Anda di halaman 1dari 4

Teori biaya

White (2008) menjelaskan berbagai cara untuk mengklasifikasikan biaya dalam operasi transportasi.
Pertama, biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan input variabel yang digunakan seperti biaya tenaga
kerja. Kedua, biaya dapat diklasifikasikan produksi berbagai output seperti operasi penumpang dan
operasi pengangkutan. Terakhir, biaya dapat diklasifikan berdasarkan aktivitas yang dilakukan seperti
biaya penjualan, biaya pemasaran, biaya layanan kereta api, biaya infrastruktur, biaya administrasi dan
sebagainya. Dalam ekonomi transportasi biaya diklasifikasikan berdasarkan biaya tetap dan biaya
variabel.

Landasan hukum penentuan tarif dan biaya

Berdasarkan peraturan Menteri perhubungan Republik Indonesia nomor PM 66 Tahun 2019 pasal 8 ayat

(1) Tarif Angkutan Penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan paling tinggi
100% (seratus persen) dari nilai HPP.

(2) Tarif Angkutan Penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
bertahap sampai dengan mencapai nilai 100% (seratus persen) dari nilai HPP.

(3) Dalam hal kenaikan tarif ditetapkan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
kenaikan tarif dapat diberikan setiap 1 (satu) tahun sekali setelah mendapat persetujuan dari
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya

Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa jika terjadi kenaikan bahan bakar minyak, Tarif Angkutan
Penyeberangan dapat dilakukan penyesuaian sebelum HPP mencapai 100% (seratus persen).

(2) Ketentuan kenaikan Tarif Angkutan Penyeberangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7
berlaku secara mutatis mutandis terhadap mekanisme penyesuaian Tarif Angkutan Penyeberangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Pasal 14

(1) Tarif Dasar Angkutan Penyeberangan merupakan total biaya pokok dibagi dengan produksi dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun.

(2) Biaya pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari komponen:

a. biaya langsung; dan b. biaya tidak langsung.

Pasal 15

(1) Komponen biaya langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a paling sedikit
terdiri atas biaya:

a. penyusutan kapal;

b. bunga modal;

c. asuransi kapal; dan


d. awak kapal.

(2) Biaya tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 14 ayat (2) huruf b terdiri atas komponen:

a. biaya tetap, paling sedikit terdiri atas biaya:

1. pegawai darat kantor cabang; dan

2. manajemen dan pengelolaan perusahaan.

b. biaya tidak tetap, paling sedikit terdiri atas biaya:

1. pemeliharaan kantor;

2. alat tulis kantor;

3. penggunaan telepon, pos, dan listrik;

4. penyediaan air tawar; dan

5. perjalanan dinas.

Pasal 16

(1) Tarif untuk penumpang, kendaraan penumpang, maupun kendaraan barang beserta muatannya
dihitung berdasarkan jarak dan satuan unit produksi.

(2) Hasil perhitungan jarak dan satuan unit produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Tarif Dasar.

Pasal 17

(1) Tarif Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat

(2) dihitung berdasarkan satuan unit produksi per mil dengan faktor muat sebesar 60% (enam puluh
persen).

(2) Satuan unit produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh berdasarkan satuan volume
(m3) yang diperlukan untuk satu orang penumpang kelas ekonomi.

(3) Satuan unit produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebesar 0,78 m2 (nol koma
tujuh puluh delapan meter persegi) atau 1,25 m3 (satu koma dua puluh lima meter kubik) untuk
1 (satu) satuan unit produksi.

(4) Tarif Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum termasuk besaran Iuran Wajib yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan peraturan Menteri perhubungan Republik Indonesia nomor PM 9 tahun 2020 pasal 8
menyatakan Biaya pengoperasian kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
ditentukan berdasarkan:

a. Kondisi lalu lintas jalan yang terdiri atas:


1. Lalu lintas campuran (mix traffic)-,

2. Volume lalu lintas; dan

3. Kapasitas dan manajemen rekayasa lalu lintas;

b. Kondisi ekonomi yang terdiri atas:

1. Tingkat inflasi;

2. Nilai tukar valuta asing;

3. Harga bahan bakar minyak; dan

4. Upah minimum regional;

c. Jangka waktu kontrak layanan;

d. Rencana operasi; dan

e. Spesifikasi kendaraan.

(2) Biaya pengoperasian kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan
komponen:

a. Biaya operasional;

b. Biaya perawatan;

c. Biaya over head;

d. Laba operasional;

e. Biaya pajak; dan/atau

f. Biaya investasi pengadaan angkutan.

(3) Biaya pengoperasian kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar dalam
penentuan biaya perkilometer.

2. Public Service obligation

berdasarkan undang-undang transportasi yang diterapkan di Uni Eropa, Public service obligation (PSO)
adalah kebijakan pemerintah yang berbentuk memberi penugasan terhadap badan otoritas tertentu.
Badan otoritas akan menawarkan subsidi dalam lelang, jika perusahaan menang lelang akan diwajibkan
untuk mengoperasikan layanan transportasi umum untuk jangka waktu tertentu sebagai imbalan atas
subsidi tersebut. Hal ini biasanya menyebabkan penawar yang menang memonopoli rute, karena
layanan yang bersaing tidak akan berjalan tanpa subsidi. PSO ditujukan untuk rute-rute transportasi
yang tidak menguntungkan di pasar, tetapi terdapat keuntungan yang diinginkan secara sosial untuk
transportasi yang tersedia.

Menurut direktorat jenderal anggaran kemenkeu terdapat perbedaan pengertian antara Public service
obligation (PSO) dan subsidi. Walaupun PSO yang kita kenal dalam APBN adalah bagian dari belanja
subsidi. Subsidi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh negara akibat disparitas atau perbedaan harga
pasar dengan harga atas produk atau jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat miskin.

Dasar hukum PSO adalah Undang-Undang RI No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal
66 ayat 1. Menurut UU No. 19 Tahun 2003, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada
BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan
tujuan kegiatan BUMN. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak visibel,
pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN
tersebut termasuk margin yang diharapkan. Dalam hal ini, terdapat intervensi politik dalam penetapan
harga. Pemberian subsidi dalam rangka penugasan pelayanan umum yang sesuai dengan UU BUMN
baru diberikan sejak tahun 2004. Adapun BUMN yang diberikan tugas PSO adalah BUMN-BUMN yang
bergerak di bidang transportasi dan komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai