Anda di halaman 1dari 6

TAKE HOME

METODOLOGI PENELITIAN

OLEH

NAMA : MELDIANA TAMO INA


NIM : 171111066

KEPERAWATAN B SEMESTER V ANGKATAN X

PROGRAM STUDI NERS

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

KUPANG

2020
PERNYATAAN MASALAH

Anak adalah bukan orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia

yang oleh karena kondisinya belum mencapai taraf pertumbuhan dan

perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya berbeda dengan orang

dewasa pada umumnya. Kehadiran anak menjadi pelita yang terang benderang

bagi orang tua dalam meraungi kehidupan rumah tangga. Kewajiban orang tua

untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Ada banyak hal yang

masih belum diketahui oleh para orang tua, yaitu tingkat pertumbuhan dan

perkembangan anaknya. Rasa cemas selalu menghinggapi hati orang tua

terutama ibu. Karena ibu yang paling dekat dengan anak ( Nursalam et.al.,2005).

Menurut Hierarki Maslow bahwa kebutuhan dasar manusia yang paling utama

kebtuhan fisik dan biologis. Kebutuhan ini juga berlaku pada anak, anak butuh

makan,minum,menghirup udara segar,kehangatan,eliminasi baik itu buang air

besar maupun buang air kecil. Semuanya akan berjalan lancar dengan bantuan

aktif orang tua (Uliyah M dan Hidayat A.A,2006: 4).

Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu

mengontrol volnter dari spingter ani dan urethra melakukan buang air kecil dan

buang air besar. Namun kesiapan faktor kesiapan psikologi anak dan perilaku ib

sangat berpenagr pada kesiapan toilet training ( Nusalam dkk,2005:90). Toilet

trainign pada anak merupakan suatu usaha untk melatih agar anak mampu

mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar. Tolilet

trainign ini dapat berlangsung pada fase khidupan anak yaitu umur 18 bulan-24

bulan.
Irawan (2003) mengungkapkan bahwa di Singapura didapatkan bahwa 15

% anak tetap mengompol di usia 5 tahun yaitu sekitar 1,3% anak laki-laki dan

0,3% untuk anak perempuan, sedangkan di Inggris masih memiliki kebiasaan

BAB sembarangan pada usia 7 tahun dimana hal ini disebabkan karena

kegagalan toilet training. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa 90%dari anak

anak usia 2-3 tahun berhasil diajarkan melakukan toilet training dan 80% dari

anak-anak mendapat kesuksesan dak mengompol dimalam hari antara usia 3-4

tahun (Brazelton, 2003). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa

toilet training pada anak toddler menjadi hal yang penting dilakukan (Indanah,

dkk, 2014).

Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 259 juta jiwa

penduduk Indonesia tahun 2011. Dan saat ini, jumlah anak balita di negara

indonesia mencapai 24.065. 506 penduduk . jumlah anak usia todler di DIY pada

tahun 2014 mencapai 325.957 penduduk. Anak usia todler di Daerah Istimewa

Yogyakarta tertinggi dikabupaten Bantul dengan jumlah 77.492 dan tertinggi

kedua di Kabupaten Sleman dengan jumlah 64.811 penduduk. Menurut Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional tahun 2012, diperkirakan jumlah

balita yang susah mengontrol BAB dan BAK (mengompol) sampai usia

prasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena yang terjadi di masyarakat, akibat

dari konsep toilet training yang tidak diajarkan secara benar dapat menyebabkan

anak tidak dapat secara mandiri mengontrol buang air besar dan buang air kecil

(Iskhomah, 2014). Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training itu

disebabkan adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada
anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat

retenve dimana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini

dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang

air besar atau kecil, atau melarang anak saat berpergian. Bila orang tua santai

dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat

mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh

suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan

sehari-hari (Hidayat, 2005). Hasil studi retrospekf kasus kontrol yang dilakukan

oleh Kiddo(2012) yang mengup hasil Andriani, dkk(2014) menunjukkan bahwa

anak-anak yang selalu diberi hukuman oleh ibunya p ada saat melakukan

kesalahan dalam toilet training anak dapat mengalami gejala inkonnensia.

Sedangkan pada anak yang mendapatkan movasi dari ibunya pada saat

melakukan toilet training anak dapat mengalami gejala inkonnensia yang lebih

rendah.

Bentuk hukuman pada saat toilet training juga menimbulkan bahaya

karena anak akan belajar perilaku agresif dalam mengatasi rasa marah.

Sementara itu, anak-anak yang selalu diberikan reinforcement posif oleh ibunya

maka anak akan semakin termovasi untuk melakukan toilet training.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin meninjau terhadap kegagalan

toilet training pada anak usia prasekolah sehingga peneliti tertarik meneliti

tentang pengetahuan ibu berhubungan dengan pelaksaan toilet training pada

anak usia 1-3 tahun di PAUD dan TK di Naibonat.


Kupang,16/05/ 2020

Mahasiswa

(Meldiana Tamo Ina)

NIM :171111066

Menyetuhui

Pembimbing I Pembimbin II

(………………..) (……………..)
DAFTAR PUSTAKA

KESKOM. 2017;3(3):105-109. JURNAL KESEHATAN KOMUNITAS (JOURNAL OF


COMMUNITY HEALTH) Pengetahuan Ibu Berhubungan dengan Pelaksanaan
Toilet Training pada Anak Usia 3-5 Tahun di PAUD Islam Cerliana Kota
Pekanbaru Tahun 2016
Gambaran pengetahuan ibu tentang TOILET TARAINING pada anak usia 18-36 bulan
di Yogyakarta.MIKKI vol. 08/oktober/2019
KESIAPAN ANAK DAN KEBERHASILAN TOILET TRAINING DI PAUD DAN TK
BUNGONG SEULEUPOEK UNSYIAH BANDA ACEH. Idea Nursing Journal.

Anda mungkin juga menyukai