PPD KLP 1
PPD KLP 1
PPD KLP 1
Oleh : Kelompok 1
Ayu Azhari
Reski Andriani
Irda Damayanti
Suryani Pahri
Miftahul Jannah
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah atas limpahan rahmat, taufiq serta
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu sebagai salah satu
tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Tugas ini adalah salah satu
perwujudan hasil kerja keras penulis dalam melaksanakan tugas Semester empat
ini yang akan membantu dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi
Perkembangan moral dan spiritual Peserta Didik.
Tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat bantuan berbagai
pihak,makalah ini akhirnya dapat diselesaikan.Kami mengucapkan banyak
terimakasih bagi semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah kami.Penulis juga menyadari akan segala kekeliruan dan kekurangan
dalam makalah ini, sehingga dengan tangan terbuka kami menerima masukan baik
berupa saran ataupun kritikan guna mendapatkan makalah yang lebih sempurna
nantinya.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan………...……….............................................................................18
B. Saran..................................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup, yang
memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif sehingga
kita merasa sebagai satu pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan
spiritual. Kecerdasan sepiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan
kesadaran akan nilai dan makna hidup, serta memungkinkan secara kreatif
menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupan
individu.
Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas
akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut
dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Tiap bagian dari individu
tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut
sejahtera. Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam
psikologi perkembangan anak bahwa pemberian asuhan spiritual hendaknya
bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik,
psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual manusia. Sehingga,
pada nantinya manusia akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya
iv
terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek
spiritual. Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri
seorang individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan.
Spiritualitas memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga
dibutuhkan pemahaman yang baik dari psikologi sehingga mereka dapat
mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan psikologi kepada manusia.
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan,
dimana aspek yang menjadi subjek sekaligus objek yang penting dalam hal ini
adalah peserta didik. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup
akademik namun mendidik disini dimaksudkan untuk membentuk kepribadian
yang sesuai dengan norma hukum dan agama. Setiap peserta didik bersifat khas
dan unik karena setiap peserta didik berbeda-beda..
B. Rumusan Masalah
1. Apakah perkembangan moral dan spiritual terhadap peserta didik?
2. Apakah Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual
Peserta Didik?
C. Tujuan
1. Untuk memahami perkembangan moral dan spiritual terhadap peserta didik
2. Untuk memahami Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan
Spiritual Peserta Didik
D. Manfaat
1. Mengetahui pengertian perkembangan moral pada peserta didik.
2. Mengetahui pengertian perkembangan spiritual pada peserta didik.
3. Mengetahui Faktor yang mempengaruhi perkembangan moral pada peserta
didik.
4. Mengetahui Faktor yang mempengaruhi perkembangan spiritual pada peserta
didik.
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
Sikap moral yang negatif diekspresikan dalam perilaku menolak yang diwarnai
emosi dan sikap negatif seperti kecewa, kesal, marah, benci, bermusuhan, dan
menentang, terhadap nilai moral yang ada di masyarakat.
Nilai adalah suatu yang diyakini, dipercayai, dirasakan dan diwujudkan dalam
sikap/perilaku.
vii
perubahan kearah kemajuan (progresif). Hal-hal ini menjadi prinsip moral
selaku pedoman yang mewarnai/ mendominasai perilakunya.
Dalam mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah,
piaget (sinolungun, 1997) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral
sesuai dengan kajian pada aturan dalam permainan anak. Piaget membagi
pekembangan menjadi 3 fase yaitu:
1. Fase absolut. anak menghayati peraturan sebagai suatu hal yang dapat diubah,
karena berasal dari otoritas yang dihormatinya. Disini peraturan sebagai moral
adalah obyek eksternal yang tidak boleh diubah.
2. Fase realitas anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang lain.
Peraturan dianggap dapat diubah, karena berasal dari perumusan bersama.
Mereka menyetujui perubahan yang jujur dan disetujui bersama, serta merasa
bertanggung jawab menaatinya. Fase subyektif anak memperhatikan
motif/kesengajaan dalam penilaian perilaku. Perkembangan moral dipengaruhi
upaya membebaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, meningkatkan
interaksi dengan sesama dan berkontak dengan pandangan lain. Dengan
interaksi yang bertambah luas anak makin mampu memahami pandangan
orang lain dan berbagi aturan untuk kehidupan bermoral dalam kebersamaan.
Dalam kategori perkembangan moral, kohlberg (gunarsa, 1985)
mengemukakan tiga tingkat dengan enam tahap perkembangan moral:
1. Tingkat 1: Prakonvensional
Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas.
