Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS DISEMINATA

Sebagai Salah Satu Tugas Patofisiologi

Pada Proses Belajar Semester II

Jurusan Keperawata Ambon

Disusun Oleh :

Wa Ode Risdianti Buradi

NIM. P07120120072

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

JURUAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN AMBON

2020

i
Laporan Kasus Pada Pasien Tuberkulosis Diseminata

A. Defenisi Tuberkulosis Diseminata

Tuberkulosis Disseminata adalah penyebaran dua atau lebih pada organ

tubuh yang disebabkan oleh penyebaran lymphohematogenous

Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis bisa bermanifestase di berbagai

organ yang dikenal dengan diseminata. Diagnosis TB diseminata kompleks

karena gejala yang dikeluhkan nonspesifik dan datang dengan kondisi yang

sudah berat sehingga mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan

mortalitas.Tuberkulosis diseminata merupakan bentuk fatal tuberkulosis

dengan gejala klinis dan komplikasi yang berat.

B. Faktor Resiko Tuberkulosis Diseminata

Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi

untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah :

1. Tinggal atau berpegian ke daerah dengan kasus kejadian TBC yang

tinggi.

2. Memiliki sitem kekebalan tubuh yang buruk.

3. Perokok

4. Konsumsi alkohol tinggi

5. Anak usia dibawah 4 tahun dan orang lanjut usia

1
C. Etiologi Tuberkulosis Diseminata

Tuberkulosis Dieminata disebabkan oleh penyebaran

lymphohematogenous Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis Diseminata

ini ditularkan ketika seseorang dengan infeksi TB aktif di paru-paru

melepaskan bakteri dengan batuk dan bersin, kemudian orang lain

menghirupnya. Bakteri ini bisa tetap di udara beberapa jam.

D. Epidemiologi Tuberkulosis Diseminata

Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada anak di dunia, namun kurang mendapat prioritas dalam

penanggulangannya. Data surveilans dan epidemiologi TB pada anak jarang

didapat. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain sulitnya diagnosis TB

anak, meningkatnya TB ekstra paru pada anak, tidak adanya standar baku

definisi kasus, dan prioritas yang kurang diberikan pada TB anak di banding

TB dewasa. Berbagai penelitian menunjukkan prevalensi TB anak tinggi,

namun umumnya tanpa konfirmasi pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA)

positif. Salah satu indikator untuk menilai situasi TB di komunitas adalah

dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI), adalah indeks

epidemiologi yang dipakai untuk evaluasi dan monitor keadaan tuberkulosis

di suatu komunitas atau negara. Perbedaan angka morbiditas dan mortalitas

TB di berbagai negara dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, dibedakan

antara risiko infeksi TB dan sakit TB. (Sari Pediatri 2009;11(2):124-9).

2
Mayoritas anak tertular TB dari pasien TB dewasa, sehingga dalam

penanggulangan TB anak, penting untuk mengerti gambaran epidemiologi TB

pada dewasa. Infeksi TB pada anak dan pasien TB anak terjadi akibat kontak

dengan orang dewasa sakit TB aktif. Diagnosis TB pada dewasa mudah

ditegakkan dari pemeriksaan sputum yang positif. Sulitnya konfirmasi

diagnosis TB pada anak mengakibatkan penanganan TB anak terabaikan,

sehingga sampai beberapa tahun TB anak tidak termasuk prioritas kesehatan

masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia. Akan tetapi beberapa

tahun terakhir dengan penelitian yang dilakukan di negara berkembang,

penanggulangan TB anak mendapat cukup perhatian. Dari beberapa negara

Afrika dilaporkan hasil isolasi Mycobacterium tuberculosis (MTB) 7%-8%

pada anak yang dirawat dengan pneumonia berat akut dengan dan tanpa

infeksi human immunodeficiency virus (HIV), dan TB merupakan penyebab

kematian pada kelompok anak tersebut.3,4,5 Dilaporkan juga dari Afrika

Selatan bahwa pada anak anak yang sakit TB didapatkan prevalensi HIV 40

%-50%.6, 7

E. Manifetasi Klinis Tuberkulosis Diseminata

Manifestasi klinis TB Diseminata bermacam-macam, bergantung pada

banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai

adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti TB pada umumnya, misalnya

anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh (dengan demam ringan atau tanpa

demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan

3
sesak napas. Tuberkulosis Dieminata juga dapat diawali dengan serangan

akut berupa demam tinggi yang sering hilang timbul (remittent), pasien

tampak sakit berat dalam beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik

belum ada.

F. Mekanisme/Patofisiologi Terjadinya Tuberkulosi Diseminata

Pada lebih kurang 50% pasien, limfadenopati superfisial, splenomegali,

dan hepatomegali akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian

bertambah tinggi dan berlangsung terus-menerus/kontinu, tanpa disertai

gejala respiratorik atau disertai gejala minimal, dan foto toraks biasanya

masih normal. Beberapa minggu kemudian, hampir di semua organ, terbentuk

tuberkel difus multipel, terutama di paru, limpa, hati, dan sumsum tulang.

Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala

respiratorik seperti batuk dan sesak napas disertai ronki atau mengi. Pada

kelainan paru yang berlanjut, timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga

timbul gejala gangguan pernapasan, hipoksia, pneumotoraks dan atau

pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi organ, kegagalan

multiorgan, serta syok. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah kelainan

kulit berupa tuberkuloid, papula nekrotik, nodul, atau purpura. Tuberkel

koroid ditemukan pada 13−87% pasien, dan jika ditemukan dini dapat

menjadi tanda yang sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis TB

milier. Maka, pada TB milier perlu dilakukan funduskopi untuk menemukan

tuberkel koroid. Meningitis TB dan peritonitis TB dapat ditemukan pada

4
20−40% pasien yang berat. Sakit kepala kronik atau berulang biasanya

merupakan gejala telah terjadinya meningitis dan merupakan indikasi untuk

melakukan pungsi lumbal. Peritonitis TB ditandai oleh keluhan nyeri atau

pembesaran abdomen. Lesi milier dapat terlihat pada foto toraks dalam waktu

2−3 minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya

sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata di

seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran 1371 yang

hampir seragam (1−3 mm). Lesi-lesi kecil dapat bergabung membentuk lesi

yang lebih besar, kadang-kadang membentuk infiltrat yang luas. Sekitar 1−2

minggu setelah timbulnya penyakit, pada foto toraks dapat dilihat lesi yang

tidak teratur seperti kepingan salju. Diagnosis TB milier pada anak dibuat

berdasarkan adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius

(BTA positif), gambaran klinis, gambaran radiologis yang khas, serta uji

tuberkulin yang positif. Uji tuberkulin tetap merupakan alat bantu diagnosis

TB yang penting pada anak. Uji tuberkulin yang negatif belum tentu

menunjukkan tidak adanya infeksi atau penyakit TB, atau sebaliknya. Uji

tuberkulin negatif terjadi pada lebih dari 40% TB diseminata. Di bagian

Kesehatan Anak FKUI-RSCM, dari 80 kasus TB milier yang dilaporkan sejak

bulan Januari 1981 hingga bulan Desember 1984, sebanyak 43 pasien

(53,70%) memiliki hasil uji tuberkulin (-), 23 kasus diantara 43 kasus tersebut

memiliki hasil biakan M. tuberculosis (+). Pada ulangan uji tuberkulin,

sebanyak 24 kasus menjadi positif setelah adanya perbaikan klinis.

Pemeriksaan sputum atau bilas lambung dan kultur M. tuberculosis tetap

5
penting dilakukan. Pemeriksaan M. tuberculosis akan menunjukkan hasil

positif pada 30−50% pasien. Akan tetapi, untuk diagnosis dini, pemeriksaan

sputum atau bilas lambung kurang sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan

bakteriologis dan histologis dari biopsi hepar atau sumsum tulang. Untuk

menentukan diagnosis meningitis TB, sebaiknya dilakukan pungsi lumbal

pada setiap pasien TB milier walaupun belum timbul kejang atau penurunan

kesadaran. Tatalaksana medikamentosa TB milier adalah pemberian 4−5

macam OAT selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan

rifampisin selama 6−10 bulan sesuai dengan perkembangan klinis. Dosis

OAT dapat dilihat pada Tabel 4.1. Kortikosteroid (prednison) diberikan pada

TB milier, meningitis TB, perikarditis TB, efusi pleura, dan peritonitis TB.

Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1−2 mg/kg BB/hari selama 2−4

minggu, kemudian diturunkan perlahan-lahan (tappering off) selama 2−6

minggu. Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya

berjalan lambat. Respons keberhasilan terapi antara lain adalah

menghilangnya demam setelah 2−3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu

makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan BB. Gambaran

milier pada foto toraks biasanya menghilang dalam 1 bulan, kadang-kadang

berangsur-angsur menghilang dalam 5−10 minggu, tetapi mungkin saja

belum ada perbaikan hingga beberapa bulan.

G. Diagnosis Tuberkulosis Diseminata

6
Diagnosis tuberkulosis Diseminata akan ditentukan oleh berdasarkan tanya

jawab, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berikut

penjelasannya:

1. Proses tanya jawab

Dokter akan menanyakan seputar gejala yang Anda alami, riwayat

kontak dengan penderita tuberkulosis, dan riwayat penyakit yang sedang

atau pernah Anda derita.

2. Pemeriksaan fisik

Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk

mendeteksi ada tidaknya kelainan pada beberapa sistem organ tubuh

Anda.

3. Pemeriksaan penunjang

Bila mencurigai risiko tuberkulosis milier dari wawancara dan

pemeriksaan fisik, dokter akan menganjurkan serangkaian pemeriksaan

penunjang di bawah ini untuk memastikan diagnosis tuberkulosis

Diseminata:

a. Pemeriksaan darah lengkap (CBC). Pada kasus TB milier biasanya

dapat ditemukan peningkatan maupun penurunan leukosit, serta

peningkatan trombosit

b. Pemeriksaan dan kultur dari sampel jaringan yang terinfeksi.

7
c. Tes tuberkulin

d. Tes darah untuk mendeteki infeksi bakteri M. Tuberculosis, yaitu

interferon-gamma release assay

e. Pemeriksaan pencitraan, seperti rontgen dada, CT scan, USG, dan

MRI

f. Pungsi lumbal untuk mengambil cairan serebrospinal 

g. Tes urine

h. Biopsi atau pengambilan sampel dari bagian yang terinfeksi,

misalnya cairan selaput paru (pleura), cairan selaput jantung

(perikardium), cairan sendi, atau sumsum tulang.

H. Pengobatan Tuberkulosis Dieminata

Dokter biasanya akan menagani Tuberkulosis dengan kombinasi beberapa

jenis obat TBC, seperti :

1. Isoniazid (INH)

2. Steptpmycin dan Ethambutol (Myambutol)

3. Rifampicin (Rifadin, Rimactane)

4. Pyrazinamide (PMS- Pyrazinamide, Tebrazid)

Obat-obat ini biasanya disebu juga dengan pengobatan Lini Pertama, atau

yang diberikan pertama kali sebagai pilihan pengobatan TBC.

Pengobatan umumnya berlangsung selama 6-12 bulan. Penting untuk

anda ketahui bahwa obat-obatan tersebut harus diminum sesuai dengan

8
aturan dokter dan pastikan diminum harus sampai habis. Hal ini untuk

mencegah terjadinya resistensi obat, dimana bakteri tidak akan merespon

obat-obatan.

Jika ternyata terjadi resistensi antibiotik TBC tetap terjadi, dokter akan

memberikan obat-obatan Lini ke Dua meliputi:

1. Ethionamide (Trecator-SC)

2. Moxifloxacin (Alevol)

3. Levofloxacin (Levaquin)

4. Cycloserine (Seromycyn)

5. Kanamycin (Kantrex)

I. Pencegahan Tuberkulosis Diseminata

Cara paling efektif untuk mencegah penyakit TB Diseminata adalah

dengan suntik vaksinasi. Vaksin Bacillus Calmatte-Guerin (BCG) efektif

mencegah dan mengendalikan penularan TBC, terutama pada anak-anak.

Selain dengan pemberian vaksinasi, mencegah penyebaran TBC juga dapat

dilakukan dengan pengobatan TBC untuk orang-orang yang terinfeksi bakteri

TB paru aktif maupun TB laten. Maka dari itu, penting untuk menyuntikan

vaksin ini sebagai langkah pencegahan untuk penyakit TBC dan jenis

tuberkulosis lainya.

J. Komplikasi Tuberkulosis Diseminata

9
1. Komplikai Dini : Pleuritis, Efusi Pleura, Emplema, Laringitis, Poncet’s

Athrophaty

2. Kolplikasi Lanjut : Obtruksi jalan napas, SOPT (Sindrome Obstrksi Paca

Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, SOPT/fibrosis paru, Cor

pulmonal, Amiloidois, Ca paru, Sinrome gagal napas dewas (ARDS).

10
Sumber Rujukan

 Internet :

1) SlidePlayer (2001). Tuberkulosi Diseminata pada Usia Dewasa.

https://slideplayer.info/slide/13698316/

2) Hellosehat (2020). Tuberkulosis (TB) Diseminata.

https://hellosehat.com/pernapasan/tbc/tb-diseminata/

3) Gaya Sehatku 2007). Tuberkulosis Diseminata : Gejala, Penyebab,

dan Pencegahan Penularan. www.gayasehatku.com

4) Sari Pediatri (2009). Faktor Resiko TB Diseminata.

http://saripediatri.org/indeks.php/sari-pediatri/article/view/

 Jurnal :

1. Lini Sukma (2020). Tuberkulosis Diseminata pada Pasien

Imunokompeten. Jurnal Kesehatan Andalas 8(4) DOI:

10.25077/jka.v8i4.1120

2. Kartasamita B. Cisy (2009). Epidemiologi Tuberkulosis. Journal of

Tuberculosis

11

Anda mungkin juga menyukai