Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ILMU-ILMU YANG ADA HUBUNGAN DENGAN ILMU FIQIH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu


Dosen Pengampu : Lelah Nurjamilah,S.Pd

Disusun Oleh :
Ulpa Ulpiah Nurul Uyun

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI ( PIAUD)


INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Rahmat dan
keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan
para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan kelak. Dan tak lupa
saya bersyukur atas tersusunnya makalah yang berjudul Ilmu-Ilmu Yang Ada Hubungan dengan
Ilmu Fiqih.

Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ilmu Fiqih, Ushul
fiqih, dan kaidah Fiqhiyah. Sehingga dengan adanya makalah ini mungkin bisa membantu dalam
kita dalam memahami apa saja ilmu yang pararel dengan fiqih. saya membuat makalah ini adalah
tiada lain untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Fiqih selain itu untuk menambah ilmu
pengetahuan.

Akhir kata saya mengharapkan adanya kritik dan saran atas kekurangan dalam
penyusunan makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna khususnya bagi
semua pihak.

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Rumusan masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Ushul Fiqih
1. Pengertian Ushul Fiqih 2
2. Objek dan Ruang Lingkup Ushul Fiqih 5
3. Tujuan dan Manfaat Ushul Fiqih 5
B. Qawa’idul Fiqhiyyah
1. Pengertian Qawa’idul Fiqhiyyah
2. Ruang Lingkup Qawa’id Fiqhiyyah
3. Perbedaan Qawa’idul Fiqhiyyah dengan Ushul Fiqih
4. Tujuan dan Manfaat Qawa’idul Fiqhiyyah
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu fiqh adalah ilmu tentang hukum syariah untuk mengetahui hukum Allah SWT yang
berhubungan dengan segala amaliah mukkalaf yang diambil dan digali dari dalil-dalil yang jelas
(tafshili).Fiqh dalam artinya yang luas termasuk ruang lingkup syariah.Oleh karena itu, fiqh
dalam kaitannya yang sangat erat dengan ilmu tauhid dan ilmu akhlak.Di samping itu, karena
ilmu fiqh dalam arti sempit sebagai hasil dari ijtihad dan berkembang di dalam menghadapi
tantangan-tantangan zamannya, maka erat pula kaitannya dengan Ilmu Sejarah Islam dan Sejarah
hukum Islam atau Tarikh al-Tasyri.Dalam ilmu fiqh terdapat berbagai aliran atau madzhab.

       Guna mengetahui mana yang paling maslahat untuk diterapkan, diperlakukan Muqaranah al-
Madzhab yaitu ilmu perbandingan madzhab.Dalam masyarakat manusia ini, ilmu fiqh juga
bertemu dengan sistem hukum yang lain, yaitu sistem Hukum Romawi dan sistem Hukum Adat,
maka perlu pula dipelajari prinsip kedua sistem hukum tersebut.Oleh karena sesuatu ilmu itu
berangkat dari falsafahnya, maka sudah tentu ilmu fiqh sangat erat kaitannya dengan ilmu
Falsafah Hukum Islam atau lebih terkenal dengan nama falsafah al-tasyri’. Dengan adanya
hubungan ilmu fiqh dengan ilmu-ilmu lainnya ini dengan tujuan agar kita lebih mampu
mengkorelasikan ilmu-ilmu tersebut bahwa ilmu fiqh itu terdapat banyak hubungan dengan ilmu-
ilmu lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ushul Fiqih?
2. Bagaimana Objek Pembahasan Ushul Fiqih?
3. Apa Tujuan dan manfaat mempelajari Ushul Fiqih?
4. Apa pengertian Qawaidul Fiqhiyyah?
5. Bagaimana Ruang Lingkup Qawa’idul Fiqhiyyah?
6. Apa Perbedaan Qawa’idul Fiqhiyyah dengan Ushul Fiqih?
7. Bagaimana Hubungan Qawa’idul Fiqhiyyah dengan fiqih, dan ushul fiqih?
8. Apa tujuan dan manfaat mempelajari qawaidul fiqhiyyah?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Ushul Fiqh Secara Etimologi

ُ ُ‫ )أ‬secara etimologi terdiri dari dua suku kata yaitu ushul dan fiqh.


