Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
YUDA PRATAMA
Proposal ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Skripsi
1
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembar
Negara Republik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 6
1
kita, yang melibatkan setidaknya lima indra kita; yakni penglihatan,
pendengaran, pembauan, rasa atau pengecap, dan sentuhan. 2
Muhammad Surya merumuskan bahwa pembelajaran ialah suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individual itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.3
Dalam konteks pendidikan saat ini, istilah fasilitator semula lebih
banyak diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang dewasa (andragogi),
khususnya dalam lingkungan pendidikan non formal. Namun sejalan dengan
perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa,
belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun mulai diadopsi dalam
lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru
pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar.
Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan
termasuk ketersediaan fasilitas guna memberi kemudahan dalam kegiatan
belajar bagi anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan,
suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang tidak tertata rapi,
fasilitas belajar yang tidak tersedia menyebabkan anak didik menjadi malas.
Oleh karena itu tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga tercipta
iklim belajar yang menyenangkan bagi peserta didik.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukkan di atas, maka fokus penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran guru sebagai fasilitator dalam membantu siswa yang
kesulitan belajar?
2. Apa saja faktor penghambat guru sebagai fasilitator?
3. Apa saja kesulitan belajar yang dialami siswa?
4. Faktor apa saja yang menyebabkan kesulitan belajar siswa|?
2
Muhammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, CV. Wacana Prima, Bandung, 2009, hlm. 6
3
Mohammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Pustaka Bani Quraiay,
Yogyakarta 2004, hlm. 9
2
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan maslah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Unuk mengetahui peran guru sebagai fasilitator dalam membantu siswa
yang kesulitan belajar?
2. Untuk mengetahui faktor penghambat guru sebagai fasilitator?
3. Untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa?
4. Untuk mnegetahui faktor apa saja yang menyebabkan kesulitan belajar
siswa|?
D. Kajian Teori
1. Pengertian Guru
Guru dalam bahasa Jawa adalah menunjuk pada seorang yang
harus digugu dan ditiru oleh semua murid dan bahkan masyarakat. Harus
digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa
dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid. Sedangkan
ditiru artinya seoorang guru harus menjadi suri teladan (panutan) bagi
semua muridnya. “patut digugu dan ditiru” seringkali dianggap sebagai
ungkapan yang mewakili penjelasan betapa mulianya tugas seorang guru.
Walau pun ungkapan tersebut bukan ungkapan baku dari kata guru, tapi
maknanya memang cukup mewakili hakikat tugas dan misi guru.4
Guru sebagai pendidik dan pengajar anak, guru diibaratkan seperti
ibu kedua yang mengajarkan berbagai macam hal yang baru dan sebagai
fasilitator anak supaya dapat belajar dan mengembangkan potensi dasar
dan kemampuannya secara optimal, hanya saja ruang lingkupnya guru
berbeda, guru mendidik dan mengajar di sekolah negeri ataupun swasta.
Dalam peraturan pemerintah dinyatakan bahwa Guru adalah
jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang
dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan
4
Rokhmat Mulyana, Model Pembelaaran Nilai Melalui Pendidikan Agama Islam, Saadah
Pustaka Mandiri, akarta, 2013, hlm. 197
3
tertentu serta bersifat mandiri. Hal tersebut diperkuat dengan Undang-
undang No. 14 tahun 2005 Guru adfalah pendidik professional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.5
Dari penjelasan din atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru
adalah pendidik yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,
melatih, meneliti, mengembangkan, dan mengelola pembelajaran.
2. Tugas dan Tanggung Jawab Gru
Menurut Daoed Joesoep, mantan Menteri Pendidikan RI., ada tiga
misi atau fungsi guru, yaitu: fungsi profesional, fungsi kemanusiaan, dan
fungsi civic (pemberadaban).6 Guru mempunyai kekuasaan untuk
membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang
berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Jabatan guru sebagai suatu profesi
menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan
melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru
sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai
hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik.
Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan
menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.7
Guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua,
dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang tua kandung/ wali
anak didik dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu pemahaman terhadap
jiwa dan watak anak didik diperlukan agar dapat dengan mudah
memahami jiwa dan watak anak didik. Begitulah tugas guru sebagai orang
tua kedua, setelah orang tua anak didik di dalam keluarga di rumah. Tugas
5
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2005), Hlm.45
6
Zakiah Daradjat, dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta,
2001, hlm. 97
7
Syaifl Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, (Jakarta: Rineka CIPTA, 2010), Hlm.36
4
guru memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu
perbuatan yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak anak
didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi mempunyai
beragam sifat, dan potensi masing-masing.
3. Peran Guru
Guru dapat melaksanakan perannya, yaitu:
a. Sebagai fasilitator, yang menyediakan kemudahan-kemudahan bagi
siswa untuk melakukan kegiatan belajar,
b. Sebagai pembimbing, yang membantu siswa mengatasi kesulitan
dalam proses belajar,
c. Sebagai penyedia lingkungan, yang berupaya menciptakan lingkungan
yang menantang siswa agar melakukan kegiatan belajar,
d. Sebagi komunikator, yang melakukan komunikasi dengan siswa dan
masyarakat,
e. Sebagai model, yang mampu memberikan contoh yang baik kepada
siswanya agar berperilaku yang baik,
f. Sebagai evaluator, yang melakukan penilaian terhadap kemajuan
belajar siswa,
g. Sebagai inovator, yang turut menyebarluaskan usaha-usaha pembaruan
kepada masyarakat,
h. Sebagai agen moral dan politik, yang turut membina moral
masyarakat, peserta didik, serta menunjang upaya-upaya
pembangunan,
i. Sebagai agen kognitif, yang menyebarkan ilmu pengetahuan kepada
peserta didik dan masyarakat,
j. Sebagai manajer, yang memimpin kelompok siswa dalam kelas
sehingga proses pembelajaran berhasil.8
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran guru
sangatlah penting dalam pendidikan, karena yang membantu siswa
mengatasi kesulitan dalam proses belajar, yang berupaya menciptakan
8
Oemar, Hamalik (2008), Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Sinar Grafika), Hlm.9
5
lingkungan yang menantang siswa agar melakukan kegiatan belajar adalah
guru.
Selain itu UU Guru dan Dosen menyatakan bahwa Guru sebagai
tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 berfungsi
untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.maka dapat disimpulkan
bahwa fungsi guru adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran demi
peningkatan pendidikan nasional.9
4. Peran Guru Sebagai Fasilitator
a. Pengertian Guru Sebagai Fasilitator
Guru sebagai fasilitator artinya guru memfasilitasi proses
pembelajaran. Fasilitator bertugas mengarahkan, memberi arah,
memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik, dan memberikan
semangat. Dalam konteks pendidikan, istilah fasilitator semula lebih
banyak diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang dewasa
(andragogi), khususnya dalam lingkungan pendidikan non formal.
Namun sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih
menekankan pada aktivitas siswa, belakangan ini di Indonesia istilah
fasilitator pun mulai diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal di
sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru pada saat melaksanakan
interaksi belajar mengajar.
Jadi, guru sebagai fasilitator maksudnya yaitu guru berperan
memfasilitasi kegiatan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Guru sebagai fasilitator tugasnya bukan sekedar mengejar
melainkan membina, membimbing, memtivasi serta memberikan
penguatan-penguatan (reinforacement) positif kepada para peserta
didik.
b. Indikator Guru sebagai Fasilitator
Peran guru sebagai fasilitator dapat diukur dengan sejumlah
indikator. Menurut Wina Sanbjaya, indikator yaitu ciri atau penanda
9
UU RI No. 14 Thn 2005, Tentang Guru dan dosen, (Jakarta: Sinar Grafika,2014), Hlm.
