan karpet dengan penyedot debu.
Sementara itu Jason sedang menonton TV di ruang tengah, lelaki itu
menoleh dan mengangkat alisnya melihat penampilan Joshua yang rapi.
“Dia tidak akan mendapatkan apa yang dia mau, aku tidak akan pernah
mengakuinya sebagai ayah di depannya dan membuatnya puas. Bagiku
ayahku bukan dia.”
“Yah, dia bilang dia teman Kiara, salah satu rekan kerjanya di cafe
tempat mereka bekerja sebelumnya.” Jason menatap Joshua penuh arti,
“Tapi aku tahu lelaki itu tidak menganggap Kiara sebagai teman. Dan kalau
kau mau menjalankan rencanamu, apapun itu kau harus
mempertimbangkan keberadaan orang-orang yang menyukai Kiara lebih
dari yang seharusnya.” Jason sepertinya menebak kalau Joshua akan
menjadikan Kiara sebagai kekasih pura-puranya. Joshua memang akan
melakukan hal yang hampir mirip seperti itu, tetapi tentu saja dengan cara
yang jauh berbeda. Dia akan membuat ayah kandungnya pulang ke
negaranya dengan bahu terkulai kalah dan sangat sangat kesal.
“Aku akan mempertimbangkannya.” Jawab Joshua datar, “Terimakasih
Jason.”
“Dan satu lagi, Kiara tidak punya ponsel. Kasihan sekali di jaman
sekarang tidak punya alat komunikasi yang begitu penting. Kau mungkin
bisa membelikannya satu.”
***
“Kau hanya punya baju ini?” lelaki itu mengamati blouse Kiara yang
dulunya pasti pernah berwarna putih meskipun sekarang hanya
menyisakan warna krem kusam yang tidak jelas. Dan perempuan itu
mengenakan rok panjang hitam sebetisnya.
Blouse putih dan rok hitam! Demi Tuhan.... apakah perempuan ini tidak
punya selera berpakaian yang lebih baik? Pakaiannya mengingatkan Joshua
pada anak training di toko-toko. Padahal Joshua akan membawa Kiara ke
butik kelas atas. Dia sendiri sebenarnya tidak peduli, tetapi dia tahu orang-
orang di sana akan mencemooh Kiara, memandang Kiara seperti
pertunjukan sirkus mahluk aneh yang salah tempat, dan dia tidak mau
Kiara mengalami itu, dipermalukan seperti itu sementara Kiara berjalan di
sisinya. Tidak boleh ada orang yang mempermalukan perempuan yang
sedang bersama Joshua.
Pipi Kiara sendiri tampak merah padam. Malu. Dia tahu bahwa
pakaiannya yang sederhana itu pasti tidak akan cocok dengan selera
Joshua, pasti akan membuat lelaki itu malu. Tetapi mau bagaimana lagi,
pakaian yang dikenakannya ini adalah pakaian terbaiknya.
“Aku... aku hanya punya pakaian ini.” Jawab Kiara menahan malu,
sepertinya dia lebih baik mengurung diri di kamarnya saja daripada nanti
mempermalukan Joshua, dengan sangat dia berdoa dalam hati supaya
Joshua membatalkan acara keluar mereka.
Tetapi rupanya Joshua punya pikiran lain, lelaki itu menghela napas,
tampak kesal, lalu meraih kunci mobilnya di gantungan dan melangkah
mendahului Kiara ke pintu,
***
“Ayo turun, pemilik butik ini temanku, jadi kita bisa mencari pakaian
yang lebih tepat untukmu sebelum kita pergi ke mall dan butik-butik di
sana.” Joshua membuka pintu dan melangkah memutari mobil, lalu
membukakan mobil untuk Kiara dengan sopan.
“Mohon maaf, tidakkah anda melihat tanda di depan pintu? Kami baru
buka pukul lima sore....” seseorang itu adalah perempuan yang sangat
cantik, dengan kaos ketat berwarna biru gemerlap yang menunjukkan
keseksiannya tubuhnya yang berkulit seputih susu, berkilauan bagaikan
porselen. “Joshua?” perempuan itu memekik kesenangan, “Joshua!!” lalu
perempuan itu menghambur, memeluk Joshua dengan erat, “Kemana saja
kau sayangku? Lama sekali kau tidak kemari.”
“Ya. Aku ingin kau mengajari Kiara semuanya, seluruh caranya. Aku
ingin dia berperan sebagai kekasih yang jalang, mata duitan, pokoknya
jenis perempuan yang paling menyebalkan di muka bumi ini.” Joshua
menatap Deliah dan tersenyum manis, “Aku tahu dari pengalamanmu di
butik ini, kau banyak pengalaman dengan jenis-jenis perempuan seperti
itu.’
Deliah tertawa, tawa merdu yang enak di dengar, dia menepuk pundak
Kiara lembut,
***
Dengan hati-hati Kiara duduk di kursi di samping meja kecil yang telah
disediakan, dia menuang teh yang harum itu, dan kemudian menyesapnya
pelan-pelan. Enak. Ada rasa pedas yang khas, aroma daun mint yang
membuat rasa teh itu istimewa. Kiara lalu mengicipi kue yang sangat
menggugah selera itu, dan kemudian mengunyahnya dengan nikmat. Kue
itu enak sekali!
Mata Kiara melirik dengan penuh rasa bersalah ke beberapa kue yang
masih tersisa di piring, pasti akan sangat memalukan kalau Kiara
menghabiskan kue itu.... tetapi kue itu enak sekali.....
Dengan cemas dan penuh rasa ingin tahu, Kiara menatap ke arah pintu
kantor tempat Joshua dan Deliah menghilang tadi.
***
“Itu rencana yang sangat licik Joshua, dan murni kejam.” Deliah tidak
bisa menahan diri mengucapkan kata-kata itu setelah Joshua selesai
bercerita, perempuan itu lalu menatap ke arah butik tempat Kiara masih
menunggu di sana, “Dan kalaupun aku mau membantumu, dari semua
perempuan di dunia ini, kau bisa memilih perempuan yang berpengalaman,
dengan sedikit polesan, dia akan lebih mudah dimasukkan dalam
rencanamu, dan kenapa kau malahan memilih perempuan lugu, polos dan
tidak tahu apa-apa itu?”
***
Joshua dan Deliah keluar dari ruangan itu beberapa saat kemudian,
dan Kiara langsung berdiri. Deliah tersenyum manis kepada Kiara, lalu
melemparkan tatapan bertanya kepada Joshua,
“Tentu saja tidak boleh.” Deliah berseru ceria, lalu menghampiri Kiara
dan merangkulnya,
“Mari, akan kupilihkan pakaian yang pantas untukmu, kau pasti akan
menyukainya.”
***
“Apakah kau sudah selesai di sana?” suara Deliah terdengar dari depan
pintu.
Deliah berdiri di sana dan tampak puas dengan penampilan Kiara, dia
membawa sepatu berhak datar berwarna peach gelap yang sangat indah
dan meletakkannya di lantai,
“Ini, pakailah ini, gaun itu seharusnya memang dipakai dengan sepatu
ini.”
***
Reaksi Joshua melihat penampilan baru Kiara tidak terbaca, lelaki itu
hanya mengangkat alisnya, dan kemudian mengamati Kiara dari ujung
kepala sampai ujung kaki, kemudian menganggukkan kepalanya,
Joshua sendiri tampaknya menyadari apa yang ada di benak Kiara, dia
melirik sedikit dan tersenyum.
Joshua tersenyum simpul, “Tentu saja, Deliah sangat cantik, dia sangat
menjaga kecantikannya itu setelah dia mendapatkannya hampir lima tahun
yang lalu.”