Ushul Fiqh (‫ص ْو ُل ا ْلفِ ْق ِه‬
Berikut ini pengertian dari masing-masing kedua suku kata tersebut :

a. Pengertian Ushul
ُ ُ‫ )أ‬secara etimologi adalah bentuk jamak dari kata ash-lun (‫ص ٌل‬
Ushul (‫ص ْو ٌل‬ ْ َ‫ )أ‬yang berarti
asal, pokok, atau pondasi; yakni sesuatu yang menjadi pondasi suatu bangunan baik itu yang
bersifat fisik maupun nonfisik.
Contohnya akar pohon yang mana ia merupakan pondasi dari pohon itu sendiri.
Sebagaimana firman Allah ta’ala :

ْ َ‫أ‬ ‫ب هَّللا ُ َمثَاًل َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َج َر ٍة طَيِّبَ ٍة‬


ٌ ِ‫ثَاب‬ ‫صلُ َها‬
‫ت َوفَرْ ُعهَا فِي ال َّس َما ِء‬ َ َ‫أَلَ ْم تَ َر َك ْيف‬
َ ‫ض َر‬

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik,  akarnya  teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit
(QS. Ibrahim : 24)
Sedangkan secara terminologi kata ushul mempumyai lima pengertian:

1) Ashal berarti kaidah yang bersifat menyeluruh.


2) Ashal yang berarti yang lebih kuat ( rajih ).
3) Ashal berarti hukum ashal ( istishab ).
4) Ashal berarti maqis alaihi ( yang dijadikan ukuran).
5) Ashal yang berarti dalil.
b. Pengertian Fiqh
Adapun fiqh (ٌ‫ه‬GGG‫ )فِ ْق‬secara bahasa bermakna fah-mun (‫ )فَ ْه ٌم‬yang artinya pemahaman
mendalam yang memerlukan pengerahan akal pikiran.
Pengertian ini ditunjukkan dalam firman Allah ta’ala :
‫*يَ ْفقَهُوا قَوْ لِي‬ ‫َواحْ لُلْ ُع ْق َدةً ِّمن لِّ َسانِي‬

“dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, sepaya mereka memahai perkataanku,


(QS. Thaha : 27 – 28)
Menurut Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, fiqh secara terminologi adalah :

ِ ‫ْرفَةُ اأْل َحْ َك ِام ال َّشرْ ِعيَّ ِة ْال َع َملِيَّ ِة بِأ َ ِدلَّتِهَا التَّ ْف‬
‫ص ْيلِيَّ ِة‬ ِ ‫َمع‬

Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang terperinci.

2. Pengertian Ushul Fiqh Secara Terminologi


Adapun pengertian ushul fiqh secara terminologi adalah :

‫ث ع َْن أَ ِدلَّ ِة ْالفِ ْق ِه اإْل ِ جْ َمالِيَّ ِة َو َك ْيفِيَّ ِة ااْل ِ ْستِفَا َد ِة ِم ْنهَا َو َحا ِل ْال ُم ْستَفِ ْي ِد‬
ُ ‫ِع ْل ٌم يَ ْب َح‬

Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang umum dan cara mengambil faedah dari dalil tersebut
serta membahas keadaan orang yang mengambil faedah.
Ushul fiqh adalah ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang bersifat global, yaitu berupa
kaidah-kaidah umum; seperti :
 Perintah menunjukkan hukum wajib selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari
hukum tersebut.
 Larangan menunjukkan hukum haram selama tidak ada indikasi yang memalingkannya
dari hukum tersebut.
 Sahnya suatu amalan menunjukkan amalan tersebut telah terlaksana.
 Dan sebagainya.
Secara terminologi, ushul fiqh menurut beberapa ulama memiliki beberapa definisi.
Misalnya, Tajuddin as- Subki dalam kitab Hasyiyah al-Bannani, mendefinisikan Ushul Fiqh
sebagai :
‫الفقو دلئل ال َجالية‬
Artinya:
“dalil-dalil fiqh yang bersifat global.” (Tajudin as-Subki: tt, 32)
Menurut Tajudin as-Subki, ushul fiqh adalah dalil-dalil yang bersifat global. As-Subki
sendiri tidak menggunakan istilah al-ilmu karena dipandang bertentangan dengan
subtansi kata ushul secara bahasa. Selain itu, tanpa kata ilmu, definsi as-Subki juga lebih serasi
secara bahasa.Meski terbatas pada dalil-dalil yang global, menurut as-Subki, seorang ahli ushul
yang juga disebut sebagai ushuli—tidak cukup mengetahui dalil-dalil ijmaly,melainkan harus
mengetahui bagaimana menggunakan dalil kala terjadi kontradiksi dan juga mengetahui syarat
menjadi seorang mujtahid. Dalam kitab Jam’u al-Jawami, ia mengatakan:

