Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FITOTERAPI

TANAMAN OBAT PENYAKIT HEPATITIS

OLEH :

ANDIKA AKMAL KIBAS


15020180127

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke Allah SWT. Atas


rahmat dan hidayah-Nya, saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
"Tanaman Obat Penyakit Hepatitis" sebagai pemenuhan nilai tugas mata
kuliah Fitoterapi .

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata


kuliah Fitoterapi yang telah memberikan tugas ini, sehingga saya lebih b
anyak mendapat informasi baru.

Makalah ini memberikan panduan dan beberapa informasi mengenai


beberapa tumbuhan obat yang digunakan untuk megobati penyakit
hepatitis.

Saya menyadari ada kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu,
saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan makalah. Saya juga
berharap semoga makalah ini mampu memberikan pengetahuan dan
bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………

KATA PENGANTAR………………………………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….

A. Rimpang Temulawak (Curcuma domesticae rhizoma)


B. Herba Meniran (Phyllanthus niruri, Linn)
C. Mengkudu (Morinda citrifolia L.,)
D. Pegagan (Centella asiatica, L)
E. Kelor (Moringa aloifera Lamk.)
F. Sukun (Artocarpus altilis Park.)
G. Temu putih (Curcuma zedoaria)

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan


organ hati yang dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain oleh infeksi
virus, gangguan metabolism, obat-obatan, alcohol, maupun parasite.
Hepatitis juga merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan perhatian
serius di Indonesia (Sari, 2008).

Beberapa faktor yang terkait dengan pola penyebaran dan penularan


mengakibatkan kasus hepatitis meningkat. Penyakit hepatitis ada beberapa
macam yaitu hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. hepatitis A dan E menular
melalui makanan, minuman atau sumber air yang tercemar feses yang
mengandung hepatitis A atau E. oleh karena itu, faktor hygiene dan sanitasi
perorangan atau lingkungan sangat berperan penting. Hepatistis B dan D
menular melalui kontar darah maupun cairan tubuh yang terinfeksi oleh
virus hepatitis B atau D. penyebaran virus hepatitis B atau D dapat melalui
jarum suntik pada pemakai narkoba, transfusi darah, alat-alat kedokteran
yang tidak streril, ibu pada janin yang dikandungnya, atau melalui
hubungan seksual. Sementara hepatitis G identik dengan hepatitis C, yakni
virusnya menular melalui darah (Sari, 2008).

Tumbuhan berkhasiat obat merupakan jenis tumbuhan dimana pada


bagian-bagian tertentu baik akar, batang, kulit dan daun maupun hasil
ekstraksi dari tumbuhan tersebut dipercaya dapat menyembuhkan atau
mengurangi rasa sakit. Tumbuhan obat mengandung senyawa bioaktif
bioaktif yang telah terbukti dan dikarekterisai mampu mencegah
munculnya penyakit. Oleh karena ada pencegahan, maka dpat membantu
pengurangan penggunaan obat kimia Ketika suatu penyakit muncul. Untuk
pengobatan, komponen-komponen kimia dalam tanaman obat dapat
berinteraksi secara sinergis atau bersamaan sehingga penggunaannya
dapat bersifat melengkapi, merusak atau menetralisir kemungkinan efek
negatifnya (Eko & Nur, 2018).
Saat ini kita mengenal berbagai bahan yang dinyatakan dapat
mencegah dan mengobati penyakit hepatitis. Bahan-bahan herbal yang
digunakan sebagai antihepatitis antara lainmeniran (Phyllanthus niruri),
temu lawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb), mengkudu (Morinda
citrifolia, L), dan pegagangan (Centella asiatica, L). meskipun masyarakat
sebagai konsumen mengakui adanya dampak positif dari konsumsi obat
tersebut, bukti ilmiah dari manfaatnya tetap diperlukan dan tidak dapat
dilupakan kemungkinan adanya efek samping penggunaan obat-obatan
tersebut (Yunarto, 2013).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Rimpang Temulawak (Curcuma domesticae rhizoma)

