BLOK UROGENITAL II
DISUSUN OLEH :
NIM : 019.06.0013
Kelompok : SGD 4
Kelas : A
FAKULTAS KEDOKTERAN
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya saya dapat melaksanakan dan menyusun makalah LBM 3 yang
berjudul “BAK Terasa Sakit” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi prasyaratan sebagai syarat nilai SGD
(Small Group Discussion). Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat
banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu, melalui kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Dina Qurratu Ainin, MHPE selaku tutor dan fasilitator SGD (Small
Group Discussion) kelompok SGD 4.
2. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan
masukan terkait makalah yang saya buat.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, saya berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7
3.1 Kesimpulan..........................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Masuknya bakteri tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan
mencegahnya dengan leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memfagosit
bakteri dan mengeluarkan zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(khususnya IL-1) berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen akan
merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluatkan asam ara donat
dengan bantuan enzim fospolipase A2 dan memacu pengeluaran prostaglandin
(PGE2) dengan bantuan enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran
prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termoregulasi hipotalamus.
Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan mengingkatkan titik patokan suhu
tubuh (di atas suhu normal) dan terjadinya demam.
Selain suhu tubuh meningkat, mediator inflamasi akibat infeksi akan
menyebabkan peningkatan prostaglandin di dalam tubuh dan akan
menyebabkan nyeri di tubuh akan meningkat juga. Jadi penyebabnya rasa
panas saat miksi, rasa sakit dan anyangan itu berawal karena adanya inflamasi
yang menyebabkan keluarnya mediator inflamasi dan menyebabkan hal-hal
tersebut (Purnomo, 2019).
Hematospermia adalah istilah umum yang digunakan untuk merujuk pada
adanya darah di air mani (sperma), atau cairan yang dikeluarkan oleh pria dari
alat kelaminnya saat ejakulasi.hematospermia secara umum adalah infeksi atau
peradangan dari vesikula seminalis yaknj kelenjar di belakang prostat yang
memproduksi 80% dari air mani. Selain kelainan vesikula seminalis
hematospermia dapat ditemukan sebagai akibat dari kelainan prostat, ataupun
saluran kemih (uretra).
Secara anatomis, sebanarnya kelenjar prostat merupakan kelenjar ejakulasi
yang membantu menyemprotkan sperma dari saluran (ductus). Pada waktu
melakukan ejakulasi, secara fisiologis prostat membesar untuk mencegah urine
dari vesika urinaria melewati uretra. Namun, pembesaran prostat yang terus
menerus akan berdampak pada obstruksi saluran kencing dan akan
menyebabkan kesulitan dalam melakukan miksi.
Saat kelenjar prostat tumbuh lebih besar, ia menekan uretra dan
mempersempitnya. Ini menghalangi aliran urin. Kandung kemih mulai
5
mendorong lebih keras untuk mengeluarkan air seni, yang menyebabkan otot
kandung kemih menjadi lebih besar dan lebih sensitif. Ini membuat kandung
kemih tidak pernah benar-benar kosong, menyebabkan perasaan BAK tidak
tuntas dan menyebabkan perasaan perlu sering buang air kecil (Riselena, 2019).
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif
meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-
sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Akibatnya, dengan testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel
baru, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga massa prostat menjadi lebih besar (Riselena, 2019).
Hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami
pasien adalah sejalan dengan pertambahan umur yang semakin menua, kelenjar
prostat akan mengalami hiperplasia yaitu pembesaran ukuran sel (kualitas) dan
diikuti oleh penambahan jumlah selnya (kuantitas), jika prostat membesar akan
meluas ke atas (bladder), maka akan mempersulit saluran dalam uretra
prostatica dan akan menyumbat aliran urine sehingga muncul juga gejala
kesulitan BAK pada pasien skenario.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang
meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.
Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai
varikokel (Purnomo, 2019).
Penyimpanan Sperma di Testis. Kedua testis orang dewasa
membentuk sperma dengan jumlah mencapai 120 juta per hari. Hampir
seluruh sperma disimpan di epididimis, walaupun sejumlah kecil sperma
disimpan di vas deferens. Sperma tersebut dapat tetap disimpan sambil
mempertahankan fertilitasnya paling tidak selama sebulan. Selama waktu
tersebut, sperma-sperma itu dijaga pada keadaan yang sangat tidak aktif
oleh berbagai zat penghambat yang terdapat dalam sekresi duktus.
Sebaliknya, pada aktivitas seks dan ejakulasi yang tinggi, sperma disimpan
tidak lebih dari beberapa hari (Guyton and Hall, 2016).
Setelah ejakulasi, sperma menjadi motil, dan juga mampu
membuahi ovum, suatu proses yang disebut pematangan. Sel-sel Sertoli dan
epitel epididimis menyekresi cairan nutrisi khusus yang diejakulasikan
bersama dengan sperma. Cairan ini mengandung berbagai hormon
(termasuk testosteron dan estrogen), enzim, dan zat nutrisi k husus yang
sangat penting untuk pematangan sperma (Guyton and Hall, 2016).
Epididimis
Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas
kaput, korpus dan kauda epididimis. Korpus epididmis dihubungkan dengan
testis melalui duktuli eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri
testikularis dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal, epididimis
berhubungan dengan vasa deferens (Purnomo, 2019).
Sel spermatozoa setelah diproduksi di dalam testis dialirkan ke
epididimis. Di sini spermatozoa mengalami kematangan sehingga menjadi
motil (dapat bergerak) dan disimpan di dalam kauda epididimis sebelum
dialirkan ke vas deferens (Purnomo, 2019).
