Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik


2.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan dari gagal ginjal akut
yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.Gagal
ginjal kronik menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan dalam keadaan asupan diit
normal (Price & Wilson, 2012).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo, 2009).
Penyakit ginjal stadium akhir adalah keadaan dimana terjadi
kemunduran yang progresif pada fungsi ginjal dan berkurangnya nefron
lebih lanjut sampai pada suatu titik sehingga ia harus menjalani terapi
dialisis atau transplatasi ginjal yang masih berfungsi agar dapat bertahan
hidup (Guyton & Hall, 2008).
2.1.2 Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa
tahun dan tidak reversible) (NIC-NOC, 2015). Adapun etiologi menurut
Sudoyo (2014), antara lain :
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non inflamasi pada
glomerulus yang menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan
struktur, dan fungsi glomerulus.
b. Proteinuria
Adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai normalnya

yaitu lebih dari 150mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140mg/m2.
c. Penyakit ginjal diabetik
Pada pasien Diabetes, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi,
seperti terjadinya batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis,
yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetik pada pasien
diabetes.
d. Amiloidosis ginjal
Adalah penyakit dengan karakteristik penimbunan polimer protein di
ekstraseluler dan gambaran dapat diketahui dengan histokimia dan
gambaran ultrastruktur yang khas.
e. Diabetes militus adalah penyebab utama dan terjadi lebih dari 30% klien
yang menerima dialisis.hipertensi adalah penyebab utama ESRD kedua.

Menurut Smeltzer & Bare (2013), gagal ginjal kronik merupakan


suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari
berbagai penyebab. Penyebab terjadinya gagal ginjal kronik yang sering
ditemukan dapat dibagi menjadi 8 kelas adalah :
a. Infeksi : Pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis.
c. Penyakit vascular hipertensif : Nefroslerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung : Lupus erimatosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistikk, asidosis
tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik : Diabetes mellitus, gout, hiperparatyroidisme,
amloidosis.
g. Nefropati toksik : Penyalah gunaan analgesik, nefropati timbale.
h. Nefropati obstruktif : Saluran kemih bagian atas : kalkuli neoplasma,
fibrosisretroperitoneal. Saluran kemih bawah : hipertrofi prostat, striktur
uretra, anomalicongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

2.1.3 Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya dieksresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Banyak gejala uremia yang
membaik setelah di dialysis (Smeltzer & Bare, 2013).
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi. Penurunan laju filtasi glomerulus dideteksi dengan
memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukkan
penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan
hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas, aksis renin angitensin
dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan
garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia (Price & Wilson,
2012).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi
sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah, dan produksi
eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai
kelelahan, angina dan sesak nafas (Price & Wilson, 2012).
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi lain akan menurun.
Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespons normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon, sehingga kalsium di tulang menurun, menyebabkan
terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga, vitamin D
(1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring
perkembangan gagal ginjal (Sudoyo, 2009).

2.1.4 Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer dan Bare (2014) setiap sistem tubuh pada Chronic
Kidney Disease (CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia klien dan kondisi
yang mendasari. Tanda dan gejala klien gagal ginjal kronis adalah sebagai
berikut :

a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan,
sakrum), pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual, muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi.
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler.

2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2.
Adapun klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya menurut
Sudoyo (2009), antara lain sebagai berikut :
Tabel Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau 60-89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau 30-59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Setiati,2015 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam edisi 6.
Jakarta : FKUI

2.1.6 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, klien CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara
lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata
bolisme, dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
2.1.7 Penatalaksanaan
Klien CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai
dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum.
Menurut (Sudoyo, 2015), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat
dalam tabel berikut :

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.

c. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal.

d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.

e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.

f. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Tabel Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya.

LFG
Derajat Rencana tatalaksana
(ml/mnt/1,73m
1 >90 Terapi penyakit dasar, kondisi
komoroid, evaluasi pemburukan fungsi
ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular.
2 60-89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal
Sumber : Sudoyo, 2015.

