Dengue Haemoragic Fever (DHF) Anak-4

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 26

DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF) PADA ANAK

KEPERAWATAN ANAK I

Dosen Pengampu : Ns. Herlina, M.Kep, Sp.Kep.An

Disusun oleh:

Ghina Regiana
1710711082

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
S-1 ILMU KEPERAWATAN
2019
I. KONSEP DASAR DHF
A. ANATOMI FISIOLOGI
Darah merupakan salah satu komponen penting yang ada di dalam tubuh
manusia, sebab darah berfungsi, mengalirkan zat-zat atau nutrisi yang dibutuhkan
tubuh, kemudian mengalirkan karbondioksida hasil metabolism untuk dibuang.
Ada empat fungsi utama darah, yaitu memberikan suplai oksigen ke seluruh
jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan sisa-sisa metabolisme, dan
membawa zat antibody.
 Komposisi darah
Darah kita mengandung beberapa jenis sel yang tersangkut di dalam cairan
kuning yang disebut plasma darah. Plasma darah tersusun atas 90% air yang
mengandung sari makanan, protein, hormone, dan endapan kotoran selain sel-
sel darah.
Ada 3 jenis sel darah yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit) dan keping darah (trombosit). Sel darah merah dan sel darah putin
disebut juga korpuskel.
1. Sel darah merah (eritrosit)
Sel darah merah berbentuk piringan pipih yang menyerupai donat.
45% darah tersusun atas sel darah merah yang dihasilkan di sum-sum
tulang. Dalam setiap 1cm3 darah terdapat 5,5juta sel. Jumlah sel darah
merah yang diproduksi setiap hari mencapai 200.000 miliun, rata-rata
umurnya hanya 120 hari. Semakin tua semakin rapuh, kehilangan bentuk
ukurannya menyusun menjadi sepertiga ukuran mula-mula.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang kaya akan zat besi.
Warnanya yang merah cerah disebabkan oleh oksigen yang diserap dari
paru-paru. Pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh, hemoglobin
melepas oksigen ke sel dan mengikat karbondioksida.
Sel darah merah yang tua akhirnya akan pecah menjadi partikel-
partikel kecil di dalam hati dan limfa. Sebagian besar sel yang tua
dihancurkan oleh limfa dan yang lolos dihancurkan oleh hati. Hati
menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian di angkut
oleh darah ke sum-sum tulang untuk membentuk sel darah merah yang
baru. Persediaan sel darah merah di dalam tubuh diperbarui setiap empat
bulan sekali.
2. Sel darah putih (leukosit)
Sel darah putih lebih besar daripada sel darah merah jumlahnya,
yaitu dalam setiap 13 darah ada sekitar 4000-10.000 sel. Tidak seperti sel
darah merah, sel darah putih memiliki inti (nucleus). Sebagian sel darah
putih bisa bergerak di dalam aliran darah, membuatnya dapat
melaksanakan tugas sebagai system ketahanan tubuh.
Sel darah putih adalah bagian dari system ketahanan tubuh yang
penting. Sel darah putih yang terbanyak adalah neutrophil (+60%).
Tugasnya adalah memerangi bakteri pembawa penyakit yang memasuki
tubuh. Mula-mula bakteri dikepung, lalu butir-butir didalam sel darah
segera melepaskan zat kimia untuk menghancurkan dan mencegah bakteri
berkembang biak.
Sel darah putih mengandung +5% eusinofil. Fungsinya adalah
memerangi bakteri, mengatur pelepasan zat kimia saat pertempuran, dan
membuang sisa-sisa sel yang rusak. Basophil yang menyusun 1% sel
darah putih, melepaskan zat untuk mencegah terjadinya penggumpalan
darah di dalam pembuluhnya. 20 sampai dengan 30% kandungan sel darah
putih adalah trombosit. Tugasnya adalah menghasilkan antibody, yaitu
suatu protein yang membantu tubuh untuk memerangi penyakit.
Monosit bertugas mengepung bakteri. Kira-kira ada 5 sampai 10%
di dalam sel darah putih. Tubuh mengatur banyak sel darah putih yang
dihasilkan sesuai dengan kebutuhan. Jika kita kehilangan darah, tubuh
akan segera membentuk sel-sel darah untuk menggantinya. Jika kita
mengalami infeksi, maka tubuh akan membentuk lebih banyak sel darah
putih untuk memeranginya.
 Pembekuan darah
Proses yang mencegah kehilangan darah dari tubuh melalui luka disebut
hemostastis dan proses ini terdiri dari tiga stadium yang bekerja Bersama-
sama, yaitu :
1. Spasme vaskuler : penyempitan lumen pembuluh darah yang putus untuk
mengurangi aliran darah yang hilang.
2. Pembentukan sumbat trombosit : untuk menghentikan kebocoran darah.
3. Pembentukan fibrin disekitar sumbat trombosit dan reaksi fibrin : untuk
merekat pembuluh yang putus dan menarik sisi pinggirnya supaya merapat
(Watson, 2001)
 Fungsi darah
Fungsi darah dalam metabolism tubuh kita antara lain sebagai alat
mengangkut (pengedar), pengatur suhu tubuh dan pertahanan tubuh.
Peredaran oksigen pada tubuh :
1. Oksigen diedarkan ke seluruh tubuh oleh sel darah merah
2. Darah yang dipompa dari bilik kanan jantung menuju paru-paru
melepaskan CO2 dan mengambil O2 dibawa menuju serambi kiri
3. O2 dari serambi kiri disalurkan ke bilik kiri
4. Dari bilik kiri O2 dibawa ke seluruh tubuh oleh sel darah merah untuk
pembakaran (oksidasi)
5. Peredaran darah besar yaitu peredaran darah yang berasal dari jantung
membawa oksigen dan sari makanan ke seluruh tubuh dan kembali ke
jantung membawa karbondioksida
6. Peredaran darah kecil yaitu peredaran darah dari jantung membawa
karbondioksida menuju paru-paru untuk dilepas dan mengambil oksigen
dan dibawa ke jantung

