Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
SKRIPSI
OLEH :
WILDA KHOIRIAH NASUTION
NIM 131501078
SKRIPSI
OLEH :
WILDA KHOIRIAH NASUTION
NIM 131501078
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan
rahmat, kasih dan karuniaNya saya dapat menjalani masa perkuliahan dan
“Evaluasi Penggunaan Obat Asma pada Pasien Asma di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Periode Juli 2016-Juni 2017”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.,
memberikan fasilitas dan bantuan selama masa pendidikan, kepada Bapak Hari
Ronaldo Tanjung, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak
ketulusan dan keikhlasan selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr. Aminah Dalimunthe,
M.Si., Apt., dan Ibu Yuandani, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Saya juga
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak dan Ibu dosen staf pengajar di
perkuliahan.
iv
dukungan, kepercayaan, dan doa yang tulus. Penulis tak lupa juga mengucapkan
terima kasih kepada Sahabat tercinta Riston Pulungan dan teman-teman yang
tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu selama
sempurna, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
Halaman
JUDUL ................................................................................................... i
ix
LAMPIRAN ........................................................................................... 55
xi
Tabel Halaman
4.13 Evalausi Ketepatan (Tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi dan tepat
dosis) ........................................................................................... 48
xii
Gambar Halaman
xiii
Lampiran Halaman
xiv
PENDAHULUAN
karena efektivitas terapi hanya tercapai jika ketepatan obat untuk pasien telah
Global initiative for Asthma (GINA) menyatakan bahwa asma adalah salah
satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan asma adalah
penyebab utama absen dari sekolah dan pekerjaan (GINA, 2014). Menurut
Depkes, RI, (2007), dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,
orang di seluruh dunia menderita asma. Pada sepuluh tahun terakhir, telah terjadi
Timur, termasuk kawasan Baltik, terutama pada anak dan geriatrik (Clark, 2013).
meninggal karena asma. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 secara
keseluruhan prevalensi penderita asma di Indonesia sebesar 3,5% dan dari data
Riset Kesehatan Dasar di tahun 2013 penderita asma meningkat menjadi 4,5%.
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi asma di
Namun, pada anak-anak sebagian besar penderita asma adalah laki-laki dengan
perbandingan anak laki-laki dengan anak perempuan adalah 3:2, sementara pada
penggunaan obat saat tertentu dan di daerah tertentu (misalnya Negara, wilayah,
penderita menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinik, dalam dosis yang
dengan harga yang terendah bagi mereka dan komunitas mereka (Siregar, 2013).
Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-
hari. Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara dan lama
pemberian yang keliru. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika
kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding
manfaatnya. Dampak negatif disini dapat berupa dampak klinik dan dampak biaya
Berdasarkan uraian dan data di atas maka peneliti merasa perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui gambaran penggunaan obat pada pasien asma rawat
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Bagaimana prevalensi pasien asma rawat jalan periode Juli 2016 -Juni
b. Bagaimana pola penggunaan obat asma pada pasien asma rawat jalan
Malik Kota Medan berdasarkan jenis obat, golongan obat, dan bentuk
sediaan?
a. Prevalensi tertinggi pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat
H. Adam Malik Kota Medan adalah jenis kelamin perempuan, usia 19-59
tahun.
b. Pola penggunaan obat asma pada pasien rawat jalan periode Juli 2016-Juni
Berdasarkan hal diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Prevalensi pasien asma rawat jalan periode Juli 2016- Juni 2017 di Rumah
kelamin, usia.
b. Pola penggunaan obat asma pada pasien asma rawat jalan periode Juli
2016- Juni 2017 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Kota
yaitu:
khususnya mengenai terapi obat asma pada pasien asma rawat jalan di
rumah sakit.
Medan.