a. Penatalaksanaa keperawatan
1) Cairan
a) Klien yang tidak didialisa
Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya 400-500 ml
(untuk menghitung kelebihan cairan rutin) ditambah volume yang
hilang lainya seperti urin, diare, dan muntah selama 24 jam
terakhir.
b) Klien dialysis
Pemasukan cairan terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat
badan tidak lebih dari 0,45 kg/hari diantara waktu dialisis. Ini
umumnya akibat dari pemasukan 500 ml sehari ditambah volume
yang hilang melalui urin, diare dan muntah.
2) Elektrolit
a) Klien yang tidak dialysis
Pemasukam kalium harus dibatasi 1,5-2,5 g (38,5-64 mEq)/hari
pada dewasa dan sekitar 50 mg (1,9 mEq)/kg/hari untuk anak-
anak.
b) Klien yang didialisis
Ini dapat diberikan lebih bebas untuk mempertahankan kadar
natrium dan kalium serum normal pada Klien dengan dialisis.
selama CAPD (cronik ambulatory peritonial dealysis), kalium
yang dapat diberikan sekitar 2,7-3,1g (70-80 mEq)/kg/hari pada
anak, untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
3) Diet rendah protein untuk membatasi akumulasi produk akhir
metabolisme protein yang tidak dapat diekresikan ginjal.
4) Persiapan yang harus dilakukan perawat sebelum operasi AV –
Shunt:
a) Berikan informasi yang jelas pada klien karena sering terjadi
kesalah pahaman. Klien sering menganggap Operasi AV-Shunt
adalah pemasangan alat untuk HD padahal hanya
menyambungkan pembuluh darah yang ada pada tubuh klien.
b) Batasan laboratorium untuk operasi AV-Shunt biasanya
direkomendasikan dari dokter penyakit dalam dan ahli bedahnya.
Selama ini Rekomendasi untuk Periksakan laboratorium yaitu ,
Hb > 8 mg/dl, Trombosit dalam batas normal, Gula Darah
Sewaktu dalam batas normal untuk klien tanpa riwayat DM dan
untuk klien dengan DM harus dikonsultasikan lagi dengan ahli
bedahnya.
c) Lakukan program free heparin sebelum dilakukan operasi,
menurut literatur sebaiknya heparin tidak diberikan 6-8 jam
sebelum operasi dan diharapkan tidak diberikan kembali setelah
12 jam post operasi atau dikondisikan sampai luka operasi
mengering.
d) Sebelum operasi perawat HD bisa melakukan palpasi pada arteri
radialis dan ulnaris untuk merasakan kuat tidaknya aliran darah
arterinya kemudian dilaporkan ke ahli bedah. bila salah satu arteri
(radilis/ ulnaris ) tidak teraba dan tidak ditemukan dengan alat
penditeksi (dopler) maka kontra indikasi untuk dilakukan AV-
Shunt.
b. Penatalaksanaa kolaboratif
1) Diuretik kuat untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
2) Glikosida jantung untuk memobilisasi cairan yang menyebabkan
edema.
3) Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengobati osteodistropi
ginjal dengan mengikat fosfat dan menambah kalsium.
4) Anthi hipertensi (ACE inhibitor) untuk mengontrol tekanan darah
dan edema.
5) Famotidin dan ranitidin untuk mengurangi iritasi lambung.
6) Suplemen besi dan folat atau tranfusi sel darah merah untuk anemia.
7) Eritropoitin sintetik untuk menstimulus sumsum tulang,
memproduksi sel darah merah.
8) Suplemen besi, estrogen konjugata, dan desmopresin untuk melawan
efek hematologik.
9) Terapi dialysis (pengganti ginjal)
10) Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan
uremik dari tubuh bila ginjal tidak mampu melakukanya.juga dapat
digunakan untuk mengobati klien dengan edema yang tidak
meresponpengobatan lain, hepatic, hiperkalemia, hiperkalsemia,
hipertensi, dan dialysis peritonial, untuk menggantikan ginjal yang
tidak berfungsi. Dialisis adalah pergerakan cairan dan butir-butir
(partikel) memlalui membaran semipermeabel. Dialisis adalah suatu
tindakan yang dapat memulihkan keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengendalikan keseimbangan asam-basa, dan
mengeluarkan sisa metabolisme dan bahan dari tubuh.