1. Deskripsi Tanaman (FHI, 2008 ; hl. 150)

Rimpang Temulawak adalah rimpang Curcuma


canthorrizha Roxb., suku Zingiberaeeae, mengandung
minyak atsiri tidak kurang dari 5,80% v/b dan kurkuminoid
tidak kurang dari 4,0% dihitung sebagai kurkumin.
Pemerian berupa keping tipis, bentuk bundar atau
jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah hingga 6 cm, tebal
: 2-5 mm; permukaan luar berkerut, warna cokelat
kekuningnn hingga cokelat; bidang irisan berwarna cokelat
kuning buram, melengkung tidak beraturan. tidak rata, sering
dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat
dengan korteks; korteks sempit, tebal 3-4 mm. Bekas patahan
berdebu, warna kuning jingga hingga cokelal jingga terang.
Bau khas, rasa tnjam dan agak pahit
2. Kandungan Kimia (FHI, 2008 ; hl. 153)
Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 5,80% v/b
Kadar kurkuminoid Tidak kurang dari 4,0% dihitung
sebagai kurkumin.
3. Penggunaan secara empiris
Temulawak telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia sebagai pewarna, bahan pangan, obat tradisional,
memelihara Kesehatan dan juga sebagai bahan obat seperti
kurang nafsu makan, sembelit, ambeien, jerawat, diare, obat
kejang-kejang, untuk menghancurkan batu empedu, untuk
mengobati penyakit ginjal dan hati, obat pegal linu, reumatik,
radang sendi (Syamsudin, dkk. 2019).
Penggunaan temulawak adalah kupas dan bersihkan ruas
rimpang temulawak sampai bersih, potong tipis dan
keringkan dengan cara dijemur, setelah kering direbus
dengan 250-500 ml air, tambahkan gula aren secukupnya,
setelah mendidih tiriskan air rebusan, minum secara teratur
(Andhina, 2016).
4. Farmakologi
Umumnya, pengujian untuk melihat aktivitas
farmakologi dilakukan terhadap hewan percobaan. Hasil
penelitian mengenai daya kerja farmakologinya dapat
dijadikan petunjuk terhadap khasiat terapetuik (unsur atau
nilai pengobatan). Secara umum, efek farmakologis zat aktif
yang terkandung dalam rimpang temulawak adalah anti-
inflamasi (anti peradangan), dan penghambat oedema
(pembekakan), meningkatkan produksi dan sekresi empedu,
antimikroba (antibiotik) (Afifah, 2003).
5. Mekanime aksi
Mekanisme hepatoprotektif terjadi karena adanya
kandungan kurkumin pada temulawak yang berfungsi
sebagai antioksidan yang mampu menangkap ion superoksida
dan memutus mata rantai antara ion superoksida (O2)
sehingga mencegah kerusakan sel hepar karena peroksidasi
lipid dengan cara dimediasi oleh enzim antioksidan yaitu
superoxide dismutase (SOD) yang akan mengonversi O2
menjadi produk yang kurang toksik (Pratama, dkk. 2019).
6. Keamanan
Dalam penelitian menemukan bahwa, pemberian ekstrak
temulawak memberikan berbaikan terhadap hepar dan aman
setelah diberikan (Pratama, dkk. 2019)
7. Dosis
Dosis dari ramuan ini bisa 3 x 250 ml (Pagi 1 gelas
sedang, siang 1 gelas, malam 1 gelas pada saat sebelum tidur)
atau 2 x 250 ml di minum secara teratur selama 2 minggu
disarankan untuk dilakukan check up (Andhina, 2016).
8. Biomarker (FHI. 2008 ; hl. 152)
Xanthirozol :