Pematangan sperma terjadi di epididmis. Setelah terbentuk di
tubulus seminiferus, sperma membutuhkan waktu beberapa hari untuk
8
melewati tubulus epididimis yang panjangnya 6 m. Sperma yang bergerak
dari tubulus seminiferus dan dari bagian awal epididimidis merupakan
sperma yang tidak motil, dan tidak dapat membuahi ovum. Akan tetapi,
setelah sperma berada dalam epididimis selama 18 sampai 24 jam, sperma
memiliki kemampuan motilitas, walaupun beberapa protein penghambat
dalam cairan epididimis masih mencegah motilitas akhir sampai setelah
ejakulasi (Guyton and Hall, 2016).
Vas deferens
Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya
30-35 cm, bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus
ejakulatorius di uretra posterior. Duktus deferens dibagi dalam beberapa
bagian, yaitu (1) pars tunika vaginalis, (2) pars skrotalis (3) pars inguinalis,
(4) pars pelvikum, dan (5) pars ampularis. Pars skrotalis ini merupakan
bagian yang dipotong dan diligasi saat vasektomi .Duktus ini terdiri atas
otot polos yang mendapatkan persarafan dari sistem simpatetik sehingga
dapat berkontraksi untuk mengalirkan sperma dari epididimis ke uretra
posterior (Purnomo, 2019).
Vesikula Seminalis
Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial
dari prostat. Panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula.
Vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari
semen. Cairan ini di antaranya adalah frukstosa, bekerja dalam memberi
nutrisi pada sperma. Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula
seminalis bermuara di dalam duktus ejakulatorius (Purnomo, 2019).
Setiap vesikula seminalis merupakan tubulus berkelok-kelok dan
berongga, yang dilapisi oleh epitel sekretoris yang menyekresi bahan-bahan
mukus mengandung banyak fruktosa, asam sitrat, dan zat nutrisi lainnya,
serta jumlah besar prostaglandin dan fibrinogen. Selama proses emisi dan
ejakulasi, setiap vesikula seminalis mengeluarkan isinya dalam duktus
ejakulatorius sewaktu-waktu setelah vas deferens mengeluarkan sperma.
Aktivitas ini sangat menambah jumlah semen yang diejakulasi, dan fruktosa
9
serta zat lain dalam cairan yang merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh
sperma yang diejakulasikan sampai salah satu sperma tersebut membuahi
ovum. Prostaglandin mengatur membantu proses pembuahan dengan dua
cara: (1) bereaksi dengan mukus serviks perempuan sehingga serviks lebih
dapat menerima pergerakan sperma, dan (2) dapat menyebabkan kontraksi
peristaltik terbalik ke arah belakang rahim dan tuba fallopii untuk
menggerakkan sperma yang diejakulasi mencapai ovarium (beberapa
sperma mencapai ujung atas tuba fallopii dalam waktu 5 menit) (Guyton
and Hall, 2016).
Kelenjar Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
bulibuli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih
20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang
terbagi dalam beberapa daerah atau zona yaitu zona perifer, sentral,
transisional, preprostatik sfingter, dan anterior. Kelenjar prostat secara
histopatologi terdiri atas komponen kelenjar dan stroma yang terdiri atas
otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringang penyanggah
yang lain (Purnomo, 2019).
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu
komponen dari cairan semen atau ejakulat. Cairan ini melalui duktus
sektorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan
cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat
merupakan ± 25% dari seluruh volume ejakulat (Purnomo, 2019).
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatetik dan
parasimpatetik dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang
menerima masukan serabut parasimpatetik dari korda spinalis S24 dan
simpatetik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatetik
meningkatkan sekresi keluar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan
simpatetik mengeluarkan pengeluaran prostat ke dalam uretra posterior,
seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatetik memberikan inervasi pada
10
otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Di tempat itu banyak
terdapat reseptor adrenergik-a. Rangsangan simpatetik menyebabkan
dipertahankannya tonus otot polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria
akan mengalami pembesaran prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat
membuntu uretra posterior dan kejadian obstruksi saluran kemih (Purnomo,
2019).
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu yang
mengandung kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan dan
profibrinolisin. Selama emisi, kapsul kelenjar prostat berkontraksi
bersamaan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu
yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah volume semen. Sifat
cairan prostat yang sedikit basa mungkin penting untuk mendukung
fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam
sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan akibatnya, akan menghambat
fertilisasi sperma. Selain itu, sekret vagina bersifat asam (dengan pH 3,5
sampai 4,0). Sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH sekitarnya
meningkat menjadi sekitar 6,0 sampai 6,5. Akibatnya, cairan prostat yang
sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan seminalis lainnya
selama ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma
(Guyton and Hall, 2016).
Pada usia lanjut, sebagian pria akan mengalami pembesaran kelenjar
prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat membuntu uretra posterior
dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
11
Anatomi Saluran Reproduksi Pria.
12
5. Sedangkan untuk infeksi campuran jarang terjadi.salah satu laporan
terjadinya prostatitis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus
yang resisten-metichillin yang terdapat pada pasien diabetes.
Prostatitis bakteri kronis :
1. Disfungis berkemih, baik secara struktural atau fungsional.
2. E. coli bertanggung jawab atas 75 - 80% penyebeb dari kasus
Prostatitis Bakteri Kronis.