‫الصولي العارؼ بادلة الفقو ال َجالية و طرؽ استفادتها و‬


‫مستفيدىا‬

Artinya:
“Seorang ushuli adalah orang yang mengetahui dalil-dalil global fiqh, metode
menggunakan dalil itu ketika ada kontradiksi dan prasyarat menjadi seorang mujtahid.
“(Tajudin as-Subki: tt, 34-35).
Dengan penjelasan ini, jelas bahwa seorang ushuli tidak hanya orang yang tahu dalil-dalil
global, melainkan juga tahu bagaimana menerapkan dalil-dalil global ini menjadi praktis.
Definisi ushul fiqh yang lain misalnya Wahab Khalaf,
seorang guru besar di Mesir, ia mengatakan:
‫العلم بالقواعد و البحوث التي يتوصل بها الي استفادة‬
‫الحكا الشرعية العملية المكتسب من ادلتها التفصيلية‬

Artinya:
“Kaidah-kaidah dan pembahasan yang digunakan untuk menggali hukum-hukum syar’i yang
bersifat amali yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.” (Wahab Khalaf: 1977, 12)
Jadi, illmu ushul fiqh merupakan ilmu yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid untuk
menggali hukumhukum fiqh. Terutama sekali dalam menghadapi berbagai problematika
kehidupan modern yang tidak pernah ada di masa lampau, maka ushul fiqh adalah piranti untuk
mendialogkan nash (al-Qur’an dan al-Hadits) dengan kehidupan manusia (an-naas) di masa kini.

2. Objek dan Ruang Lingkup Ushul Fiqih


Objek dan ruang lingkup kajian ushul fiqh adalah hukum-hukum kulli yang bersifat
umum. Misalnya hukum wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah dalam pembahasan yang
masih bersifat global. Ushul Fiqh juga membahas tentang dalil-dalil ijmaly yang bersifat global.
Misalnya ‘am, khas, muthlaq, muqayyad, qiyas, ijma’, dan sebagainya. (Wahab Khalaf, 18).
Ini berbeda dengan objek dan ruang lingkup kajian fiqh hukum-hukum juz’i dan dalil-
dalil tafshily. Hukum juz’i adalah hukum partikular yang sudah menunjuk pada obyek tertentu.
Misalnya hukum haram tentang meminum khamr, makan daging babi, bangkai dan
sebagainya.Sementara, dalil-dalil tafshily adalah dalil yang sudah merujuk pada ketetapan hukum
tertentu. Misalnya dalil wala taqrabuz zina sebagai dalil tafshily hukum keharaman perbuatan
yang mendekati zina.

3. Tujuan dan Manfaat Mempelajari Ilmu Ushul Fiqih


Tujuan mempelajari ilmu ushul fiqh adalah mengetahui dan menerapkan dalil-dalil
ijmaly untuk menggali hukum-hukum syar’i yang bersifat amaly tersebut. Sebagaimana
dikatakan Wahab Khalaf, tujuan dan manfaat mempelajari fiqh bersifat praktis, yaitu mengetahui
hukum-hukum fiqh atau hukum-hukum syar’I atas perbuatan dan perkataan manusia. (Wahab
Khalaf:1977, 14). Selanjutnya, setelah mengetahui, tujuannya agar hukum fiqh diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Tidak ada artinya ilmu tentang hukum fiqh yang tidak dipraktekkan dalam
kehidupan.

