PPD KLP 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


“Perkembangan Moral Dan Spiritual”

Oleh : Kelompok 1

 Ayu Azhari
 Reski Andriani
 Irda Damayanti
 Suryani Pahri
 Miftahul Jannah

STAI AL-GAZALI BULUKUMBA


TAHUN AJARAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah atas limpahan rahmat, taufiq serta
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu sebagai salah satu
tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Tugas ini adalah salah satu
perwujudan hasil kerja keras penulis dalam melaksanakan tugas Semester empat
ini yang akan membantu dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi
Perkembangan moral dan spiritual Peserta Didik.

Tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat bantuan berbagai
pihak,makalah ini akhirnya dapat diselesaikan.Kami mengucapkan banyak
terimakasih bagi semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah kami.Penulis juga menyadari akan segala kekeliruan dan kekurangan
dalam makalah ini, sehingga dengan tangan terbuka kami menerima masukan baik
berupa saran ataupun kritikan guna mendapatkan makalah yang lebih sempurna
nantinya.

Bulukumba , 12 Juni 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................1


B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................................. 2
D. Manfaat………………………………………………………………………....2

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Moral dan Spiritual pada Peserta Didik……………………......3


B. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta
Didik ……………………………….................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………...……….............................................................................18
B. Saran..................................................................................................................18

DAFTAR FUSTAKA ...........................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan moral merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku


seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain.
Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat.
Perkembangan itu sendiri merupakan proses perubahan kualitatif yang mengacu
pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah, dan bukan pada organ jasmani
tersebut, sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada kemampuan organ
psikologis (Purwati dan Nurwidodo.2000:22).

Spiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup, yang
memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif sehingga
kita merasa sebagai satu pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan
spiritual. Kecerdasan sepiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan
kesadaran akan nilai dan makna hidup, serta memungkinkan secara kreatif
menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupan
individu.

Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas
akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut
dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Tiap bagian dari individu
tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut
sejahtera. Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam
psikologi perkembangan anak bahwa pemberian asuhan spiritual hendaknya
bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik,
psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual manusia. Sehingga,
pada nantinya manusia akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya

iv
terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek
spiritual. Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri
seorang individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan.
Spiritualitas memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga
dibutuhkan pemahaman yang baik dari psikologi sehingga mereka dapat
mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan psikologi kepada manusia.

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan,
dimana aspek yang menjadi subjek sekaligus objek yang penting dalam hal ini
adalah peserta didik. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup
akademik namun mendidik disini dimaksudkan untuk membentuk kepribadian
yang sesuai dengan norma hukum dan agama. Setiap peserta didik bersifat khas
dan unik karena setiap peserta didik berbeda-beda..

B. Rumusan Masalah
1. Apakah  perkembangan moral dan spiritual terhadap peserta didik?
2. Apakah Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual
Peserta Didik?

C. Tujuan
1. Untuk memahami perkembangan moral dan spiritual terhadap peserta didik
2. Untuk memahami Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan
Spiritual Peserta Didik

D. Manfaat
1. Mengetahui pengertian perkembangan moral pada peserta didik.
2. Mengetahui pengertian perkembangan spiritual pada peserta didik.
3. Mengetahui Faktor yang mempengaruhi perkembangan moral pada peserta
didik.
4. Mengetahui Faktor yang mempengaruhi perkembangan spiritual pada peserta
didik.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Moral Dan Spiritual Pesera Didik


1. Perkembangan Moral
Pengertian Moral, Sikap dan Nilai Moral berasal dari kata latin “mores” yang
berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang
sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep
moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah
menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang
menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh anggota kelompok.
Menurut piaget (Sinolungan, 1997), hakikat moralitas adalah kecenderungan
menerima dan menaati sistem peraturan. Selanjutnya, kohlberg (Gunarsa, 1985)
mengemukakan bahwa aspek moral adalah sesuatu yang tidak dibawa dari lahir,
tapi sesuatu yang berkembang dan dapat diperkembangkan/dipelajari.
Disamping perilaku moral ada juga perilaku tak bermoral yaitu perilaku yang
tidak sesuai dengan harapan sosial karena sikap tidak setuju dengan standar sosial
yang berlaku atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri, serta perilaku
amoral atau nonmoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial
karena ketidakacuhan atau pelanggaran terhadap standar kelompok sosial.
Sikap adalah perilaku yang berisi pendapat tentang sesuatu. Dalam sikap
positif tersirat sistem nilai yang dipercayai atau diyakini kebenarannya. Nilai
adalah suatu yang diyakini, dipercaya, dan dirasakan serta diwujudkan dalam
sikap atau perilak. Biasanya, nilai bermuatan pegalaman emosional masa lalu
yang mewarnai cita-cita seseorang, kelompok atau masyarakat. Moral merupakan
wujud abstrak dari nilai-nilai, dan tampilan secara nyata/kongkret dalam perilaku
terbuka yang dapat diamati. Sikap moral muncul dalam praktek moral dengan
kategori positif/menerima, netral, atau negatif/menolak.

