Anda di halaman 1dari 4

Gentamicin

Gentamycin injeksi adalah antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi-infeksi yang
disebabkan terutama oleh bakteri gram negatif. Gentamicin adalah antibiotik golongan
aminoglikosida yang digunakan untuk mengobati infeksi-infeksi yang disebabkan terutama oleh
bakteri gram negatif. Gentamicin bekerja dengan cara mengikat secara reversibel terhadap sub unit
30s dari ribosom bakteri sehingga menghambat sintesa protein yang pada akhirnya menghambat
pertumbuhan bakteri itu.
Obat ini biasanya dipasarkan berupa gentamicin sulfate vial injeksi 20 mg / 2 ml, vial injeksi 40 mg /
ml, vial injeksi 60 ml / 1.5 ml, dan vial injeksi 80 mg / 2 ml.
golongan
Kegunaan gentamycin injeksi (gentamicin) adalah untuk pengobatan kondisi-kondisi berikut :
- Untuk pengobatan terhadap berbagai infeksi bakteri terutama bakteri gram negatif seperti
Pseudomonas, Proteus, Serratia, dan Staphylococcus .
- Juga digunakan untuk septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik dan atau zat-zat
yang dihasilkan oleh bakteri tersebut), meningitis (radang selaput otak), infeksi saluran kemih,
saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit, tulang, dan jaringan lunak.
- Berguna melawan Yersinia pestis dan Francisella tularensis.

Kontra indikasi
- Jangan digunakan untuk penderita yang mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap
gentamicin atau antibiotika golongan aminoglikosida lainnya.
- Hindarkan juga pemakaian antibiotik ini untuk bayi prematur ataupun bayi baru lahir.
- Tidak boleh digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Neisseria
meningitidis atau infeksi bakteri Legionella pneumophila (karena berisiko pasien akan
mengalami shock dari lipid A endotoksin yang ditemukan dalam organisme bakteri gram
negatif tertentu).

Efek Samping

Berikut adalah beberapa efek samping gentamycin injeksi (gentamicin) yang mungkin terjadi :

- Efek samping yang telah dilaporkan diantaranya adalah terjadinya kerusakan pada aparatus
vestibular dari telinga bagian dalam jika diberikan dalam dosis tinggi dan dalam jangka waktu
yang lama.
- Juga menyebabkan efek toksisitas yang bervariasi antar pasien dengan ciri-ciri yang sering
terjadi adalah kehilangan keseimbangan, pandangan kabur dan dering di telinga.
- Antibiotik ini memiliki efek nefrotoksik yang akan meningkat oleh faktor resiko yang dimiliki
pasien seperti faktor usia, fungsi ginjal yang menurun, kehamilan, hipotiroidisme, disfungsi
hati, penggunaan bersamaan obat lain seperti : vankomisin, NSAID, cisplatin, siklosporin,
sefalosporin, dan diuretik.
(Farmasiana, 2017)

Mecobalamin

Mecobalamin atau methylcobalamine adalah salah satu bentuk vitamin B12 yang sering digunakan
untuk mengobati neuropati perifer dan beberapa jenis anemia. Vitamin B12 berfungsi untuk
membantu tubuh memproduksi sel darah merah.
Dosis mecobalamin dan efek samping mecobalamin akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
Bagaimana aturan minum Mecobalamin?
Ikuti aturan yang diberikan oleh dokter atau apoteker sebelum memulai pengobatan. Jika Anda
memiliki pertanyaan, konsultasikanlah pada dokter atau apoteker Anda.
Minum obat ini dengan atau tanpa makanan. Terdapat juga injeksi yang diberikan oleh tenaga medis
melalui vena atau otot.

Dosis mecobalamin untuk neuropati perifer


- Oral: 500 mcg/hari terbagi dalam 3 dosis
- Parenteral: 500 mcg perhari IM/IV 3 kali/minggu

Dosis mecobalamin untuk anemia defisiensi B12


- 500 mcg perhari IM/IV 3 kali/minggu
Dosis pemeliharaan: setelah 2 bulan pengobatan, kurangi dosis tunggal 500 mcg setiap 1 sampai 3
bulan

Efek samping mecobalamin yang biasanya terjadi adalah:

- Oral: anorexia, mual, muntah-muntah dan diare


- Parenteral: ruam, sakit kepala, sensasi panas, diaphoresis dan nyeri selama injeksi IM