c. Qawa’idul Fiqhiyyah

1. Pengertian Qawa’idul Fiqhiyyah

Qawaid Fiqhiyyah adalah kata majemuk yang terbentuk dari dua kata, yakni kata qawaid
dan fiqhiyyah, kedua kata itu memiliki pengertian tersendiri. Secara etimologi, kata qaidah (‫قاعدة‬
), jamaknya qawaid (‫) قواعد‬. berarti; asas, landasan, dasar atau fondasi sesuatu, baik yang bersifat
kongkret, materi, atau inderawi seperti fondasi bangunan rumah, maupun yang bersifat abstrak,
non materi dan non indrawi seperti ushuluddin (dasar agama).1 Dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia, arti kaidah yaitu rumusan asas yang menjadi hukum; aturan yang sudah pasti,
patokan; dalil. Qaidah dengan arti dasar atau fondasi sesuatu yang bersifat materi terdapat dalam
al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 127 :
َ َّ‫اعي ُل َربَّنَا تَقَبَّلْ ِمنَّا إِن‬
‫ك‬ ِ ‫َوإِ ْذ يَرْ فَ ُع إِب َْرا ِهي ُم ْالقَ َوا ِع َد ِمنَ ْالبَ ْي‬
ِ ‫ت َوإِ ْس َم‬
‫أَنتَ ال َّس ِمي ُع ْال َعلِي ُم‬
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdo`a): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kata fiqhiyyah berasal dari kata fiqh (‫ )الفقه‬ditambah dengan ya nisbah yang berfungsi
sebagai penjenisan, atau penyandaran. Secara etimologi fiqh berarti pengetahuan, pemahaman,
atau memahami maksud pembicaraan dan perkataannya.
Dapat diketahui bahwa pengertian qawaid fiqhiyyah menurut etimologi berarti aturan
yang sudah pasti atau patokan, dasar-dasar bagi fiqh. Sedangkan pengertian qawaid fiqhiyyah
menurut terminologi, al-Taftazany (w. 791 H.) memberikan rumusan, yaitu:
ُ ِ‫ إنَّهَا حُ ْك ٌم ُكلِّ ٌّى يَ ْنطَب‬.
ُ‫ق على ج ُْزئِيَّاتِهَا لِيُتَ َعرَّفَ أحكا ُمها منه‬
Suatu hukum yang bersifat universal yang dapat diterapkan kepada seluruh bagiannya agar
dapat diidentifikasikan hukum-hukum bagian tersebut darinya.
Al-Jurjani (W. 816 H) dalam kitab al-Ta’rifat memberikan rumusan, yaitu:
َ‫ضيَّةٌ ُكلِّيَّةٌ ُم ْنطَبِقَةٌ َعلَى َج ِمي ِْع ج ُْزئِيَّاتِه‬
ِ َ‫ق‬
Ketentuan universal yang bersesuaian dengan seluruh bagian-bagiannya

2. Ruang lingkup qawaid fiqhiyyah


Menurut M. az-Zuhayliy dalam kitabnya al-Qawa’id al-fiqhiyyah berdasarkan cakupannya
yg luas terhadap cabang dan permasalahan fiqh, serta berdasarkan disepakati atau
diperselisihkannya qawa’id fiqhiyyah tersebut oleh madzhab-madzhab atau satu madzhab
tertentu, terbagi pada 4 bagian, yaitu :
a.       Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah al- Kubra, yaitu qaidah-qaidah fiqh yangg bersifat dasar
dan mencakup berbagai bab dan permasalahan fiqh. Qaidah-qaidah ini disepakati oleh seluruh
madzhab. Yang termasuk kategori ini adalah :
1.      Al-Umuru bi maqashidiha.
2.      Al-Yaqinu la Yuzalu bi asy-Syakk.
3.      Al-Masyaqqatu Tajlib at- Taysir.
4.      Adh-Dhararu Yuzal,
5.      Al- ’Adatu Muhakkamah.
b.      Al-Qawa’id al-Kulliyyah : yaitu qawa’id yang menyeluruh yang diterima oleh madzhab-
madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih sedikit dari pada qawa’id yang lalu.
Seperti kaidah : al-Kharaju bi adh-dhaman/Hak mendapatkan hasil disebabkan oleh keharusan
menanggung kerugian, dan kaidah : adh-Dharar al- Asyaddu yudfa’ bi adh-Dharar al-
Akhaf Bahaya yang lebih besar dihadapi dengan bahaya yang lebih ringan. Banyak kaidah-
kaidah ini masuk pada kaidah yang 5, atau masuk di bawah kaidah yg lebih umum.
c.       Al-Qawa’id al-Madzhabiyyah (Kaidah Madzhab), yaitu kaidah-kaidah yang menyeluruh pada
sebagian madzhab, tidak pada madzhab yang lain. Kaidah ini terbagi pada 2 bagian :
1.      Kaidah yang ditetapkan dan disepakati pada satu madzhab.
2.      Kaidah yang diperselisihkan pada satu madzhab.
Contoh, kaidah : ar-Rukhash la Tunathu bi al- Ma’ashiy Dispensasi tidak didapatkan karena
maksiat. Kaidah ini masyhur di kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali, tidak di kalangan
mazhab Hanafi, dan dirinci di kalangan madzhab Maliki.
d.      Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid, yaitu kaidah yang diperselisihkan dalam
satu madzhab. Kaidah-kaidah itu diaplikasikan dalam satu furu’ (cabang) fiqh tidak pada furu’
yg lain, dan diperselisihkan dalam furu’ satu madzhab.
Contoh, kaidah : Hal al-’Ibroh bi al-Hal aw bi al-Maal?/Apakah hukum yang dianggap itu pada
waktu sekarang atau waktu nanti? Kaidah ini diperselisihkan pada madzhab Syafi’i. oleh karena
itu pada umumnya diawali dengan kata :hal/ /apakah.