Jadi kesimpulannya, fungsi darah yaitu :

1. Mengedarkan sari-sari makanan ke seluruh tubuh


2. Mengangkut karbondioksida ke paru-paru
3. Mengedarkan oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh
4. Mengedarkan hormone
B. DEFINISI
DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang
disebabkan oleh Arbovirus (artho podborn virus) dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita,
2000;419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I-IV dengan manifestasi klinis dengan
5-7 hari disertai dengan gejala pendarahan dan jika timbul tengatan angka
kematiannya cuku tinggi (UPF IKA, 1994;201).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang
berlangsung akut, menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak tetapi banyak
menimbulkan korban pada anak-anak berusia dibawah 15 tahun disertai dengan
perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan
penularan melalui gigitan nyamuk Aedes (Soeparman, 1990; 36).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat
pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya
memburuk pada dua hari pertama (Soeparman, 1987; 16).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan
masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina)
(Soeparman, 1990).
Dengue Haemoragis Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy, 1995).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa
nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat
menyebar secara epidemic (Sir Patrick Manson, 2001).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Soeparman,
1996).

C. ETIOLOGI
Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthrropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1, 2, 3 dan 4, keempat virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan
dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk ke dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun
sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus (Soedarto, 1990; 36).

Vector
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vector yaitu
nyamuk aedes aegepty, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer & Suprohaita, 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegepty maupun Aedes Albopictus merupakan vector
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya.
Nyamuk Aedes Aegepty merupakan vector penting di daerah perkotaan
sedangkan di daerah pedesaan kedua nyamukmtersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air bersih yang
terdapat dalam bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bamboo,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya. Nyamuk betina lebih
menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi
hari dan seja hari (Soedarto, 1990; 37).

Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya makai a
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia
masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sam tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. DHF akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan
infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua
kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue pertama kalinya jika ia mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya
melalui plasenta (Soedarto, 1990; 38).

D. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, DHF dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA,
1994; 201) yaitu :
1. Derajat I : panas 2-7 hari, gejala umum tidak khas, uji tourniquet hasilnya
positif.
2. Derajat II : sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
perdarahan gusi, telinga dan sebagainya.
3. Derajat III : penderita syok ditandai dengan gejala kegagalan peredaran darah
seperti nadi lemah dan cepat ( > 120 menit ) dan tekanan nadi sempit ( < 20
mmHg ) tekanan darah menurun ( 120/80 mmHg ) sampai tekanan sistolik
dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (denyut jantung >
-140 mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4


golongan, yaitu :
 Derajat I : demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas
2-7 hari, uji tourniquet positif, trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
 Derajat II : sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
 Derajat III : ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (>120/menit) tekanan nadi sempit (<120 mmHg), tekanan darah
menurun (120/80 → 120/100 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0)
 Derajat IV : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung >
140x/menit) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

Derajat (WHO 1997) :

Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif

Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau


perdarahan lain.

Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin
lembab dan pasien menjadi gelisah.

Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur.

E. PATOFISIOLOGI
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegepty.
Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh,
ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan
hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati (hepatomegaly) dan pembesaran limfa (splenomegaly).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibodi. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptidaa yang berdaya
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningkatnya permea bilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hypoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perebesan) plasma
sehingga nilai hematocrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunya
faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab
terjadinya perdarahan hebat terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada
DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan sengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga
peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang
diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya
edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang
cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan
kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metbolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Gangguan hemostatis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler,
trombositopenia, dan gangguang koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir
diseluruh tubuh seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
Virus
dengue

Viremia

Hipertemia Hepatomeg Depresi sumsum Permeabilitas


aly tulang kapiler meningkat

- Anoreksia Mk : Resiko
- Muntah kekurangan Manifestasi
volume cairan perdarahan Mk : Perubahan Efusi
Resiko perfusi pleura
Mk : perubahan perdarahan jaringan Ascites
nutrisi kurang dari Kehilangan perifer Hemo-
kebutuhan tubuh konsentrasi

Hypovolem
ia

Mk : Resiko syok
hipovolemik

Syok

Kematian
F. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
 Meningkatnya suhu tubuh ( demam tinggi selama 5-7 hari)
 Mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, konstipasi
 Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbital
 Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, petekie, ekimosis, hematoma
 Epistaksis, hemaatemisis, melena, hematuria
 Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati
 Pembengkakan sekitar mata
 Pembesaran hati, limfa, dan kelenjar getah bening
 Tanda-tanda renjatan ( sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah)

G. KOMPLIKASI
a. DHF mengakibatkan perdarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan
ginjal, otak, jantung, paru-paru, limfa, dan hati. Sehingga tubuh kehabisan
darah dan cairan serta menyebabkan kematian.
b. Ensepalopati.
c. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
d. Disorientasi, prognosa buruk.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mendiagnosis DHF dapat dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium yaitu :
 Tromboditopenia ( < 100.000 mm3 ), Hb dan PCV meningkat (20%)
leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF
IKA, 1994).
 Pemeriksaan serologic yaitu titer CF (complement fixation) dan antibody HI
(haemoglutination ingibition) (WHO, 1998; 69) yang hasilnya adalah :
 Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibody HI adalah kurang
dari 1/20 dan akan meningkat sampai kurang dari pada 1/1280 pada
stadium rekovalensensi pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer
antibody HI dalam fase akut lebih dari 1/20 dan akan meningkat dalam
stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
 Apabila titer HI pada fase akut lebih dari 1/1280 maka kadang titernya
dalam stadium rekonvalensi tidak naik lagi (UPF IKA, 1994; 202).
 Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulang kali (setiap jam
atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan) faal haemostatis x-
foto dada, elektro kardiogram, kreatinin serum.
 Laboratorium : Trombositopenia ( <100.000/ uL ) dan terjadi
hemokonsentrasi lebih dari 20%.