Ada tiga prinsip yang mendasari dialisis, yaitu disfungsi, osmosis, dan
ultrafiltrasi. Disfungsi adalah pergerakan butir-butir (partikel) dari tempat
yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Dalam
tubuh manusia, hal ini terjadi memlalui membran semipermeabel. Difusi
menyebabkan urea, kreatinin, adan asam urat dari darah klien masuk ke
dalam dialisiat. Walaupun konsentrasi eritrosit dan protein da;lam darah
tinggi, meteri ini tidak dapat menebus membran semipermeabel katrena
eitrosit dan prtotein mempunyai mokelul yang besar. Osmosi menyangkut
pergerakan air melakui membran semipermeabel dari tempat yang
berkonsentrasi rendah ke tempat yang berkonsentrasi tinggi (osmolalitas).
Ultrafiltrasi adalah pergerakan cairan melalui membran semipermeabel
sebagai akibat tekanan gradien buatan. Tekanan gradien buatan dapayt
bertekanan positif (didorong) atauu negatif (ditarik). Ultrafiltrasi lebih
efisien daripada osmosisi dalam mengambil cairan dan diterapkan dalam
hemodialisa. Pada saat dialissi, prinsip osmosis, dan difusi atau ultrafiltrasi
digunakan secara simultan atau persamaan.

2.1.8 Dampak Penyakit Gagal Ginjal Kronik


Menurut Smeltzer & Bare (2008), penyakit ginjal kronik akan
berdampak terhadap perubahan fisik, psikologis, sosial dan ekonomi.
Seperti yang dijelaskan berikut ini:

a. Perubahan Fisik
Perubahan yang terjadi pada fisik pasien penyakit ginjal kronik
tergantung pada kerusakan ginjal dan keadaan lainnya yang
mempengaruhi seperti usia dan kondisi tubuh pasien. Perubahan
fisik yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik dibagi
menjadi 8 bagian yaitu :
1) Sistem Neurologi
Kelemahan/fatigue, kecemasan, penurunan konsentrasi,
disorientasi, tremor, seizures, nyeri pada telapak kaki, perubahan
tingkah laku.
2) Sistem Integumen
Kulit berwarna coklat keabu-abuan, kering, kulit mudah
terkelupas, pruritus, ekimosis, purpura tipis, kuku rapuh, rambut
tipis.
3) Sistem Kardiovaskular
Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, dan sakrum), edema
periorbita, precordial friction rub, pembesaran vena pada leher,
perikarditis, efusi perikardial, tamponade pericardial,
hiperkalemia, hiperlipidemia.
4) Sistem Pernafasan
Cracles, sputum yang lengket dan kental, depresi refleks batuk,
nyeri pleuritik, napas pendek, takipnea napas kussmaul, uremic
pneumonitis.
5) Sistem Gastrointestinal
Bau ammonia, napas uremik, berasa logam, ulserasi pada mulut
dan berdarah, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi atau diare,
perdarahan pada saluran pencernaan.
6) Sistem Hematologi
Anemia, trombositopenia.

7) Sistem Reproduksi
Amenorrhea, atropi testis, infertil, penurunan libido.
8) Sistem Muskuloskeletal
Kram otot, hilangnya kekuatan otot, nyeri tulang, dan fraktur.