Mendapatkan kecantikan? Apa maksud Joshua?
Kiara benar benar terkejut dan tak menyangka kalau Deliah bukanlah
perempuan tulen, oh ya ampun tiba-tiba saja Kiara merasa malu,
bagaimana bisa Deliah yang bukan perempuan tulen tampak begitu cantik?
Apalagi kalau dibandingkan dengan dirinya......
"Membantuku?"
"Ya. Akan kujelaskan nanti, yang jelas, beberapa hari ini kau akan
sering bertemu dengannya."
***
Joshua melirik Kiara dan sekali lagi tidak bisa menahan senyumnya
melihat perempuan polos itu hampir saja ternganga melihat keindahan
tempat yang mereka kunjungi. Se,uanya memang begitu besar, dari pilar
dan tembok-tembok yang sangat tinggi sampai tanaman palem raksasa di
dalam pot elegan yang ada di sudut-sudut tertentu.
"Kita ke salon yang itu dulu." dengan lembut Joshua menghela Kiara
dan membawanya ke sebuah salon terkenal. Joshua jarang ke salon, tetapi
dia tahu mana salon yang baik mana yang tidak. Mantan-mantan
kekasihnya dulu kebanyakan selalu membicarakan salon-salon langganan
mereka, ada yang bilang salon A bagus sayang finishing touchnya jelek, ada
yang bilang salon B pelayanannya tidak memuaskan dan sebagainya. Pada
akhirnya, Joshua bisa menarik kesimpulan salon mana yang bisa dipercaya
untuk mengubah model rambut Kiara.
***
***
Ketika Stylist itu selesai, model rambutnya masih belum kelihatan,
seorang petugas lain membawanya dan mencuci rambutnya dengan
shampo yang sangat harum. Setelah itu dia dibawa kembali kepada
sang stylist. Lelaki itu sudah siap dengan hair dryer dan sisir di tangannya.
Jemarinya yang lentik dan ahli langsung memilah-milah rambut Kiara yang
basah, dan kemudian mengoleskan sesuatu yang basah dan lengket di sana.
***
Kiara yang ada di sana sangat cantik, rambutnya masih tetap panjang
tentu saja, tetapi potongannya bertingkat, membuat volume rambutnya
tampak penuh dan segar. Begitu juga warnanya yang sekarang tampak
berkilauan sehat.
“Ada yang bisa saya bantu tuan dan nona?” Pramuniaga langsung
menyambut mereka dengan sopan di depan.
“Dia butuh sepatu, yang banyak dan terbaru, keluarkan semua koleksi
terbaru kalian.”
***
Ketika mereka pulang, hari sudah beranjak malam. Kiara melihat Jason
sedang duduk di sofa ruang tengah dan menonton televisi sambil
menyantap sesuatu yang seperti mie instan. Tiba-tiba saja Kiara merasa
bersalah karena tadi tidak sempat memasakkan makan malam.
Jason tersenyum, “Oke.. oke. Kenapa kau ini Joshua? dari awal kau
masuk rumah ini, sikapmu seperti akan menyerangku.”
“Ya. Karena dia lelaki arogan pemaksa yang tidak akan menyerah
sebelum mendapatkan kemauannya.” Mata Joshua menatap Kiara dalam-
dalam, “Dan karena itulah aku membutuhkanmu, Kiara.”
Jadi dia akan berperan sebagai apa? Kiara jadi teringat akan betapa
banyaknya pakaian, sepatu dan berbagai macam hal lainnya yang diberikan
Joshua kepadanya, dari kata-kata laki-laki itu di salon, semua untuk
memberikan Kiara peran sebagai perempuan jahat. Apakah semua ini
untuk ayah kandungnya?
Kiara menatap Joshua dan tiba-tiba merasa sedih. Dia tidak punya
ayah, Dan dulu ketika di panti asuhan, betapa dulu dia sangat
menginginkan memiliki keluarga, memiliki ayah yang menyayanginya. Dan
sekarang di depannya, ada seorang lelaki yang masih memiliki ayah
kandung, tetapi memikirkannya dengan penuh dendam. Tetapi Kiara tidak
bisa menyalahkan Joshua, lelaki itu mengetahui masa lalunya dengan pedih
dan menumbuhkan kebencian di dadanya sejak lama, lagi pula sepertinya
ayah kandung Joshua memang kejam karena membuang ibu Joshua yang
sedang mengandung darah dagingnya sendiri, dan kemudian tiba-tiba
ketika dia membutuhkan Joshua, dengan arogannya lelaki itu ingin
mendekati Joshua kembali. Setelah memikirkan segalanya, Kiara bisa
memaklumi apa yang ada di benak Joshua.
BAB 10
Hari masih pagi ketika Kiara bangun dan menyiapkan sarapan, kamar
Jason dan Joshua masih tertutup rapat, kalau Joshua, Kiara sudah maklum
karena lelaki itu selalu menggunakan waktu paginya untuk tidur karena
semalaman hampir tidak tidur. Tetapi rupanya Jason juga bangun
kesiangan pagi ini. Kiara mengernyitkan keningnya karena tidak biasanya
Jason kesiangan.
Setiap hari lelaki itu selalu bangun pagi, sudah mandi dan rapi dengan
aroma segar yang menyenangkan lalu duduk di meja dapur, makan
sarapannya bersama Kiara.
Sudah hampir dua minggu berlalu sejak Jason datang untuk tinggal di
apartemen ini. Dan dalam dua minggu itu, banyak sekali kejadian, dan
perubahan, terutama bagi Kiara.
Setiap hari ketika Kiara datang, dia akan membuat seteko teh mint
yang harum dan sepiring kue cokelat yang baru keluar dari panggangan,
kemudian mengajak Kiara mengobrol dan mencairkan suasana. Dari
mengobrol itulah Deliah megajarkan banyak hal kepada Kiara, semua
pengetahuannya tentang dunia fashion di tularkannya, tak lupa dia
mengajari cara berjalan, table manner di acara makan malam resmi, cara
berbicara, dan bahkan cara memadu padankan pakaian supaya tampil
cantik.
Pagi ini Kiara mengenakan gaun satu potong yang ringan dan elegan,
bahannya sifon dengan warna ungu lavender yang lembut dan menjuntai
sampai ke tengah betisnya. Tampak sangat indah dipakai olehnya,
membuat tubuhnya yang mungil tampak berisi.
Ketika Kiara menuang bacon panas yang beraroma harum dan menata
kentang goreng di piring. Bel pintu apartemen berbunyi, membuat Kiara
mengernyitkan keningnya.
Mereka hampir tidak pernah menerima tamu di apartemen ini. Hanya
Jason satu-satunya tamu yang pernah datang kemari sejak Kiara tinggal di
sini, dan kemudian menetap di sini.
Kiara meragu, takut untuk membuka pintu. Bel pintu berbunyi lagi,
tetapi Kiara tetap menahan diri untuk menahan pintu. Mungkin saja lelaki
itu ayah kandung Joshua, tetapi mungkin saja tidak bukan? Kiara harus
berhati-hati membuka pintu untuk orang asing.
Dengan ragu, Kiara mengetuk pintu kamar Joshua. Pelan... sekali, dua
kali, dan kemudian sedikit lebih keras. Tetapi tetap saja tidak ada jawaban.
Seketika itu juga, jemari kuat Joshua menarik Kiara yang mungil,
membuat Kiara memekik ketika lelaki itu membanting tubuh Kiara ke atas
ranjang dan kemudian setengah menindih tubuhnya.