3. Ctrachomatis, Ureaplasma species, Trichomonas vaginalis
4. Organism yang jarang seperti M tuberculosis dan Coccidioides,
Histoplasma, dan Candida species juga harus diperhatikan.
Tuberculosis Prostatitis dapat juga ditemukan pada pasien dengan
tuberculosis ginjal.
5. Human Imunodeficiensy Virus (HIV).
6. Sitomegalovirus.
7. Kondisi Inflamasi seperti sarkoidosis.
Prostatitis Kronis dan Sindrom Nyeri Pelvis Kronis :
1. Sekitar 5 - 8% pria dengan sindrom ini memiliki bakteri patogen
yang diisolasi dari air seni atau cairan prostat.
2. Etiologi belum diimplementasikan dengan baik, tetapi mungkin
akibat dari infeksi yang menginisiasi inflamasi yang menyebabkan
cedera neurologis dan akhirnya menghasilkan disfungsi dasar
panggul.
3. Fungsional atau struktural kadung kemih yang patologis, seperti
obstruksi leher vesikalis primer, pseudodyssynergia (kegagalan
sfringter eksternal untuk relaksasi saat berkemih), gangguan
kontraktilitas otot detruksor (acontractile detrusor muscle).
4. Obstruksi saluran ejakulasi.
5. Peningkatan tekanan di sisi (sampaing) dinding panggul.
6. Inflamasi prostat yang nonspesifik.
13
Epidemiologi. Di antara penyakit infeksi saluran kemih (ISK) adalah
prostatitis yang merupakan masalah urologi yang penting dan diperkirakan
mempengaruhi sekitar 35-50% pria selama masa hidup mereka (Divian,
2019).
Prostatitis terjadi pada laki-laki dengan usia lebih dari 50 tahun.
Prevalensi prostatitis bervariasi antar 1,8% dan 8,2% di Amerika Serikat.
Diperkirakan sekitar 50% pria mengalami gejala prostatitis selama masa
hidup mereka (Divian, 2019).
Prostatitis adalah salah satu penyakit yang paling umum dalam
praktek urologi di Amerika Serikat, hampir 2 juta kunujungan serta rawat
jalan pertahun, terdapat prostatitis bakteri kronis dan sindrom nyeri kronis
yang paling terdiagnosis. Dari hasil diagnosis prostatitis terdapat sekitar
25% dari pasien laki - laki menunjukkan gejala genitourinary. Insidensi
prostatitis bakteri, menyebar bersamaan dengan penyakit, meningkat di
negara - negara terbelakang. Daerah dengan tingkat penyakit seksual tinggi
yang memiliki risiko penyakit prostatitis yang lebih tinggi dengan prostatitis
bakteri akut.
Manifestasi Klinis. Prostatitis bakterialis akut gejala gejala demam
mendadak, menggigil, sakit waktu berkemih, nyeri nyeri di perineum, serta
obstruksi saluran keluar kandung kemih; penyakit tersebut dapat diperberat
oleh sepsis. Bila ada sangkaan prostatitis akut, pemeriksaan rektum dengan
jari (rectal toucher) merupakan kontraindikasi, karena tekanan pada prostat
yang terinfeksi dapat menyebabkan bakteriemia. Prostatitis bakterialis
kronis biasanya dikelola dengan infeksi saluran kemih yang berulang, yang
dibungkus dengan periode tanpa gejala (Robbis, 2018).
Manifestasi klinis lainnya adalah: sakit pinggang bawah, nyeri saat
berkemih, rasa tidak enak pada daerah perineum dan suprapubik. Sindrom
nyeri pelvis nyerimenahun pada daerah perineum, suprapubik, dan penis.
Rasa nyeri selama atau setelah ejakulasi adalah tanda yang mencolok.
Penyebabnya belum jelas dan diagnosis dibuat per eklusionam, bahkan
14
tidak jelas apakah rasa nyeri berhubungan dengan kelainan pada prostat
(Robbis, 2018).
Klasifikasi. Institut Kesehatan Nasional memperkenalkan klasifikasi
prostititis dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
1. Kategori I adalah prostatitis bakterial akut
2. Kategori II adalah prostatitis bakterial kronis
3. Kategori III prostatitis non bakterial kronis atau sindroma pelvik
kronis. Pada kategori ini terdapat keluhan keluhan dan perasaan
yang tidak nyaman di daerah pelvis yang telah berlangsung paling
sedikit 3 bulan. Kategori ini dibedakan dalam 2 subkategori, yaitu
subkategori IIIA adalah sindroma pelvik kronis dengan inflamasi,
dan kategori IIB adalah sindroma pelvik non inflamasi.
4. Kategori IV adalah prostatitis inflamasi asimtomatik.
Patofisiologi. Mekanisme inflamasi pada prostatitis : mekanisme terjadinya
inflamasi secara alami karena host tersebut meliputi barrier dari mukosa
saluran reproduksi, keasaman larutan pada prostat (pH 6.1 sampai 6.5),
peristal uretra, mekanisme flushing selama urinasi dan ejakulasi, area
tekanan uretra yang tinggi, kandungan zink pada prostat sebagai
antibacterial faktor yang dihasilkan oleh kelenjar prostat ke cairan seminal.
Faktor-faktor tersebut yang memicu terjadinya infeksi dan munculnya
prostatitis secara alami dari host. Prostatitis dapat terjadi dalam dua tipe
yaitu akut prostatitis dan kronis prostatitis.