Penelitian ini mengkaji tentang penggunaan obat asma pada pasien asma
Karakteristik pasien:
Pola Penggunaan
- Jenis Kelamin
- Umur Obat Asma
Kriteria
Karakteristik terapi: Rasionalitas :
- Tepat Pasien
- Jenis Obat Rasionalitas - Tepat Obat
- Bentuk Sediaan Obat Asma - Tepat
- Golongan Obat
Indikasi
- Tepat Dosis
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kata “Asthma” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah - engah”
atau sukar bernapas (Hood Alsagaff, 2015). Asma biasanya dikenal sebagai suatu
penyakit yang ditandai dengan adanya wheezing (mengi) intermiten yang timbul
sebagai respon akibat paparan terhadap suatu zat iritan alergen.. Terapi yang
munculnya gejala asma dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita secara
signifikan. Terdapat banyak contoh kasus kasus penderita asma yang data ikut
karena asmanya yang “terkontrol” dan tidak mengganggu aktivitas mereka sehari
(Margaret, 2013).
adanya episodik sesak napas terutama pada malam hari, sering disertai dengan
bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
menyeluruh dari saluran nafas. Penyempitan saluran nafas ini bersifat dinamis,
dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena
Namun untuk mencapai batasan yang sesuai dengan para ahli di bidang
klinik, fisiologi, imunologi, dan patologi pada bulan September 1991 dibuat suatu
kesepakatan baru mengenai batasan asma yakni; Asma bronkial adalah suatu
tinggi berdasarkan data dari WHO, diseluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta
orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai
400 juta. Selain itu setiap 250 orang ada satu orang meninggal karena asma setiap
Indian di Amerika Utara dan Papua Nugini walaupun ada sarjana yang
berpendapat bahwa keadaan ini bukan semata– mata karena pengaruh lingkungan,
(SKRT) 1986 mengajukan angka sebesar 7.6%. Pada hasil SKRT 1992, asma,
Indonesia atau sebesar 5.6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma
dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur
(tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada
dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen
kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus
kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa
melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap,
kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf.
a. Faktor Pejamu
1. Hipereaktivitas
2. Atopi/alergi bronkus
4. Jenis kelamin
5. Ras/etnik
2.5 Gejala
b. Sesak napas
napasnya
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa
10
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
kapan terjadinya keluhan. Karakteristik gejala asma yaitu lebih dari satu gejala
berupa mengi, sesak napas, batuk, dada terasa berat, yang semakin buruk saat
malam atau pagi hari dengan waktu dan intensitas yang bervariasi, bisa dipicu
oleh infeksi virus,olahraga, paparan allergen, perubahan cuaca, serta bahan iritan
2.6.1 Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain :
a. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini
hari?
b. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk
c. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan
11
kandung, saudara sepupu) ada yang menderita asma? (Depkes, RI., 2009)
cepat), sianosis.
b. Palpasi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan berat
RI.,2009)
Pemeriksaan fungsi paru sebagai paramater objektif yang standsar dipakai yaitu
12
paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa
a. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP 1 / KVP < 75% atau
Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter) adalah alat yang paling
sederhana untuk memeriksa gangguan jalan napas, yang relatif sangat murah,
mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus
13
Meter ini dianjurkan pada Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik,
praktek dokter dan oleh pasien di rumah. Pemantauan berkala di rawat jalan,
bronkus seperti uji dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin,
larutan garam hipertonik. Uji provokasi bronkus bermakna jika terjadi penurunan
c. Pemeriksaan sputum
asma ekstrinsik alergi. Keadaan alergi ini dihubungkan dengan adanya produksi
e. Pemeriksaan radiologis
14
Asma persisten ringan, Asma persisten sedang, dan Asma persisten berat. Dalam
klasifikasi GINA dipersyaratkan adanya nilai PEF atau FEV1 untuk penilaiannya.