B. Herba Meniran (Phyllanthus niruri, Linn)

1. Deskripsi Tanaman (FHI, 2008 ; hl. 97)


Herba meniran adalah seluruh bagian diatas tanah
Phyllanthus niruri L., suku Euphorbiaceae, mengandung
flavonoid total tidak kurang dari 0,90% dihitung sebagai
kllersetin.
Pemerian berupa herba, bau khas, rasa pahit, batang
bentuk bulat, daun kecil, bentuk bundar telur sampai bundar
memanjang; panjang helai daun 5-10 mm, lebar 2,5-5 mm;
bunga dan buah terdapat pada ketiak daun atau terlepas; buah
bentuk bulat berwarna hijau kekuningan sampai kuning
kecokelatan.
2. Kandungan Kimia
Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada herba
meniran antara lain saponin, flavonoid, polifenol, filantin,
hipofilantin, dan garam kalium Senyawa-senyawa tersebut
berinteraksi satu sama lain sehingga dapat meningkatkan
aktivitas antioksidannya (Tambunan, dkk. 2019).
3. Penggunaan secara empiris
Herba meniran sering digunakan seluruh tumbuhannya,
baik yang segar atau yang kering, dengan cara direbus 30-60
g meniran segar atau 15-30 g yang kering (Wijaya, 2008).
4. Farmakologi
Efek farmakologi herba meniran adalah peluruh kemih,
antiradang, penurun panas, peluruh haid, dan peningkatan
sistem imun. Meniran juga dapat menghambat kinerja
polymerase DNA oleh virus hepatitis B, kandungan filantin
pada meniran berkhasiat sebagai hepatoprotektor (Wijaya,
2008).
5. Mekanime aksi
Ekstrak meniran dalam pengobatan tradisional luar
negeri digunakan untuk mengobati ikterus. Penggunaan
secara tradisional ini dicoba untuk dibuktikan secara ilmiah
melalui beberapa penelitian. Esktrak herba meniran telah
terbukti mempunyai efek terapi pada banyak uji klinis, yang
paling menarik adalah meningkatkan sistem kekebalan tubuh
hingga mampu menangkal serangan virus, antihepatotoksik
dan antihepatitis B.9 Pada penelitian eksperimental,
dinyatakan bahwa ekstrak meniran dapat menghambat DNA
polimerase virus 45. Hasil tersebut mendasari dilakukannya
penelitian klinis untuk membuktikan hal tersebut (Yunarto,
2013).
6. Keamanan

Pada percobaan klinik pendahuluan yang dilakukan oleh


Thyagarajan dkk terhadap 37 penderita hepatitis B, ternyata
22 orang dari mereka menunjukkan kesembuhan.
Pengamatan klinik pun menunjukkan bahwa tumbuhan ini
tidak memberi efek toksik. Dari berbagai uji yang dilakukan
pada manusia, efek samping penggunaan ekstrak meniran
yang dilaporkan adalah gatal, mual dan timbulnya ruam kulit
namun tidak ada yang melaporkan efek samping yang
membahayakan (Yunarto, 2013).
7. Dosis
Air rebusan meniran diminum 1 kali sehari (Wijaya,
2008)
8. Biomarker (FHI, 2008 ; hl. 99)
Filantin :