b. Perubahan Psikologis
Perubahan fungsi fisik secara progresif akibat penyakit ginjal
yang diderita membuat pasien penyakit ginjal kronik mengalami
berbagai stres psikologis. Perubahan keseharian akibat terapi yang
harus dijalani, kewajiban melakukan kunjungan ke rumah sakit dan
laboratorium secara rutin untuk pemeriksaan darah, dan perubahan
finansial untuk biaya pengobatan membuat pasien mengalami stres
dan membuat mereka tidak dapat menjalankan peran secara holistik.
c. Perubahan Sosial
Beberapa pasien timbul gangguan psikis seperti stres, depresi,
cemas, putus asa, konflik ketergantungan, denial, frustasi, keinginan
untuk bunuh diri, dan penurunan citra diri. Selain itu, karena
keterbatasan fisik yang dialaminya maka pasien pun akan mengalami
perubahan peran dalam keluarga maupun peran sosialdi masyarakat.
Peran sosial lain yang berubah pada pasien penyakit ginjal kronik
adalah perubahan pekerjaan. Pasien dengan keterbatasan fisik akan
mengalami penurunan kemampuan kerja. Pasien dapat mengambil
cuti atau kehilangan pekerjaannya. Hal ini akan menimbulkan
permasalahan lain yaitu penurunan kualitas hidup pasien. Pasien
penyakit ginjal kronik yang tidak mempunyai pekerjaan mempunyai
penurunan skor yang sangat signifikan pada dimensi fungsi fisik,
peran fisik, kesehatanumum, vitalitas, peran emosional dan
peningkatan intensitas nyeri.
d. Perubahan Ekonomi
Perubahan ekonomi akibat dari penyakit ginjal dan dialisis
tidak hanya terjadi pada individu dan keluarga pasien. Masalah
ekonomi ini juga akan berakibat kepada perekonomian negara
sebagai penanggung jawab atas penduduknya. Biaya dialisis yang
mahal akan membuat pengeluaran di sektor kesehatan akan
meningkat. Biaya perawatan yang mahal membuat pasien yang harus
menjalani hemodialisis di negara berkembang sebagian besar
meninggal atau berhenti melakukan dialisis setelah 3 bulan
menjalani terapi. Di sisi lain kapasitas kerja dan fisik mereka
mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga terjadi
penurunan penghasilan.
2.2 Hemodialisa
Hemodialisa adalah prosedur pembersihan darah melalui suatu ginjal buatan
dan dibantu penatalaksanaanya oleh semacam mesin. Hemodialisa sebagai terapi
yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia. Hemodialisa
merupakan metode pengobatan yang sudah dipakai secara luas dan rutin dalam
program penanggulangan gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga
beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang
membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Akan tetapi
hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal (Smeltzer &
Bare, 2013).
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti
nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black &
Hawks, 2014).
Hemodialisis pada penyakit gagal ginjal kronik dilakukan dengan
mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari
dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke
kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artifisial)
dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialysis yang
bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan
tidak mengandung sisa metabolism nitrogen. Cairan dialysis dan darah yang
terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari
konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah (Sudoyo, 2009).
2.2.1 Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen dan
toksin dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan kemudian
dialihkan dari pasien ke mesin yaitu mesin dialyzer, dimana darah diberikan
dan kemudian dikembalikan ke tubuh pasien (Smeltzer & Bare, 2013).
2.2.2 Prinsip Hemodialisa
Ada 3 prinsip dasar yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu : difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi. Racun dan limbah dalam darah dibuang oleh
proses difusi, yaitu bergerak dari daerah yang konsentrasi yang lebih tinggi
dalam darah ke area konsentrasi yang lebih rendah dialisat. Dialisa terdiri
dari semua elektrolit penting dalam konsentrasi esktraseluler ideal. Tingkat
elektrolit dalam darah pasien dapat dikendalikan dengan cairan dialisat
(Smeltzer and Bare, 2008).
Kelebihan air akan dibuang dari dalam darah melalui proses osmosis,
dimana bergerak dari daerah konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi ke
daerah konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah. Ultrafiltrasi didefinisikan
sebagai air yang bergerak di bawah tekanan tinggi ke daerah tekanan
rendah. Ultrafiltrasi dicapai dengan menerapkan tekanan negatif atau
kekuatan penyedotan ke membran dialisis (Smeltzer and Bare, 2008).

2.2.3 Indikasi Hemodialisa


Menurut konsesus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
kurang dari 15 mL/menit,LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala
dapat menjalani dialisis.Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya
indikasi  khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti edema paru,
hiperkalemia, asidosis metabolic berulang, dan nefropatik diabetic.
Pada umumnya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal
kronis adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari
hal tersebut dibawah:

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

b. Kreatinin serum >6 mEq/L


c. Ureum darah > 200 mg/DL
d. Ph darah <7,1
e. Oliguria atau anuria berkepanjangan ( > 5hari)
2.2.4 Prosedur Hemodialisa
Menurut Smeltzer and Bare (2008), hemodialisa mencakup
shunting/pengalihan arus darah dari tubuh pasien ke dialisator dimana
terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan kemudian kembali ke sirkulasi pasien.
Untuk pelaksanaan hemodialisa terjadi yang masuk ke darah pasien, suatu
mekanisme yang mentraspor darah ke dan dari dialisator, dan dialisator
(daerah dimana terjadi pertukaran larutan elektrolit dan produk-produk sisa
berlangsung). Sekarang terdapat lima cara utama agar terjadi yang masuk ke
aliran darah pasien. Ini terdiri dari sebagai berikut :

a. Fistula aerteriovena

b. External arteriovenous/arus arteriorvena eksternal

c. Kateterisasi vena femoral

d. Kateterisasi vena subklavia

2.2.5 Komplikasi Hemodialisa


Pada penderita gagal ginjal kronik memiliki keluhan utama yang
sering dirasakan oleh penderita penyakit gagal ginjal kronik adalah cepat
merasa lelah, mual, serta mulut kering ini. Kondisi ini disebabkan oleh
penurunan kadar natrium dalam darah karena ginjal tidak lagi dapat
mengendalikan eksresi natrium (Smeltzer and Bare, 2008).
Komplikasi atau dampak hemodialisa terhadap fisik menjadikan klien
lemah dan lelah dalam menjalani kehidupan sehari-hari terutama setelah
menjalani hemodialisa (Farida, 2010). Sedangkan Menurut Smeltzer & Bare
(2008), komplikasi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan
dikeluarkan.
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja
terjadi jika udara memasukis istem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini
kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang
berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan
cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan CKD