Tabel 2.1 Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum
pada orang dewasa
15
klinis menjadi 3 yaitu asma episodik jarang (asma ringan) yang meliputi 75%
populasi anakasma, asma episodik sering (asma sedang) meliputi 20% populasi,
seperti halnya Konsensus Internasional, tapi dengan kriteria yang lebih lengkap
memiliki kualitas hidup baik yang tidak mengganggu aktivitas dan mencegah
16
b. Mengurangi hipoksemia
17
mengklasifikasikan pengobatan asma menjadi dua yaitu sebagai obat kontrol asma
Obat pengontrol adalah obat asma yang digunakan setiap hari dalam jangka
waktu panjang pada asma persisten untuk mencegah asma menjadi semakin parah
a. Kortikosteroid inhalasi
proinflamasi, dan menurunkan jumlah sel T limfosit, sel dendrit, eosinofil juga sel
kunjungan gawat darurat (Raissy, et al., 2013). Kepatuhan menggunakan obat ini
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat asma dengan perkiraan 21%
minimal daripada kortikosteroid sistemik. Hal ini bergantung pada dosis, potensi
kortikosteroid dosis tinggi yang digunakan jangka panjang bisa menimbulkan efek
sistemik seperti purpura, supresi adrenal dan penurunan densitas tulang. Namun,
18
efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk akibat iritasi
b. Kortikosteroid sistemik
inhalasi daripada sistemik akibat efek samping pemberian sistemik lebih serius.
Namun, pemberian sistemik dapat diberikan pada penderita asma persisten berat
yang tidak terkontrol. Penggunaan sistemik secara oral lebih dianjurkan dari
oral lebih singkat dan efek samping yang muncul lebih sedikit (PDPI, 2003).
dalam golongan LABA ini, kedua obat itu memiliki lama kerja obat >12 jam.
kortikosteroid inhalasi telah terbukti sangat efektif dalam mengurangi gejala asma
dan eksaserbasi dengan menunjukkan hasil fungsi paru yang lebih baik.
pasien yang gagal mencapai asma terkontrol dengan kortikosteroid dosis rendah
19
asma persisten ringan. Kromglikat dan nedokromil memiliki sifat yang sama yaitu
sebagai obat anti-inflamasi. Obat ini memblok kanal klorida dan modulasi
pelepasan mediator sel mast dan eosinofil (NHLBI, 2007). Kromolin juga bisa
menghambat reaksi asma fase cepat dan fase lambat, meskipun permulaan
percobaan obat ini hanya berperan pada sel mast untuk mensupresi pengeluaran
histamin, ternyata dapat menghambat generasi sitokin juga (Yazid, et al., 2013).
e. Metilxantin
otot polos bronkus, terutama bila otot bronkus dalam keadaan konstriksi. Efek
sel mast. Oleh karena teofilin merupakan antagonis kompetitif reseptor adenosin,
maka hal ini yang mengatasi bronkokonstriksi pasien asma. Selain itu,
akumulasi cAMP dan cGMP dalam sel yang mengakibatkan relaksasi otot polos
akibat inhibisi aktivitas PDE untuk mengatasi gejala asma. Tetapi efek
teofilin kerja singkat dengan obat golongan SABA tidak memperkuat respon
teofilin kerja singkat tidak dianjurkan pada pasien yang sudah mendapat terapi
20
(PDPI, 2003).
gejala dan perbaikan terhadap fungsi paru, sehingga teofilin atau aminofilin lepas
f. Leukotriene modifiers
bebas menjadi leukotrin A4 dan akhirnya akan diubah menjadi leukotrin C4, D4,
E4. Leukotrin yang sudah terbentuk berikatan dengan reseptornya yaitu CysLT1
yang ditemukan pada eosinofil, monosit, sel-sel otot polos saluran napas,
neutrofil, sel B, sel plasma, dan makrofag jaringan. Dari mekanisme di atas,
mukus, proliferasi dan penyempitan otot polos, serta diduga efek bronkokonstriksi
yang disebabkan oleh leukotrin lebih besar daripada efek oleh histamin
(Scichilone, 2013).
hasil yang lebih baik daripada terapi kortikosteroid tunggal, meskipun dosisnya
21
lebih baik dibandingkan pemberian steroid dengan dosis dua kali lipat.
seperti sesak, mengi, batuk, dan dada terasa berat (PDPI, 2003).
Golongan SABA dapat diberikan secara inhalasi, oral, atau parenteral. Namun
mempertimbangkan kerja obat yang cepat juga efek samping yang minimal.