C. Mengkudu (Morinda citrifolia L.,)


1. Deskripsi Tanaman (FHI, 2008 ; hl. 93)
Buah mengkudu adalah buah Morinda cilrifolia L., suku
Rubiaeeae, mengandung skopoletin tidak kurang dari 0,02%.
Pemerian berupa irisan buah, warna eokelat, bau khas, rasa
sedikit pahit, dengan ketebalan ± 1 em, diameter 3-5 em,
dengan tonjolan-tonjolan biji.
2. Kandungan Kimia
Tanaman ini telah diketahui mengandung protein,
polisakarida, skopoletin, asam askorbat, β-karoten, larginin,
prokseronin, dan prokseroninase, khususnya pada bagian
buah.20 Pada daun mengkudu terkandung protein, zat kapur,
zat besi, karoten, dan askorbin. Pada kulit akar terkandung
senyawa morindin, morindon, aligarin-metileter, dan
soranjideol. Pada bunga mengkudu terkandung senyawa
glikosida, antrakinon, asam kapron, dan asam kaprilat
(Yunarto, 2013).
3. Penggunaan secara empiris
Pada penggunaan secara empiris, buah mengkudu masak
sebanyak 3 buah dicuci bersih lalu bilas dengan air masak,
parut lalu peras dengan sepotong kain, tamping air perasaan
dalam wadah/gelas (Dalimartha, 2013).
4. Farmakologi
Buah mengkudu juga dapat digunakan sebagai obat
tradisional untuk penyembuhan penyakit hipertensi, oedem,
konstipasi, dan gangguan fungsi hati. Buah mengkudu yang
masak dapat digunakan untuk pengobatan radang
tenggorokan dan penderita narkotika (Surya, 2009).
5. Mekanime aksi
Pemberian ekstrak kloroform buah mengkudu pada
mencit yang diinduksi vaksin hepatitis B menunjukkan hasil
adanya peningkatan titer immunoglobulin G secara signifikan
jika dibandingkan kontrol negatif dan tidak adanya
peningkatan proliferasi sel limfosit. Penetapan kadar SGPT
pada kontrol negatif menunjukkan hasil yang lebih tinggi
dibanding dengan kadar SGPT dari ekstrak buang mengkudu.
Hal ini menunjukkan, bahwa induksi dengan vaksin hepatitis
B tanpa pemberian ekstrak buah mengkudu dapat
menimbulkan kerusakan sel-sel hati yang dapat dikorelasikan
dengan pola hepatoseluler yang menyebabkan peningkatan
kadar SGPT. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa jus buah
mengkudu dapat meningkatkan proliferasi limfosit, tetapi
tidak dapat meningkatkan jumlah antibodi dalam kultur yang
diberi vaksin hepatitis A. Dalam hal ini, dapat dimengerti
bahwa dalam jus buah mengkudu terdapat hampir semua
senyawa yang terkandung dalam buah mengkudu, tetapi ada
beberapa senyawa yang tidak terdapat dalam ekstrak n-
heksana buah mengkudu (Yunarto, 2013).
6. Keamanan
Beberapa penelitian melaporkan tidak ditemukan efek
samping dari penggunaan buah maupun daun mengkudu.
Hanya saja, disarankan untuk tidak mengonsumsi dalam
jumlah terlalu banyak karena dapat menimbulkan mual dan
pusing. Uji toksisitas subkronis oral jus buah mengkudu yang
dilakukan pada tikus Sprague-Dawley (SD) membuktikan
keamanan, ditunjukkan dengan tidak menurunnya jumlah sel
HepG2 (Yunarto, 2013)
7. Dosis
Air perasan diminum 2 kali sehari, setiap kali minum
seluruh dari air perasaan yang dihasilkan (Darlimartha,
2013).
8. Biomarker (FHI, 2008 ; hl. 94)
Skopoletin :