Anak tidak melanggar aturan moral karena takut ancaman atau hukuman dari
otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap: (1) tahap orientasi terhadap
kepatuhan dan hukuman pada tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-
aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat.
Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman, (2) tahap
relativistik hedonosme pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung
pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang
memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai
beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan
seseorang (hedonisme).
viii
2. Tingkat 2: Konvensional
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima
dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap: (1) tahap orientasi
mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan orientasi
perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau
masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila sikap dan perilakunya
dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat. (2)tahap mempertahankan
norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik dan
benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat di
sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan
norma/ nilai sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral
untuk melaksanakan aturan yang ada.
3. Tingkat 3: pasca konvensional
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata
hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap: (1) tahap orientasi terhadap
perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada tahap ini ada
hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan
masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai kewajiban dan tanggung jawab
dirinya dalam menjaga keserasian hidup masyarakat; (2) tahap universal. Pada
tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif ada juga norma etik
(baik/ buruk, benar/ salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan
sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget
menunjukkan bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi atau
pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan yang berhubungan dengan nilai
kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai akibat dari aktivitas spontan
yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak dengan
lingkungannya.
Selain teori perkembangan moral, dalam mempelajari pola perkembangan
moral yang berkaitan dengan ketaatan akan suatu aturan yang berlaku universal,
perlu dibahas mengenai disiplin. Disiplin berasal dari kata disciple yang berarti
seseorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.
ix
Disiplin diperlukan untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan aturan dan
peran yang ditetapkan dalam kelompok budaya tempat orang tersebut menjalani
kehidupan. Melalui disiplin, anak belajar untuk bersikap dan berperilaku yang
baik seperti yang diharapkan oleh masyarakat lingkungan.
1.
Menurut J. Bull perkembangan moral dibagi menjadi 3 yaitu: (1) Tahap anomi,
ketidakmampuan moral bayi. Moral bayi barulah suatu potensi yang siap
dikembangkan dalam lingkungan; (2) Tahap heteronomi, dimana moral yang
berpotensial dipacu berkembang orang lain/otoritas melalui aturan dan
kedisiplinan; (3) Tahap sosionomi, dimana moral berkembang ditengah
sebaya/dalam masyarakat, mereka lebih menaati aturan kelompok dari pada aturan
otoritas; (4) Tahap otonomi, moral yang mengisi dan mengendalikan kata hati
serta kemampuan bebasnya untuk berperilaku tanpa tekanan lingkungan.
1. Perkembangan
x
interaksi proses biologis dan genetika dengan lingkungan. Sementara perubahan
psikis menyangkut keseluruhan karakteristik psikologis individu, seperti
perkembangan kognitif, emosi, sosial, dan moral.
xi
individu yang hidupnya hanya sampai masa bayi, kanak-kanak, anak, atau remaja.
Namun, ada juga yang rentang kehidupannya sampai usia dewasa atau masa pikun
(usia lanjut).
1. Spiritual
Kata spiritual memiliki akar kata “spirit” yang berarti roh, kata ini berasal
dari bahasa latin spiritus yang berarti nafas. Spirit memberikan hidup, menjiwai
seseorang. Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau
mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan
mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur
atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain.
Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasa,
sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (believe) dan
keyakinan sepenuhnya. Jadi spiritual adalah semangat dan energi kehidupan yang
berlandaskan pada hal yang transenden di luar fisik.
Teori ini dikemukakan oleh komnas melalui teori four wishes. Menurutnya
manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu : keinginan
akan pengalaman baru (new exprimence), keinginan untuk mendapat
tanggapan (response), dan keinginan untuk dikenal (recognition), berdasarkan
kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu, maka sejak bayi
xii
dilahirkan hidup dalam ketergantungan, melalui pengalaman-pengalaman yang
diterimanya dari lingkungan itu kemudian berbentuklah rasa spiritual
(keagamaan) pada diri anak.
2. Insting keagamaan
xiii
Perkembangan spiritual (keagamaan) pada peserta didik sangat ditentukan
oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya terutama pada masa
pertumbuhan yang awal dari umur 0-12 tahun. Perkembangan merupakan proses
yang kontinu, sehingga tidak terjadi perubahan yang mendadak dan terpisah-
pisah. Sebenarnya tidak ada batasan tugas antara periode yang satu dengan
periode yang lainnya. Itu berarti bahwa perkembangan sebelumnya akan dapat
mempengaruhi perkembangan berikutnya, jadi setiap periode saling ada
keterkaitan. Ini berlaku untuk setiap perkembangan, tak terkecuali perkembangan
spiritual (keagamaan) itu sendiri.