Secara singkat, pemeriksaan penunjang yang menunjukkan DHF :

a. Darah
1) Trombosit menurun
2) HB meningkat lebih 20%
3) HT meningkat lebih 20%
4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5) Protein darah rendah
6) Ureum PH bisa meningkat
7) NA dan CL rendah
b. Serologi : HI (hemaglutination inhibition test)
1) Rontgen thorax : Efusi pleura
2) Uji test tourniquet (+)

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif
(Ngastiyah,1995; 344). DHF ringan tidak perlu dirawat, DHF sedang kadang-
kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan
dalam pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu
perburukan gejala klinis pada hari 3-7 sakit (Purnawan dkk, 1995; 571).

Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994; 203)
yaitu :

 Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, mual, muntah, masukan
kurang ) atau kejang-kejang.
 Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji tourniquet
positif/negative, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV
meningkat.
 Panas disertai perdarahan-perdarahan.
 Panas disertai renjatan.

Alur tatalaksana pemberian cairan DHF derajat I dan II

a) Hiperpireksia (suhu 40 derajat celcius atau lebih) diatasi dengan


antipiretika dan ‘surface cooling’. Antipiretik yang dapat diberikan ialah
golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan.
b) Umur 6 - 12 bulan : 60mg/kali, 4 kali sehari
Umur 1 - 5 tahun : 50-100mg/kali, 4 kali sehari
Umur 5 - 10 tahun : 100-200mg/kali, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250mg/kali, 4 kali sehari
c) Oral ad libitum
d) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75ml/kg BB/hari untuk anak
dengan BB kurang dari 10kg atau 50ml/kg BB/hari untuk anak dengan BB
kurang dari 10kg bersama-sama diberikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya.
e) Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin.
f) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus
yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam
kurun waktu 24jam yang diestimasikan sebagai berikut :
 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB kurang dari 25kg
 75 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30kg
 60 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40kg
 50 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50kg
g) Obat-obatan lain :
- Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain
- Antipiretik untuk anti panas
- Darah 15 cc/kg BB/hari untuk perdarahan hebat

Alur tatalaksana pemberian cairan DHF derajat III

a) Berikan infus ringer laktat 20 mL/kg BB/1 jam


Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80mmHg dan nadi
teraba dengan frekuensi kurang dari 120/menit dan akral hangat) lanjutkan
dengan ringer laktat 10 mL/kg BB/1 jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan
infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan
dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan
sisa waktu (24jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24jam diperhitungkan sebagai berikut :
 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB kurang dari 25kg
 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 26-30kg
 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40kg
 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50kg
b) Apabila satu jam pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
yang lainnya) sebanyak 10 mL/Kg BB/1 jam dan dapat diulang maksimal 30
mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik
dilanjutkan cairan RL sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
c) Apabila satu jam setelah pemberian cairan RL 10 mL/Kg BB/1 jam keadaan
tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 mL/Kg BB/1 jam.
Dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika
keadaan umum membaik dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan
sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