6
sesuatu itu berhasil atau berjalan dengan baik atau tidak. Indikator
penting untuk mengetahui dan mengukur sesuatu, termasuk mengukur
peran guru sebagai fasilitator. Ada lima indikator keberhasilan guru
sebagai fasilitator, yaitu:
1) Guru menyediakan seluruh perangkat pembelajaran sebelum
pembelajaran dimulai (seperti silabus, kurikulum, RPP, bahan
evaluasi dan penilaian)
2) Guru menyediakan fasilitas pembelajaran berupa metode, media
serta peralatan belajar
3) Guru bertindak sebagai mitra, bukan atasan
4) Guru melaksanakan tugas dan fungsinya yang telah ditentukan
dalam Undang-undang
5) Guru tidak bertindak sewenang-wenang kepada peserta didik.10
c. Faktor Penghambat Peran Guru sebagai Fasilitator
1) Faktor kurangnya pengalaman
Saat dilakukan observasi dan wawancara memang kedua guru
merasa dan mengaku bahwa keduanya masih kurangnya
pengalaman menerapkan teori guru sebagai fasilitator. Karena
peran sebagai fasilitator ini tidak mudah maka kadang-kadang
kedua guru masih menjalankan peran lamanya seperti mendminasi
kelas, kurang memberi ruang kepada semua peserta untuk
memberikan tangapan, masih beberapa kali memihak peserta didik,
mengkritik peserta didik sehingga berdampak pada rasa takut
peserta didik untuk mengajukan usul dan bertanya serta
memberikan jawaban. Sikap ini juga terlihat ketika beberapa kali
guru harus membuka buku karena lupa apa yang seharusnya
dilakukannya di kelas dalam memfasilitasi peserta didik.
2) Faktor masih kurangnya wawasan guru mengenai teori guru
sebagai fasilitator Faktor penghambat kedua yaitu masih
Wina
10
Senjaya, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses
Pendidikan.Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 42
7
kurangnya wawasan dan informasi mengenai tugas dan fungsi guru
sebagai fasilitator. Ini berdampak kurang luwesnya guru dalam
mengaplikasikan teori peran guru sebagai fasilitator. Guru kadang-
kadang masih terlihat kaku, kurang percaya diri dan sesekali
merasa buntu ketika memfasilitasi peserta didik di kelas.
3) Faktor minimnya fasilitas sekolah
Harus diakui bahwa fasilitas sekolah yang lengkap sangat
membantu dalam proses belajar-mengajar. Termasuk sangat
membantu peran guru menjalankan dan menerapkan perannya
sebagai fasilitator. Dari pengamatan penulis memang fasilitas
seklah kurang, misalnya tidak ada OHV, layar infokus, atau
peralatan yang dapat membantu guru mengurangi peran lamanya
seperti ceramah dan tanya jawab. Akibat minimnya fasilitas
sekolah maka guru kurang maksimal menjalankan perannya
sebagai fasilitator ketika mengajar. Buku-buku yang disediakan
oleh sekolahan juga tidak ada yang berkaitan dengan peran guru
sebagai fasilitator. Minimnya buku pelajaran atau buku bacaan
untuk menambah wawasan guru berdampak pada kurangnya
wawasan dan informasi guru dan guru harus mencari sendiri.
4) Faktor kebiasaan lama guru dalam mengajar terlalu kuat
mempengaruhi gaya guru saat mengajar
Hasil bservasi dan wawancara menunjukkan bahwa kebiasaan lama
guru saat mengajar mempengaruhi secara kuat masih kurang
maksimalnya peran guru sebagai fasilitator. Guru sudah terbiasa
mengajar dengan mendikte sehingga butuh penyesuaian dan waktu
untuk meninggalkan cara ini. Guru juga sudah terbiasa ceramah di
depan kelas sehingga sesekali muncul dan mempengaruhi prses
penerapan peran guru sebagai fasilitator yang seharusnya tidak lagi
menggunakan pendekatan ceramah. Tapi secara keseluruhan usaha
guru untuk keluar dari kebiasaan lama sudah terlihat hasilnya.
8
5) Kurangnya guru melakukan studi banding ke sekolah- sekolah
yang dianggap telah berhasil menerapkan peran guru sebagai
fasilitator.
Dari kelima faktor tersebut dapat dikatakan bahwa faktor penghambat
belum maksimalnya peran guru sebagai fasilitator dapat dikatakan
terdiri dari dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal berupa masih minimnya pengalaman dan kurangnya
penguasaan teori guru sebagai fasilitator. Sementara faktor eksternal
yakni kurangnya fasilitas penunjang yang dimiliki sekolah seperti
media, buku-buku dan bahan bacaan mengenai peran guru sebagai
fasilitator.
5. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu upaya pembelajar untuk mengembangkan
seluruh kepribadiannya, baik fisik maupun psikis. Belajar dimaksudkan
juga untuk mengembangkan seluruh aspek intelegensi sehingga anak didik
akan menjadi manusia yang utuh, cerdas secara intelegensi, cerdas secara
emosi, cerdas psikomotoriknya, dan memiliki ketrampilan hidup yang
bermakna baginya.11
Menurut Morgan, belajar adalah setiap perubahan yang relatif
menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan
atau pengalaman.12 Sedangkan menurut sumber lain, belajar merupakan
suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar
atau yang biasa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan
perilaku yang relatif menetap. Teori belajar menurut Jean Peaget. Jika kita
akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, maka kita
harus memperhatikan tingkat perkembangan berfikir anak tersebut.13
Penulis menyimpulkan, belajar adalah suatu aktivitas yang harus
dialami setiap individu guna mengasah seluruh kemampuannya,baik dalam
11
15Suyono & Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran “Teori dan Konsep Dasar”
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset), hlm. 165
12
13
Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar “Teori, Diagnosis, dan
Remediasinya” (Jakarta: PT Rineka Cipta,2012), hlm. 19
9
ranah afektif, psikomotorik dan juga kognitifnya. Sehingga pada tahap
akhir setiap belajar akan mencapai tujuan dari belajar itu sendiri, apa yang
didapat, apa yang dicapai selama proses belajar.
6. Kesulitan Belajar
a. Pengertian Kesulitan Belajar
Pada umumnya “kesulitan” merupakan suatu kondisi tertentu
yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan
mencapai tujuan dan dibutuhkan usaha yang lebih giat untuk
mengatasinya. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi
dalam suatu proses hasil belajar. Dimana hambatan tersebut mungkin
disadari dan mungkin tidak disadari oleh orang yang
mengalaminya.14 Kesulitan belajar merupakan suat hal yang dialami
oleh sebagian siswa di sekolah dasar, bahkan dialami oleh siswa-siswa
pada jenjang selanjutnya.
Jadi berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang dialami oleh seseorang
dimana mengalami hambatan-hambatan dalam proses belajar sehingga
kesulitan untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut
bisa disadari maupun tidak oleh orang yang mengalaminya. Dan orang
yang mengalaminya akan mendapatkan hasil di bawah semestinya
dalam proses mencapai hasil belajar.
Kesulitan belajar memiliki pengertian yang luas, termasuk pada
pengertian-pengertian di bawah ini:15
1) Learning Disorder (Gangguan Belajar)
Keadaan ini dialami oleh seseorang yang mengalami
gangguan dalam proses belajarnya karena timbulnya respons yang
bertentangan. Pada dasarnya seseorang yang mengalaminya tidak
terganggu dalam prestasi belajarnya, tetapi proses belajarnya yang
14
Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan terhadap Kesulitan Belajar
Khusus (Yogjakarta: Nuha Litera, 2010), hlm. 6.
15
Andrian Yufa Bagaskara, Kesulitan Belajar pada Anak Dislexya untuk Pembelajaran
Bahasa Indonesia Kelas 3, Skripsi, Jurusan PGMI, FITK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
2017, hlm. 18
10
terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan.
2) Learning Disabilities (Ketidakmampuan Belajar)
Keadaan dimana murid tidak mampu belajar atau menghindari
belajar sehingga hasil belajarnya di bawah potensi yang
dimilikinya.
3) Learning Disfunction (Ketidakfungsian Belajar)
Keadaan ini ditandai dengan ketidak berfungsian proses belajar
dengan baik meskipun tidak ada tanda-tanda gangguan mental,
indra, maupun gangguan psikologis lainnya.
4) Under Achiever (Pencapaian Rendah)
Keadaan yang mengacu pada anak-anak yang tingkat
intelektualnya di atas norma, tetapi memliki prestasi belajar
rendah.
5) Slow Learner (Lambat Belajar)
Keadaan dimana seseorang mengalami kelambatan dalam proses
belajarnya sehingga membutuhkan waktu dibandingkan dengan
murid-murid lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan
belajar memiliki pengertian yang lebih luas dari Learning Disorder,
Learning Disabilities, Learning Disfunction, Under Achiever dan Slow
Learner. Selanjutnya definisi kesulitan belajar akan mudah dipahami
dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahlinya. Siswa yang
teridentifikasi mengalami kesulitan belajar memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:16
1) Memiliki tingkat intelegensi (IQ) normal, bahkan bisa di atas
normal dan di bawah normal. Anak yang memiliki IQ sedikit
bukan berarti ia tidak normal hanya saja kesulitan belajar yang
dialaminya membuat ia kesulitan dalam mengerjakan test IQ.
16
Andrian Yufa Bagaskara, Kesulitan Belajar pada Anak Dislexya untuk Pembelajaran
Bahasa Indonesia Kelas hlm.21
11
2) Mengalami kesulitan dalam beberapa mata pelajaran. Namun,
memiliki nilai yang baik pada mata pelajaran yang lain.
3) Kesulitan belajar akan berpengaruh pada keberhasilan belajar yang
dicapainya sehingga dapat masuk kategori siswa siswa dengan
hasil belajar di bawah potensi yang dimilikinya.
b. Klasifikasi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan rentangan dari kesulitan belajar
ringan sampai pada kesulitan belajar berat. Kesulitan ini
mempengaruhi salah satu atau lebih proses penerimaan, pengolahan,
penggunaan informasi yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini:217
1) Kemampuan berbahasa lisan yang mencakup (mendengar,
berbicara, dan memahami pembicaraan).
2) Kemampuan membaca yang mencakup encoding,
pengetahuan tentang fonetik, pengenalan dan pemahaman arti kata.
3) Kemampuan menulis, yang mencakup mengeja,
menulis, dan mengarang
4) Kemampuan matematika, yang mencakup berhitung dan
pemecahan masalah.
c. Faktor yang menyebabkan kesulitan belajar pada siswa
Kesulitan belajar yang dialami siswa biasanya dapat dilihat
bagaimana kinerja akademik siswa dalam belajarnya atau hasil belajar
siswa yang tidak mencapai ketuntatasan. Secara garis besar faktor
penyebab siswa mengalami kesulitan terbagi atas faktor intern yakni
hal-hal yang muncul dari diri anak. Dan faktor eksternal yakni hal-hal
atau keadaan yang muncul dari luar diri anak.18
Kedua faktor di atas yakni faktor intern dan faktor ekstern
meliputi beberapa hal atau keadaan. Menurut Ilham dan Wiyani faktor
intern meliputi terdiri dari faktor fisiologis yang dapat menyebabkan
17
Martini Jamaris, Kesulitan Belajar “Prespektif, Asesmen,dan
Penanggulangannya”, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), hlm. 31
18
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pedekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), hal 182-183
12
anak kesulitan belajar yaitu kondisi siswa yang sakit, kurang sehat,
atau adanya kelemahan atau cacat tubuh dan sebagainya. Selain faktor
tersebut, ada faktor psikologis yang dapat menyebabkan anak kesulitan
belajar yaitu bakat terhadap pelajaran yang rendah, minat belajar yang
rendah, motivasi belajar yang rendah, kondisi mental kesehatan yang
kurang baik, serta tipe khusus siswa dalam belajar.
Sedangkan faktor ekstern yaitu ada faktor nonsosial yang dapat
menyebabkan siswa kesulitan dalam belajarnya berupa peralatan
belajar atau media belajar yang kurang baik atau bahkan kurang
lengkap, kondisi gedung atau ruangan yang tidak layak , kurikulum
yang sulit dijabarkan oleh guru dan sulit dikuasai oleh siswa, pelaksaan
pembelajaran kurang disiplin dan sebagainya. Selain faktor tersebut,
ada faktor sosial yang meliputi faktor keluarga, sekolah, teman
bermain, dan lingkungan masyarakat. Faktor sosial lainnya juga yang
mempengaruhi belajar adalah guru.
Kondisi guru juga dapat menyebabkan siswa mengalami
kesulitan belajar, yaitu sebagai berikut: 191) Guru yang kurang
mampu dalam menentukan atau mengampu mata pelajaran dan metode
pembelajaran yang akan digunakan, 2) Pola hubungan guru dengan
siswa yang kurang baik, seperti suka marah, tidak pernah senyum,
sombong, kurang pandai menjelaskan dan lain sebagainya, 3) Guru
menuntut dan menetapkan standar keberhasilan belajar yang terlalu
tinggi di atas kemampuan siswa secara umum.
Selain faktor di atas, menurut Krik dan Galger faktor penyebab
kesulitan belajar terdiri dari 4 faktor, yaitu (1) Faktor kondisi fisik (2)
Faktor lingkungan, (3) Faktor motivasi dan sikap, dan (4) Faktor
psikologis.
E. Metodologi
19
Muhammad Irham dan Novan Ardym Wiyani, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta:Ar-
Ruzz Media, 2013), hal. 265-266
13
Metode penelitian proposal ini dibagi ke dalam empat kelompok, yang
masing- masing akan diuraikan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif, yang berupa
kata-kata tertulis dari orang-orang yang telah ditentukan sebelumnya.
Maka laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian data lapangan. Data tersebut mungkin berasal dari
naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi,
catatan atau memo atau dokumen resmi lainnya. Model penelitian
lapangan seperti ini menurut Suharsimi Arikunto, adalah suatu penelitian
yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu
organisasi, lembaga atau gejala tertentu.20
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif merupakan “narasumber,
atau partisipan, informan, teman dan pendidik dalam penelitian.”
Sementara sumber data dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan
tekhnik purposive sampling. Purposive posampling adalah pengambilan
sumber data dengan pertimbangan tertentu, seperti orang tersebut dianggap
paling tahu tentang persoalan yang akan diteliti.
Adapun langkah untuk menentukan sumber data adalah: informan yang
terlibat langsung dalam permasalahan proposal ini, di antaranya adalah
guru dan siswa.
3. Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan maka dalam proposal
ini menggunakan beberapa alat pengumpul data yang umum dilakukan
dalam penelitian lapangan, yaitu:
a. Observasi
Banyak pendapat mengenai teori observasi. Sutrisno Hadi
menyatakan bahwa sebagai metode ilmiah, observasi biasa diartikan
20
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002,
hal. 3
14
sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-
fenomena yang diselidiki.21 Jadi, maksud metode observasi yaitu suatu
cara yang digunakan oleh peneliti dalam rangka mencari dan
mengumpulkan data dengan jalan pengamatan dan pencatatan unsur-
unsur yang diteliti secara sistematis. Metode observasi ada dua macam,
yaitu observasi partisipan dan observasi non-partisipan. Penelitian
skripsi ini hanya menggunakan observai non- partisipan, yaitu
mengamati dari dekat aktivitas dan proses belajar-mengajar tanpa
terlibat langsung menjadi bagian dari proses tersebut.
b. Interview/Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer
mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar
pengecek (check list) apakah aspek-aspek yang relevan tersebut telah
dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviewer harus
memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara
konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan
dalam konteks aktual saat wawancara berlangsung.22Menurut Karlinger
dalam Margono, ada tiga hal yang menjadi kekuatan metode
wawancara.
1) Mampu mendeteksi kadar pengertian subyjek terhadap pertanyaan
yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh
interviewer dengan memberikan penjelasan.
2) Fleksibel, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan masing-
masing individu.
3) Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan di saat teknik lain
sudah tidak dapat dilakukan.
21
Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, Andi offset, Yogyakarta, 1990, Cet. Ke-1, hal. 142
22
Bungin, B, Penelitian Kualitatif, Prenada Media Group, Jakara, 2007, hal. 3
15
Di samping kekuatan, metode wawancara juga memiliki
kelemahan, yaitu:
1) Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh konstruksi pertanyaan
yang penyusunannya kurang baik.
2) Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang
sesuai.
3) Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi
kurang akurat.
4) Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin
didengar oleh interviewer.23
Wawancara ditujukan kepada guru. Tujuannya untuk melengkapi data
yang tidak diperoleh dari observasi, yaitu data tentang peran guru
sebagai fasilitator dan komptensi profesional guru.
c. Dokumentasi
Metode pengumpulan data melalui dokumentasi berupa data
tertulis atau tercetak tentang fakta-fakta yang akan dijadikan sebagi
bukti fisik penelitian. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-
karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Hasil penelitian dari observasi dan wawancara
akan lebih kredibel/dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah
pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di
masyarakat dan autobiografi. Hasil penelitian juga akan kredibel
apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni
yang telah ada.
23
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal. 155
16