vi
Sikap moral yang negatif diekspresikan dalam perilaku menolak yang diwarnai
emosi dan sikap negatif seperti kecewa, kesal, marah, benci, bermusuhan, dan
menentang, terhadap nilai moral yang ada di masyarakat.

Nilai adalah suatu yang diyakini, dipercayai, dirasakan dan diwujudkan dalam
sikap/perilaku.

1. Doktrin dan Dogma


Nilai-nilaimoralyang dihormati masyarakat menjadi pandangan hidup/pedoman
umum untuk perilaku tiap warga. Pedoman umum muncul sebagai
doktrin/dogma suatu kelompok. Doktrin dari suatu ideologi adalah nilai-nilai
berupa pendapat yang lama dikaji, dialami, deterima suatu kelompok serta
diperjuangkan untuk diwujudkan dalam masyarakat. Dogma adalah patokan
nilai-nilai agama yang dipercaya/diyakini dan diupayakan perwujudannya oleh
warganya dalam masyarakat.
2. Sikap dan Kategori
Moral Sikap warga terhadap suatu hal muncul dalam praktek moral dengan
kategori positif/ menerima, netral, negatif/ menolak. Manusia bersikap positif
terhadap hal yang memberi kepuasan pada pemenuhan kebutuhan juga
pencapaian cita-cita sesuai tujuan hidup, sikap positf muncul dalam perilaku
asosiatif, akomodatif, integratif dan konstruktif. Juga mungkin bersikap netral
yaitu tak mendukung juga tidak menolak. Hal-hal yang mengecewakan
menumbuhkan emosi dan sikap negatif. Sikap negatif terwujud dalam perilaku
yang mewarnai rasa jengkel, kecewa, benci, marah, atau bermusuhan.
3. Perilaku bermoral dan perubahan
Dalam perilaku bermoral didalamnya terdapat nilai-nilai yang dianut. Ini
menunjukkan apa yang baik, benar, patut serta seharusnya terjadi. Jika terjadi
peringatan, pembuatan janji, memulai serta maksud membela diri menyatakan
penyesalan/ menggambarkan suatu harapan. Sikap moral sebagian besar
diteruskan dari generasi ke generasi, penampilan sikap dapat mengalami
perubahan sejalan dengan perkembangan kepribadian yang mewarnai perilaku
seseorang. Ia aktif dan selektif membentuk sikap untuk berperilaku bermoral
dalam lingkungannya. Dalam perkembangan kepribadian seseorang mungkin
bersikap mempertahankan nilai-nilai lama (konservatif) mengasimilasai

vii
perubahan kearah kemajuan (progresif). Hal-hal ini menjadi prinsip moral
selaku pedoman yang mewarnai/ mendominasai perilakunya.
Dalam mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah,
piaget (sinolungun, 1997) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral
sesuai dengan kajian pada aturan dalam permainan anak. Piaget membagi
pekembangan menjadi 3 fase yaitu:
1. Fase absolut. anak menghayati peraturan sebagai suatu hal yang dapat diubah,
karena berasal dari otoritas yang dihormatinya. Disini peraturan sebagai moral
adalah obyek eksternal yang tidak boleh diubah.
2. Fase realitas anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang lain.
Peraturan dianggap dapat diubah, karena berasal dari perumusan bersama.
Mereka menyetujui perubahan yang jujur dan disetujui bersama, serta merasa
bertanggung jawab menaatinya. Fase subyektif anak memperhatikan
motif/kesengajaan dalam penilaian perilaku. Perkembangan moral dipengaruhi
upaya membebaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, meningkatkan
interaksi dengan sesama dan berkontak dengan pandangan lain. Dengan
interaksi yang bertambah luas anak makin mampu memahami pandangan
orang lain dan berbagi aturan untuk kehidupan bermoral dalam kebersamaan.
Dalam kategori perkembangan moral, kohlberg (gunarsa, 1985)
mengemukakan tiga tingkat dengan enam tahap perkembangan moral:
1. Tingkat 1: Prakonvensional
Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas.
Anak tidak melanggar aturan moral karena takut ancaman atau hukuman dari
otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap: (1) tahap orientasi terhadap
kepatuhan dan hukuman pada tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-
aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat.
Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman, (2) tahap
relativistik hedonosme pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung
pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang
memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai
beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan
seseorang (hedonisme).

viii
2. Tingkat 2: Konvensional
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima
dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap: (1) tahap orientasi
mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan orientasi
perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau
masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila sikap dan perilakunya
dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat. (2)tahap mempertahankan
norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik dan
benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat di
sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan
norma/ nilai sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral
untuk melaksanakan aturan yang ada.
3. Tingkat 3: pasca konvensional
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata
hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap: (1) tahap orientasi terhadap
perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada tahap ini ada
hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan
masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai kewajiban dan tanggung jawab
dirinya dalam menjaga keserasian hidup masyarakat; (2) tahap universal. Pada
tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif ada juga norma etik
(baik/ buruk, benar/ salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan
sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget
menunjukkan bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi atau
pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan yang berhubungan dengan nilai
kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai akibat dari aktivitas spontan
yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak dengan
lingkungannya.
Selain teori perkembangan moral, dalam mempelajari pola perkembangan
moral yang berkaitan dengan ketaatan akan suatu aturan yang berlaku universal,
perlu dibahas mengenai disiplin. Disiplin berasal dari kata disciple yang berarti
seseorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.

ix
Disiplin diperlukan untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan aturan dan
peran yang ditetapkan dalam kelompok budaya tempat orang tersebut menjalani
kehidupan. Melalui disiplin, anak belajar untuk bersikap dan berperilaku yang
baik seperti yang diharapkan oleh masyarakat lingkungan.
1.

Menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu: (1) Tahap


prokonvensional, dimana aturan berisi ukuran moral yang dibuat otoritas pada
tahap perkembangan ini anak tidak akan melanggar aturan karena takut ancaman
hukuman dari otoritas; (2) Tahap konvensional, anak mematuhi aturan yang
dibuat bersama, agar ia diterima dalam kelompok sebaya/oleh otoritasnya; (3)
Tahap pascakonvensional, anak menaati aturan untuk menghindari hukuman kata
hatinya.

Menurut J. Bull perkembangan moral dibagi menjadi 3 yaitu: (1) Tahap anomi,
ketidakmampuan moral bayi. Moral bayi barulah suatu potensi yang siap
dikembangkan dalam lingkungan; (2) Tahap heteronomi, dimana moral yang
berpotensial dipacu berkembang orang lain/otoritas melalui aturan dan
kedisiplinan; (3) Tahap sosionomi, dimana moral berkembang ditengah
sebaya/dalam masyarakat, mereka lebih menaati aturan kelompok dari pada aturan
otoritas; (4) Tahap otonomi, moral yang mengisi dan mengendalikan kata hati
serta kemampuan bebasnya untuk berperilaku tanpa tekanan lingkungan.

2. Perkembangan Spiritual Peserta Didik

1. Perkembangan

Perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang


menuju ke depan dan tidak dapat diulang kembali. Dalam perkembangan manusia
terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat
diulangi. Perkembangan menunjukkan pada perubahanperubahan dalam suatu
arah yang bersifat tetap dan maju.

Pada dasarnya, perkembangan merujuk kepada perubahan sistematik tentang


fungsi-iungsi fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi perkembangan biologis
dasar sebagai hasil dari konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma), dan hasil dari

x
interaksi proses biologis dan genetika dengan lingkungan. Sementara perubahan
psikis menyangkut keseluruhan karakteristik psikologis individu, seperti
perkembangan kognitif, emosi, sosial, dan moral.