Alur tatalaksana pemberian cairan DHF derajat IV

a) Berikan cairan RL sebanyak 30 mL/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (TD > 80
mmHg dan nadi < 120x/menit) akral hangat lanjutkan dengan RL sebanyak 10
mL/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum tidak stabil infus RL dilanjutkan
sampai perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi reenjatan.
b) Apabila setelah pemberian RL 30 mL/Kg BB/1 jam keadaan umum masih
buruk. Tensi tak terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang infus 2
tempat dengan maksud satu tempat untuk RL 10 mL/Kg BB/1 jam dan tempat
lain untuk pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 20 mL/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik
lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
c) Apabila setelah pemberian RL 30 mL/Kg BB/1 jam keadaan umum masih
buruk. Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 mL/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum
membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
d) Apabila setelah pemberian RL 30 mL/Kg BB/1 jam keadaan umum membaik
tetapi tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120x/menit, akral hangat
atau akral dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 mL/Kg BB/1 jam dan dapat
diulangi maksimal sampai 30 mL/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum
membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
e) Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 mL/Kg BB/1 jam dan RL 10
mL/Kg BB/1 jam tidak menunjukkan perbaikan T=0, N=0 maka klien ini
perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan
yang dibutuhkan apabila sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini
perlu monitor dengan pemasangan CVP, gunakan obat Dopamin,
Kortikosteroid dan perbaiki kelainan yang lain.
f) Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 mL/Kg BB/1 jam dan RL 30
mL/Kg BB/1 jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (TD <
80mmHg, N > 120x/menit), maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 mL/Kg BB/1 jam.
Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu dikonsultasikan ke
bagian anestesi.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
 Umur : DHF merupakan penyakit daerah tropic yang sering
menyebabkan kematian pada anak, remaja, dan dewasa (Effendy,
1995).
 Jenis kelamin : secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak
perempuan daripada anak laki-laki.
 Tempat tinggal : penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa
kota besar saja, kemudian menyebar hamper seluruh kota besar di
Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang
padat dan dalam waktu relative singkat.
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
 P (Provocative) : Virus Dengue
 Q (Quality) : Keluhan dari ringan sampai berat
 R (Region) : Semua system tubuh akan terganggu
 S (Severity) : Dari derajat I, II, III, sampai IV
 T (Time) : Demam 5-8 hari, ruam 5-12 jam
3. KELUHAN UTAMA
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit kepala,
lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
4. RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Panas tinggi (demam) 2-7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, ruam,
malaise, mual, muntah, sakit kepala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu
hati dan penurunan nafsu makan (anoreksia), perdarahan spontan.
5. RIWAYAT KEPERAWATAN SEBELUMNYA
Tidak ada hubungannya antara penyakit yang pernah diderita dahulu dengan
penyakit DHF yang dialami sekarang, tetapi jika dahulu pernah menderita
DHF, penyakit itu bisa terulang.
6. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang tinggal
didalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan)
sangat menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegepty.
7. RIWAYAT KESEHATAN LINGKUNGAN
DHF ditularkan oleh dua jenis nyamuk, yaitu :
- Aedes Aegepty : merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis
terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada
tempat penampungan air bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas,
tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi yang
jarang dibersihkan. Dengan jarak terbang nyamuk kurang lebih 100
meter.
- Aedes Albopictus
8. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak :
a. Faktor keturunan : yaitu faktor gen yang diturunkan dari kedua orang
tuanya.
b. Faktor hormonal : banyak hormone yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak, namun yang paling berperan
adalah Growth Hormon (GH).
c. Faktor gizi : setiap sel memerlukan makanan atau gizi yang baik. Untuk
mencapai tumbuh kembang yang baik dibutuhkan gizi yang baik pula.
d. Faktor lingkungan : terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan
lingkungan psikososial.

Teori kepribadian anak menurut Teori Psikoseksual Sigmunt Freud meliputi


tahap :

a. Fase oral, usia antara 0 – 1,5 tahun


b. Fase anal, usia antara 1,5 – 3 tahun
c. Fase falik, usia antara 3 – 5 tahun
d. Fase laten, usia antara 5 – 12 tahun
e. Fase genital, usia antara 12 – 18 tahun

Tahap-tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erick Erickson :

a. Bayi (oral) usia 0-1 tahun


b. Usia bermain (anal) yakni 1-3 tahun
c. Usia prasekolah (phallic) yakni 3-6 tahun
d. Usia sekolah (latent) yakni 6-12 tahun
e. Remaja (genital) yakni 12 tahun lebih
f. Remaja akhir dan dewasa muda
g. Dewasa
h. Dewasa akhir