Tidak semua orang mengalami efek samping berikut ini. Mungkin ada beberapa efek samping yang
tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki kekhawatiran mengenai efek samping tertentu,
konsultasikanlah pada dokter atau apoteker Anda.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara lama hipertensi dengan angka kejadian GGT. Kemudian dilanjutkan dengan uji
korelasi Lambda untuk mengetahui seberapa kekuatan korelasinya dan dihasilkan korelasi
sedang. Hasil dari analisis data tersebut juga menunjukkan bahwa pada lama hipertensi >10 tahun
resiko terjadinya GGT lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki lama hipertensi 6-10
tahun dan 1-5 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati et al
(2008) yang menyebutkan bahwa semakin lama menderita hipertensi maka semakin tinggi risiko
untuk terjadinya GGT.
Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya GGT melalui suatu proses yang mengakibatkan
hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang progresif dan irreversible. Penurunan jumlah
nefron akan menyebabkan proses adaptif, yaitu meningkatnya aliran darah, penigkatan GFR
(Glomerular Filtration Rate) dan peningkatan keluaran urin di dalam nefron yang masih
bertahan. Proses ini melibatkan hipertrofi dan vasodilatasi nefron serta perubahan fungsional
yang menurunkan tahanan vaskular dan reabsorbsi tubulus di dalam nefron yang masih bertahan.
Dalam jangka waktu lama, lesi-lesi sklerotik yang terbentuk dari kerusakan nefron semakin
banyak sehingga dapat menimbulkan obliterasi glomerulus, yang mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal lebih lanjut dan menimbulkan lingkaran setan yang berkembang secara lambat dan
berakhir sebagai penyakit gagal ginjal terminal (Guyton and Hall, 2007). Hal ini juga diperkuat
dengan pernyataan Tessy (2009) yang menyebutkan bahwa beratnya pengaruh hipertensi pada
ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Semakin tinggi
tekanan darah dalam waktu (Nurjanah, 2012)
2. Gangguan tidur dialami oleh setidaknya 50-80% pasien yang menjalani hemodialisis (Merlino, at
al, 2006). Sabry, at al (2010) dalam penelitiannya mengenai Sleep disorders in haemodialysis
patient menjelaskan bahwa prevalensi gangguan tidur pada 88 pasien hemodialisis kronis
selama 4 bulan adalah 79,5%, dan gangguan tidur yang paling umum adalah insomnia (65,9%).
Hasil penelitian sabbatini, et al. (2002), menunjukkan risiko tinggi insomnia pada pasien yang
menjalani HD lebih dari 12 bulan. Hal ini berhubungan dengan makin progresifnya gejala dan
penyakit yang mendasari terapi dialysis pada penderita yang menjalani HD dalam waktu yang
lama. Seperti peningkatan hormone paratiroid (PTH) dan osteodistrofi renal (Sabbatini, et al,
2002).
Insomnia pada pasien dengan terapi HD dapat terjadi akibat dari mekanisme peningkatan dari
insiden osteodistrofi renal yang berhubungan dengan nyeri tulang dan pruritus akibat
peningkatan kadar serum parathormon (PTH). Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal penderita GGK dapat mengalami peningkatan fosfat serum dan sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium, hipokalsemia dapat merangsang sekresi PTH. Dalam hal ini juga dapat
terjadi penurunan produksi calcitriol oleh ginjal, yang dapat menurunkan penyerapan kalsium
usus yang menyebabkan hipokalsemia dan akibatnya, menstimulasi sekresi PTH. Tingkat fosfat
serum yang tinggi juga memiliki efek menstimulasi langsung pada sekresi PTH. Pasien dengan
hiperparatiroidisme memiliki berbagai gejala yang dapat mengganggu tidur pasien, seperti :
Nyeri tulang, dan Pruritus: Pruritus terjadi pada gagal ginjal lanjut, terutama pada pasien dialisis,
dan kemungkinan berhubungan dengan deposisi kalsium dan fosfor dalam kulit. Lama menjalani
HD juga menyebabkan peningkatan dari paratiroid hormone (PTH) (Abdullah M.W, 2006;
Sabbatini, et al, 2002; Alfrey AC., 2004; Tallon S., et al., 1996).
Referensi

Farmasiana, 2017. Diakses pada 8 Maret 2017 pukul 22.35. http://www.farmasiana.com/gentami-


cin/gentamycin/

Merlino, G., Piani, A., Dolso, P., et al. (2006). Sleep disorders in patients with end-stage renal disease
undergoing dialysis therapy. Nephrology, Dialysis, Transplantation.

Nurjanah A, Hidayat N, Sulistyani. 2012. Hubungan Antara Lama Hipertensi Dengan Angka Kejadian
Gagal Ginjal Terminal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta.

Sabbatini M., et al. (2002). Insomnia in Maintenance Hemodialysis patients, Nephrol Dial
Transplant,

Sabry, A., et al. (2010). Sleep Disorders In Hemodialysis Patients. Saudi J Kidneydis Transpl

Samiadi, LA. 2016. Diakses pada 8 Maret 2017 pukul 22.35. https://hellosehat.com/obat/meco-
balamin/

Wolf Scott W.,M.D. Intravenous Access In Adults. In : Perioperative Fluid Therapy, Part III,
Departement Of Anesthesiology University Of Texas Medical Branch Of Galveston Texas, USA, 2006,
pp. 102-5

Anda mungkin juga menyukai