Perkembangan adalah suatu perubahan-perubahan ke arah yang lebih maju,


lebih dewasa, secara teknis, perubahan tersebut biasanya disebut
proses.Perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan
kualitatif individu dalam rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa
bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa.

Perkembangan dapat diartikan juga sebagai “Suatu proses perubahan dalam


diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis(rohaniah)
menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan”.

Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi akibat dari


proses kematangan dan pengalaman. Ciri-ciri perkembangan adalah sebagai
berikut:

1. Terjadinya perubahan ukuran.


2. Terjadinya perubahan proporsi.
3. Lenyapnya tanda-tanda lama.
4. Munculnya tanda-tanda baru.

Jenis-jenis perkembangan (types of changes in development)

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses perkembangan dapat digolongkan


dalam 4 jenis, yaitu:

1. Perubahan dalam ukuran (changes in size)


2. Perubahan dalam perbandingan (changes in proportion)
3. Pengertian wujud ( disappearance of old features)
4. Memperoleh wujud baru (acquisition of new features)

Sejatinya, setiap manusia memiliki tahapan perkembangan seperti yang telah


dijelaskan di atas, hanya dalam kenyataannya tidak semua manusia memiliki
perjalanan hidup sesuai dengan rentang tahapan perkembangan tersebut. Ada

xi
individu yang hidupnya hanya sampai masa bayi, kanak-kanak, anak, atau remaja.
Namun, ada juga yang rentang kehidupannya sampai usia dewasa atau masa pikun
(usia lanjut).

1. Spiritual

Kata spiritual memiliki akar kata “spirit” yang berarti roh, kata ini berasal
dari bahasa latin spiritus yang berarti nafas. Spirit memberikan hidup, menjiwai
seseorang. Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau
mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan
mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur
atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain.
Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasa,
sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (believe) dan
keyakinan sepenuhnya. Jadi spiritual adalah semangat dan energi kehidupan yang
berlandaskan pada hal yang transenden di luar fisik.

Perkembangan spiritual pada pesera didik sangat ditentukan oleh pendidikan


dan pengalaman yang dilaluinya terutama pada masa pertumbuhan yang awal dari
umur 0-12 tahun

a. Tahap perkembangan spiritual pada anak

Sebelum membahas perkembangan spiritual, penting untuk mengetahui dari mana


timbulnya jiwa spiritual (keagamaan) pada anak. Menurut jamaluddin untuk
mengetahui sumber spiritual pada anak ada beberapa teori yang harus dibahas,
yakni:

1. Rasa ketergantungan (sence of dependend)

Teori ini dikemukakan oleh komnas melalui teori four wishes. Menurutnya
manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu : keinginan
akan pengalaman baru (new exprimence), keinginan untuk mendapat
tanggapan (response), dan keinginan untuk dikenal (recognition), berdasarkan
kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu, maka sejak bayi

xii
dilahirkan hidup dalam ketergantungan, melalui pengalaman-pengalaman yang
diterimanya dari lingkungan itu kemudian berbentuklah rasa spiritual
(keagamaan) pada diri anak.

2. Insting keagamaan

Menurut Woodworth dalam bukunya Jamaluddin, bayi yang dilahirkan


untuk memiliki insting diantaranya insting keagamaan. Belum terlihatnya tidak
keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang
kematangan berfungsinya insting itu belum sempurna. Misalnya, insting sosial
pada anak sebagai potensi bawaannya sebagai makhluk homo sosial baru akan
berfungsi setelah anak dapat bergaul dan berkemampuan untuk berkomunikasi.
Jadi, insting sosial itu tergantung dari kematangan fungsi lainnya. Demikianlah
pada insting keagamaan.

Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak


dapat dibagian menjadi tiga bagian yaitu:

1. The Fairly tale stage (tingkat dongeng)


Pada tahap ini anak berumur 3-6 tahun mengenal konsep Tuhan banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menaggapi agama anak
masih menggunakan konsep fantastis, yang diliputi oleh dongengdongeng yang
kurang masuk akal.
2. The realistis stage (tingkat kepercayaan)
Tahap ini sejak masuk sekolah usia tujuh tahun sampai pada usia adolescence.
Ide-ide tentang Tuhan telah tercermin dalam konsep-konsep yang realistik
yang bisanya muncul dari lembaga atau pengajaran orang dewasa. Pada masa
ini ide keagamaan anak didasarkan atas emosional,sehingga menghasilkan
konsep Tuhan yang formalis, sehingga anak mulai tertarik dengan yang
dikerjakan orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak
keagamaan mereka ikuti dan tertarik untuk mempelajarinya.
3. The individual stage (tingkat individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan
dengan perkembangan usia anak mereka. Hal ini sejalan dengan perkembangan
intelektual yang makin berkembang.

xiii
Perkembangan spiritual (keagamaan) pada peserta didik sangat ditentukan
oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya terutama pada masa
pertumbuhan yang awal dari umur 0-12 tahun. Perkembangan merupakan proses
yang kontinu, sehingga tidak terjadi perubahan yang mendadak dan terpisah-
pisah. Sebenarnya tidak ada batasan tugas antara periode yang satu dengan
periode yang lainnya. Itu berarti bahwa perkembangan sebelumnya akan dapat
mempengaruhi perkembangan berikutnya, jadi setiap periode saling ada
keterkaitan. Ini berlaku untuk setiap perkembangan, tak terkecuali perkembangan
spiritual (keagamaan) itu sendiri.

Untuk lebih mendalami tentang perkembangan spiritual maka perlu


diketahui periode-periode perkembangan perjalanan sepanjang rentang kehidupan
sebagai berikut:

1. Periodesasi perkembangan berdasarkan biologis


Yang di maksud dengan periodesasi berdasarkan biologis ialah para ahli
kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan
biologis anak. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pertumbuhan biologis ikut
berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan seorang anak.

Yang termasuk dalam kelompok ini sebagaimana yang diungkap oleh


Aristoteles antara lain:

a. Masa anak kecil atau masa bermain, berlangsung sejak lahir sampai usia 7
tahun. Pada masa ini terutama ditandai adanya kenyataan bahwa anak baru
mempunyai gigi semantara atau gigi susu.
b. Masa belajar atau masa sekolah rendah, dari usia 7-14 tahun.
c. Masa remaja atau masa puberitas, merupakan masa peralihan dari anak
menjadi orang dewasa yang berlangsung dari usia 14-21 tahun.13
2. Periodesasi perkembangan berdasarkan didaktis
Yang dimaksud dengan perkembangan didaktis adalah dari segi keperluan/
materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada peserta didik pada masa-masa
tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif
untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik anak pada masa tertentu.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain:

xiv
a. Masa sekolah ibu (scola materna), berlangsung sejak lahir sampai usia 6 tahun.
Merupakan masa pengembangan alat-alat dirinya dan memperoleh
pengetahuan dasar di bawah asuhan ibunya dilingkungan rumah tangganya.
b. Masa sekolah bahasa ibu (scola vernacula), berlangsung dari usia 6-12 tahun.
Merupakan masa anak terutama mengembangkan daya ingatannya dibawah
pendidikan sekolah rendah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu).
c. Sekolah bahasa latin (scola latina), berlangsung dari usia 12-18 tahun.
Merupakan masa anak untuk mengembangkan potensinya terutama daya
intelektualnya dengan bahasa asing.

B. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual


Peserta Didik

Anak dilahirkan tanpa moral (imoral) sikap moral untuk berperilaku sesuai
nilai-nilai luhur dalam masyarakat belum dikenalnya. Intervensi terprogram
melalui pendidikan, serta lingkungan sosial budaya, mempengaruhi
perkembangan struktur kepribadian bermuatan moral. Ini dialami dalam keluarga
bersama teman sebaya dan rekan-rekan sependidikan, kawan sekerja/kegiatan
ditengah lingkungan. Berikut ini faktor-faktor yang mempegaruhi perkembangan
moral:

1. Perubahan dalam lingkungan, Perubahan dan kemajuan dalam berbagai bidang


membawa pergeseran nilai moral serta sikap warga masyarakat ditengah
perubahan dapat terjadi kemajuan/kemrosotan moral. Perbedaan perilaku moral
individu sebagian adalah dampak pengalaman dan pelajaran dari lingkungan
nilai masyarakatnya. Lingkungan memberi ganjaran dan hukuman. Ini memacu
proses belajar dan perkembangan moral secara berkondisi.
2. Struktur kepribadian, Psiko analisa (Freud) menggambarkan perkembangan
kepribadian termasuk moral. Dimulai dengan sistem ID, selaku aspek biologis
yang irasional dan tak disadari. Diikuti aspek psikologis yaitu subsistemego
yang rasional dan sadar. Kemudian pembentukan superego sebagai aspek sosial
yang berisi sistem nilai dan moral masyarakat.