D. Pegagan (Centella asiatica, L)

1. Deskripsi Tanaman (FHI, 2008 ; hl. 109)


Herba Pegagan adalah seJuruh bagian diatas tanah
Centella asiatica (L.) Urb., suku Apiaceae mengandung
asiatikosida tidak kurang dari 0,07%. Pemerian berupa
lembaran daun yang menggulung dan berkeriput disertai
stolon dan tangkai daun yang terJepas, warna hijau kelabu,
berbau aromatik lemah, mula-mula tidak berasa kemudian
agak pahit, helai daun berbentuk ginjal atau berbentuk
bundar, umumnya dengan tulang daun yang menjari; pangkal
helaian daun bergerigi; ujung daun membundar; pinggir daun
beringgit sampai bergerigi, pinggir pangkal daun bergigi;
permukaan daun umumnya licin, tulang daun pada
permukaan bawah agak berambut; stolon dan tangkai daun
berwarna cokelat kelabu, berambut halus.
2. Kandungan Kimia
Pegagan memiliki kandungan kimia glukosida,
asiaticoside, thankuniside, iso thankuniside, madecassoside,
brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid,
meso-inositol, centelloside, carotenoid, hydrocotylin,
vellarine, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium dan besi. Asiaticoside dan glukosida
merupakan kandungan kimia yang banyak digunakan sebagai
antihepatitis nonvirus (Yunarto, 2013).

3. Penggunaan secara empiris


Herba pegagan segar 30-60 g dicuci bersih lalu direbus
dalam 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 setengah gelas,
setelah dingin saring dan bagi menjadi 3 bagian yang sama
banyak (Dalimartha, 2013).
4. Farmakologi
Efek farmakologi pegagan lain yang pernah diteliti yaitu
antipiretik, antispasmodic, anti toksik, diuretic, sedative,
menyembuhkan penyakit lepra, dan psoriasis. Efek tersebut
diakibatkan oleh senyawa yang terkandung didalamnya yaitu
asiatikosida, saponin, madekosida, centelosida, asam asiatat
dan madekasat. Peran senyawa tersebut dapat meningkatkan
produksi klagen dan proses penyembuhan luka
(Muchtaromah, 2016).
5. Mekanisme aksi

Senyawa asiaticoside, produk isolasi triterpenoid dari


pegagan mempunyai potensi melindungi nekrosis hati pada
tikus yang diinduksi D-galactosamine (D-GaIN). Senyawa
ini diberikan secara oral sekali sehari pada tikus selama 3 hari
sebelum disuntikkan D-GaIN. Hasilnya, asiaticoside
menunjukkan pelindungan fungsi hati yang sangat signifikan
dibuktikan dengan penurunan aminotransferase, apoptosis
hepatosit dan caspase-3. Selanjutnya, dilaporkan asiaticoside
dapat mengurangi naiknya protein phospho-p38 MAPK,
phospho-JNK, phospho-ERK dan TNF-alpha dalam ekspresi
mRNA pada jaringan hati dan plasma TNF-alpha. Hal ini
menunjukkan bahwa asiaticoside memiliki efek
hepatoprotektif yang luar biasa pada kerusakan hati yang
diinduksi D-GaIN (Yunarto, 2013).

6. Keamanan
Dalam berbagai uji yang dilakukan pada manusia, efek
samping penggunaan pegagan yang dilaporkan antara lain
pusing, mual dan mengantuk itupun bila dikonsumsi dengan
dosis yang terlalu tinggi. Akan tetapi, sampai saat ini belum
dilaporkan efek samping yang membahayakan pada
pemberian ekstrak pegagan. Uji toksisitas akut yang
dilakukan terhadap mencit balb/c dengan pemberian ekstrak
pegagan hingga dosis 2000 mg/kg BB menujukkan setelah 24
jam tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan dan tidak ada
kematian mencit. Penggunaan ekstrak pegagan dalam jangka
waktu lama tidak dianjurkan untuk wanita hamil karena dapat
mengakibatkan keguguran spontan (Yunarto, 2013).
7. Dosis
Minum ramuan sekaligus pada pagi hari, yakni sewaktu
perut kosong. Ampasnya bisa direbus sekali lagi untuk
diminum pada sore hari.
8. Biomarker
Asiatikosida :