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak


a. Faktor keturunan (genetic)
Seperti kita ketahui bahwa warna kulit, bentuk tubuh dan lain-lain
tersimpan dalam gen. Gen terdapat dalam kromosom, yang dimiliki oleh
setiap manusia dalam setiap selnya. Baik sperma maupun ovum masing-
masing mempunyai 23 pasang kromosom. Jika ovum dan sperma
bergabung akan terbentuk 46 pasang kromosom, yang kemudian akan
terus membelah untuk memperbanyak diri sampai akhirnya terbentuk
janin, bayi. Setiap kromosom mengandung gen yang mempunyai sifat
diturunkan pada anak dari keluarga yang memiliki abnormalitas tersebut.
b. Faktor hormonal
Kelenjar petuitari anterior mengeluarkan hormone pertumbuhan (Growth
Hormon, GH) yang merangsang pertumbuhan epifise dari pusat tulang
Panjang. Tanpa GH anak akan tumbuh dengan lambat dan kematangan
seksualnya terhambat. Pada keadaan hipopetuitarisme terjadi gejala-gejala
anak tumbuh pendek, alat genitalia kecil dan hipoglikemi. Hal sebaliknya
terjadi pada hiperfungsi petuitari, kelainan yang ditimbulkan adalah
akromegali yang diakibatkan oleh hipersekresi GH dan pertumbuhan
linear serta gigantisme bila terjadi sebelum pubertas. Hormone lain yang
juga mempengaruhi pertumbuhan adalah hormone-hormone dari kelenjar
tiroid dan lainnya.
c. Faktor gizi
Proses tumbuh kembang anak berlangsung pada berbagai tingkatan sel,
organ dan tumbuh dengan penambahan jumlah sel, kematangan sel, dan
pembesaran ukuran sel. Selanjutnya setiap organ dan bagian tubuh lainnya
mengikuti pola tumbuh kembang masing-masing. Dengan adanya
tingkatan tumbuh kembang tadi akan terdapat rawan gizi. Dengan kata
lain untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan gizi yang
baik.
d. Faktor lingkungan
 Lingkungan fisik : termasuk sinar matahari, udara segar, sanitas,
polusi, iklim dan teknologi.
 Lingkungan biologis : termasuk didalamnya hewan dan tumbuhan.
Lingkungan sehat lainnya adalah rumah yang memenuhi syarat
kesehatan.
 Lingkungan psikososial : termasuk latar belakang keluarga,
hubungan keluarga.
e. Faktor Sosial Budaya
 Faktor ekonomi, sangat mempengaruhi keadaan sosial keluarga.
 Faktor politik serta keamanan dan pertahanan, keadaaan politik
dan keamanan suatu negara juga sangat berpengaruh dalam
tumbuh kembang seorang anak.

9. PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM


a. System pernapasan / respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal,
takipnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi
terdengar ronchi, efusi pleura.
b. System kardiovaskuler
Pada derajat I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet (+),
trombositopeni. Pada derajat III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi
cepat (takikardia), penurunan tekanan darah (hipotensi), sianosis disekitar
mulut, hidung dan jari-jari. Pada derajat IV nadi tidak teraba dan tekanan
darah tak dapat diukur.
c. System persyarafan / neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada derajat III klien
gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada derajat IV dapat terjadi
DSS.
d. System perkemihan
Produksi urin menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat BAK, urine berwarna merah.
e. System pencernaan / gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri
tekan pada epigastric, pembesaran limfa, pembesaran pada hati
(hepatomegaly) disertai dengan nyeri tekan tanpa disertai dengan icterus,
abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat muntah darah (hematemesis), dan melena.
f. System integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (demam), kulit kering, ruam
maculopapular, pada derajat I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi
bitnik merah seluruh tubuh/perdarahan di bawah kulit (petekie), pada
derajat II terjadi perdarahan spontan pada kulit.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Hipertermi b.d proses infeksi virus dengue
 Risiko deficit volume cairan b.d pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler
 Risiko syok hipovolemik b.d perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
 Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan anoreksia
 Risiko terjadi perdarahan b.d penurunan faktor-faktor pembekuan darah
(trombositopenia)
 Ansietas b.d kondisi klien yang memburuk dan perdarahan
 Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi terkait penyakit

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Hipertermi b.d Setelah dilakukan asuhan  Beri kompres air
proses infeksi keperawatan selama 3 x keran
virus dengue 24 jam diharapkan suhu  Berikan/ anjurkan
tubuh klien normal pasien banyak
dengan kriteria hasil : minum 1500-
 Suhu tubuh antara 2000 cc/hari
36-37  Anjurkan klien
 Nyeri otot hilang untuk
menggunakan
pakaian yang tipis
dan mudah
menyerap
keringat
 Observasi intake
dan output tanda
vital (suhu, nadi,
tekanan darah)
tiap 3 jam sekali
ata lebih sering
 Kolaborasi :
pemberian cairan
intravena dan
pemberian obat
sesuai program.