xv
Ketiga subsistem kepribadian tersebut mempengaruhi perkembangan moral
dan perilaku individu. Ketidakserasian antara subsistem kepribadian, berakibat
seseorang sukar menyesuaikan diri, merasa tak puas dan cemas serta
bersikap/berperilaku menyimpang. Sedang keserasian antara subsistem
kepribadian dalam perkembangan moral akan berpuncak pada efektifnya kata hati
(superego) menampilakan watak/perilaku bermoral seseorang.

Ada sejumlah faktor penting yang mempengaruhi perkembangan moral anak


(Hurlock, 1990).

1. Peran hati nurani atau kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan salah
apabila anak dihadapkan pada situasi yang memerlukan pengambilan
keputusan atas tindakan yang harus dilakukan;
2. Peran rasa bersalah dan rasa malu apabila bersikap dan berperilaku tidak
seperti yang diharapkan dan melanggar aturan;
3. Peran interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk
mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat,
keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain

Faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan moral dan spiritual


individumencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik
yang terdapatdalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Berbagai
aspekperkembangan pada peserta didik dipengaruhi oleh interaksi atau gabungan
daripengaruh internal dan faktor eksternal.Dalam usaha membentuk tingkah laku
sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu, banyak faktor yang
mempengaruhinya diantaranya yaitu,

1. Lingkungan keluarga, sebagai lingkungan pertama yang mempengaruhi


perkembangan moralseseorang.
2. Lingkungan sekolah. Di sekolah, anak-anak mempelajari nilai-nilainorma
yang berlaku di masyarakat sehingga mereka juga dapat menentukan
manatindakan yang baik dan boleh dilakukan. Tentunya dengan bimbingan
guru. Anak-anak cenderung menjadikan guru sebagai model dalam bertingkah
laku, oleh karenaitu seorang guru harus memiliki moral yang baik.

xvi
3. Lingkungan pergaulan,mempengaruhi moral seseorang. Pada masa remaja,
biasanya seseorang selalu inginmencoba suatu hal yang baru. Dan selalu ada
rasa tidak enak apabila menolak ajakanteman. Bahkan terkadang seorang
teman juga bisa dijadikan panutan baginya.
4. Lingkungan masyarakat. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh
adanyakontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi
tersendiri untukpelanggar- pelanggarnya.
5. Faktor genetis, atau pengaruh sifat-sifat bawaan atauhereditas yang ada pada
pada diri peserta didik. Hereditas diartikan sebagai totalitaskarakteristik
individu, dan diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baikfisik
maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pertumbuhan
ovumoleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.
6. Tingkat penalaran, makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-
tahapperkembangan Piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
7. Teknologi, memiliki pengaruh kuat terhadap terwujudnya suatu moral dan
spritual.Di era sekarang, peserta didik sebagai generasi millennial
menggunakan teknologiuntuk belajar maupun hiburan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

xvii
Pengertian Moral, Sikap dan Nilai Moral berasal dari kata latin “mores” yang
berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang
sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep
moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah
menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Perkembangan adalah suatu perubahan-perubahan ke arah yang lebih maju, lebih
dewasa, secara teknis, perubahan tersebut biasanya disebut proses.Perkembangan
dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif individu dalam
rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak,
masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa.

B. Saran

Bertitik tolak dari penulisan makalah ini, penulis merasa perlu memberikan saran
sebagai berikut:

Seseorang dapat dikatakan bermoral,memiliki nilai yang piritual apabila tingkah


laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral ,agama yang dijunjung tinggi
oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai peserta
didik adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

DAFTAR PUSTAKA

IQRO: Journal of Islamic Education 1 (1), 25-42, 2018

xviii
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=perkembangan+moral+peserta+didik&oq=#d=gs_
qabs&u=%23p%3Dr9mJJ1O_7K0J

https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=perkembangan+spiritual+peserta+didik&oq=#d=
gs_qabs&u=%23p%3D-rLWeaeMTVYJ

xix

Anda mungkin juga menyukai