E. Kelor (Moringa aloifera Lamk.)

1. Deskripsi Tanaman
Kelor (Moringa aloifera Lamk) diyakini berasal dari
India dan Arab kemudian menyebar di berbagai wilayah.
Di berbagai komunitas di daerah tropis kelor dimanfaatkan
untuk berbagai penggunaan seperti pengobatan tradisional,
tanaman pagar disinfektan, pelumas dan kosmetik.
Tanaman kelor merupakan perdu dengan ketinggian sampai
10 m, berbatang lunak dan rapuh dengan daun yang
sebesar ujung jari berbentuk bulat telur dan tersusun
majemuk. Berbunga sepanjang tahun berwarna putih, buah
bersisi segitiga dengan panjang sekitar 30 cm, tumbuh subur
mulai dari dataran rendah ketinggian 700 m diatas
permukaan laut. Pada tahun pertama, kelor sudah bisa
menghasilkan biji dalam satu polong bisa diperoleh sekitar 20
biji. Produksi semakin banyak pada tahun ke 2 dan tahun
berikutnya. Apalagi kelor menghasilkan biji sepanjang tahun.
Biji kelor mengandung 35-40% dari berat kering. Kulit
bijinya yang terbuang mengandung protein cukup tinggi,
mendekati 60% sehingga cocok untuk makanan hewan
ternak (Wahyuni, 2013).
2. Kandungan Kimia
Berdasarkan hasil uji fitokimia daun kelor. maka dapat
diketahui bahwa maserasi menggunakan pelarut air dapat
mengekstrak bahan aktif yang terdapat pada ekstrak daun
kelor. Keempat senyawa metabolit sekunder pada daun kelor
tersebut memiliki sifat antibakteri. Flavonoid, saponin, tanin,
dan polifenol menunjukkan aktivitas antioksidatif dan
antimikrobia (Veronika, 2017).
3. Penggunaan Secara Empiris
Pemanfaatan daun kelor secara tradisional yaitu
bagian daun kelor yang masih segar. Untuk membuat satu
porsi ramuan, daun yang dibutuhkan ialah sebanyak 3-7.
Selain daun kelor yang masih segar, untuk membuat
ramuan obat Hepatitis B juga dibutuhkan air kelapa
sebanyak satu gelas dan madu sebanyak 1 sendok. Cara
pembuatan ramuannya cukup sederhana. Pertama tumbuk
daun kelor yang sudah dicuci bersih. Kemudian campurkan
air kelapa dengan tumbukan daun tersebut dan saring.
Terakhir, tambahkan madu dan aduk merata. Ramuan siap
diminum. Untuk hasil maksimal, buat dan minum ramuan
itu sampai sembuh (Wahyuni, 2013).
4. Farmakologi
Senyawa antioksidan pada kelor sering dikaitkan
bertanggung jawab terhadap efek anti aterosklerotik,
antigenotoksik, anti ulcerogenik, hipokolesterolemik dan
efek anti inflamasi pada tanaman kelor. Ekstrak daun dan biji
kelor menunjukkan aktivitas anti jamur. Ekstrak air akar kelor
(100-450 mg/kgBB, oral) menurunkan aktivitas lokomotorik
pada tikus dan menurunkan jumlah kejang yang diinduksi
oleh penicillin dan strychnine. Beberapa penelitian yang
dipublikasikan terkait efektivitas diantaranya kelor yang
digunakan untuk antidiabetes dan dislipidemia pada pasien
diabetes mellitus type 2 (Rani, dkk. 2019).
5. Dosis
Air saringan diminum 2 kali sehari setiap pagi dan
malam (Wahyuni, 2013).

6. Biomarker

Dari hasil penapisan fitokimia serta hasil penampak


bercak spesifik sitroborat ekstrak air daun kelor menunjukkan
keberadaan senyawa golongan flavonoid. Dan hasil spektrum
UV-Vis dari fraksi etil asetat daun kelor diperoleh isolat yang
diduga merupakan golongan flavonoid jenis flavonol, dimana
terdapat OH pada posisi C 3, C 7, dan C 4’, serta tidak adanya
orto di-OH pada cincin B (Elfahmi, 2018).
F. Sukun (Artocarpus altilis Park.)