Mekanisme infeksi bakteri prostatitis: agen causatif yang bersifat
patogen bila masuk ke daerah yang fungsi pertahanannya abnormal,
misalnya bila selaput mukosa dan kulit "robek" karena kerusakan kulit
langsung ; pada pemakaian kateter intravena atau kateter air kemih ; atau
bila terdapat netropenia, misalnya pada kemoterapi kanker. Kuman melekat
dan mengkoloni selaput mukosa atau kulit dan menginvasi secara lokal dan
menimbulkan penyakit sistemik termasuk prostatitis. Proses ini dibantu oleh
phili, enzim dan toksin bakteri causatif. Lipopolisakarida berperan langsung
15
yang menyebabkan demam, syok, oliguria, leukositosis, dan leukopenia,
disseminated intravascular coagulation dan respiratory distress syndrome.
Bakteri masuk ke saluran kemih dapat melalui beberapa cara yaitu :
penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat,
hematogen limfogen, eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter
atau sistoskopi. Dua jalur utama masuknya bakteri ke saluran kemih adalah
jalur hematogen dan asending, tetapi asending lebih sering terjadi.
Pemeriksaan Fisik. Pada pemeriksaan fisik dengan colok dubur, prostat
teraba membengkak, hangat, dan nyeri. Pada keadaan ini tidak
diperbolehkan melakukan masase prostat untuk mengeluarkan kelenjar
kelenjar prostat dapat menimbulkan rasa sakit dan akan memacu terjadinya
bakteriemia. Jika tidak ditangani dengan baik keadaan ini dapat menjadi
abses prostat atau menimbulkan urosepsis.
Pemeriksaan Penunjang. Diagnosis prostatitis dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan urinalisis dan/atau kultur urine. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan urine midstream (porsi tengah) atau dengan uji 2 tabung
menggunakan urine sebelum dan sesudah masase prostat. Pemeriksaan lain
yang dapat dilakukan adalah analisis sekresi prostat, analisis urodinamik,
dan pemeriksaan USG.
Tatalaksana Farmakologi. Obat Antibiotik yang bisa diberikan antara
lain:
a. Levofloxacin (Levaquin). Ditunjukkan untuk mengobati prostatitis
bakteri kronis dan akut yang disebabkan oleh E. coli, faecalis E, atau
epidermidis S. dimana memiliki konsentrasi yang baik dalam prostat.
Ini adalah stereoisomer L dari laksasin / induk D senyawa L, D bentuk
yang tidak aktif. Penggunaan baik monoterapi memiliki cakupan yang
luas terhadap spesies Pseudomonas, serta aktivitasnya sangat baik
terhadap pneumococcus. Dimana obat ini akan menghambat aktivasi
grainase. Dimana obat ini akan menghambat aktivasi grainase DNA.
Dosis yang diberikan untuk dewasa biasanya 500 mg PO selama 14 - 28
hari dan untuk anak - anak dibawah 18 tahun tidak dinajurkan.
16
b. Ofloksasin. (Floxin) Kuinolon yang merupakan turunan asam
karboksilat piridin dengan spektrum luas dan memiliki efek bakterisidal.
Dosis dewasa yang diberikan 400 mg PO sekali, kemudian 300 mg PO
selama 14 - 28 hari dan dosis untuk anak - anak usia dibawah 18 tahun
tidak disarankan.
c. Ciprofloxacin ( cipro, cipro XR ). Fluoquinolon berkerja menghambat
sintesis DNA bakteri sehingga mengakibatkan pertumbuhan DNA
girase dan tropoisomerase, yang dibutuhkan untuk replikasi, transkripsi,
dan penghambatan translasi bahan genetik. Kuinolon memiliki aktivitas
luas terhadap organisme aerobik gram positif dan gram negatif, tetapi
tidak memiliki aktivitas terhadap bakteri anaerob. Pengobatan selama
minimal 2 hari setelah tanda dan gejala telah menghilang. Dosis dewasa
yang diberikan antara lainnya 500 mg PO untuk 14 - 28 hari dan dosis
untuk anak - anak usia dibawah 18 tahun tidak disarankan.
d. Trimetoprim / Sulfametoksazol DS (Bactrim). Trimetoprim
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam
dihydrofilic. Dosis dewasa sekitar 1 dosis tablet 160 mg TMP selama
10 - 28 hari dan dosis untuk anak - anak usia dibawah 2 tahun tidak
disarankan.
e. Seftriakson (Rocephin). Sefalosporin menciptakan ketiga dengan
spektrum luas, aktivitas terhadap garam negatif, efikasi lebih rendah
terhadap organisme gram - positif, kemajuran yang lebih tinggi pada
organisme resisten. Dosis dewasa diberikan IM dengan dosis 250 mg
sekali (dalam dosis dengan doksisiklin 100 mg PO selama 10 hari).
f. Doksisiklin (Bio-Tab, Doryx, Vibramycin). Menghambat protein
sintesis dan dengan demikian menghambat pertumbuhan bakteri yang
berikatan dengan cara mengikat 30 S dan kemungkinan subunit ribosom
50 S yang rentan. Membelok pemisahan tRNA peptidil dari ribosom.
Dosis dewasa sekitar 100 mg PO selama 10 hari dan digunakan bersama
dengan ceftriaxone 250 mg IM sekali dan dosis untuk anak - anak usia
dibawah 8 tahun tidak disarankan.
17
Prostatitis bakterial akut. Dipilih antibiotika yang sensitif terhadap
kuman penyebab infeksi dan jika perlu pasien harus menjalani perawatan di
rumah sakit guna pemberian obat secara parenteral. Antibiotika yang dipilih
adalah dari golongan fluroquinolone, trimetoprim-sulfametoksazol, dan
golongan aminoglikosida. Setelah keadaan membaik antibiotika per oral
diteruskan hingga 30 hari.
Jika terjadi gangguan miksi hingga menimbulkan retensinurin
sebaiknya dilakukan pemasangan kateter suprapubik karena dalam keadaan
ini tindakan pemasangan kateter transuretra kadang-kadang sulit dan akan
menambah rasa sakit (Purnomo, 2019).
Prostatitis bakterial kronis. Pada prostatitis bakterial akut, hampir semua
antibiotika dapat menembus barier plasma-epitelium dan masuk ke dalam
sel kelenjar prostat, tetapi pada infeksi kronis tidak banyak jenis antibiotika
yang dapat menembus barier itu. Jenis antimikroba yang dapat
menembusnya adalah trimetoprim-sulfametoksasol, doksisiklin,
minosiklin, karbenisilin, dan fluoroquinolone. Antimikroba diberikan
dalam jangka lama hingga pemeriksaan kultur ulangan tidak menunjukkan
adanya kuman (Purnomo, 2019).
Tatalaksana Nonfarmakologi. Terapi suportif untuk prostatitis sering kali
berupa kateterisasi. Disarankan untuk menggunakan kateter suprapubik
untuk menghindari blokade saluran prostat oleh kateter transurethral. Selain
itu, kateter transurethral juga akan menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Kateterisasi suprapubik ini hanya digunakan jika terdapat retensi urin.
Operasi diperlukan pada prostatitis yang disebabkan oleh batu
prostat dan tidak membaik dengan pengobatan antibiotik jangka panjang.
Prosedur yang dilakukan adalah reseksi transurethral prostat (TURP).
Prosedur pembedahan lain yang dapat digunakan untuk kasus prostatitis
kategori IV adalah prostatektomi laparoskopi minimal invasif.
Komplikasi.
1. Obstruksi kandung kemih dan retensi urin
18
2. Abses prostat biasanya jarang, tapi biasanya pada pasien yang
memiliki riwayat immunocompromised
3. Infertilitas karena terdapatnya jaringan parut pada uretra
4. Cystitis berulang
5. Pielonefritis
6. Kerusakan ginjal
7. Sepsis
Prognosis. Prognosis baik pada prostatitis bakteri akut yang pertama
dengan terapi antibiotik yang agresif dan kepatuhan berobat pasien yang
baik. Namun, pada kasus prostatitis kronis berulang yang disertai dengan
eksaserbasi akut, faktor penyebab dasarnya harus ditentukan untuk
mempengaruhi hasil.
KIE. Edukasi pada pasien prostatitis bertujuan untuk mencegah rekurensi
penyakit dan progresivitas penyakit. Edukasi dapat berupa saran diet yang
mungkin perlu dihindari, saran melakukan hubungan seksual yang
terproteksi, serta saran cara menjaga higienitas genitalia untuk menghindari
faktor resiko infeksi.
Edukasi pasien makanan yang perlu dihindari karena dapat
menyebabkan iritasi saluran kemih adalah alkohol, jus lemon, minuman
berkarbonasi, makanan pedas, kopi, makanan asam, dan coklat. Pada pasien
dengan faktor risiko prostatitis (hubungan bebas tanpa pengaman, diabetes
mellitus, merokok, riwayat infeksi saluran kemih, atau riwayat benign
prostatic hyperplasia) dokter perlu menyampaikan edukasi mengenai gejala
prostatitis. Anjurkan pasien untuk segera menemui dokter jika merasakan
gejala prostatitis.
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dokter perlu
menyarankan pasien untuk menggunakan kondom ketika berhubungan
seksual, menghindari berganti-ganti pasangan seksual, dan menjaga
kebersihan alat kelamin dengan baik untuk mencegah infeksi. Pasien juga
disarankan untuk minum 2 liter air setiap hari agar urinasi terjadi secara
lancar dan mencegah akumulasi bakteri di saluran kemih.
19
BPH (BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA)
Definisi. BPH adalah kelainan histologis yang khas ditandai dengan
proliferasi sel-sel prostat. BPH adalah bagian dari proses umur yang normal
pada laki-laki dan secara hormonal tergantung dari produksi hormon
testosteron dan dehidrotestoteron (DHT) (Sudoyo, 2014).
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-
laki,insidennya berhubungan dengan usia.
Benigne Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu penyakit
pembesaran atau hipertrofi dari prostat, BPH seringkali menyebabkan
gangguan dalam eliminasi urine karena pembesaran prostat yang cederung
kearah depan/ menekan vesika urinaria (Prabowo dan Andi, 2014).
Etiologi. Etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti, tampaknya bersifat
multifaktor dan berhubungan dengan endokrin. Prostat terdiri dari elemen
epithelial dan stromal dimana pada salah satu atau keduanya dapat muncul
nodul hiperplastik dengan gejala yang berhubungan dengan BPH. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
1. Teori Dihidrotestosteron. Dihidrotestosteron atau DHT adalah
metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel
kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh
5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron. Pada usia yang
semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : progesteron
relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat
berperan didalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap
20
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun
rangsanganterbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone
menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi stromal-epitel. Diferensasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma,
mendapatkan stimulasi dari DHTdan estradiol,sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi
sel-sel stroma itu sendirisecara intrakrin atau autokrin serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu sendiri
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel
stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat. Pada jaringan normal terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada
saat pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan
jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan masa
prostat.