a. Masa anak kecil atau masa bermain, berlangsung sejak lahir sampai usia 7
tahun. Pada masa ini terutama ditandai adanya kenyataan bahwa anak baru
mempunyai gigi semantara atau gigi susu.
b. Masa belajar atau masa sekolah rendah, dari usia 7-14 tahun.
c. Masa remaja atau masa puberitas, merupakan masa peralihan dari anak
menjadi orang dewasa yang berlangsung dari usia 14-21 tahun.13
2. Periodesasi perkembangan berdasarkan didaktis
Yang dimaksud dengan perkembangan didaktis adalah dari segi keperluan/
materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada peserta didik pada masa-masa
tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif
untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik anak pada masa tertentu.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain:
xiv
a. Masa sekolah ibu (scola materna), berlangsung sejak lahir sampai usia 6 tahun.
Merupakan masa pengembangan alat-alat dirinya dan memperoleh
pengetahuan dasar di bawah asuhan ibunya dilingkungan rumah tangganya.
b. Masa sekolah bahasa ibu (scola vernacula), berlangsung dari usia 6-12 tahun.
Merupakan masa anak terutama mengembangkan daya ingatannya dibawah
pendidikan sekolah rendah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu).
c. Sekolah bahasa latin (scola latina), berlangsung dari usia 12-18 tahun.
Merupakan masa anak untuk mengembangkan potensinya terutama daya
intelektualnya dengan bahasa asing.
Anak dilahirkan tanpa moral (imoral) sikap moral untuk berperilaku sesuai
nilai-nilai luhur dalam masyarakat belum dikenalnya. Intervensi terprogram
melalui pendidikan, serta lingkungan sosial budaya, mempengaruhi
perkembangan struktur kepribadian bermuatan moral. Ini dialami dalam keluarga
bersama teman sebaya dan rekan-rekan sependidikan, kawan sekerja/kegiatan
ditengah lingkungan. Berikut ini faktor-faktor yang mempegaruhi perkembangan
moral:
xv
Ketiga subsistem kepribadian tersebut mempengaruhi perkembangan moral
dan perilaku individu. Ketidakserasian antara subsistem kepribadian, berakibat
seseorang sukar menyesuaikan diri, merasa tak puas dan cemas serta
bersikap/berperilaku menyimpang. Sedang keserasian antara subsistem
kepribadian dalam perkembangan moral akan berpuncak pada efektifnya kata hati
(superego) menampilakan watak/perilaku bermoral seseorang.
1. Peran hati nurani atau kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan salah
apabila anak dihadapkan pada situasi yang memerlukan pengambilan
keputusan atas tindakan yang harus dilakukan;
2. Peran rasa bersalah dan rasa malu apabila bersikap dan berperilaku tidak
seperti yang diharapkan dan melanggar aturan;
3. Peran interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk
mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat,
keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain
xvi
3. Lingkungan pergaulan,mempengaruhi moral seseorang. Pada masa remaja,
biasanya seseorang selalu inginmencoba suatu hal yang baru. Dan selalu ada
rasa tidak enak apabila menolak ajakanteman. Bahkan terkadang seorang
teman juga bisa dijadikan panutan baginya.
4. Lingkungan masyarakat. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh
adanyakontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi
tersendiri untukpelanggar- pelanggarnya.
5. Faktor genetis, atau pengaruh sifat-sifat bawaan atauhereditas yang ada pada
pada diri peserta didik. Hereditas diartikan sebagai totalitaskarakteristik
individu, dan diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baikfisik
maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pertumbuhan
ovumoleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.
6. Tingkat penalaran, makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-
tahapperkembangan Piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
7. Teknologi, memiliki pengaruh kuat terhadap terwujudnya suatu moral dan
spritual.Di era sekarang, peserta didik sebagai generasi millennial
menggunakan teknologiuntuk belajar maupun hiburan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
xvii
Pengertian Moral, Sikap dan Nilai Moral berasal dari kata latin “mores” yang
berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang
sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep
moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah
menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Perkembangan adalah suatu perubahan-perubahan ke arah yang lebih maju, lebih
dewasa, secara teknis, perubahan tersebut biasanya disebut proses.Perkembangan
dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif individu dalam
rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak,
masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa.
B. Saran
Bertitik tolak dari penulisan makalah ini, penulis merasa perlu memberikan saran
sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
xviii
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=perkembangan+moral+peserta+didik&oq=#d=gs_
qabs&u=%23p%3Dr9mJJ1O_7K0J
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=perkembangan+spiritual+peserta+didik&oq=#d=
gs_qabs&u=%23p%3D-rLWeaeMTVYJ
xix