1. Deskripsi Tanaman
Pada dasarnya, sukun (Artocarpus altilis) tergolong
tanaman tropik sejati dengan tempat tumbuh terbaik di
dataran rendah yang beriklim panas. Selain di dataran rendah,
sukun juga tumbuh di berbagai tempat karena daya
adaptasinya yang tinggi. Tanaman ini tumbuh baik di daerah
basah, tetapi dapat juga tumbuh di daerah yang sangat kering
asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Bahkan
pada musim kemarau, sukun dapat tumbuh dan berbuah
dengan lebat. Tinggi tanaman sukun dewasa dapat mencapai
30 meter dengan tajuk menyerupai piramida. Umumnya,
tanaman sukun membentuk percabangan mulai di ketinggian
1,5 meter di atas permukaan tanah. Rata-rata cabangnya
melebar ke samping dan membentuk tajuk selebar 5 meter.
Jika dipangkas, cabang tanaman sukun akan cepat terbentuk
Kembali (Harmanto, 2012)
2. Kandungan Kimia
Daun sukun banyak mengandung senyawa aktif seperti
saponin, asam hidrosianat, polifenol, asetilcolin,
ribovlavin, fenol, dan senyawa tanin, selain itu daun sukun
juga mengandung quercetin, champorol dan
antroindonesianin yang merupakan kelompok senyawa
flavonoid yang sangat berguna bagi penyembuhan
penyakit seperti penyakit hepatitis (Palimbong, 2020).
3. Penggunaan Secara Empiris
Pemanfaatan daun sukun dikalangan masyarakat adalah
dengan cara perebusan lalu diminum airnya dan ada
juga yang memanfaatkan daun sukun sebagai teh serta
pestisida bagi tanaman (Palimbong, 2020).
4. Farmakologi
Sukun (Artocarpus altilis) adalah tanaman yang
banyak digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit
seperti rematik, radang sendi, hipertensi, sariawan, liver,
hepatitis, sakit gigi, serta dapat mengatasi penyakit ginjal
(Palimbong, 2020).
G. Temu putih (Curcuma zedoaria)

1. Deskripsi tanaman (Curcuma zedoaria)


Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe memiliki sinonim yaitu C.
zerumbet Roxb., Costus nigricans Blanco, Co. luteus Blanco,
Amomum zedoaria Berg., Roscoea lutea Hassk., R. nigro-
ciliata Hassk. Nama daerah yaitu “kunyit putih” berserat,
koneng bodas (Jawa). Nama asing antara lain ezhu (C), barak
(Tag.), nga truat, sung meng, m‟gang m‟lung (V), zedoary,
co chin turmeric (I). Nama simplisia yaitu zedoariae rhizoma
(rimpang temu putih). Temu putih merupakan tanaman terna
tahunan dengan tinggi dapat mencapai 2 m. Batangnya
merupakan batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah
daun yang tumbuh dari rimpangnya. Temu putih berdaun
tunggal dengan tangkai panjang. Helai daun berbentuk bulat
memanjang atau lanset, ujung dan pangkal runcing, bertepi
rata, pertulangan menyirip, berwarna hijau dengan sisi kiri-
kanan ibu tulang daun terdapat semacam pita memanjang
berwarna merah gelap atau lembayung, panjang 25-70 cm,
lebar 8-15 cm. Tanaman tersebut merupakan bunga majemuk
berbentuk bulir yang tandannya keluar langsung dari
rimpang, panjang tandan 20-25 cm, bunga mekar secara
bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar.
Mahkota bunga berwarna putih dengan garis tepi merah tipis
(Amin, 2018).
2. Kandungan Kimia
Rimpang temu putih mengandung 1-2,5% minyak
volatile dengan komposis utama sesquiterpene. Minyak
menguap tersebut mengandung lebih dari 20 komponen
seperti curzereone (zedoarin) yang merupakan komponen
terbesar, curzerene, pyrocurcuzerenone, curcuminoid,
curcumemone, epicurcumenol, corcumol (curcumenol),
isocurcumenol, procurcumenol, dehydrocurdione,
furanodienone, isofuranodienone, furanodiene, zederone, dan
curdione. Selain itu mengandung flavanoid, sulfur, gum,
resin, tepung, dan sedikit lemak. Curcumol dan curdione
berkhasiat antikanker (Amin, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Andhina, Rossa Bella. 2016. “Pemanfaatan Temulawak Untuk


Pendamping Hepatitis”. KTI SMA Negeri 2 Lumajang. Lumajang.

Afilah, Efi. 2003. “Khasiat & Manfaat Temulawak Rimpang Penyembuh


Aneka Penyakit”. Agromedia. Jakarta.

Amin, F. 2018. “Efek Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih


(Curcuma zedoria (Berg.) Roscoe) Terhadap Perubahan Kadar
Protein Total dan Alkali Fosfatase pada Tikus (Rattus norvegicus)
yang dipaparkan Asap Rokok”. Skripsi Universitas Hasanudin.
Makassar.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. “Farmakope Herbal


Indonesia”. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Dalimartha, S & Felix Adrian. 2013. “Ramuan Herbal Tumpas Penyakit”.


Penebar swadaya. Jakarta.

Eko & Nur, A. 2018. “Prespektif Tanaman Obat Berkhasiat”. UB. Press,
Jakarta.

Hermanto, Ning. 2012. “Daun Sukun si Daun Ajaib Penakluk Aneka


Penyakit”. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan.

Pratama, P.B, A.I. dkk. 2019. “Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak


(Curcuma xanthoriozza) Dosis Bertingkat Terhadap Gambaran
Mikroskopis Hepar Mencit Balb/c Jantan yang diinduksi
Rifampicin”. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Vol. 8. No.3 : 1028-
1036.

Palimbong. S, Gelora. M, Agustina V.S.B. 2020. “Potensi Ekstrak Sirup


Daun Sukun (Astocarpus altilis) Sebagai Pangan Fungsional Bagi
Penderita Penyakit Hepatitis”. J. Sains. Kes. Vol. 2. No. 4.
Syamsudin R.A.M.R, dkk. 2019. “Temulawak Plant (Curcuma xanthorizza
Roxb) as a Traditional Medicine”. Jurnal Ilmiah Farmako Bahari.
Vol. 10. No.1.

Sari, wening. Dkk. 2008. “Care Yourself, Hepatitis”. Penebar Plus. Jakarta.

Surya D. Her, Yul. M, Tahono. 2009. “Efek Ekstrak Buah Mengkudu


(Morinda citrifolia) Terhadap Kadar Enzim SGOT dan SGPT Pada
Mencit Dengan Induksi Karbon Tetraklorida”. Biofarmasi. Vol. 7,
No.2 : 87-93

Tambunan, R.M. dkk. 2019. “Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak


Etanol 70% Herba Meniran (Phyllanthus niruri L) Terstandar”.
Saintech Farma. Vol. 12. No. 2 : 60-64.

Veronika, M. 2017. “Efektivitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera)


Sebagai Bio-Sanitizer Tangan dan Daun Selada (Lactuca sativa)”.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Wijaya, H. 2008. “Tumpas Hepatitis Dengan Rambuan Herbal”. Pustaka


Bunda. Jakarta.

Wahyuni, S, dkk. 2013. “Uji Manfaat Daun Kelor (Moringa aloifera


Lamb) Untuk Mengaboti Penyakit Hepatitis B”. jurnal
KesMaDaska.

Yunarto, N. 2013. “Prospek Tanaman Obat Sebagai Antihepatitis”. Jurnal


Kefarmasian Indonesia. Vol. 3. 2 : 60-69.

Anda mungkin juga menyukai