SABA memiliki mekanisme sama seperti obat β2 agonis lain yaitu dengan
22
permiabilitas vaskuler, dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan
b. Antikolinergik
blokade reflex bronkokonstriksi akibat zat iritan atau reflux esofagus, dan
antikolinergik ini kurang efektif jika dibandingkan dengan SABA. Namun, Obat
ini dapat diberikan pada pasien yang tidak respon terhadap SABA atau sebagai
alternatif pada penderita yang memilik efek samping seperti takikardi, aritmia,
23
METODE PENELITIAN
rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, dengan
mengambil data pasien asma rawat jalan periode Juli 2016-Juni 2017.
penelitian yang mengkaji informasi atau mengambil data yang telah lalu dengan
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien
asma rawat jalan yang didiagnosis penyakit asma dan menjalani pengobatan di
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Kota Medan pada periode waktu Juli
2016-Juni 2017.
24
kriteria eksklusi.
a. Kriteria inklusi penelitian ini adalah data rekam medis pasien asma
meliputi biodata pasien (usia dan jenis kelamin) dan biodata obat (nama
b. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah data rekam medis pasien asma yang
Status rekam medis dari pasien asma rawat jalan periode Juli 2016-Juni
2017 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Kota Medan dan lembar
populasi ditentukan sampel yang memenuhi kriteria inklusi, rekam medis sampel
dari tiap-tiap rekam medis sampel dipindahkan ke lembar pengumpul data. Data
yang dikumpulkan merupakan data penggunaan obat pada pasien asma dari data
rekam medis pasien rawat jalan penderita asma di Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Kota Medan Periode Juli 2016 – Juni 2017 berdasarkan jenis
kelamin, usia, jenis obat, golongan obat, regimen dosis, dan bentuk sediaan, obat,
25
Hasil Penelitian terdiri dari data deskripsi pasien dan data terapi obat.
Data deskripsi pasien di gunakan untuk mencari persentase jenis kelamin dan
usia. Sedangkan data terapi obat digunakan untuk memperoleh gambaran pola
penggunaan obat pada pasien dengan diagnosis asma meliputi jenis obat,
golongan obat, bentuk sediaan obat dan regimen dosis. Data-data penelitian
dengan program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk persentase, nilai
a. Periode adalah total lamanya data penelitian yaitu periode bulan Juli
2016-Juni 2017.
b. Usia adalah total lama waktu hidup objek sejak tanggal kelahiran hingga
d. Jenis obat adalah pembagian dari obat yang diresepkan yang terdiri dari
berdasarkan kriteria tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis
26
g. Tepat dosis adalah takaran yang diberikan pada pasien yang medapat
terapi obat asma telah sesuai range terapi sehingga konsentrasi dalam
i. Tepat obat adalah membandingkan obat asma pada rekam medik dengan
Medan.
H. Adam Malik Kota Medan dengan mengambil data periode bulan Juli
d. Mencatat data yang dibutuhkan dari data rekam medik yang menuliskan
obat asma untuk pasien rawat jalan yang didiagnosis menderita asma.
27
28
Berdasarkan pusat data rekam medis diketahui bahwa total pasien asma
rawat jalan pada periode Juli 2016-Juni 2017 adalah sebanyak 125 pasien, namun
yang memenuhi kriteria inklusi sebagai objek penelitian adalah 80 pasien. Rekam
pada pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Kota
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa dari 80 data rekam medis
yang diteliti mayoritas pasien yang mengalami asam adalah perempuan dengan
Hal ini sesuai dengan data dari sumber statistic asma centre for disease
control and prevention. Berdasarkan data statistic CDC di Amerika Serikat bahwa
prevalensi asma bronkial lebih tinggi pada pasien perempuan dari pada pasien
laki–laki, yaitu pada perempuan dari 14.634 orang sebanyak 9,1% menderita
29
2015).
perempuan merupakan jenis kelamin terbanyak yang menjadi pasien asma yaitu,
(Aldino, 2016).
laki-laki, yaitu perbedaan hormon antara laki-laki dan perempuan, kecemasan dan
tinggi, fluktuasi kadar estrogen yang besar pada saat menstruasi dan pada
yaitu usia 0-2 tahun (neonates dan bayi), 3-12 tahun (anak-anak), 13-18 tahun
(remaja), 19-59 tahun (dewasa) dan 60 tahun keatas (geriatrik) (Depes RI, 2009).
Tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan data pasien neonatus atau bayi (0-2
tahun) sehingga data yang diperoleh hanya dari usia 3-12 tahun (anak-anak).
Karakteristik pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik Kota Medan berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.2.
30
No Usia Persentase
Jumlah Pasien
(Tahun) (%)
1 3-12 10 12,50
2 13-18 3 3,75
3 19-59 49 61,25
4 > 60 18 22,50
Total 80 100
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat, Usia pasien terbanyak pada penelitian
ini yaitu pada usia dewasa antara rentang usia 19-59 tahun yaitu sebanyak 49
(22,50%). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Aldino (2016) di Rumah Sakit
Umum Dr. Pringadi Kota Medan yang menunjukkan usia pasien asma terbanyak
adalah pada usia dewasa antara rentang usia 19-59 tahun sebesar 51% (Ari
adalah pasien usia dewasa yaitu sebanyak 72 orang (67%) disebabkan oleh adanya
pengaruh merokok yang dapat meningkatkan terjadinya asma pada usia dewasa
maju lebih 25% orang dewasa dengan asma adalah perokok (Thomson, 2004).
31
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Kota Medan, persentase jumlah
penggunaan obat asma berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.3
Rata-rata R/ Persentae
No Jenis Kelamin
perpasien (%)
1 Laki-laki 1,81 21,64
2 Perempuan 1,64 78,36
Total 1,73 100
pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Kota
Medan Periode Juli 2016-Juni 2017 adalah rata-rata 1,73 R/ dimana mayoritas
1,81 obat perpasien. Menurut penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Kota
Medan pasien asma rata-rata mendapat 3,49 obat perpasien. Menurut penelitian di
Rumah Sakit Pendidikan Universitas SRM India pasien asma rata-rata mendapat
oleh sifat variabilitas dan individulitas dari pasien asma dengan respon
pengobatan tiap pasien berbeda-beda, ada pasien yang memerlukan satu macam
obat dan ada pasien yang memerlukan bermacam-macam obat. Hal ini dapat
dikaitkan dengan tujuan terapi asma yaitu untuk meminimalkan gejala kronis,
32
(Rajathilagam,2012).
4.2.2 Usia
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Kota Medan, persentase jumlah
penggunaan obat asma berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Rata-rata R/ Persentase
No Usia ( Tahun)
Perpasien (%)
1 3 – 12 1,3 9,70
2 13 – 18 1,67 3,73
3 19 – 59 1,67 61,20
4 > 60 1,88 25,37
Total 1,68 100
pasien asma rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Kota Medan
penggunaan resep perpasien adalah pasien asma berusia 19-59 tahun (61,20 %).
Namun jika dilihat dari rata-rata penggunaan obat perpasien, pasien lansia
mendapatkan obat lebih banyak yaitu rata-rata 1,88 obat perpasien diikuti dengan
usia 13-18 tahun rata-rata 1,67 obat perpasien dan pasien usia 19-59 tahun rata-
oleh sifat variabilitas dan individulitas dari pasien asma dengan respon
pengobatan tiap pasien berbeda-beda, ada pasien yang memerlukan satu macam
33
asma pada pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Kota Medan berdasarkan jenis obat, dapat dilihat pada Tabel 4.5.