Pipi Kiara merah padam, dia malu setengah mati. Di sini, berbaring di
atas ranjang, di bawah tindihan tubuh Joshua yang telanjang dada. Astaga.
Tidak pernah dipikirkannya sebelumnya akan terjadi begini ketika
menyentuh pundak Joshua. Tahu begitu Kiara akan mengambil tongkat
atau apa untuk menggoyang-goyangkan tubuh Joshua dari jarak jauh. Well
ya, kalau nanti dia harus membangunkan Joshua lagi, dia akan
menggunakan cara itu,
“Aku... aku berusaha membangunkanmu.. ada tamu.... aku menyentuh
pundakmu dan kau membantingku ke ranjang.”
“Tamu.... seorang lelaki tua asing.. aku pikir.. aku pikir akhirnya ayah
kandungmu mengunjungimu.”
“Kau yakin?”
“Tidak.” Bibir Joshua menipis, “Itu sudah pasti ayahku, aku tidak
sedang menunggu tamu manapun. Aku akan mandi dulu sebelum
menemuinya.” Lelaki itu menatap Kiara dengan serius, “Ingat peranmu
mulai sekarang, Kiara. Kau adalah simpananku, perempuan penggoda,
perempuan jalang yang tak jelas asal usulnya dan penggila harta,
sementara itu aku tergila-gila kepadamu.” Lelaki itu terkekeh, “Aku tak
sabar untuk melihat reaksi tua bangka itu. Persilahkan dia masuk dan
menungguku.”
***
Bel pintu sudah tidak berbunyi ketika Kiara keluar sehingga dia
mengira tamu itu sudah pergi. Tiba-tiba dia menyesal jangan-jangan dia
terlalu lama membangunkan Joshua tadi sehingga membuat lelaki itu
pulang.
Tetapi ketika Kiara mengintip, dia masih melihat lelaki bule itu berdiri
di pintu dan menunggu, dengan hati-hati Kiara membuka pintu,
membiarkan rantai gerendelnya masih menempel di sana untuk berjaga-
jaga.
Jadi benar. Orang ini adalah ayah kandung Joshua. Kiara teringat
bahwa dia harus menjalankan perannya dengan baik, karena itulah dia
tersenyum dengan gaya ceria yang sedikit menggoda, mengangkat alisnya
dibuat-buat.
Dan usahanya berhasil, lelaki tua itu tampaknya termakan oleh usaha
Kiara untuk bersikap sebagai perempuan menyebalkan. Wajahnya
memerah meskipun lelaki itu masih berusaha bersikap sopan,
“Aku ayah kandung Joshua, sekarang buka pintu ini dan biarkan aku
bertemu anakku.” Gumamnya tegas, menatap Kiara dengan mata menyala-
nyala, membuat Kiara hampir saja mundur selangkah ketakutan.
Lalu jemari Joshua terlurur melewati Kiara dan membuka gerendel itu.
Sebelah lengan lelaki itu merangkul Kiara dengan posesif dan kemudian
mereka berdiri berhadapan dengan lelaki itu, ayah kandung Joshua.
“Kau tidak mempersilahkan aku masuk?” gumam lelaki tua itu datar.
Joshua menegang, Kiara bisa merasakannya meskipun lelaki itu
tampak berusaha bersikap datar, tetapi sepertinya semua kemarahan dan
kebencian terpupuk di sana, membuat seluruh tubuhnya menegang.
Panggilan ber ‘aku’ dan ber ‘kamu’ yang dipakai Joshua kepada
ayahnya sepertinya dilakukan dengan sengaja, untuk menunjukkan bahwa
jelas-jelas Joshua tidak menganggap lelaki itu sebagai ayahnya. Sebuah
penghinaan frontal yang disengaja dan rupanya efektif karena ekspresi
ayah kandung Joshua memucat dan tampak tidak senang.
“Tentu saja, dan aku membelinya dari hasil kerja kerasku sendiri.”
“Aku tidak butuh hartamu.” Tatapan Joshua berubah dingin, dia lalu
melemparkan senyuman sensual kepada Kiara, “Benar kan, sayang?”
Dan dari panti asuhan berarti tidak diketahui asal usulnya! William
tidak bisa menerima itu. Bagaimanapun juga, Joshua menyimpan darah
Sinclair di tubuhnya, darah bangsawan yang murni dari miliknya yang
diturunkan oleh nenek moyangnya yang terhormat. Dan sekarang Joshua
akan menikahi perempuan yang tidak jelas asal usulnya? Akan seperti apa
keturunan mereka nanti? Perempuan itu akan menodai kemurnian darah
Sinclair mereka, darah terhormat yang sekarang hanya ada di tubuh
Joshua. Dia harus menyelamatkan darah bangsawan itu. Joshua harus
menikah dengan perempuan bangsawan yang terhormat, supaya
keturunan Sinclair berikutnya berasal dari darah murni. Bukan dari
perempuan yang tidak jelas seperti ini.
Nada suara Joshua penuh siratan makna, membuat pipi Kiara merona,
tetapi dia menganggukkan kepalanya, mengimbangi kata-kata Joshua
dengan kedipan genit menggoda, “Benar sayang. Dan aku tidak sabar
menunggu kita menikah dan kemudian mendapatkan cincin dengan berlian
raksasa yang kau janjikan itu.” Ide untuk mengatakan hal-hal semacam itu
sebenarnya berasal dari Deliah, Deliahlah yang mengarahkannya untuk
selalu menyinggung uang dan perhiasan.
Wiliam rupanya sudah tidak tahan lagi, lelaki itu langsung berseru,
“Kau tidak boleh menikahinya, Joshua. Darah keluarga Sinclair akan
tercemar kalau kau menikahi perempuan dengan asal usul tidak jelas, aku
sudah memilihkan calon isteri untukmu, perempuan bangsawan,
berpendidikan tinggi, modern dan sempurna untukku, dia sedang dalam
perjalanan menyusulku kemari untuk menemuimu. Segera setelah kau
melihatnya, kau akan sadar bahwa kau sudah membuat pilihan buruk!
BAB 11
William tampak kaget diusir dengan tidak sopan seperti itu. Dia
terbiasa dihormati, orang-orang terbiasa membungkuk hormat kepadanya.
Dan sekarang dia diusir oleh anak kandungnya sendiri? Sungguh
penghinaan yang menyinggung harga diri William, tetapi dia
menahankannya. William membutuhkan Joshua. Hanya anak itulah satu-
satunya laki-laki keluarga Sinclair yang masih hidup. Selama berapa dekade
ini, keluarganya telah dikutuk selalu melahirkan anak perempuan yang
tentu saja tidak bisa diandalkan untuk meneruskan nama gelarnya. Lalu
penyakit jantungnya yang menyebabkannya tidak bisa mempunyai
keturunan meyerangnya. Membuatnya tergantung hanya kepada Joshua.
William akan rela menahankannya. Tidak apa-apa, asalkan gelar dan nama
keluarga selamat di masa depan.
“Wow.”
Itu suara Jason yang baru keluar dari kamar. Membuat Joshua dan
Kiara terperanjat. Secepat kilat, saat itu juga, Joshua langsung mendorong
Kiara hingga hampir terjungkal di sofa. Jason sendiri tampak menikmati
sekali wajah-wajah gugup di depannya. Lelaki itu tampaknya sudah bangun
lama, tetapi memilih tidak keluar selama ayah kandung Joshua bertamu
tadi. Sekarang Jason dengan sengaja melemparkan tatapan mata penuh arti
dan berganti-ganti ke arah Joshua dan Kiara, “Jadi yang barusan kulihat tadi
apakah....” suaranya penuh spekulasi, dan Joshua langsung menyahut ketus,
“Itu tadi latihan supaya Kiara lebih terbiasa dengan sentuhanku.” Mata
Joshua menatap Kiara tajam, “Benar bukan Kiara?”