2. Risiko deficit Setelah dilakukan asuhan  Awasi vital sign


volume cairan keperawatan selama 3 x tiap 3 jam/lebih
b.d pindahnya 24 jam diharapkan tidak sering
cairan terjadi deficit volume  Observasi
intravaskuler ke cairan dengan kriteria capillary refill
ekstravaskuler hasil :  Observasi intake
 Intake dan output dan output, catat
seimbang warna urine /
 Vital sign dalam konsentrasi, BJ
batas normal  Anjurkan untuk
 Tidak ada tanda minum 1500-
pre-syok 2000ml/ hari
 Akral hangat  Kolaborasi :
 Capillary refill < pemberian cairan
3 detik intravena

3. Risiko syok Setelah dilakukan asuhan  Monitor keadaan


hipovolemik b.d keperawatan selama 3 x umum klien
perdarahan yang 24 jam diharapkan tidak  Observasi vital
berlebihan, terjadi syok hipovolemik sign setiap 3 jam
pindahnya cairan dengan kriteria hasil : atau lebih
intravaskuler ke  Tanda tanda vital  Jelaskan pada
ekstravaskuler klien dalam batas klien dan
normal keluarga tanda
perdarahan, dan
segera laporkan
jika terjadi
perdarahan
 Kolaborasi :
pemberian cairan
intravena
 Kolaborasi :
pemeriksaan Hb,
PCV, tombosit

4. Risiko gangguan Setelah dilakukan asuhan  Kaji riwayat


pemenuhan keperawatan selama 3 x nutrisi, termasuk
kebutuhan nutrisi 24 jam diharapkan tidak makanan yang
kurang dari terjadi gangguan disukai
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi dengan  Observasi dan
b.d intake nutrisi kriteria hasil : catat masukan
yang tidak  Tidak ada tanda makanan klien.
adekuat akibat tanda malnutrisi  Timbang BB
mual dan  Berat badan klien setiap hari.
anoreksia seimbang  Berikan makanan
sedikit namun
sering dan atau
makan diantara
waktu makan.
 Berikan dan bantu
oral hygiene.
 Hindari makanan
yang merangsang
dan mengandung
gas.

5. Risiko terjadi Setelah dilakukan asuhan  Monitor tanda


perdarahan b.d keperawatan selama 3 x tanda penurunan
penurunan 24 jam diharapkan tidak trombosit yang
faktor-faktor terjadi perdarahan dengan disertai tanda
pembekuan darah kriteria hasil : klinis.
(trombositopenia  TD 100/60  Monitor
) mmHg trombosit setiap
 N 80-100x/menit hari.
 Pulsasi kuat  Anjurkan klien
 Tidak ada tanda untuk banyak
perdarahan lebih istirahat (bedrest).
lanjut  Berikan
 Trombosit penjelasan kepada
meningkat klien dan
keluarga untuk
melaporkan jika
ada tanda
perdarahan
seperti
hematemesis,
melena, dan
epistaksis.
 Antisipasi adanya
perdarahan ;
gunakan sikat gigi
yang lunak,
pelihara
kebersihan mulut,
berikan tekanan
5-10 menit setiap
selesai ambil
darah.
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria. M. Dkk. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC).


Jakarta: ELSEVIER.

Herdman,T. Heather. 2018. Diagnosis Keperawatan NANDA 2018-2020.


Jakarta: EGC.

Junadi, Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Moorhead, Sue. Dkk. 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC).


Jakarta : ELSEVIER.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Kedua. Jakarta : FKUI.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

Suharso Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai