OLEH :
Saya menyadari ada kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu,
saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan makalah. Saya juga
berharap semoga makalah ini mampu memberikan pengetahuan dan
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
6. Keamanan
Dalam berbagai uji yang dilakukan pada manusia, efek
samping penggunaan pegagan yang dilaporkan antara lain
pusing, mual dan mengantuk itupun bila dikonsumsi dengan
dosis yang terlalu tinggi. Akan tetapi, sampai saat ini belum
dilaporkan efek samping yang membahayakan pada
pemberian ekstrak pegagan. Uji toksisitas akut yang
dilakukan terhadap mencit balb/c dengan pemberian ekstrak
pegagan hingga dosis 2000 mg/kg BB menujukkan setelah 24
jam tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan dan tidak ada
kematian mencit. Penggunaan ekstrak pegagan dalam jangka
waktu lama tidak dianjurkan untuk wanita hamil karena dapat
mengakibatkan keguguran spontan (Yunarto, 2013).
7. Dosis
Minum ramuan sekaligus pada pagi hari, yakni sewaktu
perut kosong. Ampasnya bisa direbus sekali lagi untuk
diminum pada sore hari.
8. Biomarker
Asiatikosida :
1. Deskripsi Tanaman
Kelor (Moringa aloifera Lamk) diyakini berasal dari
India dan Arab kemudian menyebar di berbagai wilayah.
Di berbagai komunitas di daerah tropis kelor dimanfaatkan
untuk berbagai penggunaan seperti pengobatan tradisional,
tanaman pagar disinfektan, pelumas dan kosmetik.
Tanaman kelor merupakan perdu dengan ketinggian sampai
10 m, berbatang lunak dan rapuh dengan daun yang
sebesar ujung jari berbentuk bulat telur dan tersusun
majemuk. Berbunga sepanjang tahun berwarna putih, buah
bersisi segitiga dengan panjang sekitar 30 cm, tumbuh subur
mulai dari dataran rendah ketinggian 700 m diatas
permukaan laut. Pada tahun pertama, kelor sudah bisa
menghasilkan biji dalam satu polong bisa diperoleh sekitar 20
biji. Produksi semakin banyak pada tahun ke 2 dan tahun
berikutnya. Apalagi kelor menghasilkan biji sepanjang tahun.
Biji kelor mengandung 35-40% dari berat kering. Kulit
bijinya yang terbuang mengandung protein cukup tinggi,
mendekati 60% sehingga cocok untuk makanan hewan
ternak (Wahyuni, 2013).
2. Kandungan Kimia
Berdasarkan hasil uji fitokimia daun kelor. maka dapat
diketahui bahwa maserasi menggunakan pelarut air dapat
mengekstrak bahan aktif yang terdapat pada ekstrak daun
kelor. Keempat senyawa metabolit sekunder pada daun kelor
tersebut memiliki sifat antibakteri. Flavonoid, saponin, tanin,
dan polifenol menunjukkan aktivitas antioksidatif dan
antimikrobia (Veronika, 2017).
3. Penggunaan Secara Empiris
Pemanfaatan daun kelor secara tradisional yaitu
bagian daun kelor yang masih segar. Untuk membuat satu
porsi ramuan, daun yang dibutuhkan ialah sebanyak 3-7.
Selain daun kelor yang masih segar, untuk membuat
ramuan obat Hepatitis B juga dibutuhkan air kelapa
sebanyak satu gelas dan madu sebanyak 1 sendok. Cara
pembuatan ramuannya cukup sederhana. Pertama tumbuk
daun kelor yang sudah dicuci bersih. Kemudian campurkan
air kelapa dengan tumbukan daun tersebut dan saring.
Terakhir, tambahkan madu dan aduk merata. Ramuan siap
diminum. Untuk hasil maksimal, buat dan minum ramuan
itu sampai sembuh (Wahyuni, 2013).
4. Farmakologi
Senyawa antioksidan pada kelor sering dikaitkan
bertanggung jawab terhadap efek anti aterosklerotik,
antigenotoksik, anti ulcerogenik, hipokolesterolemik dan
efek anti inflamasi pada tanaman kelor. Ekstrak daun dan biji
kelor menunjukkan aktivitas anti jamur. Ekstrak air akar kelor
(100-450 mg/kgBB, oral) menurunkan aktivitas lokomotorik
pada tikus dan menurunkan jumlah kejang yang diinduksi
oleh penicillin dan strychnine. Beberapa penelitian yang
dipublikasikan terkait efektivitas diantaranya kelor yang
digunakan untuk antidiabetes dan dislipidemia pada pasien
diabetes mellitus type 2 (Rani, dkk. 2019).
5. Dosis
Air saringan diminum 2 kali sehari setiap pagi dan
malam (Wahyuni, 2013).
6. Biomarker
1. Deskripsi Tanaman
Pada dasarnya, sukun (Artocarpus altilis) tergolong
tanaman tropik sejati dengan tempat tumbuh terbaik di
dataran rendah yang beriklim panas. Selain di dataran rendah,
sukun juga tumbuh di berbagai tempat karena daya
adaptasinya yang tinggi. Tanaman ini tumbuh baik di daerah
basah, tetapi dapat juga tumbuh di daerah yang sangat kering
asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Bahkan
pada musim kemarau, sukun dapat tumbuh dan berbuah
dengan lebat. Tinggi tanaman sukun dewasa dapat mencapai
30 meter dengan tajuk menyerupai piramida. Umumnya,
tanaman sukun membentuk percabangan mulai di ketinggian
1,5 meter di atas permukaan tanah. Rata-rata cabangnya
melebar ke samping dan membentuk tajuk selebar 5 meter.
Jika dipangkas, cabang tanaman sukun akan cepat terbentuk
Kembali (Harmanto, 2012)
2. Kandungan Kimia
Daun sukun banyak mengandung senyawa aktif seperti
saponin, asam hidrosianat, polifenol, asetilcolin,
ribovlavin, fenol, dan senyawa tanin, selain itu daun sukun
juga mengandung quercetin, champorol dan
antroindonesianin yang merupakan kelompok senyawa
flavonoid yang sangat berguna bagi penyembuhan
penyakit seperti penyakit hepatitis (Palimbong, 2020).
3. Penggunaan Secara Empiris
Pemanfaatan daun sukun dikalangan masyarakat adalah
dengan cara perebusan lalu diminum airnya dan ada
juga yang memanfaatkan daun sukun sebagai teh serta
pestisida bagi tanaman (Palimbong, 2020).
4. Farmakologi
Sukun (Artocarpus altilis) adalah tanaman yang
banyak digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit
seperti rematik, radang sendi, hipertensi, sariawan, liver,
hepatitis, sakit gigi, serta dapat mengatasi penyakit ginjal
(Palimbong, 2020).
G. Temu putih (Curcuma zedoaria)
Eko & Nur, A. 2018. “Prespektif Tanaman Obat Berkhasiat”. UB. Press,
Jakarta.
Sari, wening. Dkk. 2008. “Care Yourself, Hepatitis”. Penebar Plus. Jakarta.