“Kau boleh pergi Kiara, siapkan makanan, aku ingin makan.” Joshua
mengalihkan pandangan seolah tak peduli. Dan Kiara yang ingin segera
melarikan diri dari suasana canggung yang menyesakkan itu langsung
bangkit dan setengah berlari menuju dapur.
***
Jason mengambil tempat duduk di sebelah Joshua, melirik lelaki itu
yang berpura-pura memusatkan pandangannya kepada televisi.
“Kenapa kau bertanya lagi? Aku kan sudah bilang untuk latihan.”
***
“Aku senang kau datang tepat waktu, mari ke mobil, aku sudah
menyewakan kamar suite di hotel terbaik di kota ini.” William
menghelanya dengan sopan dan dengan langkah anggun. Carmila
mengikuti langkah lelaki itu.
“Tentu saja papa. Lihat saja nanti, aku tidak sabar untuk bertemu
Joshua dan juga kekasihnya yang murahan itu.” Tawa merdu terdengar dari
bibirnya, tawa yang penuh percaya diri.
***
“Iya, sebentar lagi siap.” Kiara menjawab tak kalah canggung. Ciuman
Joshua kemarin, membuat Kiara salah tingkah sepanjang hari. Dia berusaha
menghindari Joshua sejauh mungkin, menjauhkan kontak mata dan
bersembunyi dari lelaki itu. Kiara bingung dan ketakutan dengan
perasaannya sendiri. Dia tidak pernah berciuman dengan lelaki manapun
sebelumnya, dan ciuman Joshua kemarin menumbuhkan perasaan yang
tidak diketahuinya. Perasaan aneh yang membuatnya susah tidur
semalaman, menatap langit-langit kamar dengan bingung, tak tahu harus
berbuat apa.
***
Kali ini Kiara harus menghadapi Jason yang usil. Lelaki berwajah
tampan itu menatap Kiara dengan tatapan menyelidik, seolah-olah
berusaha menelanjangi hati Kiara.
“Bagaimana apa?”
Pipi Kiara langsung merah padam. “Kau tidak bisa yakin.” Jawabnya
setengah ketus, meletakkan secangkir kopi panas di depan Jason.
“Aku yakin.” Kali ini Jason terkekeh, “Aku sangat ahli mengenai
perempuan, Kiara. Dan dengan melihatmu sekali saja aku tahu bahwa kau
tidak berpengalaman, ciuman kemarin pasti sangat mengejutkanmu.”
***
Ketika bel berbunyi lagi, Joshua, Kiara dan Jason sedang duduk di sofa
dan menonton televisi dalam keheningan, mereka kemudian saling
melempar pandang, dan tanpa mengintip-pun, mereka tahu siapa yang
datang.
“Kau masuk ke kamar, Jason. Dan Kiara.... gantilah bajumu dengan
gaun yang sedikit seksi.”
***
“Dan itu pasti Kiara.” Perempuan cantik itulah yang pertama kali
menyadari kehadiran Kiara, dia tersenyum ramah dan tampaknya sama
sekali tidak merasa terintimidasi dengan penampilan Kiara. Tentu saja,
dengan kecantikan seperti dewi begitu, Kiara pasti tidak akan dianggapnya
sebagai sesuatu yang penting.
“Tentu saja gaun yang sangat elegan dan seksi.... membuatku tak sabar
menanti kami bisa berduaan sendirian di sini.” Matanya menatap penuh
sindiran ke arah William, “Ada hal lain yang ingin kau katakan padaku,
William? Kalau tidak mungkin kau bisa segera berkemas dan pulang, serta
bawalah seluruh harapanmu itu karena aku tidak akan pernah mau
menyandang namamu.”
Wajah William pucat pasi mendengar kata-kata langsung Joshua itu.
Bahkan Carmila yang semula duduk tenang di sebelahnyapun tampak
kaget.
Bravo. Joshua bersorak dalam hati, kalau tidak ada William dan
Carmila di depannya, Joshua pasti sudah bertepuk tangan memuji dan
sangat puas akan kata-kata Kiara itu, kata-kata Kiara yang seolah bagaikan
cambuk yang dilecutkan, tepat di muka ayahnya.
BAB 11
William masih ternganga akan kata-kata vulgar Kiara, sementara
Carmila melemparkan pandangan jijik kepada Kiara. Kiara sendiri tidak
peduli, dua orang di depannya itu sudah menganggapnya sebagai kelas
rendahan hanya karena dia bukan bangsawan dan tidak jelas asal usulnya,
jadi biar sama mereka berpikiran semakin buruk kepadanya.
***
“Sudah kubilang Kiara, jangan terlalu suka melihat sinetron, itu akan
menenggelamkanmu dari dunia nyata.” Lelaki itu lalu terkekeh, “Lagipula
apa gunanya aku memasang TV kabel di kamarmu kalau kau hanya
memakainya untuk menonton sinetron?”
Tetapi walaupun Joshua bicara begitu, tetap saja Kiara merasa luar
biasa cemas. Ada perasan takut dibenaknya, takut kalau perempuan itu
akan mengambil Joshua....
***
***
Kiara menatap Joshua yang sudah berpakaian rapi di ruang tengah, dia
tidak mengeluarkan pertanyaan, tetapi matanya sudah cukup mewakilinya,
hingga Joshua tersenyum masam dan berkata,
“Aku akan pergi makan siang dengan Carmila. Kau ingat kan
kesepakatan kemarin?”
Sekali lagi Kiara menganggukkan kepalanya. Toh dia harus bilang apa?
Hak Joshua untuk pergi dengan perempuan manapun, dia kan hanya
berakting menjadi kekasih Joshua kalau ada William dan Carmila. Selain itu
dia kembali ke pangkat aslinya, pelayan Joshua.
***
Di jalan Joshua masih saja berpikir keras, menahan bingungnya.
Bahkan dia sendiri tidak bisa memahami sikapnya tadi. Kenapa dia merasa
perlu menjelaskan segala sesuatunya kepada Kiara, sebelum dia pergi
berkencan dengan perempuan lain?
Ya. Dia marah, amat sangat marah ketika Kiara hanya menganggukkan
kepalanya tanpa ekspresi ketika Joshua bilang bahwa dia akan pergi
berkencan dengan lelaki lain.
***
Tetapi rupanya dugaan Joshua salah, Carmilla sama sekali tidak protes
ketika Joshua mengajaknya masuk ke restoran yang sederhana itu,
perempuan itu malah memesan makanan dengan bersemangat, dan ketika
makanan datang, dia melahapnya sampai habis.
“Enak sekali Joshua, tak heran kau sering makan siang di sini, kalau
aku tinggal di Indonesia aku juga pasti akan sering kemari untuk makan
siang.” Gumamnya puas.
***
***
Tetapi kemudian Joshua sadar bahwa ini sudah terlalu larut, pada
akhirnya dia bisa memaksa Carmila mengikutinya meninggalkan club dan
mengantarkannya kembali ke hotel
Yah, diakuinya, perempuan itu memang tidak sedangkal yang dia duga.
Carmila ternyata adalah wanita karier dengan posisi tinggi di
perusahaannya, meraih nilai sempurna di dua jenjang pendidikannya dan
merupakan salah satu figur wanita sukses modern yang tidak terikat oleh
tradisi. Percakapan mereka sangat cocok, mereka bisa membahas apa saja,
seolah-olah kotak pengetahuan mereka tak pernah habis. Carmila memang
teman yang menyenangkan untuk menghabiskan hari.
