Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

SINDROM GAWAT NAFAS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Konsep Kegawatdaruratan Neonatal

KELOMPOK I :

1. Amalia Risky
2. Dawaus
3. Een Dwi
4. Sri Wedari
5. Yunita Wijayanti

UNIVERSITAS KADIRI
D4 KEBIDANAN
2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dari mata kuliah
KONSEP KEGAWATDARURATAN NEONATAL dengan judul “SINDROM GAWAT
NAFAS”.
Makalah ini kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini dan dapat terselesaikan tepat pada
waktu yang sudah ditentukan. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya dengan keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dari makalah ini, oleh karena
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
pada khususnya.

Kediri, 4 Oktober 2016

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Periode setelah lahir merupakan awal kehidupan yang tidak menyenangkan bagi bayi.
Hal itu disebabkan oleh lingkungan kehidupan sebelumnya (intrauterin) dengan kehidupan
sekarang (ekstrauterin) yang sangat berbeda. Bayi yang dilahirkan prematur ataupun bayi
yang dilahirkan dengan penyulit/komplikasi,tentu proses adaptasi kehidupan tersebut
menjadi lebih sulit untuk dilaluinya. Bahkan sering kali menjadi pemicu timbulnya
komplikasi lain yang menyebabkan bayi tersebut tidak mampu melanjutkan kehidupan ke
fase berikutnya (meninggal). Bayi seperti ini yang disebut dengan istilah bayi resiko tinggi.
(surasmi,dkk.2003) Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat
nafas(SGN/RDS). Respiratory distress syndroma (RDS) didapatkan sekitar 5-10% pada bayi
kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka
kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan. Persentase kejadian menurut
usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang
dari 28 minggu; 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada
bayi yang cukup bulan. Selain itu kenaikan frekuansi juga sering terjadi pada bayi yang lahir
dari ibu yang menderita penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio sesarea serta
perdarahan antepartum.(surasmi,dkk) Namun seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bayi resiko tinggi dapat hidup dengan baik tanpa mengalami
cacat. Hal ini terjadi jika ia dirawat diruang perawatan intensif neonatus, dengan tenaga
kesehatan spesialisasi keahlian di bidang tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis
untuk mengangkat kasus ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan sindrom gawat nafas.
1.2.2 Apa penyebab terjadinya sindrom gawat nafas.
1.2.3 Menjelaskan patofisiologi gawat nafas.
1.2.4 Menjelaskan manifestasi klinis sindrom gawat nafas.
1.2.5 Menjelaskan penatalaksanaan sindrom gawat nafas
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui segala sesuatu yang
berhubungan dengan sindroma gawat nafas.

1.4 MANFAAT
Mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi dan penatalaksanaan dari
sindroma gawat nafas
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Sindroma gawat nafas ( respiratory distress syndroma ) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit
yang berhubungan dengan perkembangan maturitas paru (Surasmi,Asrining,dkk.2003 hal
70).
Respiratory Distress Syndrome (RSD) disebut juga hyaline membrane disease
(HMD), merupakan sindrom gawat nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (mansjoer, 2002).
Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari 60x/menit atau kurang dari
30x/menit dan mungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala tambahan gangguan nafas
sebagai berikut:
- Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir)
- Ada tarikan dinding dada
- Merintih
- Apnea (nafas berhenti lebih dari 20 detik)
(Ngatisyah,2005 hal 23)

2.2 ETIOLOGI
RSD terjadi pada bayi premature atau kurang bulan, karena kurangnya surfaktan.
Produksi surfaktan dimulai sejak kehamilan minggu ke 22, makin muda usia kehamilan
maka makin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu :
- Prematur
- asfiksia perinatal
- ibu dengan diabetes
- ibu dengan riwayat SC

Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan adalah untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
premature dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru
berkurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera
setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi
karena ada kelainan didalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan
penyebab sindrom ini.
2.3 PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan
oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna
kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan
surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal
tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang
tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah
lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah
lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami
sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut
menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala
klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan
sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein kedalam alveoli sehingga
menghammbat fungsi surfaktan.
Menurut Surasmi,dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
adanya sesak nafas pada bayi premature segera setelah lahir, yang ditandai dengan takhipnea
(>60x/menit) pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada, sianosis dan gejala menetap
dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

2.5 PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi dan Yuliandi (2001) dan Surasmi, dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
1.) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
2.) Mempertahankan keseimbangan asam basa
3.) Mempertahankan suhu lingkungan netral
4.) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
5.) Mencegah hipotermi
6.) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat

Penatalaksanaan medis: Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit
RDS adalah: Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder. Furosemid untuk memfasilitasi
reduksi cairan ginjal dan menurunkan cairan paru. Fenobarbital. Metilksantin (teofilin dan
kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah
pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari
caiaran amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi
resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio
sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajeman yang tepat
terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi dan pada penatalaksanaan kelahiran
dengan usia kehamilan 32 minggu dan kurang dianjurkan memberikan dexametason atau
betametason 48-72 jam sebelum persalinan. Pemberian glukortikoid juga dianjurkan karena
berfungsi meningkatkan perkembangan paru janin.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: Kumpulan gejala yang terdiri dari
dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar dari 60x/i, sianosis, merintih
waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat
inspirasi. (ngatisyah,2005 hal 23)
Adapun etiologinya: Gangguan traktus respiratorius: Hyaline membrane disease
(HMD), Transient tachypnoe of the newborn (TTN), Infeksi (pneumonia), Sindroma
aspirasi, Hipoplasia paru, Hipertensi pulmonal. Kelainan congenital (choanal atresia, hernia
diagfragma,pieer robin sindroma), Pleural effusion, Kelumpuhan saraf frenikus. Luar traktus
respiratoris: Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP. Menurut
Surasmi,dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
Takhipnea (>60x/menit), Pernafasan dangkal, Mendengkur, Sianosis, Pucat, Kelelahan,
Apneu dan pernafasan tidak teratur, Penurunan suhu tubuh, Retraksi suprasternal dan
substernal, Pernafasan cuping hidung.
Menurut Suriadi dan Yuliandi (2001) dan Surasmi, dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
- Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
- Mempertahankan keseimbangan asam basa.
- Mempertahankan suhu lingkungan netral.
- Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
- Mencegah hipotermi.
- Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

4.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan adalah laksanakanlah penatalaksanaan yang
sebaik-baiknya pada neonatus dengan sindroma gawat nafas ini, dan hindari terjadinya
kelahiran prematur serta persalinan dengan seksio sesarea tanpa indikasi medis. Sehingga
pada akhirnya akan dapat menurunkan angka kematian neonatus.
DAFTAR PUSTAKA

Surarmi,Asrining,dkk.2003.perawatan bayi resiko tinggi.Jakarta:EGC

Ladewing,patricia,dkk.2006.buku saku asuhan keperawatan ibu, bayi baru lahir edisi


5.Jakarta.EGC

Ngatisyah.2005.perawatan anak sakit edisi 2.Jakarta:EGC

Suriadi dan yuliana.2001.asuhan keperawatan pada anak edisi 1.Jakarta:CV Sagung seto

Anda mungkin juga menyukai