banyak karena obat generik merupakan pilihan terbaik untuk mendapatkan obat
yang efektif dengan harga yang sesuai dan efisien. Peningkatan penggunaan obat
Tahun 2009 persentase penggunaan obat generik di Rumah Sakit adalah 50,06%
dan meningkat hingga mencapai 57,18 % pada Tahun 2010. Hal ini masih rendah
pada tahun 2009 yakni sebesar 95,08% yang meningkat pada tahun 2010 sebesar
34
asma pada pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Kota Medan berdasarkan bentuk sediaan, dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Usia
Persentase
No Bentuk Sediaan 3-12 13-18 19-59 > 60
(%)
tahun tahun tahun tahun
1 Inhalasi 8 5 65 25 76,87
2 Tablet 5 - 17 9 23, 13
Jumlah 13 5 82 - 100
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa bentuk sediaan yang paling
banyak digunakan adalah bentuk sediaan inhalasi yaitu 76,87% pada usia 19-59
tahun. Hasil ini sejalan dengan hasil studi penggunaan obat pada pasien asma di
Rumah Sakit Pendidikan Universitas SRM India yaitu sebanyak 50,4 % pasien
Menurut Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Pringai Kota Medan bentuk
sediaan yang paling banyak digunakan adalah bentuk sediaan inhlasi yaitu
Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan
langsung ke jalan napas (inhalasi) dibandingkan cara lain adalah lebih efektif
untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas, efek sistemik minimal
atau dihindarkan, beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena
35
Pada penelitian ini dari 103 R/ sediaan inhalasi yang digunakan mayoritas
2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan efek
samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui inhalasi
penggunaan Agonis beta-2 merupakan terapi pilihan pada serangan akut (PDPI,
2003).
asma pada pasien asma rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
36
obat asma berdasarkan golongan obat, yang paling banyak digunakan adalah
golongan Agonis beta-2 yaitu sebesar 44,78% kemudian kombinasi Agonis beta-2
dan Kortikosteroid yaitu sebesar 29,85%. Hasil ini sejalan dengan studi Evaluasi
Penggunaan Obat Asma di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi yaitu
Agonis beta-2 merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat
gejala dan merupakan terapi pilihan pada serangan akut (PDPI, 2003).
inhalasi Agonis beta-2 memiliki peran dalam terapi sebagai pengontrol asma
kombinasi dengan inhalasi Agonis beta-2 dalam satu kemasan inhalasi adalah
dan kombinasi dalam satu kemasan inhaler lebih nyaman untuk penderita, dosis
37
gejala dan memperbaiki faal paru. Kortikosteroid yang dikenal juga sebagai
dunia untuk mengatasi gangguan imunitas atau inflamasi termasuk asma (Barnes,
bisa menimbulkan efek sistemik seperti purpura, supresi adrenal dan penurunan
disfonia, dan batuk akibat iritasi saluran napas atas. Kepatuhan menggunakan obat
ini menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat asma dengan perkiraan 21%
asma pada pasien asma rawat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli
38
kesesuaian pemberian obat asma kepada pasien dengan keadaan dan kondisi klinis
pasien. Berdasarkan tabel 4.9 didapat hasil 100% tepat pasien, Berdasarkan 134
resep pada data rekam medis pasien asma di RSUP H. Adam Malik Medan
diketahui pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat yang digunakan, dan
kondisi khusus misalnya hamil dan menyusui sehingga obat tersebut aman
digunakan.
39
asma pada pasien asma rawat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan periode juli
2016-juni 2017 berdasarkan jenis obat asma dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut.
Keterangan: R = Rasional
TR = Tidak Rasional
indikasi sudah tepat (100%). Terapi dengan obat asma pada pasien asma rawat
jalan sangat penting untuk mendapatkan kontrol, mengurangi kerusakan dan risiko
fungsi paru yang normal atau mendekati normal. Obat-obat yang digunakan
40
mengendurkan kontraksi otot polos bronkus. Obat anti inflamasi dapat mencegah
Pemilihan obat yang tepat, yaitu obat yang efektif, aman, dan sesuai
dengan kondisi pasien, Penggunaan obat dapat dikatakan tidak tepat atau tidak
rasional jika beresiko yang mungkin terjadi lebih besar dibanding dengan manfaat
memperburuk keadaan pada pasien asma. Berikut adalah tabel jumlah ketepatan
Jumlah
No Nama Obat Ketepatan Persentase
Penggunaan
1 Salbutamol Tepat 13 9,70
2 Prokaterol Tepat 4 2,99
3 Fenoterol Tepat 43 32,09
4 Tiotropium Bromida Tepat 5 3,73
5 Metilprednisolon Tepat 6 4,48
6 Dexametason Tepat 1 0,75
7 Budenosid Tepat 7 5,22
Salmeterol +
8 Tepat 26 19,40
Fluticason
Budesonid +
9 Tepat 14 10,45
Formoterol
10 Teofilin Tepat 15 11,19
Total 134 100
Berdasarkan data rekam medis pasien asma RSUP H. Adam Malik subjek
penelitian menerima lebih dari satu obat atau mendapatrkan kombinasi obat yang
kondisi subyek penelitian. Tepat obat adalah kesesuaian pemberian obat asma
41
RSUP H. Adam Malik Medan tidak ditemukan dalam standar NAEPP 2007, maka
digunakan standar lain yang memadai. Standar lain seperti Pharmaceutical Care
Asma tahun 2007, GINA tahun 2006, Asma Pedoman Diagnosis dan
Masing-masing golongan obat yang digunakan dalam terapi asma pada tabel 4.11
a. Penggunaan Bronkodilator
asma. Agonis beta memiliki efek relaksasi otot polos sehingga terjadi pelebaran
Metil santin memiliki efek bronkodilatasi lemah tetapi dapat digunakan untuk
mengatasi gejala asma. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat
Kebutuhan yang meningkat atau bahkan setiap hari adalah petanda perburukan
melegakan jalan napas segera atau respons tidak memuaskan dengan agonis beta-
42
mempertimbangkan kerja obat yang cepat juga efek samping yang minimal.
SABA memiliki mekanisme sama seperti obat β2 agonis lain yaitu dengan
permiabilitas vaskuler, dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan
dalam golongan LABA ini, kedua obat itu memiliki lama kerja obat >12 jam.
kortikosteroid inhalasi telah terbukti sangat efektif dalam mengurangi gejala asma
dan eksaserbasi dengan menunjukkan hasil fungsi paru yang lebih baik.
pasien yang gagal mencapai asma terkontrol dengan kortikosteroid dosis rendah
medium.
d. Penggunaan Kortikosteroid
43
pada Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma tahun 2007. Mekanisme ketiga
Efek samping steroid inhalasi adalah efek samping lokal seperti kandidiasis
orofaring, disfonia dan batuk karena iritasi saluran pernapasan atas. Efek samping
tersebut dapat dicegah dengan penggunaan spacer, higiene mulut yang baik atau
Pemberian steroid oral selama 5–7 hari biasa digunakan sebagai terapi
permulaan pengobatan jangka panjang maupun sebagai terapi awal pada asma
yang tidak terkontrol, atau ketika terjadi perburukan penyakit. Meskipun tidak
dianjurkan, steroid oral jangka panjang terpaksa diberikan apabila pasien asma
pemberiannya memerlukan monitoring ketat terhadap gejala klinis yang ada dan
kemungkinan kejadian efek samping obat yang akan lebih mudah muncul pada
hasil yang lebih baik daripada terapi corticosteroid tunggal, meskipun dosisnya
44
lebih baik dibandingkan pemberian steroid dengan dosis dua kali lipat.
Tepat dosis adalah kesesuaian pemberian dosis obat asma yang ditekankan
pada takaran dan frekuensi dibandingkan dengan standar NAEPP tahun 2007. Jika
dosis obat yang digunakan dalam terapi di RSUP H. Adam Malik Medan tidak
ditemukan dalam standar NAEPP 2007, maka digunakan standar lain yang
memadai. Penelitian ini melibatkan evaluasi dosis obat yang diberikan kepada
tidak tepat dosis perlu dikaji ulang dalam pelaksanaan terapi . Ketepatan dosis
45
Berdasarkan tabel 4.12, dosis penggunaan obat untuk terapi asma sebanyak
94,78% sudah tepat dosis sesuai dengan dosis ISO dan PDPI tahun 2003. Dosis
yang diberikan pada pasien masih dosis antara dosis lazim dengan dosis
46
pada umur dan berat badan misalnya dewasa dan anak, mg per Kg berat badan
untuk diberikan pada satu atau lebih. Dosis pemberian dalam sehari peresepan
yang subterapi dapat menyebabkan tidak sembuhnya pasien atau sembuh dalam
Pemberian dosis yang kurang mengakibatkan dosis yang yang tidak adekuat dan
tidak efektif. Hal ioni merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat
menambah biaya terapi bagi pasien. Sebaik apapun diagnosis dan penilaian yang
dialakukan hal itu tidak akan ada artinya apabila pasien tidak menerima dosis
yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Secara garis besar suatu regimen obat
dianggap sesuai dengan indikasinya dan tidak mengalami efek samping akibat
obat, akan tetapi tidak memperoleh manfaat terapi yang diinginkan. Pemberian
dosis berlebih dapat menimbulkan berbagai efek samping. Efek samping yang
dapat terjadi untuk obat golongan β2 agonis antara lain vasodilatasi pembuluh
baik terhadap dosis namun memperlihatkan hubungan yang jelas dengan kadar
pasien. Hal ini juga yang mungkin menjadi pertimbangan dokter ketika
47
konsentrasi serum masin g-masing individu dan efek klinis yang terlihat. Ini
tidak diharapkan. Maka penurunan dosis perlu dilakukan untuk menghindari efek
tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, dan tepat dosis. Hasil dari evaluasi tersebut
Tabel 4.13 Evaluasi ketepatan (Tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, dan tepat
dosis) penggunaan obat asma
Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa penggunaan obat asma pada
pasien rawat jalan periode Juli-2016-Juni 2017 berdasarkan tepat pasien (100%),
tepat indikasi (100%), tepat obat (100%), dan tepat dosis (94,77%).
Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa penggunaan Obat Asma untuk
48
rasional sebesar 94,77%. Kerasionalan penggunaan obat asma dapat dilihat dari
parameter yang dipakai antara lain tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, dan
tepat dosis. Pemeberian obat asma. Jika dalam pengobatan parameter tersebut
pemborosan biaya, dan tidak tercapainya manfaat klinik yang optimal dalam hal
kesalahan pengobatan yang mungkin berasal dari peresepan yang tidak benar
49
5.1 Kesimpulan
yaitu pada jenis kelamin perempuan sebanyak 64 orang (80%), usia 19-
b. Jumlah penggunaan obat yang paling banyak pada pasien perempuan 105
penggunaan obat yang paling banyak pada usia 19-59 tahun 82 obat
usia > 60 tahun yaitu 1,88 obat perpasien. Obat yang paling banyak
indikasi, tepat pasien, dan tepat obat penggunaan di RSUP H. Adam Malik
sebesar 5,23%.
50
a. Perlu dilakukan penulisan yang jelas pada penulisan catatan rekam medik
terhadap evaluasi penggunaan obat pada pasien asma rawat jalan atau
rawat inap di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya, agar dapat
pelayanan kesehatan yang ada di Kota Medan dan dapat mengetahui lebih
jauh lagi apakah pola peresepan dan pengobatn terhadap pasien asma
sudah tepat.
51
Aldino, A. (2016). Pola Penggunaan Obat Asma Pada Pasien Asma Rawat Inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pringadi Kota Medan Periode Juli 2014-
Juni 2015. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Alsagaff, H, dan Mukty, H.A. (2010). Dasar-dasar Ilmu penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. Hal. 263-279.
Barnes, P.J. (2006). How corticosteroid control inflammation : Quintiles Prize
Lecture 2005. British Journal of Pharmacology. 148: Hal. 245.
Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Hal. 114.
Depkes RI. (2009). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 Provinsi
Sumatera Utara. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 91.
Ellin., dan Micallef, R. (1987). Mode of action of Glucocorticosteroids and their
effects on asthmatic airways. Im Ellul-Micallef, Lam WK, Togood M.
(Edit. Advances in the use of inhalation corticoteroids. Exccrpta Medica
Amsterdam. Hal. 36.
GINA. (2004). Global Burden of Asthma. http://ginastma.com. Hal. 1-2.
GINA. (2012). Global Strategy for Asthma Management and Prevention.
http://ginastma.com. Hal. 12-20.
GINA. (2014). Global Strategy for Asthma Management and Prevention.
http://ginastma.com. Hal. 4.
IDAI. (2000). Konsensus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri. 2 (1): Hal. 50.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Hal. 85.
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
Lk = Laki-laki
67
68
69
70
71
72
73