Perasaan itu tiba-tiba saja membuat dada Joshua terasa hangat, dia
lalu membungkukkan tubuhnya, melingkarkan tangannya di punggung dan
belakang lutut Kiara, lalu mengangkat tubuh mungil Kiara ke dalam
gendongannya.
Malam telah tiba ketika Joshua pulang ke rumah, masih jam sembilan
malam dan dia mendapati apartmentnya gelap. Tidak mungkin kan mereka
semua sudah tidur? Joshua menyalakan lampu dengan kebingungan.
Dan kemudian dia melangkah ke dekat kamar Kiara dan memanggil
namanya, tidak ada jawaban, dia membuka pintu kamar Kiara yang tidak
dikunci dengan hati-hati dan menemukan kamar itu kosong. Hal yang sama
juga terjadi di kamar Jason.
Joshua mengernyitkan keningnya, dan tiba-tiba merasa marah. Apakah
Jason mengajak Kiara pergi bersamanya? Pergi kemana? Kenapa sampai
malam sekali belum pulang?
Joshua menekan nomor ponsel Kiara, tersambung tapi tidak diangkat-
angkat, dia kemudian mencoba menghubungi nomor Jason yang ternyata
tidak aktif.
Dengan gusar dia mondar-mandir di ruang tengah, menunggu
setengah marah setengah cemas. Kemana Jason membawa Kiara? Apakah
Kiara bersama Jason? Ataukah dia pergi sendirian? Atau jangan-jangan
ayah kandungnya merencanakan menculik Kiara ketika sendirian di
rumah?
Pikiran-pikiran buruk memenuhi benak Joshua, membuat kepalanya
kalut dan pening. Hampir satu jam lamanya Joshua menunggu dengan
cemas.
Sampai kemudian ada suara-suara itu di pintu, suara tawa cekikikan.
Lalu pintu apartment terbuka, menampakkan Jason yang sedang
merangkul Kiara sambil tertawa, di tangan mereka ada kembang gula yang
hampir habis setengahnya.
Dua sejoli itu tertegun ketika melihat Joshua berdiri di tengah
ruangan, menatap mereka berdua dengan marah.
“Kemana saja kalian?” gumamnya dingin.
Jason langsung sadar ada kemarahan di sana, dia langsung berdiri
agak di depan Kiara, seolah melindunginya, dan kemudian tersenyum
seolah-olah tidak ada sesuatu pun yang berbeda.
“Oh. Hai Joshua, kami kira kau akan pulang larut seperti kemarin.”
Senyum Jason tampak tenang, “Aku mengajak Kiara ke taman hiburan.”
Ekspresi Joshua mengeras. Hampir meledak, “Ke taman hiburan? Satu
jam lebih aku menunggu kalian di sini cemas akan apa yang terjadi
mencoba menghubungi ponsel kalian yang tidak bisa dihubungi, dan
ternyata kalian ke taman hiburan dan bersenang-senang?” Joshua
melemparkan tatapan marah ke arah Kiara, “Dan kau, kuharap kau tidak
melupakan posisimu di rumah ini. Kau bukan salah satu dari kami.
Tugasmu adalah menunggu rumah dan membersihkannya, mempersiapkan
masakan. Karena kau adalah pelayan rumah ini. Mengerti? Apa perlu
kuulangi? Kau hanyalah pelayan di rumah ini!”
Mata Kiara melebar, tidak menyangka akan dikata-katai seperti itu,
kenapa Joshua begitu marah? Apakah karena Kiara memang melanggar
aturan? Seorang pelayan seharusnya memang menunggu rumah bukan?
Kiara yang bersalah, memang Kiara yang bersalah.
Joshua mengatakan bahwa dia bukanlah salah satu dari mereka...
Ternyata Joshua sama saja dengan ayah kandungnya dan Carmila,
memandang Kiara sebagai sosok dengan kelas yang lebih rendah dan lebih
hina, karena asal usulnya yang tidak jelas...
Mata Kiara berkaca-kaca, tetapi dia berusaha menyembunyikannya.
“Maafkan aku...,” gumamnya dengan suara serak.
Jason yang melihat Kiara hampir menangis menggertakkan giginya,
menatap Joshua dengan marah, “Kiara tidak berhak diperlakukan seperti
itu Joshua, kau tidak berhak menghinanya.”
Pembelaan Jason terhadap Kiara, dan juga posisi Jason yang menutupi
Kiara seolah melindungi Kiara dari dirinya semakin menyulut kemarahan
Joshua, dia memandang Jason dengan dingin.
“Kiara itu pelayanku, sudah hakku untuk memarahinya ketika dia
melakukan kesalahan. Aku yang membayar gajinya, aku yang memberinya
tempat bernaung dan memberinya makan. Jadi aku berhak melakukannya.”
Mata Joshua bersinar sinis, “Dan kalau kau menginginkan pelayanan yang
sama dari Kiara, seharusnya kau membawanya saja dan memberikan
bayaran yang cukup untuknya, mungkin saja kau akan menerima
pelayanan ekstra dari tubuhnya.” Mata Joshua menelusuri tubuh Kiara
dengan tatapan melecehkan.
Cukup sudah! Kiara tak sanggup lagi mendengarkan kata-kata hinaan
Joshua kepadanya. Setengah mendorong Jason yang ada di depannya, Kiara
berlari dengan berlinang air mata, masuk ke kamarnya dan menutup pintu
rapat-rapat.
Jason menatap Joshua dengan marah, matanya menyala.
“Kau keterlaluan Joshua, aku tidak tahu apa yang ada di otakmu itu,
tapi kau tidak berhak menyakiti Kiara seperti itu!”
“Oh ya? Apakah kau ingin memukulku? Apakah kau jangan-jangan
menginginkan Kiara untukmu sendiri? Ingin memiliki tubuhnya yang
menggiurkan itu?” Joshua membalas perkataan Jason dengan tantangan.
Dan kemudian yang didapatkannya adalah sebuah tinju yang keras di
mukanya.
Jason melemparkan tinju itu dengan penuh emosi, napasnya terengah-
engah karena marah, suaranya bahkan bergetar menahan kemarahannya.
Tinju itu begitu keras sampai kepala Joshua mundur ke belakang.
“Dengarkan kata-kataku ini baik-baik. Aku menyayangi Kiara karena
dia mirip dengan adikku. Tidak pernah ada satupun pikiran kotorku
terhadapnya, tidak sepertimu,” desisnya marah, “Dan kurasa persahabatan
kita berakhir di sini, aku akan pergi dari rumahmu, dan membawa Kiara.
Kurasa lebih baik kubawa saja dia pulang sebagai calon istriku kepada
mamaku, daripada dia disini terus-menerus kau lecehkan. Aku pikir dulu
kau tulus menolong Kiara, tapi ternyata aku salah. Pikiranmu picik, sama
seperti ayah kandungmu!”
Dan kemudian Jason berlalu, meninggalkan Joshua yang masih
tertegun dengan rasa panas di wajahnya, bekas pukulan Jason.
***
Pagi harinya Joshua terbangun dengan kepala pening, sudut bibir yang
memar dan rasa bersalah yang luar biasa. Dia telah melakukan kesalahan
yang begitu besar...
Menghina dan melecehkan Kiara seperti itu, pantas saja Jason
memukulnya. Masih diingatnya air mata Kiara semalam, dan tatapan mata
terlukanya. Joshua menghela napas panjang, kemarin dia begitu cemas dan
bingung dan kemudian dia dihadapkan akan pemandangan Kiara dan Jason
yang pulang sambil tertawa-tawa dan berangkulan tangan, tidak
mempedulikan bahwa Joshua menunggu mereka dengan cemas... Lalu
kemarahannya memuncak, dan berakhir dengan menyakiti Kiara.
Joshua sungguh-sungguh tidak ingin menyakiti Kiara seperti itu... Kata-
kata kasarnya... Penghinaannya. Dia pasti telah mencabik-cabik perasaan
halus Kiara. Perempuan itu pasti benar-benar terluka.
Dengan gusar, Joshua melangkah keluar dari kamarnya dan
berhadapan dengan Jason yang sudah berpakaian rapi di sana. Mata Jason
menatapnya dingin, masih marah.
“Aku akan pergi dari sini dan membawa Kiara.” Gumam Jason tegas.
Matanya melirik ke arah kamar Kiara yang tertutup rapat. Tidak biasanya
Kiara belum bangun jam segini. Biasanya Kiara sudah ada di dapur,
menyiapkan minuman panas dan sarapan yang beraroma harum. Tetapi
Jason maklum, perlakuan Joshua kepadanya semalam tentu sangatlah
menyakiti perempuan itu, mungkin perempuan itu menangis semalaman.
Joshua meringis dan menggelengkan kepalanya, “Tidak Jason, jangan
pergi, maafkan aku, dan jangan bawa Kiara.”
Jason menatap Joshua yang tampak berantakan dengan memar di
surut bibirnya dan mata yang begitu kalut.
“Kau sudah keterlaluan menghinanya Joshua, kau lupa dia seorang
perempuan polos yang tidak tahu apa-apa.” Jason mendesis, “Dan aku tidak
akan membiarkannya di sini menanggung kesalahan yang tidak dia buat,
menanggung kemarahanmu yang tidak diketahui sebabnya.”
Joshua menghela napas panjang, “Aku tahu. Aku tahu Jason, kemarin
aku keterlaluan. Aku memang salah. Aku pulang dan menemukan kalian
tidak ada, ponsel kalian sama-sama tidak bisa dihubungi, dalam
kecemasanku aku malah berpikir jangan-jangan ayah kandungku menculik
Kiara.” Joshua menatap Jason dan meminta maaf, “Aku memang pantas
mendapatkan pukulan itu, maafkan aku.”
Jason termenung menatap Joshua dengan skeptis. Tetapi
bagaimanapun juga, dia menemukan kesungguhan di mata Joshua, lelaki itu
sekaligus tampak tersiksa.
Akhirnya Jason menghela napas panjang.
“Semuanya terserah Kiara, minta maaflah kepadanya. Kalau dia tidak
mau menerima maafmu, aku akan membawanya menjauh darimu.”
Joshua menganggukkan kepalanya, dan kemudian mengetuk pintu
kamar Kiara.
“Kiara? Kau sudah bangun?”
Tidak ada jawaban. Kemungkinan Kiara masih tertidur dengan
lelapnya.
Joshua mengetuk lagi, “Kiara, kalau kau sudah bangun, keluarlah. Aku
ingin meminta maaf kepadamu. Kata-kataku padamu semalam memang
keterlaluan. Aku cemas dan menumpahkan kemarahanku kepadamu, kau
tidak pantas menerimanya, maafkan aku. Aku berjanji tidak akan
mengulanginya lagi... Kiara?”
Sama sekali tidak ada jawaban. Joshua melemparkan tatapan curiga ke
arah Jason. Ekspresi keduanya sama-sama harap-harap cemas.
Dengan hati-hati, Joshua membuka handle pintu kamar Kiara, dan
mendapati ranjang kosong dan rapi seperti tidak pernah ditiduri.
Dengan tergesa Joshua melangkah masuk diikuti Jason ke kamar
mandi yang ternyata juga kosong. Lemari-lemari masih penuh dengan
pakaian, rak sepatu kaca masih tertata rapi. Kiara tidak membawa apapun
pergi dari sana selain pakaian yang dibawanya masuk ke kamar ini.
Kiara tidak ada di mana-mana.
Joshua melemparkan tatapan cemasnya ke arah Jason.
BAB 14
Bab 14
“Kurasa Kiara pergi dari rumah ini setelah lewat tengah malam.”
Mata Joshua menggelap, “Tapi dia kabur kemana? Dia tidak punya
rumah, tidak punya tempat tinggal, tidak punya uang. Dan tidak ada
satupun orang yang dikenalnya. Bahkan dia meninggalkan ponselnya!”
Joshua melirik frustrasi kepada ponsel yang diletakkan Kiara dengan rapi
di atas meja ruang tengah, bagaikan sebuah pesan bahwa Kiara tidak
membutuhkan apapun pemberian Joshua.
***
Ternyata sia-sia. Entah Irvan berkata jujur, atau dia melindungi Kiara,
lelaki itu mengatakan bahwa dia sama sekali tidak tahu dimana Kiara
berada. Sejak pertemuan di supermarket itu, Irvan sama sekali belum
pernah bertemu lagi dengan Kiara.
***
“Hai Carmila, kenapa kau masih ada di sini? Bukankah kau ada acara
dengan Joshua?” William tersenyum senang, “Aku lihat kau telah berhasil
menjeratnya, kalian pasti melewatkan banyak waktu bersama untuk
bersenang-senang. Dan aku yakin apa yang kau katakan akan terwujud,
Joshua akan mengepak kopernya dan mengikuti kita pulang ke London
dalam seminggu ke depan, dan kita akan merencanakan pernikahan
mewah dan besar-besaran.”
“Tenang saja Carmila, mulai hari ini perempuan itu sudah dibereskan.”
Suaranya begitu misterius, membuat Carmila menatap William penuh
tanda tanya,
“Oh ya?” mata Carmila melebar indah, kemudian dia tersenyum lebar,
“Kalau begitu sudah tidak ada lagi yang menghalangi kita?”
***
Kiara membuka matanya dengan terkejut, mengetahui bahwa dia
berada di ruang sempit yang gelap. Dia langsung panik mengetahui
getaran-getaran yang ada di bawahnya.
***
“Petugas apartemen mengatakan melihat sesuatu yang mencurigakan
tadi dini hari, dia melihat salah seorang teknisi membawa kotak yang
sangat besar......dia sempat curiga, tetapi karena teknisi itu adalah petugas
apartemen ini yang sudah bekerja cukup lama, dia menghapus
kecurigaannya.”
“Apakah kau curiga kotak itu berisi Kiara?” Jason duduk di depan
Joshua, sementara petugas polisi ada di belakang mereka. Ya. Mereka
sekarang ada di kantor polisi, melaporkan hilangnya Kiara.
Kali ini Jason tidak mengetahui bagaimana kondisi Kiara. Dia hanya
bisa berharap bahwa Kiara baik-baik saja. Diliriknya Joshua, lelaki itu
tampak tenang dan memasang wajah datar, tetapi Jason tahu, Joshua
gelisah dan ketakutan setengah mati.
Ada perasaan yang tanpa sadar ditumbuhkan Joshua kepada Kiara. Itu
sudah pasti, dulu mungkin Joshua tidak menyadarinya, tetapi sepertinya
lelaki itu sudah menyadarinya... Jason tersenyum sedih, dan jangan sampai
Joshua terlambat... bagaimanapun juga mereka harus menemukan Kiara.
“Ada apa?”