2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan individu.
Pengkajian keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD) menurut Doengoes, 2012; Nursalam, 2008; Sudoyo, 2015; NIC
NOC, 2015 sebagai berikut :
a. Demografi.
Klien CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian
CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu
lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak
sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pengkajian Bio-psiko-Sosial
1) Aktivitas istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem kelemahan dan malaise, gangguan tidur
(insomnia/ gelisah atau somnolen).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi : nyeri dada
(angina)
Tanda : Hipertensi : nadi kuat, edema jaringan umum dan piting
pada kaki, telapak tangan, nadi lemah dan halus, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang terjadi pada
penyakit tahap akhir, friction rub pericardial (respon terhadap
akumulasi rasa) pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,
kecenderungan pendarahan.
3) Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya.
Peran tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
4) Eiminasi
Gejala :Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat
badan (malnutrisi). Anoreksia, Malnutrisi, kembung, diare,
konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berwarna. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Makanan / Cairan
Gejala :Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat
badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa
metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), pengguanaan
diuretik.
Tanda : Distensi abdomen / asietas, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit. Edem (umum, tergantung). Ulserasi gusi,
pendarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak
subkutan, tampak tak bertenaga.
6) Neorosensasi
Gejala :Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang :
sindrom Kaki, gelisah; kebas terasa terbakar pada telapak kaki.
Kebas kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda: Gangguan sistem mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketikmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma. Kejang, fasikulasi
otot, aktifitas kejang, Rambut tipis, kuku rapuh dan tips.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki.
Memburuk pada malam hari.
Tanda : perilaku berhati-hati dan gelisah.
8) Pernafasan
Gejala: nafas pendek : dipsnea, nokturnal parosimal, batuk
dengan / tanpa sputum kental atau banyak.
Tanda: takiepna, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman
(Pernafasan kusmaul). Batuk produktif dengan sputum merah
muda encer (edema paru).
9) Keamanan
Gejala :Kulit gatal ada / berulamngnya infeksi
Tanda : Pruritus Demam ( sepsis, dehidrasi ; normotemia dapat
secara actual terjadi peningkatan pada klien yang mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari pada normal ( efek CKD / depresi respon
imum) Ptekie, araekimosis pada kulit Fraktur tulang ; defosit
fosfat, kalsium, (klasifikasi metastatik) pada kulit, jaringan lunak
sendi, keterbatasan gerak sendi.
10) Seksualitas
Gejala : penurunan libido ; amenorea ; infertilitas.
11) Interaksi Sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekeja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

Pemeriksaan fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
klien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengam Chronic Kidney Disease (CKD)
menurut trucker, 2008; sudoyo, 2015.
1) Urinalisasi : PH asam, SDP, SDM, berat jenis urin (24 jam) : volume
normal, volume kosong atau rendah, proteiurea, penurunan klirens
kreatinin kurang dari 10 ml permenit menunjukan kerusakan ginjal yang
berat.
2) Hitungan darah lengakap : penurunan hematokrit / HB , trombosit,
leukosit, peningkaanj SDP.
3) Pemerikasaan urin : Warna PH, kekeruhan, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, CCT.
4) Kimia darah : kadar BUN, kreatinin, kalium, kalsium, fosfor, natrium,
klorida abnormal.
5) Uji pencitraan : IVP, ultrasonografi ginjal, pemindaian ginjal, CT scan.
6) EKG : distritmia
7) Poto polos abdomen, bias tampak batu radio opak
8) Pielografi intra vena jarang dikerjakan, karena kontras tidak dapat
melewati filter glomerolus, disamping kekawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
9) Piolografi antegrad atau retrograt sesuai dengan indikasi.
10) Pemeriksaan lab CCT (Clirens Creatinin Test) untuk mengetahui laju
filtrasi glomerulus. Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) /
CCT (Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :

CCT ( ml/ menit ) =

*) wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD menurut
Huda dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2015).
1) Hipervolemia berhubungan dengan
2) Defisit Nutrisi
3) Gangguan Pertukaran Gas
4) Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif
5) Resiko perfusi renal tidak efektif

Anda mungkin juga menyukai