5. Teori Sel Stem. Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami
apoptosis,selalu dibentuk sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat
dikenal suatu sel stem yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ektensif.Kehidupan sel ini sangat tergantung
pada keberadaan hormon androgen sehingga jika hormone ini
kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,menyebabkan
apoptosis.Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel.
21
6. Teori faktor inlamasi dan sindrom metabolik. Bukti terbaru
menunjukan bahwa hiperplasia prostat adalah suatu penyakit
radang imun. Inflamasi dimulai dengan rangsangan yang
menciptakan suatu lingkungan proinflamasi didalam lingkungan
prostat. Teori ini telah dikonfirmasi dengan studi beberapa otopsi
yang menggambarkan hubungan yang signifikan antara inflamasi
dengan berat dan progresivitas hiperplasia prostat. Dengan basis
data yang ada maka pengelolaan hiperplasia prostat berdasar
inflamasi menjadi penting.Sindrom metabolik yang terdiri dari
Diabetes Mellitus tipe2, hipertensi, obesitas dan hipertensi
lipoprotein kolesterol (HDL-C) rendah merupakan faktor risiko
terjadinya hiperplasia prostat (Sudoyo, 2014).
Epidemiologi. Di dunia, diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30
juta, jumlah ini hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai
kalenjar prostat (Emedicine, 2009).
Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki
laki usia 60- 70 th mengalami gejala BPH dan antara usia 70-90 th sebanyak
90% mengalami gejala BPH. Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia,
menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an,
kemungkinan seseorang menderita penyakit ini sebesar 40%, dan seiring
meningkatnya usia, dalam rentang usia 60-70 tahun, persentasenya
meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya
bisa sehingga 90%. Akan tetapi, jika di lihat secara histologi penyakit BPH,
secara umum sejumlah 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat pada pria
berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 (Parsons, 2010).
Kasus di dunia jumlah penderita selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Di Indonesia pun, kasus BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit
batu saluran kemih, dan secara umum, diperkirakan hampir 50% pria
Indonesia yang berusia di atas 50 tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh
karena itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih rakyat indonesia, maka dapat
diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas
22
adalah kira-kira sejumlah 5 juta, maka dapat dinyatakan kira-kira 2,5 juta
pria Indonesia menderita penyakit ini (Parsons, 2010).
BPH merupakan kelainan urologi kedua setelah batu saluran kemih
yang dijumpai di klinik Urologi. Diperkirakan 50% pada pria berusia diatas
50 tahun. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah
200 juta lebih, kira – kira 100 juta, sehingga di perkirakan ada 2,5 juta laki–
laki Indonesia yang menderita BPH (Amalia, 2011).
Manifestasi Klinis. Gejala BPH umumnya disebut sebagai "gejala saluran
kemih bagian bawah" atau lower urinary tract symptoms (LUTS), dan ini
dapat dibagi lagi menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala
obstruktif termasuk perlu waktu jika akan berkemih, terputus-putus, sulit
keluar, menetes, dan penurunan aliran kencing. Gejala iritatif meliputi
frekuensi kencing yang lebih sering, tidak dapat menahan kencing, dan
kencing pada malam hari (Riselena, 2019).
Klasifikasi. Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE
(digital rectalexamination) atau colok dubur ditemukan penonjolan
prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
2. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1,
prostat lebih menonjol,batas atas masih teraba dan sisa urine lebih
dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
3. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba
lagi dan sisa urin lebihdari 100 ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
23
testoteron yang beredar dalam darah oleh enzim 5a-reductase, tipe 2. DHT
berikatan dengan reseptor androgen inti yang mengatur ekspresi gen yang
mendukung pertumbuhan dan kehidupan epitel prostat dan sel stromal.
Walaupun testoteron dapat juga berikatan dengan reseptor androgen dan
merangsang pertumbuhan, DHT 10 kali kuat daripada testosteron (Robbins,
2015).
Pemeriksaan Penunjang.
24
meningkat. Skor PSA >4 meningkatkan kecurigaan terhadap
keganasan prostat.
4. Skoring gejala: menggunakan International Prostate Symptom Score
(IPSS), American Urologic Association (AUA) symptom score, atau
global bother score.
5. Catatan harian berkemih (Volume charting): menilai nokturia atau
poliuria.
6. Pancaran urine (Uroflowmetry): untuk mendeteksi gejala obstruksi
saluran kemih bagian bawah. Uroflowmetry penyebab kelainan
pancaran urine dan sebaiknya dikombinasikan dengan pemeriksaan
lain.
7. Residu urine: pengukuran sisa urine pada kandung kemih setelah
berkemih. Dapat dilakukan dengan tidak spesifik menunjukkan
USG, bladder scan, atau kateter uretra.
8. Pencitraan:
a. Saluran kemih bagian atas: menggunakan USG/BNO-IVP/CT
Urografi apabila hematuria, ISK, insufisiensi renal, residu
urine banyak, riwayat urolitiasis, dan riwayat pembedahan
pada saluran urogenital.
b. Saluran kemih bagian bawah: menggunakan uretrosistografi
retrograde jika dicurigai adanya striktur uretra.
c. Prostat: menggunakan ultrasonografi transabdominal (TAUS)
atau ultrasonografi transrektal (TRUS) untuk menilai bentuk
dan besar prostat.
d. Uretrosistoskopi: uretra dan kandung kemih.
e. Urodinamik: pemeriksaan opsional untuk menentukan derajat
obstruksi saluran kemih bawah dan memprediksi hasil
tindakan invasif (Kapita Selekta, 2020).
25
Tatalaksana Farmakologi. Terapi BPH ditujukan untuk memperbaiki
kualitas hidup pasien. Pilihan terapi berdasarkan derajat keluhan, keadaan
pasien dan ketersediaan fasilitas. Pilihan terapi BPH mencakup :
26
Tatalaksana Nonfarmakologi. Pembedahan dengan cara indikasi retensi
urin akut, gagal ginjal trial without chatter,infeksi saluran kemih berulang,
hematuria makroskopik berulang, batu kandung kemih, penurunan fungsi
ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akibat BPH. Terasi invasif minimal
mencakup TURP (transurethral resection of the prostate), laser
prostatektomi, dll. Untuk terapi pada kondisi khusus bisa melakukan
sitostomi dan kateter menetap.
Komplikasi.
27
6. Pasien dengan benign prostatic hyperplasia sering menggunakan
obat herbal, akan tetapi obat-obat tersebut sering kali tidak
menunjukkan manfaat dan tidak disarankan.
28
sepuluh kanker terbanyak di seluruh dunia . Kanker prostat merupakan
kanker nomor dua tersering pada pria setelah kanker paru-paru. Pada tahun
2012 diperkirakan terdapat sekitar 1,1 juta kasus kanker prostat di seluruh
dunia dengan angka kematian mencapai 307 ribu jiwa. Menurut data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 diperkirakan terdapat sekitar
25.012 jiwa penderita kanker prostat di Indonesia (0,2%).
Di Asia, insiden kanker prostat rata-rata adalah 7,2 per 100.000 pria
per-tahun. Di Indonesia, jumlah penderita kanker prostat di tiga RS pusat
pendidikan (Jakarta, Surabaya dan Bandung) selama 8 tahun terakhir adalah
1.102 pasien dengan rerata usia 67,18 tahun. Stadium penyakit tersering saat
datang berobat adalah stadium lanjut sebesar 59,3% kasus, dan terapi primer
yang terbanyak dipilih adalah orkhiektomi sebesar 31,1 %, obat hormonal
182 (18%), prostatektomi radikal 89 (9%), radioterapi 63 (6%), sisanya
adalah pemantauan aktif, kemoterapi dan kombinasi. Modalitas diagnostik
yang digunakan terutama biopsi 57.9% (Kemenkes RI).
Karsinoma prostat merupakan keganasan yang terbanyak diantara
keganasan sistem urogenitalia pria. Tumor ini menyerang pasien yang
berusia diatas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70 hingga
80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang
menyerang pria berusia kurang dari 45 tahun (Septa Surya, 2015).
Manifestasi klinis. Stadium awal umumnya asimtomatik. Keluhan yang
sering berupa peningkatan frekuensi berkemih, urgensi, nokturia, dan ragu-
ragu (seiring pembesaran prostat). Kecurigaan keganasan lebih besar jika
terdapat hematuria, disuria, dan hematospermia. Pada stadium lanjut
terdapat nyeri tulang, fraktur patologis, penekanan sumsum tulang,
anoreksia/berat badan turun, letargis, dan kelenjar getah bening.
Pemeriksaan colok dubur ditemukan nodul keras, asimetris, dan berbenjol-
benjol (Ferry Liwang, 2020).
Klasifikasi.
1. Derajat keganasan. Penentuan derajat keganasan adenokarsinoma
prostat adalah dengan menggunakan sistem skoring Gleason
29
(modifikasi), dimana skoring Gleason merupakan salah satu parameter
yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya risiko rekurensi seelah
dilakukan tindakan prostatektomi.
Sistem skoring Gleason adalah penjumlahan dari derajat Gleason
(Gleason grade) yang pertama paling dominan dan kedua yang paling
dominan. Pengelompokkan skoring Gleason terdiri dari Diferensiasi
baik (≤ 6), sedang atau moderat adalah 7 dan buruk antara 8 sampai 10.
Klasifikasi terbaru grading berdasarkan International of Urological
Pathology (ISUP) tahun 2014 (Kemenkes RI).
30
b. Stadium N. Penentuan stadium N hanya dikerjakan bila akan
berpengaruh terhadap keputusan terapi. Hal ini biasanya pada
kasus penderita yang direncanakan terapi kuratif. Cara terbaik
untuk menentukan stadium N adalah dengan Limfadenektomi,
teknik yang digunakan adalah operasi terbuka ataupun
laparoskopik.
31
c. Stadium M. Metode sidik tulang (bone scan) paling sensitif
untuk mendiagnosis metastasis tulang, bila tidak ada fasilitas
pemeriksaan tersebut dapat dicari dengan penilaian klinis, CT
Scan, alkali fosfatase serum, dan bone survey. Peningkatan
kadar alkali fosfatase mengindikasikan adanya metastasis tulang
pada 70% penderita. Selain ke tulang, kanker prostat dapat
bermetastasis ke organ lain, umumnya ke KGB selain daerah
pelvis, paru-paru, hepar, otak, dan kulit. Pemeriksaan fisik, foto
thoraks, ultrasonografi, CT dan MRI adalah metode yang
digunakan terutama bila terdapat gejala yang menunjukkan
adanya kemungkinan metastasis.
32
Observasi klinis dan eksperimental mendukung bahwa androgen,
faktor lingkungan, dan mutasi somatik yang didapat, memiliki peran penting
pada patogenesis dan perkembangan kanker prostat.
33
Meskipun setiap varian hanya memberikan peningkatan risiko
yang kecil, tetapi akibatnya berlipat ganda, sehingga laki-laki
yang memiliki banyak alel yang terkait dengan risiko kanker
prostat berrisiko hingga 5 kali lipat dibandingkan dengan
populasi umumn.
3. Lingkungan juga penting, sebagai contoh pada imigran bangsa
Jepang ke Amerika Serikat, penyakit insiden ini naik (walaupun
tidak setinggi pada bukti keturunan Jepang yang lahir di
Amerika). Selain itu, karena diet di Asia menjadi lebih kebarat-
baratan, maka insiden kanker prostat yang bermakna secara
klinis, pada daerah ini akan meningkat. mengetahui juga,
hubungan antara komponen diet spesifik dan risiko kanker prostat
masih belum jelas.
4. Aberasi genetik yang didapat, seperti kanker yang lain, ialah
pendorong transformasi seluler yang sebenarnya. Variasi gen
dalam regio kromosom tertentu dan penyusunan gen sering
ditemukan pada tumor primer. Penyusunan ulang gen yang
paling sering ditemukan pada kanker prostat membentuk fusi dari
gen yang terdiri atas promotor, yang diregulasi oleh androgen,
dari gen TMPRS2 dan urutan sandi (coding) dari faktor
transkripsi keluarga gen ETS. Fusi gen TMPRSS2-ETS
ditemukan pada sekitar 40% sampai 60% dari kanker prostat pada
populasi ras Kaukasia, dan fusi ini terjadi relatif dini pada
tumorigenesis. Patut dicatat bahwa prevalen dari penyusunan
ulang ini adalah lebih rendah antara etnis Afrika-Amerika dan
grup etnis lain. Berbagai mutasi lain biasanya akan
mengakibatkan pengaktifan jalur sinyal PI3K/AKT; mutasi yang
paling umum terjadi perubahan kehilangan fungsi yang
melibatkan gen supresor tumor PTEN yang memiliki fungsi
sebagai rem dari aktivitas PI3K (Robbins, 2015).
34
Pemeriksaan Fisik. Dari pemeriksaan fisik colok dubur kebanyakan
kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat dideteksi jika
volumenya sudah ≥ 0.2 ml. Jika terdapat kecurigaan dari colok dubur berupa
nodul keras, asimetrik, dan berbenjol-benjol, maka kecurigaan tersebut
dapat menjadi indikasi biopsi prostat. 18% dari seluruh penderita kanker
prostat terdeteksi hanya dari colok dubur saja, dibandingkan dengan kadar
PSA. Penderita dengan kecurigaan pada colok dubur dengan disertai kadar
PSA > 2ng/ml mempunyai nilai prediksi 5-30% (Kemenker RI).
Pemeriksaan Penunjang.
35
Tatalaksan Farmakologi dan Nonfarmakologi.
36
Penatalaksanaan Operasi. Radikal Prostektomi pada Kanker Prostat
Tindakan radikal prostatektomi adalah tindakan pilihan untuk semua pasien
dengan kanker prostat terlokalisir dan dapat dilakukan pengangkatan
kelenjar prostat dan vesikula seminalis seluruhnya, memiliki harapan hidup
lebih dari 10 tahun dan tidak mempunyai komorbiditas yang serius, yang
menjadi kontraindikasi tindakan operasi. Tujuan radikal prostatektomi
adalah mengeradikasi kankernya dan diusahakan untuk preservasi fungsi
kontinens dan potensi ereksi. Radikal prostatektomi dapat dilakukan pada
pasien yang didiagnosis kanker prostat melalui TURP. Sistematic review
menunjukkan efektifitas radikal prostatektomi yang sama antara pasien
yang didiagnosis dengan biopsi dan TURP. Akan tetapi pasca TURP akan
memperlama tindakan operasi dan risiko terjadinya komplikasi (Kemenkes
RI).
Komplikasi.
37
KIE. Edukasi kepada pasien, jika dalam kondisi :
38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
39
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K,.Aster, J,C, dan Kumar,V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Ed.9.
Singapura : Elsevier
Divian Ozaza Sari, dkk. 2019. Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) Sebagai Pengganti
Antibiotik Pada Prostatitis. Jurnal Medula; Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung.
Ferry Liwang, dkk. 2020. Buku Kapita Selekta Kedokteran Edisi 5. Jakarta: Media
Aesculapius.
Heru Haryanto, dkk. 2016. Disfungsi Ereksi Pada Penderita Benign Prostate
Hyperplasia (BPH) di Rumah Sakit Kota Bandar Lampung. Jurnal
Keperawatan; T RSUD Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung.
John E. Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton dan Hall Edisi 13.
Jakarta; Elsevier.
Parsons KJ. 2010. Benign Prostatic Hyperplasia And Male Lower Urinary Tract
Symptoms: Epidemiology And Risk Factor. PMC;5 Hal 212-218.
Riselena Alyssa Amadea, dkk. 2019. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Jurnal
Medical Profession (Medpro); Fakultas Kedokteran Universitas
Tadulako Palu.
Septa Surya Wahyudi, dr. Sp.U. 2015. Carcinoma Prostate: Anatomi Prostat dan
Keganasannya. Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
40
Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. VI. Jakarta: Interna
Publishing; 2014:1132-53.
41