***
Sepanjang jalan begitu menegangkan bagi Joshua, dia dan Jason duduk
di jok belakang mobil polisi itu. Informasi yang didapat dari radio polisi,
mobil yang menculik Kiara ditengarai masih ada di jalan tol, belum keluar
menuju arah pelabuhan. Sepanjang jalan mereka melewati truk-truk besar
pengangkut barang. Dan benak Joshua bergetar ngeri... kalau mereka tidak
bisa menyelamatkan Kiara dengan cepat, akankah perempuan itu
diselundupkan seperti ini? Di dalam truk yang penuh barang kemudian di
bawa menyeberang pulau seperti ternak?
Joshua makin geram kepada William, dia merasa malu, berasal dari
benih lelaki sombong dan licik itu. Penculikan ini, meskipun mereka belum
bisa membuktikannya, sudah pasti didalangi oleh ayah kandungnya yang
jahat itu. Dia sudah curiga. Dia sebenarnya sudah cemas ayahnya yang licik
akan berbuat jahat untuk menyingkirkan Kiara. Dan semalam dia lengah,
lengah karena kemarahannya sendiri. Joshua menghela napas dengan
sedih. Kalau sampai Kiara tidak dapat diselamatkan, Joshua tidak akan bisa
memaafkan dirinya sendiri.
Setelah kondisi dipastikan aman, Joshua dan Jason boleh keluar dari
mobil. Hati Joshua mencelos ketika polisi itu memeriksa tempat duduk dan
memastikan tidak ada penumpang lain di sana.
***
Carmila juga sama paniknya setelah melihat berita itu, dia bolak-balik
ke kamar William, ketakutan dan bingung. William menyuruh perempuan
itu untuk diam, tetapi Carmila tetap mengomel-ngomel, menyalahkan
William.
“Aku tidak mau berurusan lagi denganmu!” teriak Carmila marah, “Aku
tidak ada hubungannya dengan penculikan itu jadi kau tidak bisa
melibatkanku, silahkan saja polisi menangkapmu, tapi aku tidak mau nama
baikku cemar! Mulai hari ini tidak ada urusan di antara kita. Aku akan
pulang ke London besok, aku telah membuang-buang waktuku dengan
mencoba mengejar anak harammu yang berdarah separuh pelacur!”
***
“Aku akan menikahi Kiara segera. Dia akan menjadi istriku, dan kau
tidak akan diundang ke pernikahan. Pergilah ke neraka bersama gelar,
harta dan darah bangsawanmu itu.”
Kata-kata itu membuat wajah William pucat pasi, tetapi lelaki itu tidak
bisa berkata apa-apa. Joshua sudah mengalahkannya, dia sudah kalah
sepenuhnya.
“Ya. Aku cemburu kepadamu dan Jason... Aku...” Lelaki itu tampak
salah tingkah dan kesulitan berkata-kata, “Aku sebenarnya menyimpan
perasaan lebih kepadamu, entah sejak kapan yang pasti aku sadar ketika
aku merasa tidak suka saat kau biasa-biasa saja ketika mengetahui aku
akan keluar bersama Carmila.” Senyum Joshua tampak pahit, “Aku ingin
kau marah, aku ingin kau setidaknya mengungkapkan kecemburuanmu.
Tetapi kau bersikap datar kepadaku, membuatku sulit menebak apa yang
sebenarnya kau rasakan.”
“Kata-kataku kasar Kiara, dan yang pasti sangat menyakitkan, aku tahu
kau akan sulit memaafkanku.” Joshua melanjutkan sambil menghela napas
panjang, “Tapi satu yang harus kau tahu Kiara, semua perkataan itu
hanyalah manifestasi kemarahanku, tidak ada satupun yang berasal dari
hatiku. Bagiku kau adalah perempuan sempurna, lugu, polos, pekerja keras,
mandiri, bisa bertahan dalam kesulitan dan terlebih lagi kau telah
menyentuh hatiku yang paling dalam.” Dengan lembut Joshua mengecup
jemari Kiara, “Mungkin ini akan terdengar sangat klise, dan mungkin kau
tidak akan mempercayainya, tetapi aku mencintaimu Kiara.”
Tetapi sepertinya itu sudah cukup untuk Joshua, lelaki itu mengangkat
alisnya dan menatap Kiara tajam.
“Ya Joshua.”
“Menikah?”
Jemari mungil Kiara melingkari pinggang Joshua, dan lelaki itu makin
mempererat pelukannya yang penuh cinta kepada Kiara.
***
Jason yang berdiri diam di depan pintu hanya tersenyum melihat
kedua sejoli itu berpelukan. Dia menghela napas panjang. Setidaknya,
sahabat-sahabatnya telah bertemu dengan perempuan yang benar-benar
baik.
Dan kenapa setiap perempuan baik, yang tidak menyalakan alarm Jason
selalu diambil oleh sahabatnya?
“Apa?”
Mata Jason melirik lagi ke arah dua sejoli yang tampaknya begitu
diliputi cinta itu, lalu tersenyum simpul.
Saat untuk kisah cintanya sendiri pasti akan segera tiba. Jason hanya
perlu mencari perempuan itu. Perempuan baik hati yang akan menyentuh
hatinya yang kelam ini.
EPILOG
Suara ketukan di pintu membuat Kiara menoleh penuh harap, tetapi bukan
Joshua yang datang melainkan Jason.
"Menunggu Joshua?"
Joshua cemburu.
Hari ini jam sepuluh pagi dan Joshua sudah rapi berada di sini untuk
menjemputnya.
Seketika itu juga, Joshua dengan defensif berdiri di depan Kiara yang masih
duduk di tepi ranjang, seolah ingin menghalangi pandangan Jason kepada
Kiara.
"Kau bisa tenang Joshua, aku bercanda. Mana mungkin aku menculik Kiara,
dia tidak akan mau mengikutiku karena dia sedang menunggumu."
Joshua tidak bisa menahan senyumnya, dia menoleh ke arah Kiara yang
menatapnya malu-malu dan tersenyum, "Benarkah? kau menungguku?"
"Aku terlambat, aku sedikit kesiangan. Maafkan aku." Joshua menatap Kiara
dengan pandangan meminta maaf. Dan Kiara menganggukkan kepalanya,
tersenyum penuh pengertian.
"Kau harus sedikit galak kepada Joshua, Kiara. Kalau tidak dia akan
menindasmu." gumamnya dan langsung mendapatkan tatapan mata galak
oleh Joshua.
"Bisakah kau pergi Jason? aku ingin berbicara empat mata dengan Kiara."
Joshua seperti biasa melakukan pengusiran terang-terangan kepada
sahabatnya itu. Untunglah Jason sudah biasa dengan sikap Joshua hingga
sama sekali tidak merasa tersinggung, dia malahan tersenyum lebar,
menatap pasangan di depannya dengan pandangan menggoda.
"Oh Well baiklah, aku akan pergi. Jangan lupa Kiara, sekali-kali sedikit
galaklah kepada Joshua." Gumam Jason sambil terkekeh geli, melangkah ke
luar ruangan, meninggalkan Joshua dan Kiara hanya berdua saja,
Lama Joshua hanya menatap Kiara, dia lalu duduk di tepi ranjang, di
sebelah Kiara. Aroma parfumnya yang menyenangkan menyentuh hidung
Kiara, dan tiba-tiba saja jantungnya berdebar. Joshua terasa begitu dekat.
Dan sekarang lelaki itu menatapnya dengan pandangan intens.
"Aku sudah baikan. Tidak ada bagian tubuhku yang terluka kok."
"Aku berjanji ayahku yang brengsek itu tidak akan bisa mengganggumu
lagi." Mata Joshua menyala, tampak geram ketika membicarakan tentang
ayahnya. Tetapi mata itu berubah penuh kasih sayang ketika menatap
Kiara. Lengannya bergerak, semula agak ragu, tetapi kemudian dia
merangkul Kiara ke dalam pelukannya dengan sebelah lengannya,
menyandarkan kepala Kiara ke dadanya dan memeluknya erat. "Aku
senang kau baik-baik saja, Kiara."
Lelaki itu sudah menyatakan cinta kepada Kiara, meskipun rasanya Kiara
masih tak percaya. Dicintai oleh lelaki seperti Joshua.... rasanya seperti
mimpi. Tetapi sekarang dia tidak sedang bermimpi bukan? Sekarang Joshua
memeluknya erat, sepenuh hatinya.
Joshua tersenyum, tidak bisa menahan diri untuk mengecup pucuk hidung
Kiara, dan kemudian menenggelamkan perempuan mungil itu ke dalam
pelukannya lagi.
"Tentu saja kau sudah memaafkanku, dasar kau perempuan berhati baik."
Bisiknya dengan penuh emosi, "Aku akan menikahimu Kiara, aku akan
mengurus dan menjagamu, kau tidak akan sendirian lagi di dunia
ini,begitupun aku, kita saling memiliki, kau dan aku akan selalu bersama."
Ucapan itu bagaikan sebuah janji. Diucapkan oleh seorang lelaki yang
mencintai.
***
Suaminya.
Dia masih tidak percaya bahwa sekarang dirinya dan Joshua adalah
sepasang suami isteri.
Matanya melirik ke arah cincin emas putih dengan berlian mungil yang
elegan di jari manisnya, tanda bahwa dia terikat dengan Joshua. Lelaki itu
mengenakan cincin perkawinan juga di jari manisnya, dengan versi yang
lebih maskulin tentu saka. Dan setiap melihat kilatan cincin di jari manis
Joshua, Kiara merasakan perasaan hangat menjalari dadanya. Mereka
sekarang adalah pasangan, saling memiliki. Kiara tidak sebatang kara lagi
di dunia ini. Dia memiliki Joshua, suaminya yang akan selalu menjaganya.
Tiba-tiba mata Kiara terasa panas. Rasa haru yang luar biasa menyesaki
dadanya. Membuatnya ingin menangis keras-keras. Oh tentu saja ini bukan
tangisan kesedihan, ini tangisan kebahagiaan.
Di pesta yang indah ini, Kiara memang tidak mempunyai ayah, ibu ataupun
keluarga lain yang ikut merayakan bersamanya. Pun demikian adanya
dengan Joshua. Tetapi mereka bahagia, mereka memiliki satu sama lain dan
tetap berbahagia. Kiara percaya pada akhirnya mereka akan membentuk
keluarga baru mereka sendiri, keluarga besar, seperti yang dikatakan
Joshua kepadanya semalam, dengan banyak anak laki-laki dan perempuan
yang memenuhi rumah besar mereka nanti.
Jason mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya, lelaki ini juga tampak
tampan dengan setelan jasnya, dia menjadi pendamping pengantin pria,
sementara Deliah menjadi pendamping pengantin wanita, Deliah juga
tampak cantik dengan gaun warna peachnya, orang yang tidak
mengenalnya tidak akan tahu bahwa Deliah bukanlah perempuan asli.
Dengan lembut Jason mengusap air mata di sudut mata Kiara dengan
saputangannya, "Pengantin yang cantik tidak boleh menangis, nanti
riasanmu rusak." Lelaki itu tersenyum, "Kau cantik sekali Kiara, dan Joshua
terlihat sangat bahagia. Kalian tampak begitu cocok satu sama lain."
Tiba-tiba Kiara merasa begitu terharu, sekuat tenaga dia menahan air
matanya supaya tidak mengalir lagi, "Terimakasih, Jason."
"Kau pasti akan mengalami keberuntungan itu suatu saat nanti." Tiba-tiba
Kiara menggenggamkan buket bunganya ke tangan Jason, "Ini buket
bungaku untukmu."
Jason terkekeh, tetapi dia menerima bunga itu. "Ini kan biasanya untuk
perempuan lajang, aku yakin banyak perempuan lajang menanti untuk
mendapatkan bunga ini jika dilempar."
"Hmm kalau memang kutukan bunga pengantin ini benar, berarti aku akan
segera menyusul kalian."
"Itu bukan kutukan, Jason. Itu sebuah berkat." Kiara langsung mengoreksi,
membuat Jason mengedipkan sebelah matanya sambil tertawa,
Joshua terkekeh, "Ya. Mungkin dengan begitu dia bisa berhenti untuk
semakin memperkuat reputasinya sebagai penghancur perempuan." Mata
Joshua menatap Kiara dengan tajam, "Tetapi dia sangat baik kepadamu,
membuatku sedikit cemburu."
"Kau cantik, Kiara. Kau sempurna untukku. Apakah kau tidak tahu betapa
takutnya aku kehilanganmu? Bersamamu, menjadi suamimu adalah
kebahagiaan yang sempurna untukku." Joshua menunduk, mengecup pucuk
hidung KIara, "Sekarang maukah kau berdansa denganku, pengantinku?"
Mereka berada di tengah pasangan lain yang berdansa, tetapi bagi Joshua
dan Kiara, sekarang hanya ada mereka berdua, menikmati kebahagiaan
langkah baru dalam hubungan mereka.
Kiara tidak tahu akan menjadi apa pernikahannya bersama Joshua nanti.
Tetapi yang dia tahu, mereka akan menjadi kuat bersama menghadapi
apapun ke depannya, karena mereka akan selalu bergenggaman tangan.
***
Langkahnya terhenti ketika melihat Joshua dan Kiara. Joshua seperti biasa,
tampak merangkul pinggang Kiara dengan posesif seolah-olah ingin
melindunginya dari hiruk pikuk keramaian bandara.
"Kalian hanya membawa dua tas itu?" Jason melirik dua buah koper yang
ada di dekat kaki Joshua. Ya. Joshua dan Kiara akan menetap permanen di
Australia, kebetulan Joshua menerima pekerjaan di sana, dan dia juga
memiliki investasi di perusahaan yang cukup besar di sana. Mereka berdua
memutuskan untuk memulai kehidupan baru di tempat yang benar-benar
baru, mencoba membangun keluarga kembali dari awal.
Jason memang telah membeli apartemen yang dulunya milik Joshua segera
setelah Joshua memutuskan untuk pindah ke australia dan menetap di
sana. Dia merasa nyaman di apartemen itu, sekaligus dengan pindah ke
tempatnya sendiri, dia bisa menghindari mamanya yang terus menerus
berusaha menjodohkannya dan memaksanya untuk segera mengakhiri
masa lajangnya dan mencari pendamping hidup.
"Pasti." Jason mengecup puncak kepala Kiara, lalu menoleh ke arah Joshua,
"Aku yakin kalian akan berbahagia."
Kata-kata itu membuat Jason tersenyum skeptis, "Itu mungkin masih akan
lama sekali." gumamnya.
Joshua tertawa, "Yah. Siapa yang tahu? Mungkin saja jodohmu ada di
sekitar sini hanya saja kau belum mengetahuinya." Lelaki itu mengamit
jemari Kiara, "Ayo sayang, kita harus masuk sekarang."
"Aku bahagia bersamamu, Kiara. Kuharap kau merasakan hal yang sama."
Dan beginilah akhirnya, dua manusia yang berasal dari dua dunia berbeda,
dua manusia yang seharusnya tidak pernah bersua, ternyata bersimpangan
jalan dan saling terkait. Pada akhirnya mereka berdua menyatu, terikat
oleh cinta, berlabuh di dalam janji pernikahan.
End of Epilog