3.  Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dengan Ushul Fiqih


Menurut Ali Ahmad al-Nadawi, perbedaan antara qawaid fiqhiyyah dengan qawaid
ushuliyyah adalah sebagai berikut:[6]
a.       ilmu ushul fiqih merupakan parameter (tolak ukur) cara berinstinbat fikih yang benar.
Kedudukan ilmu ushul fiqih (dalam fiqih) ibarat kedudukan ilmu nahwu dal hal pembicaraan dan
penilisan, qawaid fiqhiyyah merupakan wasilah, jembatan penghubung, antara dalil dan hukum.
Tugas qawaid fiqhiyyah adalah mengeluarkan hukum dari fdalil-dalil yang tafshili (terperinci).
Ruang lingkup qawaid ushuliyyah adalah dalil dan hukum seperti amr itu menunjukan wajib,
nahyi menunjukan haram, dan wajib mukhayar bila telah dikjerjakan sebagaian orang, maka
yang lainya bebas dari tanggung jawab. Qawaid fiqhiyyah adalah qaidah kulliyah atau aktsariyah
(mayoritas) yang juz’i-juz’inya (farsial-farsialnya) beberapa masalah fiqih dan ruang lingkupnya
selslu perbuatan orang mukalaf
b.      qawaid ushuliyyah merupakan qawaid kulliyah yang dapat diaplikasikan pada seluruh jux’i dan
ruanglingkupnya. Ini berbeda dengan qawaid fiqhiyyah yang merupakan kaidah berbeda dengan
qawaid fiqhiyyah yang merupakan kaidah aghlabiyah (mayoritas0 yang dapat diaplikasikan pada
sebagaian jux’i-nya, karena ada pengecualiannya.
c.       Qawaid ushuliyyah merupakan dzari’ah (jalan) untuk mengeluarkan hukum syara’ amali.
Qawaid fiqhiyyah merupakan kumpulan dari hukum-hukum serupa yang mempunyai ‘illat yang
sama, dimana tujuannya untuk menekatkan berbagai persoalan dan mempermudah
mengetahuinya.
d.      Eksistensi qawaid fiqhiyyah baik dalam teori maupun realitas lahir setelah furu’, karena
berfungsi menghimpun furu’ yang berserakan dan mengalokasikan makna-maknanya. Adapun
ushul fiqih dalam teori ditunut eksistensinya sebelum eksistensinya furu’, karena akan menjadi
dasar seorang fakih dalam menetapkan hukum. Posisinya seperti al-Qur’an terhadap sunah dan
nash al-Qur’an lebih kuat dari zahirnya. Ushul sebagai pembuka furu’. Posisinyaseperti anak
terhadap ayah, buah terhadap pohon, dan tanaman terhadap benih.
e.       Qawaid fiqhiyyah sama dengan ushul fiqih dari satu sisi dan berbeda dari sisi yang lain. Adapun
persamaannya yaitu keduannya sama-sama mempunyai kaidah yang mencakuip berbagai juz’i,
sedangkan perbedaannya yaitu kaidah ushul adalah masalah-masalah yang dicakup oleh
bermacam-macam dalil tafshily yang dapat mengeluarkan hukum syara’. Kalau kaidah fiqih
adalah masalah-masalah yang mengandung hukumhukum fiqih saja. Mujtahid dapat sampai
kepadanya dengan berpegang kepada masalah-masalah yang dijelaskan ushul fiqih. Kemudidan
bila seorang fakih mengapllikasikan hukum-hukum tersebut terhadap hukum-hukum farsial,
maka itu bukanlah kaidah, namun, bila ia menyebutkan hukum-hukum tersebut dengan qaidah-
qaidah kuliyyah (peristiwa-peristiwa universal)yang dibawahanya terdapat berbagai hukum juz’i
maka itu disebut kaidah. Qawaid kuliyyah dan hukum-hukum juz’i benar-benar masuk dalam
madlul (kajian) fikih, keduanya menunggu kajian mujtahid terhadap ushul fiqih yang
membangunnya
4. Hubungan qawaid fiqhiyah dengan fiqih, ushul fiqih dan qawaid ushuliyyah
Qawaid Fiqhiyah, fiqh, ushul fiqh dan qawaid fiqhiyah tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan perkembangan fiqih, karena
pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah fiqih.
Qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmu-ilmu yang berbicara tentang
fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid usuliyah tersebut adalah
fiqih.
Menurut al-Baidhawy (w.685) dari kalangan ulama syafiiyyah, ushul fiqih adalah :
‫معرفة دال ئل الفقه اجماال وكيفية الستفادة منها وحال المستفيد‬
“pengetahuan secara global tentang dalil-dalil fiqih, metode penggunaannya, dan keadaan
(syarat-syarat) orang yang menggunakannya.”
Definisi ini menekankan tiga objek kajian ushul fiqih, yaitu :
1. Dalil (sum‫ال‬er hukum)
2. Metode penggunaan dalil, sumber hukum, atau metode penggalian hukum dari
sumbernya.
3. Syarat-syarat orang yang berkompeten dalam menggali (mengistinbath) hukum dan
sumbernya.
Dengan demikian, ushul fiqih adalah sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau sumber hukum dan
metode penggalian (istinbath) hukum dari dalil atau sumbernya. Metode penggalian hukum dari
sumbernya tersebut harus ditempuh oleh orang yang berkompeten. Hukum yang digali dari
dalil/sumber hukum itulah yang kemudian dikenal dengan nama fiqih. Jadi fiqih adalah produk
operasional ushul fiqih. Sebuah hukum fiqih tidak dapat dikeluarkan dari dalil/sumbernya (nash
al-Qur’an dab sunah) tanpa melalui ushul fiqih. Ini sejalan dengan pengertian harfiah ushul fiqih,
yaitu dasar-dasar (landasan) fiqih.
Misalnya hukum wajib sholat dan zakat yang digali (istyinbath) dari ayat Al-Qur’an surat al-
Baqarah (2) ayat 43 yang berbunyi
.......  ‫واقيموا الصالة وءاتواالزكوة‬

“dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat ...”


Firman Allah diatas berbentuk perintah yang menurut ilmu ushul fiqih, perintah pada asalnya
menunjukan wajib selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut ( ‫االص©©ل فى االم©©ر‬
‫)للوجوب‬.
Disamping itu qawaid fiqhiyah dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam mengetahui
hukum perbuatan seorang mukalaf. Ini karena dalam menjalanklan hukum fiqih kadang-kadang
mengalami kendala-kendala. Misalnya kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan tepat
pada waktunya. Kemudian seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya mendapat
halangan, misalnya ia diancam bunuh jika mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dalam
kasusu seperti ini, mualaf tersebut boleh menunda sholat dari waktunya karena jiwanya
terancam. Hukum  boleh ini dapat ditetapkan lewat pendekatan qawaid fiqhiyah, yaitu dengan
menggunakan qaidah :”‫ “الضرار يزال‬bahaya wajid dihilangkan. Ini adalah salah satu perbedaan
antara qawaid ushuliyah dengan qawaid fiqhiyah. Qawaid ushuliyah menkaji dalil hukum (nash
al-Qur’an dan sunah) dan hukum syarak, sedangkan qawaid fiqhiyah mengkaji perbuatan
mukalaf dan hukum syarak.
Demikianlah hubungan antara fiqih, qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah. Hukum
syarak (fiqih) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah melalui pendekatan
ushul fiqih yang diantaranya menggunakan qawaid ushuliyah. Hukum syarak (fiqih) yang telah
diistinbath tersebut diikat oleh qawaid fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami
dan identfikasi.
5.  Tujuan mempelajari qawaid fiqhiyah
Tujuan mempelajari qawaid fiqhiyah itu adalah untuk mendapatkan manfaat dari ilmu
qawaid fiqhiyah itu sendiri, manfaat qawaid fiqhiyah ialah:
1.      Dengan mempelajari kaidah-kidah fiqh kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum fiqh dan
akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari
masalah-masalah fiqh.
2.      Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih mudah menetapkan hukum bagi masalah-
masalah yang dihadapi.
3.      Dengan mempelajari kaidah fiqh akan lebih arif dalam menerapkan materi-materi dalam waktu
dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adat yang berbeda.
4.      Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh yang diciptakan oleh Ulama, pada
dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan sebenarnya mengikuti al-Qur’an dan al-Sunnah,
meskipun dengan cara yang tidak langsung.
5.      Mempermudah dalam menguasai materi hukum.
6.      Kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang banyak diperdebatkan.
7.      Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq) dan takhrij untuk
memahami permasalahan-permasalahan baru.
8.      Mempermudah orang yang berbakat fiqh dalam mengikuti (memahami) bagian-bagian hukum
dengan mengeluarkannya dari tempatnya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa mempelajari Fiqh, Ushul Fiqh,
Syari’ah, Qawa’idul Fiqh dan Hukum Islam sangatlah diperlukan agar kita dapat dan tahu apa
pengertian, persamaan, maupun perbedaan dari Fiqh, Ushul Fiqh, Syari’ah, dan Qawaidul Fiqh.
Ilmu fiqih adalah ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum syar’i amali yang diambil dari
dalil-dalil yang tafsili yang terdapat dalam al-Qur’an, hadits, ijma dan qiyas. Pada pokoknya
yang menjadi objek pembahasan ilmu fiqih adalah perbuatan mukalaf dilihat dari sudut hukum
syara’ yang terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu ibadah, mu’amalah, dan ‘uqubah.
Ilmu fiqih sebagai suatu bidang keilmuan memiliki ciri khas, diantaranya: Al Ahkam
(tentang hukum-hukum), Asy Syar’iyah (yang diambil dari Syariat), Al ‘Amaliyah (berkenaan
dengan amal perbuatan), Al Muktasib Min Adillatiha At Tafshiliyyat (diperoleh dari dalil-dalil
yang terperinci bagi hukum-hukum tersebut)
Antara fiqh, syariat, dan hukum islam ada satu persamaan yang mengaitkan antara ketiganya.
Fiqh adalah aturan yang baru diterapkan pada zaman nabi Muhammad. Syariat adalah aturan
Allah yang telah diterapkan sejak nabi terdahulu Adam, As. Hingga sekarang dan berlaku sangat
umum. Sedangkan Hukum lebih ditekankan kepada analisis suatu peristiwa pada dasar hukum
al-Qur’an dan as-Sunnah
B. SARAN
Demikian makalah ini kami buat. Kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan baik
dari segi isi maupun penulisan. Untuk itu, lami meminta kritik dan saran dari berbagai pihak.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi kami selaku penulis dan
umumnya bagi pembaca semua. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Suyatno.2011.Dasar-Dasar Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.Jogjakarta : Ar-Ruzz Media

Syafe’i,Rachmat.2010.Ilmu Ushul Fiqh.Bandung : CV.Pustaka Setia

Zuhri,Saifudin.2009.Ushul Fiqh.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Anwar, Syahrul. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. 2010. Bogor : Ghalia Indonesia.

Timur Jaelani, Dkk. Ilmu Fiqih. 1982. Yogyakarta. : Rajagrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai